Yudha dan keluarganya datang ke panti untuk melamar Tari. Dengan alasan sewaktu-waktu ada perintah darurat untuk bertugas, Yudha meminta izin Ibu Nilam untuk melangsungkan akad nikah setelah proses pengajuan nikah kantor selesai. Awalnya Ibu Nilam terkejut dan merasa jika semua terjadi secara mendadak. Namun, Rudi Giriandra menjelaskan jika semua persiapan pernikahan akan sepenuhnya menjadi urusannya.“Terima kasih Ibu sudah merestui saya sama Tari,” ucap Yudha setelah mencium punggung tangan Ibu Nilam.“Sama-sama, Nak. Semoga niat baik kalian untuk membina rumah tangga mendapat ridha Gusti Allah. In sya Allah, kamu tidak salah menjatuhkan pilihan,” kata Ibu Nilam dengan tatapan hangat sembari mengusap punggung tangan Yudha yang balas mengangguk.Tari tak bisa berkomentar karena semua Yudha yang mengatur. Ia tidak punya hak menentang apalagi menolak keputusan Yudha. Pria itu sudah menyelesaikan masalahnya tanpa ia memberikan jaminan apa p
Sejak pagi, Tari hanya merasakan ketegangan. Meski berkali-kali Yudha memintanya rileks, tetap saja otot tubuhnya kaku. Bahkan ketika beberapa pertanyaan yang diajukan padanya tadi, Tari sempat membeku. Padahal, Yudha sudah meminta Tari menghapalkan semua jawaban pertanyaan itu.Nikah kantor mereka baru saja selesai setengah jam lalu. Tari menghela lega karena operasi jantung adik pantinya juga berhasil. Pesan dari Ibu Nilam seakan menjadi oase dalam kegersangan pikirannya.Yudha kembali dari toilet dan mood-nya seketika jadi buruk. Ia dapati beberapa rekan berseragam loreng sesekali mencuri pandang ke arah Tari. Tanpa sadar, Yudha pun memperhatikan Tari yang pagi ini penampilannya sedikit berbeda. Wajah ayu itu sedikit dipoles dengan riasan tipis. Yudha bahkan tidak sadar kapan Tari mengganti pakaiannya. Seingatnya, tadi Tari mengenakan pakaian calon persit.“Permisi, Nona sedang mengurus apa?” tanya seorang tentara yang sejak tadi misuh-misuh bersama rekannya. Senyumnya ramah, tanpa
Sore menjelang, Yudha harus menelan kecewa. Tari mendadak bisu setelah mendengar tuduhan darinya tadi. Yudha merasa wajar saja jika ia berpikir Tari hendak kabur. Reaksi gadis itu seakan sengaja menunda-nunda atau mungkin membatalkan rencananya.Disaat Tari sibuk menemani Ibu Nilam dan adik pantinya yang baru saja selesai operasi, Yudha memilih menunggu di luar kamar rawat inap. Ia tidak nyaman mencium aroma khas rumah sakit. Meski sedikit kesal sekaligus kecewa, Yudha menguntai sabar. Ia mencoba untuk mengerti jika saat ini fokus Tari bukan dirinya.Tak jauh dari ujung selasar gedung rumah sakit, sepasang mata berbinar memperhatikan Yudha. Senyumnya mengembang hanya dengan menatap pria pujaannya. Ayana sudah lama membayangkan pria yang mengenakan seragam PDU TNI AD itu adalah sosok yang kelak akan ia gandeng lengannya ke sana kemari. Ia akan sangat merasa bangga, ketika orang-orang memanggilnya dengan sebutan Nyonya Yudha Giriandra.Bukan hanya karena Yudha seo
