“Benapas, Tari,” bisik Yudha yang melihat wajah istrinya berubah pucat. Bisikan itu mengembalikan kesadaran Tari sepenuhnya. Spontan gadis bersurai panjang itu meraup napas serakah. Seakan-akan ini adalah kesempatan terakhir dirinya bernapas. “Mau lagi?” tawar Yudha sudut bibirnya yang berkedut. Tari melotot tajam lalu mencengkram kerah kemeja Yudha. “Kamu beneran Kapten AD atau … vampir?” “Suamimu. Ini baru CST praktik pertama. Berikutnya kamu harus lebih peka dengan keadaan sekitar. Jangan sampai kamu diintai atau dimata-matai orang, tapi kamunya tidak sadar,” ujar Yudha. “Ya atuh ... pengantin baru harus peka keadaan. Laen kali, jangan lupa konci pintunya baru buat serangan, Aden,” komentar salah satu ART yang tadi diminta Yudha membuat jus. “Bibi sejak kapan ada di situ?” tanya Yudha menahan malu. Bi Darmi benar-benar memergokinya. Kenyataannya, ia sendiri tidak peka dengan keadaan sekitar. Sejak berdiri di belakang
Tari dengan cekatan membantu Bi Darmi menata berbagai menu makanan di meja makan. Karena kegiatan sore tadi, Tari sampai menghabiskan waktu cukup lama di kamar mandi. Ia sampai takut Yudha kembali menjahilinya. belum lagi bibirnya terasa kebas karena dilumat tanpa ampun.Dengan alasan takut kehabisan waktu, Tari salat Magrib lebih dulu. Yudha sama sekali tidak marah dan mereka sepakat untuk shalat berjamaah bersama saat shalat Isya nanti. Sejauh ini Tari bisa menyimpulkan jika suaminya adalah tipe orang yang cukup mudah berkompromi dengan kondisinya. Tanpa Tari sadari jika Yudha tahu dirinya sengaja menghindar.Seluruh anggota keluarga sudah duduk bersama di meja makan. Tersisa Yudha yang masih menerima telpon dari atasannya. Beliau ingin mengonfirmasi kapan Yudha siap kembali batalion dan menempati rumah dinasnya.“Tolong ambilkan sup ayam kampung buat menantu saya,” bisik Lusiana pada Indah, putri Bi Darmi yang juga merupakan ART-nya. Gadis 21 tahu
Arbian menggeleng pelan mengira adiknya kembali ingin pamer kemesraan sebagai pengantin baru. Rudi turut bersuara dengan mendukung Tari. Takut jika istrinya kembali tersinggung karena sudah menyiapkan sup itu khusus untuk menantu mereka. Berbeda dengan Kayla yang merasa ada yang tidak beres setelah melihat Indah sejak tadi mengintip dengan resah.“Apa di sup itu mama menambahkan sesuatu?” batin Kayla menebak jika mungkin saja sup itu keasinan.Drama memperebutkan mangkuk itu masih berlanjut. Akan tetapi, Yudha tak kehabisan akal. Dengan gerakan cepat ia menyolek pinggang Tari sehingga istrinya terkesiap. Mangkuk sup itu kini berhasil diambil alih oleh Yudha.“Patuh sama suami,” bisik Yudha yang menambah lauk ikan fillet ke piring makannya sebelum disodorkan ke hadapan istrinya.Tari akhirnya pasrah melihat Yudha makan supnya dengan tenang. Di bawah meja, tangan kiri Yudha terkepal kuat. Ingin rasanya ia menggebrak meja mel
Yudha tidak bisa membayangkan jika kondisi Tari sakit dan mengalami penyakit serius. Rencananya untuk secepatnya melakukan proses bayi tabung akan tertunda. Lebih dari itu, mungkin saja bisa membuat nyawa Tari melayang. “Yudha, mama min-” “Mama tidak perlu minta maaf karena Yudha rasa, Mama tidak menyesalinya,” potong Yudha menahan geram. Rasanya ingin sekali meninju tiang rumah ini sampai roboh. “Aku menyesal mengikuti keinginan kalian membawa istriku pulang ke rumah ini. Mama tenang saja, Tari tidak akan membalas Mama. Apa Mama tahu alasannya?” tanya Yudha tanpa menoleh. “Pasti takut tidak kebagian warisan. Iya, ‘kan?” tebak Lusiana yang juga sudah lelah bersandiwara. Belum sampai 24 jam seatap dengan menantunya, sandiwara Lusiana sudah berakhir. Yudha menoleh lalu berkata, “Bukan, sama sekali bukan karena itu, Ma.” “Terus apa?” tantang Lusiana. Seperti biasa, dagunya sudah terangkat naik seperti menantang lawan bicaranya. “Tari bukan wanita picik. Dia tidak mata duitan sepert
