Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 246. Takut Alergi?

Share

Bab 246. Takut Alergi?

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2025-03-04 23:32:21

Akhirnya Alea memutuskan ikut dengan Axel menemui orang tua Rina, gadis yang baru dikenal Axel semalam. Kendaraan yang ditumpangi Alea mengikuti motor yang dilajukan Axel hingga akhirnya sampai di depan gerbang sekolah Rina.

Dari dalam mobil, Alea memerhatikan kakaknya yang membuka helm, berjalan masuk ke dalam sekolah Rina.

Tidak berselang lama, Axel keluar gerbang berjalan beriringan dengan seorang gadis berhijab. Gadis yang terlihat sederhana.

Axel menyerahkan helm pada gadis itu, lalu mereka melajukan kendaraannya. Alea menarik napas panjang. Dia memikirkan perasaan Cassandra jika Axel benar-benar mencintai Rina. Tapi, Alea juga tidak bisa memaksa kakaknya untuk mencintai Cassandra atau melarang mendekati Rina. Jika sampai Axel jatuh hati pada Rina, pasti ada sesuatu yang istimewa dalam diri gasi itu. Alea tahu betul, kalau Axel sulit untuk jatuh cinta. Bahkan seingatnya, selama ini Axel belum pernah bercerita tentang seorang cewek yang dicintai.

***

"Aku kan udah bilang, kamu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 247. Belum Tukeran

    "Bukan! Suuzhon mulu jadi orang! Heran!" gerutu Alea berjalan lebih dulu ke teras rumah sederhana milik Rina. Alea langsung duduk di kursi kayu depan."Eh, belum disuruh duduk, udah duduk aja! Enggak sopan! Berdiri!" hardik Axel pada adiknya yang mengibaskan telapak tangan pada wajah. "Capek, Kak ...." lirih, Alea menimpali Axel. Bibirnya maju beberapa centi. Tidak berselang lama, ibu kandung Rina keluar rumah bersama Rina. Axel dan Alea agak membungkukkan badan. "Nak Axel, terima kasih banyak udah anterin Rina pulang. Mohon maaf, jadi repotin Nak Axel terus, ya?" ucap Tina tak enak hati karena sudah dua kali Axel mengantar anak gadisnya apalagi sekarang Tina sudah tahu kalau Axel keturunan keluarga konglomerat. "Enggak repotin, Tante. Oh iya, kenalkan, Tante. Ini adik kembar saya. Namanya Alea Bragastara." Axel menoleh pada Alea, adiknya itu langsung menyodorkan tangan kanan lalu mencium punggung tangan Tina. Namun, Tina menarik cepat. "Maaf. Rasanya enggak pantes tangan saya d

    Last Updated : 2025-03-05
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 248. Gelisah dan Bimbang

    Setelah saling menukar nomor handphone, Alea dan Axel pamit pulang. Walau agak kecewa tapi yang dikatakan Alea ada benarnya. Bisa saja yang punya rumah tidak nyaman kalau mereka menunggu kepulangan ayahnya Rina. "Kak, enggak pulang ke rumah?" tanya Alea saat turun dari motor. "Pulang. Tapi, kapan-kapan. Hahahaha ...."Axel menjawab dengan kelakar. Alea mencebik kesal, tak banyak bicara. Dipikirnya, percuma membujuk Axel pulang kalau dirinya sendiri tak mau pulang. "Ya udah aku pulang duluan."Alea masuk ke dalam mobil, lalu kendaraan itu melaju meninggalkan Axel yang duduk di sepeda motor. Axel pun melajukan kendaraannya, menuju kos-an Gilang. Rencananya setelah mengganti pakaian, Axel mau ke cafe. Membantu Gilang di sana. Namun, saat tiba di kos-an, kedua mata Axel memicing, melihat Cassandra yang duduk di kursi depan rumah yang ditempati Gilang selama ini. Cassandra berdiri ketika motor yang dikendarai Axel masuk pekarangan. Bibirnya menyunggingkan senyum meski hati Cassandra s

    Last Updated : 2025-03-05
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 249. Nyesek