“Kenapa Mas masih di sini? Nanti bomnya keburu meledak!” desis Tari melirik sekitarnya. Jangan sampai ada yang dengar dan ikut panik.“Kalau sampai aku tidak kembali, tolong kamu nikah sama Mas Arbian,” pinta Yudha dengan genggaman jemari yang semakin erat. Suaranya tercekat, tapi ia sadar harus pergi secepatnya.Tari tidak hanya membelalak. Bahkan saat melihat mobil Yudha sudah melaju meninggalkan parkiran toko, Tari masih terhenyak. Tubuhnya bahkan begitu sulit untuk bergerak. Mendengar permintaan aneh Yudha barusan, mendadak rongga dadanya sesak.“Kenapa kamu memperlakukanku seperti barang, Mas? Aku ini manusia, bukan barang yang bisa kamu oper sesuka hati,” batin Tari yang merasakan sekujur tubuhnya lemas.Ia masih lelah setelah menjalani prosesi nikah kantor sejak pagi. Kemudian siang tadi, tiba-tiba Yudha dengan sepihak memutuskan untuk ijab qabul malam ini. Belum juga mendapatkan alasan untuk menunda, pria itu sudah menyeretnya ke toko perhiasan.###“Di sana, Tuan,” jawab sala
Arbian mengulas senyum ramah, sementara Tari mengangguk sopan. Mereka sama-sama merasa tidak menyangka akan bertemu di tempat yang sama dan diwaktu yang sama. Tari menyadari makna tatapan wanita di hadapannya itu. Namun, ia juga merasa tidak perlu menjelaskannya. Biar Arbian saja yang menjelaskan jika memang dianggap itu penting.“Mas Arbian habis belanja perhiasan sama Tari?” tanya wanita itu terdengar heran.Arbian mengangguk lalu berkata, “Iya, Ayana. Saya mampir beli buat Mama sama Kayla. Ketemu Tari di sini, sekalian saya ajak pulang karena kami searah.”“Oh, kirain baru mau masuk. Ya udah, aku duluan ya, Mas. Tari,” ucap Ayana pamit. Langkahnya juga tampak terburu-buru.“Kalian sudah saling kenal?” tanya Arbian membuyarkan lamunan Tari. Entah kenapa Tari merasa, ada yang aneh dari tatapan Ayana.Tari yang sejak tadi memperhatikan keramaian jalan sontak berjengit. “Baru beberapa kali bertemu, Mas. Itupun, Mas Yudha yang kenalin.”“Dia dokter kandungan, semoga nanti kamu konsultas
Diberi janji-janji dan ancaman membuat Kayla dilema. Kedua kakak laki-lakinya sama-sama memintanya mencari barang seserahan untuk Tari. Arbian menjanjikan satu set perhiasan keluaran terbaru jika hasil kerjanya memuaskan. Berbeda dengan Yudha yang mengancam akan memastikan Kayla akan menerima seserahan yang sama persis atau mungkin lebih buruk dari pilihannya untuk Tari.Yudha seakan mampu menebak niatnya. Lebih tepatnya perintah mamanya yang tidak rela memberi barang seserahan yang mahal dan bermerek untuk calon menantunya. Akan tetapi, membayangkan dirinya diolok teman-temannya karena mendapat barang seserahan yang biasa saja dan murah, membuat Kayla terpaksa menghianati mamanya.“Terserah deh kalau nanti mama marah. Kan, yang bayar semua juga Mas Yudha,” gumam Kayla menggesek kartu debit kakaknya.Seingat Kayla, ini pertama kalinya ia berbelanja hingga belasan juta dalam sehari. “Lagi borong banyak nih?” sapa salah satu karyawan toko yang merupakan teman Kayla.Kayla menggeleng lal
Seakan tak bernyali menghadapi keras kepala putranya. Lusiana hanya bisa pasrah dan memendam amarah. Senyum palsu sudah berkali-kali ia berikan pada tamu-tamunya. Rasanya lelah sekali bersandiwara sebagai orang yang bahagia atas pernikahan putranya.Berbeda dengan suaminya, Rudi Giriandra tampak begitu bahagia. Bukan hanya karena salah satu buah hatinya kini telah menikah, tapi juga karena memiliki menantu yang santun. Bagi pemilik Perusahaan AG Tekstil itu, lebih sulit menemukan gadis yang memiliki kepribadian baik dibandingkan yang cantik rupa dan bergelimang materi.Jika ada yang menduga Arbian bersedih karena dilangkahi oleh adiknya, mereka salah besar. Arbian justru lega karena keputusan Yudha itu justru meringankan bebannya. Orang tuanya sudah mendapatkan menantu. Mungkin tahun depan akan mendapat cucu, karena Yudha mengaku tak akan menunda untuk punya anak.Namun, sedikit berbeda dengan Kayla. Gadis itu merasa gamang. Ayah dan kedua kakaknya terlihat baha