Tari tetap diam mengikuti langkah suaminya. Meski dilanda rasa penasaran dan resah, tapi tak ada yang bisa dilakukannya selain diam. Dari sorot mata Yudha saja, Tari tahu jika suaminya itu masih marah. "Hufh ...." Yudha menghentikan langkah dan menoleh ke belakang. Larut dalam kemarahan membuatnya sempat lupa pada Tari. Tari yang langkahnya ikut terhenti menatap telapak tangan yang terulur di depannya. Ia lantas mendongak menatap Yudha. Dengan bola mata yang gelisah, Tari celingak-celinguk memperhatikan sekitarnya. "Apa Mas berniat mengakhiri kesepakatan kita di sini?" tanya Tari berbisik. Kini giliran Yudha yang heran. "Maksud kamu?" "Mas mau jabat tangan maksudnya apa coba?" tanya Tari bingung. Yudha tersenyum tipis dan maju selangkah. Mengikis jarak yang kini tersisa sejengkal sehingga Tari terpaksa mendongak. Kepalanya tepat berada di bawah dagu suaminya. "Aku meminta tanganmu untuk digenggam, bukan untuk berjabat tangan," ucap Yudha merealisasikan ucapannya. Seketika telap
Setelah makan malam bersama, Tari membereskan kotak kemasan makanan mereka. Yudha duduk di ruang tamu sambil menerima telpon. Entah siapa yang menghubungi Yudha karena pria itu menyahut dengan ogah-ogahan. Tari sendiri duduk termenung di dapur. Ia bingung apakah harus masuk ke kamar atau menunggu. Sesekali ia hanya berselancar di dunia maya. Berita tentang pernikahannya benar-benar menjadi salah satu topik hangat di kota ini. 'Cinderella Keluarga Giriandra' 'Kekasih Rahasia Putra Giriandra' 'Gadis Yatim Piatu Jadi Ratu' ‘Istri Cantik Kapten Penjinak Bom’ ‘Cantik, Semoga Tidak Licik’ Tari menghela napas panjang membaca deretan judul artikel itu. Gadis yang mengenakan dress selutut itu tidak tahu harus sedih atau bahagia. Hidupnya berubah dalam sekejap dari gadis yatim piatu menjadi seorang istri dan menantu keluarga kaya. Lelah yang menumpuk membuat Tari terlelap begitu saja. Tak mendengar adanya suara dari arah dapur, Yudha menoleh. Di sana Tari menyandarkan tubuhnya di atas me
Yudha tak bisa memungkiri. Perasaannya saat ini jauh lebih tegang dibandingkan saat diminta menjinakkan bom. Ada keinginan untuk menemani Tari di dalam ruang penanganan. Namun, ia sendiri tidak bisa tenang."Kenapa kamu sehawatir itu, Yud? Dia cuma ibu surogasi untuk benih rahasia itu. Aku bahkan ragu itu benih kamu. Apa sepenting itu benih yang tidak jelas itu bagimu?" batin Ayana melirik ke jendela kaca.Dari dalam ruangan, mereka bisa melihat seseorang yang berdiri di luar. Berbeda dengan Yudha yang tidak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi di dalam sana. Dokter yang membantu proses bayi tabung itu pun tersenyum melihat tingkah suami pasiennya."Sepertinya suamimu lebih tegang dibandingkan denganmu. Saya yakin, kamu akan jadi ibu yang hebat dan anak kalian akan tumbuh kuat. Berdasarkan pengalamanku, suamimu sepertinya akan sangat memanjakan anak kalian nantinya," ujar dokter paruh baya itu tersenyum lalu memulai prosedur penanaman zigot ke dalam rahim Tari.Tari mengangguk l
Tok tok tok! Ayana menunggu dengan sabar Yudha membukakan pintu. Mau bagaimana lagi, pintu kamar rawat inap itu terkunci dari dalam. Dengan seulas senyum paksa, ia menghampiri Tari. Bagaimanapun, ia tetap harus mempertahankan citranya di depan Yudha. “Bagaimana perasaanmu?” tanya Ayana kala berdiri di sisi pembaringan. “Masih lemas dan sedikit pegal,” jawab Tari apa adanya. Ayana mengangguk seraya berujar, “Itu termasuk gejala normal. Sebisa mungkin, hindari aktivitas berat. Setidaknya selama dua pekan sejak prosedur IVF ini. Kamu tahu sendiri kan, suamimu sangat mengharapkan kehadiran anak ini?” Tari mengangguk lalu menatap Yudha. Sesaat kebekuan melanda mereka. Sementara Ayana diam-diam melirik Yudha yang sedang bertatapan dengan Tari. Ingin sekali Ayana menggantikan posisi Tari. Mengandung benih Yudha dan mendapatkan segala perhatian dari pria itu. “Apa ada hal lain, Ayana?” tanya Yudha to the point. Kalau boleh jujur, ia tidak begitu senang ada orang lain di ruangan ini. Ap