    "Eng ... Enggak, Xel. Aku lupa tadi mau tanya apa. Kamu sendiri mau ngomong apa?" jawab Cassandra tak bisa menyembunyikan sikap salah tingkahnya. "Aku cuma mau ngomong, kalau enggak ada yang mau Kakak omongin, aku mau ke cafe. Mau bantuin Bang Gilang," jawab Axel santai. Cassandra menganggukkan kepala, mengambil tas dari atas meja lalu berdiri. "Kalau kamu mau ke cafe, aku mau pulang. Nanti malam kamu mau tidur di kos an lagi?""Kayaknya iya. Dari pada di rumah, enggak bisa tidur semalaman. Yang ada, di sekolah aku ngantuk.""Hm ... nanti malam aku mau ke cafe kamu aja. Aku juga di rumah bosan. Eh, jangan-jangan nanti malam kamu mau ke rumah Rina?" Sengaja, Cassandra bertanya demikian. Axel terdiam sesaat, lalu menjawab, "Mau ngapain? Nanti malam juga bukak malam Minggu kali, Kak!"Cukup tersentak, Cassandra mendengar jawaban Axel. "Oh, iya ya. Nanti malam, malam Jumat. Jadi, Kamu mulai suka sama Rina, ya? Emang si Rina cewek idaman kamu?"Bukannya langsung menjawab, Axel justru g

    Last Updated : 2025-03-05
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 250. Firasat Ibu

    Cassandra tidak pulang ke rumah, ia justru ke rumah keluarga Bragastra, menemui Alea. Hanya Alea yang tahu perasaan cinta Cassandra pada Axel. "Kak, Sandra?" sapa Alea ketika melihat Cassandra berdiri di depan pintu kamarnya dengan kedua mata sembab akibat menangis sepanjang jalan dari kos-an Gilang sampai rumah Alea. Cassandra memeluk tubuh Alea, menangis dalam pelukan adik kembar Axel. Ia tak tahu lagi harus bagaimana. Benar-benar membingungkan. "Kak, kenapa? Kakak dimarahin tante Shella?" tanya Alea saat Cassandra melepaskan pelukannya. Cassandra menggelengkan kepala. Alea menyuruh masuk ke dalam kamar, mengambilkan segelas air, lalu menyodorkannya. Cassandra langsung meneguk air itu hingga setengah gelas. "Kak, kenapa? Ada apa? Kenapa Kakak sampe nangis begini?" Alea terlihat panik melihat kondisi Cassandra yang tak biasa. Ia mengambilkan sekotak tissue, menyodorkan pada Cassandra. Gadis itu biasanya selalu tampil ceria. Jarang sekali Alea melihat Cassandra menangis seperti

    Last Updated : 2025-03-06
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 251. Bidadari Surga

    "Bukan ketemu Axel aja, Ma ... cuma pengen nongkrong. Biasalah anak muda. Mama nih kayak enggak pernah ngalamin muda aja," elak Cassandra tersenyum miring, mengalihkan pandangan enggan membalas tatapan mamanya. Shella hanya menghela napas berat, membelai lembut rambut putrinya penuh kasih sayang. "Mama kangen sama kamu, Nak. Mama juga pengen denger ceritamu kuliah di LN. Mama akui, Mama yang salah. Harusnya ketika kamu ada di sini, Mama ada di rumah. Enggak kerja. Nemenin kamu selama liburan. Tapi, Nak ... apa kamu enggak bisa, malam ini kita ngobrol-ngobrol dulu?" Sebetulnya sejak kepulangan Cassandra, ingin sekali Shella meluangkan waktu untuk berbincang dengan anak kandungnya. Ia sekali mendengar keluh kesah dan keceriaan Cassandra selama di luar negeri sana. Namun, Shella tak bisa mengajukan cuti kerja meski pada suaminya sendiri, mengingat pekerjaan kantor sedang menumpuk. Cassandra yang sudah berhias dan mengenakan pakaian yang bagus, merunduk sebentar, tampak berpikir. "Ma,

    Last Updated : 2025-03-06
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 252. Salah Paham

    Axel tak menjawab, membiarkan Gilang yang mencari tahu sendiri. Beberapa menit kemudian, Gilang pun tahu. Siapa yang dimaksud bidadari surga oleh Axel?"Ooh ... Cassandra. Tumben dia malam-malam datang ke cafe," celetuk Gilang merangkul pundak Axel yang sibuk meracik kopi untuk Cassandra. "Tadi sore dia emang bilang gitu. Katanya mau ke sini. Minggir, kopinya udah jadi nih!""Sini, biar Abang yang nganterin!" Gilang pura-pura menghadang Axel. "Yeh, enak aja!""Hahahaha ...." Gilang tertawa lepas melihat ekspresi wajah Axel yang menurutnya sangat lucu. "Silakan dicicipi kopinya, Nona," kata Axel meletakkan secangkir kopi di hadapan gadis yang usianya lebih tua darinya. "Terima kasih." Axel berdiri, menunggu kesan Cassandra yang sedang mencicipi kopi hasil racikannya. "Gimana? Enak enggak kopinya?" tanya Axel sembari tersenyum. Sungguh, wajah Cassandra sangat sedap dipandang. Menyejukan hati Axel dan membuat Axel nyaman jika berada di dekatnya. "Enak. Enggak terlalu manis, engga

    Last Updated : 2025-03-06
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 253. Harus Ditolak!

