Sore menjelang, Yudha harus menelan kecewa. Tari mendadak bisu setelah mendengar tuduhan darinya tadi. Yudha merasa wajar saja jika ia berpikir Tari hendak kabur. Reaksi gadis itu seakan sengaja menunda-nunda atau mungkin membatalkan rencananya.Disaat Tari sibuk menemani Ibu Nilam dan adik pantinya yang baru saja selesai operasi, Yudha memilih menunggu di luar kamar rawat inap. Ia tidak nyaman mencium aroma khas rumah sakit. Meski sedikit kesal sekaligus kecewa, Yudha menguntai sabar. Ia mencoba untuk mengerti jika saat ini fokus Tari bukan dirinya.Tak jauh dari ujung selasar gedung rumah sakit, sepasang mata berbinar memperhatikan Yudha. Senyumnya mengembang hanya dengan menatap pria pujaannya. Ayana sudah lama membayangkan pria yang mengenakan seragam PDU TNI AD itu adalah sosok yang kelak akan ia gandeng lengannya ke sana kemari. Ia akan sangat merasa bangga, ketika orang-orang memanggilnya dengan sebutan Nyonya Yudha Giriandra.Bukan hanya karena Yudha seo
“Kenapa Mas masih di sini? Nanti bomnya keburu meledak!” desis Tari melirik sekitarnya. Jangan sampai ada yang dengar dan ikut panik.“Kalau sampai aku tidak kembali, tolong kamu nikah sama Mas Arbian,” pinta Yudha dengan genggaman jemari yang semakin erat. Suaranya tercekat, tapi ia sadar harus pergi secepatnya.Tari tidak hanya membelalak. Bahkan saat melihat mobil Yudha sudah melaju meninggalkan parkiran toko, Tari masih terhenyak. Tubuhnya bahkan begitu sulit untuk bergerak. Mendengar permintaan aneh Yudha barusan, mendadak rongga dadanya sesak.“Kenapa kamu memperlakukanku seperti barang, Mas? Aku ini manusia, bukan barang yang bisa kamu oper sesuka hati,” batin Tari yang merasakan sekujur tubuhnya lemas.Ia masih lelah setelah menjalani prosesi nikah kantor sejak pagi. Kemudian siang tadi, tiba-tiba Yudha dengan sepihak memutuskan untuk ijab qabul malam ini. Belum juga mendapatkan alasan untuk menunda, pria itu sudah menyeretnya ke toko perhiasan.###“Di sana, Tuan,” jawab sala
Arbian mengulas senyum ramah, sementara Tari mengangguk sopan. Mereka sama-sama merasa tidak menyangka akan bertemu di tempat yang sama dan diwaktu yang sama. Tari menyadari makna tatapan wanita di hadapannya itu. Namun, ia juga merasa tidak perlu menjelaskannya. Biar Arbian saja yang menjelaskan jika memang dianggap itu penting.“Mas Arbian habis belanja perhiasan sama Tari?” tanya wanita itu terdengar heran.Arbian mengangguk lalu berkata, “Iya, Ayana. Saya mampir beli buat Mama sama Kayla. Ketemu Tari di sini, sekalian saya ajak pulang karena kami searah.”“Oh, kirain baru mau masuk. Ya udah, aku duluan ya, Mas. Tari,” ucap Ayana pamit. Langkahnya juga tampak terburu-buru.“Kalian sudah saling kenal?” tanya Arbian membuyarkan lamunan Tari. Entah kenapa Tari merasa, ada yang aneh dari tatapan Ayana.Tari yang sejak tadi memperhatikan keramaian jalan sontak berjengit. “Baru beberapa kali bertemu, Mas. Itupun, Mas Yudha yang kenalin.”“Dia dokter kandungan, semoga nanti kamu konsultas
Diberi janji-janji dan ancaman membuat Kayla dilema. Kedua kakak laki-lakinya sama-sama memintanya mencari barang seserahan untuk Tari. Arbian menjanjikan satu set perhiasan keluaran terbaru jika hasil kerjanya memuaskan. Berbeda dengan Yudha yang mengancam akan memastikan Kayla akan menerima seserahan yang sama persis atau mungkin lebih buruk dari pilihannya untuk Tari.Yudha seakan mampu menebak niatnya. Lebih tepatnya perintah mamanya yang tidak rela memberi barang seserahan yang mahal dan bermerek untuk calon menantunya. Akan tetapi, membayangkan dirinya diolok teman-temannya karena mendapat barang seserahan yang biasa saja dan murah, membuat Kayla terpaksa menghianati mamanya.“Terserah deh kalau nanti mama marah. Kan, yang bayar semua juga Mas Yudha,” gumam Kayla menggesek kartu debit kakaknya.Seingat Kayla, ini pertama kalinya ia berbelanja hingga belasan juta dalam sehari. “Lagi borong banyak nih?” sapa salah satu karyawan toko yang merupakan teman Kayla.Kayla menggeleng lal