Di antara meja tamu, ada hati yang meradang karena terbakar api cemburu. Menatap Tari dan Yudha penuh kemarahan. Dialah Ayana, gadis yang hingga detik ini belum juga rela akan keputusan mendadak Yudha.Pulang dari kegiatan seminar di Singapura, tiba-tiba saja mendapati undangan pernikahan Yudha dan Tari di atas mejanya. Padahal, ia hanya pergi selama sepekan. Ia benar-benar merasa hancur saat tahu Yudha dan Tari ternyata sudah melangsungkan ijab qabul dua hari setelah nikah kantor."Kok Yudha nikahnya mendadak sih? Nggak mungkin kecelakaan sama Tari, 'kan?" tanya salah seorang teman SMA Yudha.Lima orang yang duduk di lingkaran meja itu saling lirik. Tak ada satu pun yang tahu alasannya. Bahkan sahabat Yudha yang baru pulang dari luar kota pun merasa terkejut. Sejak dulu Yudha memang sulit ditebak."Beberapa minggu lalu Yudha emang sempat bilang mau nikah. Gue tanya sama siapa? Dia bilang masih rahasia, karena hubungan sama doinya juga m
Lusiana kembali memijat kepalanya yang baru saja selesai dipijat oleh ART-nya. Sejak mendengar kabar Yudha memboyong Tari berbulan madu ke Bali, entah kenapa ia jadi kesal. Ia masih setengah hati mengharapkan cucu dari rahim gadis miskin itu.“Mama kenapa?” tanya Rudi yang baru saja pulang bersama putra sulungnya. Tadinya ia pikir, istrinya tidur karena salam mereka tidak dibalas.Lusiana yang bersantai di sofa depan tv mendongak. Setelah melihat kedatangan suami dan anaknya, wanita itu tak juga beranjak. Tetap rebahan santai dengan kaki tersilang. Bahkan wajahnya tetap cemberut.“Ma, perusahaan sedikit tidak stabil. Kalau dalam tiga bulan masalah di internal perusahaan belum berhasil diatasi, mungkin kita akan bangkrut,” ucap Arbian mengedipkan sebelah mata pada papanya.“APA??!!!” Lusiana sontak turun dari sofa lalu berbalik menatap suaminya.Rudi memilih diam mengikuti sandiwara putranya. Rasanya ia ingin tert
Tak kehabisan akal, Yudha mencari tahu apa yang diinginkan Tari. Diam-diam ia mengecek ponsel Tari. Ada beberapa menu makanan yang terlihat di daftar pencarian. Yudha sengaja pamit keluar sebentar menemui seseorang.Tari hanya mengangguk dan memilih diam. Perdebatan kecil sore tadi belum berakhir. Hal itu membuat Yudha jadi serba salah. Sampai setengah jam kemudian, Yudha kembali dengan membawa beberapa jagung. Selain itu ada beberapa buah lain yang dibelinya di warung sayur tak jauh dari vila. Sengaja menghindar dari minimarket yang mungkin saja memiliki cctv.“Mas beli jagung buat apa?” tanya Tari. Padahal, di dalam kepalanya sudah terbayang jagung bakar.“Tadi paksa ibu warungnya beli,” jawab Yudha asal.Tanpa diajak, Tari sudah mendekat ke meja dapur. “Katanya dipaksa beli. Tapi ada mentega sama arang,” gumam Tari mengulum senyum.“Lain kali, kalau mau makan sesuatu, bilang Tari. Jangan dipendam sendiri