    Terlambat. Axel terlambat mengejar Cassandra. Gadis itu sudah masuk ke dalam mobil dan melajukan kendaraannya,meninggalkan halaman cafe milik Axel. Di area parkir, Axel menyugar rambut. Sangat kesal akan dirinya sendiri. Kenapa pula ia tak bisa fokus akan cerita Cassandra?Dengan raut wajah kesal, Axel masuk ke dalam cafe, berjalan ke meja tempat Cassandra meminum kopi. Mengambil selembar uang dengan nominal paling tinggi serta membawa cangkir kopi dan juga celemet. Di pantry, Axel duduk tercenung. Mengingat kembali reaksi Cassandra beberapa menit lalu. Axel merogoh ponsel dari balik saku celana, menekan nomor handphone Cassandra, menghubungi. Naas, beberapa panggilannya tak dijawab. Sepertinya Cassandra benar-benar marah. Axel mengusap wajah dengan kasar, lalu pamit pulang ke kos-an. "Enggak pulang ke rumah lagi, Xel?""Enggak, Bang," jawab Axel mengenakan switer yang digantung. "Eh, sebentar!" Gilang memalingkan wajah Axel dengan telapak tangannya. "Kamu kenapa? Habis nangis ap

    Last Updated : 2025-03-06
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 254. Terlalu Seksi

    Sungguh, Alea tak menyangka Bianca berbicara demikian. Sangat merendahkan seseorang. Baru sekarang dia tahu sifat Bianca yang merendahkan orang lain. Belum lama, Gilang yang dihina. Kini Cassandra. Bagaimana jika Cassandra dan Shella yang mendengar? Jika pun memang benar ayah kandung Cassandra adalah seorang supir angkot, tidak ada yang salah. Toh itu pekerjaan yang halal. Namun, sanggahan itu hanya terucap di dalam hati Alea. Tidak terucap di hadapan Bianca. Gadis itu memilih diam dan mengiyakan perintah Bianca. "Iya, Ma. Insya Allah nanti aku sampaikan. Kalau enggak ada yang dibicarakan, aku mau ke kamar dulu.""Iya, Nak. Belajar yang rajin supaya kelak kamu mendapatkan suami yang setara kedudukannya dengan keluarga Bragastara."Alea hanya tersenyum tipis tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Lalu meninggalkan Bianca sendirian di ruang tamu. Benar kata Axel, lama-lama sikap Bianca sangat memuakkan. Baru masuk ke dalam kamar, terdengar suara nada dering handphone miliknya. Alea meli

    Last Updated : 2025-03-07

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 357. Kasih Pinjaman

    "Lima juta kamu bilang cuma?" tanya Hanif setengah tidak percaya adiknya berbicara demikian. Selama ini Hanif tipikal orang yang berhemat. "Iyalah, Mas. Uang Mas Hanif lebih dari segitu. Apalah arti uang lima juta buat Mas Hanif dan Mbak Friska," ucap Hanifa tanpa beban. Hanif menghela napas berat, memijat pelipis. Hanifa tidak tahu saja kalau dirinya tidak punya tabungan bahkan ketika mendaftarkan proses perceraian harus mencuri uang Friska dari dalam brankas. "Aku enggak ada uang." Hanif berbicara datar. Mendengar jawaban kakaknya, Hanifa mendengus kesal. Ternyata benar kata ibu Ros kalau Hanif orangnya pelit. "Mas Hanif aku mohon. Suamiku belum gajian. Nanti uangnya aku ganti kok kalau mas Tedi udah gajian. Aku mohon, Mas ...." Hanifa tak mungkin menyerah. Malam ini juga dia harus mendapatkan uang untuk anak-anak besok. Meski dirinya tak ada uang, tetapi Hanif tak tega mendengar adiknya memohon seperti itu. Selama ini, Hanifa maupun Haifa tidak pernah meminta uang padanya. Tanp