Seakan tak bernyali menghadapi keras kepala putranya. Lusiana hanya bisa pasrah dan memendam amarah. Senyum palsu sudah berkali-kali ia berikan pada tamu-tamunya. Rasanya lelah sekali bersandiwara sebagai orang yang bahagia atas pernikahan putranya.Berbeda dengan suaminya, Rudi Giriandra tampak begitu bahagia. Bukan hanya karena salah satu buah hatinya kini telah menikah, tapi juga karena memiliki menantu yang santun. Bagi pemilik Perusahaan AG Tekstil itu, lebih sulit menemukan gadis yang memiliki kepribadian baik dibandingkan yang cantik rupa dan bergelimang materi.Jika ada yang menduga Arbian bersedih karena dilangkahi oleh adiknya, mereka salah besar. Arbian justru lega karena keputusan Yudha itu justru meringankan bebannya. Orang tuanya sudah mendapatkan menantu. Mungkin tahun depan akan mendapat cucu, karena Yudha mengaku tak akan menunda untuk punya anak.Namun, sedikit berbeda dengan Kayla. Gadis itu merasa gamang. Ayah dan kedua kakaknya terlihat baha
Di antara meja tamu, ada hati yang meradang karena terbakar api cemburu. Menatap Tari dan Yudha penuh kemarahan. Dialah Ayana, gadis yang hingga detik ini belum juga rela akan keputusan mendadak Yudha.Pulang dari kegiatan seminar di Singapura, tiba-tiba saja mendapati undangan pernikahan Yudha dan Tari di atas mejanya. Padahal, ia hanya pergi selama sepekan. Ia benar-benar merasa hancur saat tahu Yudha dan Tari ternyata sudah melangsungkan ijab qabul dua hari setelah nikah kantor."Kok Yudha nikahnya mendadak sih? Nggak mungkin kecelakaan sama Tari, 'kan?" tanya salah seorang teman SMA Yudha.Lima orang yang duduk di lingkaran meja itu saling lirik. Tak ada satu pun yang tahu alasannya. Bahkan sahabat Yudha yang baru pulang dari luar kota pun merasa terkejut. Sejak dulu Yudha memang sulit ditebak."Beberapa minggu lalu Yudha emang sempat bilang mau nikah. Gue tanya sama siapa? Dia bilang masih rahasia, karena hubungan sama doinya juga m
Ini bukan hari pertama Tari menjadi istri Yudha. Beberapa hari lalu karena kekeraskepalaan pria itu, mereka menikah secara agama lebih dulu. Tak ingin menimbulkan fitnah dan persepsi buruk, Tari memilih tetap berada di panti sebelum resepsi mereka digelar. Namun, hari inilah ia resmi menyandang gelar sebagai Nyonya Yudha Giriandra dan memiliki buku nikah. Menjalani prosesi sejak pagi, akhirnya perlehatan panjang itu berakhir sore ini. Rudi dan Lusiana memboyong menantu mereka pulang. Di mata banyak orang, Tari tentu menjadi gadis beruntung. “Malam ini, kita menginap di rumah papa. Besok siang atau sore, baru kita batalion. Rumah dinasku belum siap,” ucap Yudha menyandarkan tubuh lelahnya. “Siapa suruh nikah dadakan!” batin Tari menggerutu. Tari hanya mengangguk dan merasa cukup lega karena tidak harus seatap dengan mertuanya. Setidaknya Yudha cukup mengerti situasi. Bukannya Tari tidak ingin tinggal bersama dan merawat mereka. Hanya saja, Tari tidak yakin bisa bernapas di rumah meg
“Benapas, Tari,” bisik Yudha yang melihat wajah istrinya berubah pucat. Bisikan itu mengembalikan kesadaran Tari sepenuhnya. Spontan gadis bersurai panjang itu meraup napas serakah. Seakan-akan ini adalah kesempatan terakhir dirinya bernapas. “Mau lagi?” tawar Yudha sudut bibirnya yang berkedut. Tari melotot tajam lalu mencengkram kerah kemeja Yudha. “Kamu beneran Kapten AD atau … vampir?” “Suamimu. Ini baru CST praktik pertama. Berikutnya kamu harus lebih peka dengan keadaan sekitar. Jangan sampai kamu diintai atau dimata-matai orang, tapi kamunya tidak sadar,” ujar Yudha. “Ya atuh ... pengantin baru harus peka keadaan. Laen kali, jangan lupa konci pintunya baru buat serangan, Aden,” komentar salah satu ART yang tadi diminta Yudha membuat jus. “Bibi sejak kapan ada di situ?” tanya Yudha menahan malu. Bi Darmi benar-benar memergokinya. Kenyataannya, ia sendiri tidak peka dengan keadaan sekitar. Sejak berdiri di belakang