Tok tok tok! Ayana menunggu dengan sabar Yudha membukakan pintu. Mau bagaimana lagi, pintu kamar rawat inap itu terkunci dari dalam. Dengan seulas senyum paksa, ia menghampiri Tari. Bagaimanapun, ia tetap harus mempertahankan citranya di depan Yudha. “Bagaimana perasaanmu?” tanya Ayana kala berdiri di sisi pembaringan. “Masih lemas dan sedikit pegal,” jawab Tari apa adanya. Ayana mengangguk seraya berujar, “Itu termasuk gejala normal. Sebisa mungkin, hindari aktivitas berat. Setidaknya selama dua pekan sejak prosedur IVF ini. Kamu tahu sendiri kan, suamimu sangat mengharapkan kehadiran anak ini?” Tari mengangguk lalu menatap Yudha. Sesaat kebekuan melanda mereka. Sementara Ayana diam-diam melirik Yudha yang sedang bertatapan dengan Tari. Ingin sekali Ayana menggantikan posisi Tari. Mengandung benih Yudha dan mendapatkan segala perhatian dari pria itu. “Apa ada hal lain, Ayana?” tanya Yudha to the point. Kalau boleh jujur, ia tidak begitu senang ada orang lain di ruangan ini. Ap
Yudha tak bisa memungkiri. Perasaannya saat ini jauh lebih tegang dibandingkan saat diminta menjinakkan bom. Ada keinginan untuk menemani Tari di dalam ruang penanganan. Namun, ia sendiri tidak bisa tenang."Kenapa kamu sehawatir itu, Yud? Dia cuma ibu surogasi untuk benih rahasia itu. Aku bahkan ragu itu benih kamu. Apa sepenting itu benih yang tidak jelas itu bagimu?" batin Ayana melirik ke jendela kaca.Dari dalam ruangan, mereka bisa melihat seseorang yang berdiri di luar. Berbeda dengan Yudha yang tidak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi di dalam sana. Dokter yang membantu proses bayi tabung itu pun tersenyum melihat tingkah suami pasiennya."Sepertinya suamimu lebih tegang dibandingkan denganmu. Saya yakin, kamu akan jadi ibu yang hebat dan anak kalian akan tumbuh kuat. Berdasarkan pengalamanku, suamimu sepertinya akan sangat memanjakan anak kalian nantinya," ujar dokter paruh baya itu tersenyum lalu memulai prosedur penanaman zigot ke dalam rahim Tari.Tari mengangguk l
Setelah makan malam bersama, Tari membereskan kotak kemasan makanan mereka. Yudha duduk di ruang tamu sambil menerima telpon. Entah siapa yang menghubungi Yudha karena pria itu menyahut dengan ogah-ogahan. Tari sendiri duduk termenung di dapur. Ia bingung apakah harus masuk ke kamar atau menunggu. Sesekali ia hanya berselancar di dunia maya. Berita tentang pernikahannya benar-benar menjadi salah satu topik hangat di kota ini. 'Cinderella Keluarga Giriandra' 'Kekasih Rahasia Putra Giriandra' 'Gadis Yatim Piatu Jadi Ratu' ‘Istri Cantik Kapten Penjinak Bom’ ‘Cantik, Semoga Tidak Licik’ Tari menghela napas panjang membaca deretan judul artikel itu. Gadis yang mengenakan dress selutut itu tidak tahu harus sedih atau bahagia. Hidupnya berubah dalam sekejap dari gadis yatim piatu menjadi seorang istri dan menantu keluarga kaya. Lelah yang menumpuk membuat Tari terlelap begitu saja. Tak mendengar adanya suara dari arah dapur, Yudha menoleh. Di sana Tari menyandarkan tubuhnya di atas me
Tari tetap diam mengikuti langkah suaminya. Meski dilanda rasa penasaran dan resah, tapi tak ada yang bisa dilakukannya selain diam. Dari sorot mata Yudha saja, Tari tahu jika suaminya itu masih marah. "Hufh ...." Yudha menghentikan langkah dan menoleh ke belakang. Larut dalam kemarahan membuatnya sempat lupa pada Tari. Tari yang langkahnya ikut terhenti menatap telapak tangan yang terulur di depannya. Ia lantas mendongak menatap Yudha. Dengan bola mata yang gelisah, Tari celingak-celinguk memperhatikan sekitarnya. "Apa Mas berniat mengakhiri kesepakatan kita di sini?" tanya Tari berbisik. Kini giliran Yudha yang heran. "Maksud kamu?" "Mas mau jabat tangan maksudnya apa coba?" tanya Tari bingung. Yudha tersenyum tipis dan maju selangkah. Mengikis jarak yang kini tersisa sejengkal sehingga Tari terpaksa mendongak. Kepalanya tepat berada di bawah dagu suaminya. "Aku meminta tanganmu untuk digenggam, bukan untuk berjabat tangan," ucap Yudha merealisasikan ucapannya. Seketika telap