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 356. Lima Juta

    Di mata Rangga, Haifa wanita bodoh dan mudah dibohongi. Bukan satu dua kali Rangga ketahuan selingkuh tetapi dengan mulut manisnya, Rangga dapat meyakinkan Haifa jika dirinya tidak akan mengulangi bahkan Rangga sering berjanji akan membuat rumah tangganya jauh lebih baik dan memiliki perekonomian yang mencukupi. "Ya udah, Mas. Sekarang kamu mandi. Kamu tadi beli nasi kan?""Beli dong. Aku tadi beli pecel lele. Lelenya dibagi dua aja ya sama anak kita. Kamu jangan makan banyak kalau malam. Aku enggak mau kalau kamu sampe gendut," ujar Rangga mengedipkan sebelah mata. Sontak, Haifa tersipu malu, menganggukkan kepala, mengiyakan kemodusan suaminya. Di kamar lain, Hanifa pun sedang berbincang dengan sang suami, Tedi namanya. "Jadi Mamamu udah tau sertifikatnya kita gadai ke Bank?" tanya Tedi, usai Hanifa bercerita tentang kejadian tadi siang. Hanifa tampak santai. Sebatang rokok terselip di antara ruas jarinya. "Iya. Dia baru sadar, hehehe ...."Hanifa mengembuskan asap rokok ke wajah

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 355. Dibodohi

    "Biasa aja kali, Ma. Enggak usah kaget gitu," kata Hanifa santai. Mereka berdua tidak merasa bersalah sedikit pun. Aneh juga, kenapa Hanifa dan Haifa bisa membawa sertifikat itu ke Bank tanpa sepengetahuan ibu Ros?"Kamu bilang enggak usah kaget??" desis ibu Ros berusaha menahan emosi. Biar bagaimana pun ia tak mau cucu-cucunya mendengar keributan ini. "Udah deh, Ma. Lagipula semuanya udah ada di Bank. Mau gimana lagi? Ya kami bisa saja menebusnya tapi Mama punya enggak uang buat nebusnya?"Tanpa rasa bersalah dan rasa penyesalan, Haifa bertanya demikian. Hanifa yang mendengar ucapan sang adik, menyunggingkan senyum mengejek. "Kurang ajar! Kalian anak kurang ajar! Uangnya kalian pake buat apa? Semua keperluan dan kebutuhan rumah ini kan pake uang Mama. Bahkan kalian juga sering minta uang ke Mama. Terus, uang pinjaman dari Bank itu digunakan buat apa? Buat apaaaa?" Sangat kesal ibu Ros berkata. Wajahnya memerah karena emosi yang sudah menguasai diri. Hanifa dan Haifa terdiam sesa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 353. Berisik

    Sepanjang jalan pulang, Axel cemberut. Kesal pada adiknya dan Arfan. Bisa-bisanya mereka menguping pembicaraan Axel di depan pusara Daniel dan Namira. Alea sekarang satu mobil dengan Axel. Sedangkan Arfan, pulang sendirian padahal lelaki itu berharap bisa mengantar Alea pulang sampai rumah supaya lebih lama bersama. "Kak?" panggil Alea, menatap Axel dari samping. Namun, Axel bergeming. "Kak Axel?" Alea mengulang pertanyaan karena wajah Axel masih masam. "Kak Axeeeell!" teriak Alea tepat di depan telinga kakaknya. Axel langsung menancap rem mendadak. "Astaghfirullah, Lea!" pekik Axel melotot. Lalu menoleh ke belakang, khawatir ada mobil di belakang yang dekat dengan mobilnya. "Kamu udah gila, Lea! Teriak di depan telinga. Kalau kita kecelakaan gimana?" semprot Axel kesal, melajukan kembali kendaraannya. "Ya habisnya ditanya dieeeemm ... aja. Cemberuuutt aja. Kayak cewek lagi dateng bulan. Kalau ditanya jawab napa!"Bukannya minta maaf, Alea justru memarahi Axel. "Mau tanya apa em

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 352. Ngintip

    Di depan pusara kedua orang tua kandung, Axel menumpahkan kesedihan dan masalah yang tengah dihadapi. Sebelumnya ia membaca Quran Surat Yasin dan memanjatkan doa-doa untuk Daniel dan Namira. Alea mencegah pergerakan Arfan. Ia menggelengkan kepala, memberi isyarat pada Arfan agar tidak mendekati kakaknya. Alea mengajak Arfan duduk agak jauh dari Axlel. Ia ingin memerhatikan kakaknya. Bukan Alea tak mau mendoakan, hanya ingin tahu apa yang akan diungkapkan Axel. Benar saja, selesai berdoa, tangisan Axel pecah. Pun Alea. Gadis itu menahan dalam diam. Membekap mulut agar suara tangisannya tak terdengar Axel. Arfan tak tega, ingin merengkuh pundak Alea tetapi tak ada keberanian. Ia cukup tahu batasan. Arfan hanya mengusap pelan Alea agar tetap tenang. "Kenapa mama dan papa pergi begitu cepat? Apa mama dan papa enggak sayang kami? Apa aku dan Alea anak yang enggak kalian inginkan? Kenapa kalian enggak bertahan hidup demi kami? Paling tidak, salah satu dari kalian harus hidup. Kenapa kali