Yudha tidak bisa membayangkan jika kondisi Tari sakit dan mengalami penyakit serius. Rencananya untuk secepatnya melakukan proses bayi tabung akan tertunda. Lebih dari itu, mungkin saja bisa membuat nyawa Tari melayang. “Yudha, mama min-” “Mama tidak perlu minta maaf karena Yudha rasa, Mama tidak menyesalinya,” potong Yudha menahan geram. Rasanya ingin sekali meninju tiang rumah ini sampai roboh. “Aku menyesal mengikuti keinginan kalian membawa istriku pulang ke rumah ini. Mama tenang saja, Tari tidak akan membalas Mama. Apa Mama tahu alasannya?” tanya Yudha tanpa menoleh. “Pasti takut tidak kebagian warisan. Iya, ‘kan?” tebak Lusiana yang juga sudah lelah bersandiwara. Belum sampai 24 jam seatap dengan menantunya, sandiwara Lusiana sudah berakhir. Yudha menoleh lalu berkata, “Bukan, sama sekali bukan karena itu, Ma.” “Terus apa?” tantang Lusiana. Seperti biasa, dagunya sudah terangkat naik seperti menantang lawan bicaranya. “Tari bukan wanita picik. Dia tidak mata duitan sepert
Arbian menggeleng pelan mengira adiknya kembali ingin pamer kemesraan sebagai pengantin baru. Rudi turut bersuara dengan mendukung Tari. Takut jika istrinya kembali tersinggung karena sudah menyiapkan sup itu khusus untuk menantu mereka. Berbeda dengan Kayla yang merasa ada yang tidak beres setelah melihat Indah sejak tadi mengintip dengan resah.“Apa di sup itu mama menambahkan sesuatu?” batin Kayla menebak jika mungkin saja sup itu keasinan.Drama memperebutkan mangkuk itu masih berlanjut. Akan tetapi, Yudha tak kehabisan akal. Dengan gerakan cepat ia menyolek pinggang Tari sehingga istrinya terkesiap. Mangkuk sup itu kini berhasil diambil alih oleh Yudha.“Patuh sama suami,” bisik Yudha yang menambah lauk ikan fillet ke piring makannya sebelum disodorkan ke hadapan istrinya.Tari akhirnya pasrah melihat Yudha makan supnya dengan tenang. Di bawah meja, tangan kiri Yudha terkepal kuat. Ingin rasanya ia menggebrak meja mel
Tari dengan cekatan membantu Bi Darmi menata berbagai menu makanan di meja makan. Karena kegiatan sore tadi, Tari sampai menghabiskan waktu cukup lama di kamar mandi. Ia sampai takut Yudha kembali menjahilinya. belum lagi bibirnya terasa kebas karena dilumat tanpa ampun.Dengan alasan takut kehabisan waktu, Tari salat Magrib lebih dulu. Yudha sama sekali tidak marah dan mereka sepakat untuk shalat berjamaah bersama saat shalat Isya nanti. Sejauh ini Tari bisa menyimpulkan jika suaminya adalah tipe orang yang cukup mudah berkompromi dengan kondisinya. Tanpa Tari sadari jika Yudha tahu dirinya sengaja menghindar.Seluruh anggota keluarga sudah duduk bersama di meja makan. Tersisa Yudha yang masih menerima telpon dari atasannya. Beliau ingin mengonfirmasi kapan Yudha siap kembali batalion dan menempati rumah dinasnya.“Tolong ambilkan sup ayam kampung buat menantu saya,” bisik Lusiana pada Indah, putri Bi Darmi yang juga merupakan ART-nya. Gadis 21 tahu