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 351. Tak Dipedulikan

    Siang hari, tubuh ibu Ros menggigil. Sejak tadi pagi, badannya tak enak. Mulutnya pun pahit. Di dalam kamar, ibu Ros meringkuk. Belum ada makanan yang masuk ke dalam perut padahal ia sangat kelaparan. Kedua mata memanas, hidung pilek bersin-bersin, mungkin karena ibu Ros terlalu sering menangis. Tubuh ringkih itu menyibak selimut. Memegang perut yang terasa lapar. Kemudian, dengan langkah tertatih, ia berjalan ke arah pintu, membuka pintu kamar. Kepalanya melongok ke kanan dan ke kiri. Sepi. "Kemana Hanifa dan Haifa? Apa mereka lagi tidur?" gumam ibu Ros, keluar dari kamar, lalu berjalan pelahan melewati ruangan demi ruangan. Sampai di dapur, ibu Ros tak mendapati kedua anak perempuannya. Kemana mereka? lagi pertanyaan ibu Ros tak ada jawaban. Wanita tua itu berjalan ke ruang meja makan. Membuka tudung saja, tidak ada lauk pauk. Kemudian berjalan ke rice cooker, tidak ada nasi. "Apa mereka enggak masak nasi?" Ibu Ros kembali bertanya pelan. Pandangannya beralih pada tempat penyim

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 350. Pertanyaan Teralihkan

    Jam pulang sekolah tiba. Alea menyambangi kelas kakaknya. Ia menunggu di depan. Arfan yang melihat Alea dari kejauhan menghampiri. "Lagi nungguin Axel?" tanya Arfan saat berdiri di samping Alea. "Iya. Lama banget tuh orang keluarnya. Emang ngeselin! Kamu sendiri belum pulang? Ada rapat?" Alea bertanya balik. "Enggak ada rapat. Kalau lama, Kenapa kamu enggak masuk ke dalam kelasnya?" Arfan bertanya lagi. Mengalihkan ke topik awal. "Males," jawab Alea singkat. "Kalau aku masuk kelas kak Axel, suka jadi pusat perhatian teman-temannya," jawab Alea cemberut. Mengingat kembali waktu ia pernah masuk ke dalam kelas Axel. Ada beberapa teman sekelas Axel yang cowok, minta kenalan. Atau enggak, teman-teman kelas Axel yang cewek, menatap Alea sinis. Padahal mereka tak saling kenal. Sejak saat itu, Alea malas masuk kelas kakaknya. "Mungkin karena kamu terlalu cantik, Lea."Ucapan Arfan membuat Alea terhenyak. "Ck, apaan sih kamu, Fan? Enggak juga kali." Alea malu-malu. Ia membuang wajah ke a

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 349. Harus Habis

    Gilang telah menyiapkan delivery order atas nama Nida. Wanita itu memang tak sempat keluar kantor untuk makan siang. Pekerjaannya sangat banyak. Terlebih mulai besok ia harus kerja di lapangan. Gilang telah siap berangkat. Namun, langkah kakinya terhenti ketika berpapasan dengan Bianca dan Evan di depan cafe. "Selamat siang, Ibu Bianca, Pak Evan," sapa Gilang sopan, agak membungkukkan badan. "Siang, Gilang. Kamu mau nganterin makanan?" balas Evan sambil bertanya. Sedangkan Bianca bersidekap sambil membuang muka. Gilang mengulum senyum, "Iya, Pak. Mau anterin makan siang.""Oh begitu.""Mas, mau makan siang apa mau ngobrol sama pelayan?" tanya Bianca ketus. Sorot matanya tampak tak suka pada Gilang. Evan tak enak hati mendengar pertanyaan sang istri. "Maaf, Pak. Saya permisi." Gilang tak mau lama-lama berhadapan dengan Bianca. Selalu saja makan hati. "Oh iya, silakan. Hati-hati Gilang.""Iya, Pak. Terima kasih."Bianca masuk ke cafe lebih dulu. Wajahnya bersungut kesal. Evan yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status