Share

Bab 183B. CCTV

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2025-02-10 13:22:48

"Kita mau kemana, Non?" tanya Pak Joko ketika kendaraan yang ditumpangi di tengah perjalanan.

"Kita ke rumah Om Yuda dulu. Aku pengen lihat rekaman CCTV rumah itu," jawab Bianca sudah tidak sabar ingin melihat rekaman CCTV di rumah Yuda.

"Baik, Non."

Kendaraan yang ditumpangi Nida sudah masuk ke halaman rumah Yuda. Bianca sangat muak jika nantinya bertemu dengan Gita. Wanita munafik yang dikenal Bianca.

Keluar dari dalam mobil, Bianca berjalan cepat menuju pintu depan rumah Yuda. Menekan bel berulang kali. Tidak lama kemudian, pintu terbuka. Terlihat Yulia yang tengah tersenyum padanya.

"Non Bianca?"

"Hai, Mbak. Saya pengen ketemu dengan Tante Gita. Kamu bisa panggilin dulu," ujar Bianca tanpa ingin berbasa-basi lagi.

"Bisa, Non. Silakan duduk dulu."

Bianca mengangukkan kepala. Melihat CCTV yamg dipasang keluarga Yuda.

Yulia bergegas ke kamar Gita. Ingin memberitahu kedatangan calon menantunya.

Gita yang sedang menghisap rokok dalam-dalam terhenyak. Ia segera merapikan rokok d
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 184. Seseorang

    "Lebih baik kamu pulang sekarang, Nida. Keluargamu pasti lagi nyariin," ucap seorang lelaki berkaca mata, tubuhnya tinggi atletis, duduk di sofa yang bersebrangan dengan Nida. "Saya bingung mau pulang kemana, Pak?" Adanya Nida di rumah Pak Hanif, karena semalam lelaki berkaca mata itu tidak sengaja melihat Nida duduk di halte bus tengah malam. Pak Hanif yang baru pulang dari mengikuti kajian, sangat terkejut melihat gadis yang dicintainya ada di sana. "Pulang ke rumah Om kamu. Om kamu terlihat sangat menyayangimu, Nida. Pulang ke rumahnya." Sejak tadi pagi, Pak Hanif tak henti membujuk Nida agar mau pulang ke rumah om nya itu. Namun, Nida lagi-lagi menggelengkan kepala. Pak Hanif menghela napas panjang. "Saya malu, Pak. Saya yang memaksa ingin tinggal di rumah papah."Pak Hanif merunduk, mencari cara lain untuk membujuk Nida. "Kalau gitu, kamu telepon Pak Daniel. Kasih tau mereka, kalau kamu dalam keadaan baik-baik saja. Nida, aku bukan gak mau izinkan kamu tinggal di sini. Tapi,

    Last Updated : 2025-02-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 185A. Berubah Lebih Baik

    Nida bingung menjawab. Ia terdiam sejenak, mencari jawaban yang tepat. Nida cuma takut kalau Daniel nantinya akan memarahi Pak Hanif. "Nida, kamu kenapa diam saja? Kontrakan seseorang siapa? Teman sekolahmu?" Namira kembali bertanya, menelisik wajah gadis belasan tahun itu. Belum sempat Nida menjawab, terdengar suara derum mobil memasuki halaman."Nida!" Rupanya mobil yang masuk ke halaman rumah Bragstara adalah Bianca. Gadis itu keluar dari mobil, setengah berlari menghampiri Nida lalu memeluknya. "Ya Allah, Nida ... aku khawatir banget tauuuu!" Bianca mencubit kedua pipi Nida setelah melepaskan pelukan. "Pipiku sakit, Kak ...." Nida meringis, memegang kedua pipi sambil cemberut. "Bodo amat. Makanya jadi orang tuh jangan suka kabur-kaburan. Kalau kamu kabur dari rumah Om Yuda, kamu tinggal pulang ke rumah ini. Tinggal telepon aku, minta dijemput! Ini, malah keluyuran. Kamu semalam tidur di mana?" omel Bianca seperti seorang kakak memarahi adiknya. Nida cemberut, tidak ingin me

    Last Updated : 2025-02-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 185B. Izinin?

    Sampai sore hari, Daniel tak juga menghubunginya. Yuda bernapas lega karena Daniel tidak menyalahkannya atas kepergian Nida dari rumah tanpa izin. Yuda hanya berharap kalau Nida sudah sampai di rumah Bragastara. Pintu ruangan Yuda terdengar diketuk. Yuda mempersilakan masuk ke dalam. Ternyata Evan. "Ini laporan akhirku, Pah. Kerjaanku hari ini udah clear. Aku mau langsung pulang ke apartemen," ujar Evan tanpa ingin duduk lebih dulu. "Van, duduklah dulu!" titah Yuda pada anak lelakinya. "Apalagi sih, Pah?" Evan sudah pusing karena gara-gara masalah Nida, sekarang hubungannya sedang di ujung tanduk. "Kamu buru-buru sekali. Baru aja jam tiga," kata Yuda yang ingin berbincang dengan Evan. "Pekerjaanku kan udah beres semua, Pah? Mau ngapain lagi?" Evan berbicara sangat ketus pada Yuda. "Memangnya kamu mau kemana, Van?""Mau cari Nida! Biar bagaimanapun, Nida adalah saudaraku, Pah. Aku juga gak mau, gara-gara Nida belum ditemukan, rencana pernikahanku dengan Bianca terancam batal."Y

    Last Updated : 2025-02-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 186. Kamu Mau Menikah?

    "Izinin. Aku lihat rekaman CCTV diantar security rumahmu. Aku dengar obrolan Nida dengan papah dan mamahmu. Papahmu sempat membentak Nida. Mungkin itu yang membuat Nida sakit hati. Makanya dia kabur dari rumah." Cerita yang disampaikan Bianca membuat Evan tercenung. Merasa bersalah karena tidak bisa menjaga Nida dengan baik. "Aku yakin, Mamahmu udah bisa jalan.""Masa sih?" Evan terkejut, menatap lekat gadis yang dicintainya. "Iya. Walaupun aku belum terlalu lama kenal dengan Nida, tapi aku yakin dia bukan orang yang suka ngarang cerita atau pembohong. Coba aja kamu ajak mamahmu ke rumah sakit. Suruh dokter mengecek kedua kakinya." Saran yang disampaikan Bianca ditanggapi anggukkan kepala. "Oke. Besok aku ke rumah, ajak Mamah ke rumah sakit lagi. Kalau sekarang aku lagi malas pulang. Mau di apartemen dulu," ujar Evan duduk bersandar, pandangannya lurus ke depan. "Memangnya kenapa kamu gak mau pulang? Bukannya Mamahmu udah gak marah-marah lagi?" tanya Bianca heran. Keningnya mengk

    Last Updated : 2025-02-10
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 187A. Kenapa?

    Yulia terdiam sesaat, memikirkan tawaran dari majikannya. Apa Yulia sanggup membina rumah tangga tanpa didasari rasa cinta? Pernikahan sebelumnya kandas karena orang ketiga padahal mereka saling mencintai sebelum menikah. Apalagi sekarang dengan Evan. Tidak saling mencintai, dan Evan sedang mencintai perempuan lain. Yulia tidak mau merusak hubungan orang lain seperti orang lain merusak hubungannya dulu. "Yulia, kamu kenapa diam saja? Jangan sok jual mahal, Yulia. Aku tau, kamu pasti mau kan nikah dengan anak saya? Anak saya itu tampan, mapan dan baik hati. Hidupmu pasti bahagia punya suami seperti Evan. Aku yakin!" Senyum mencibir terlihat pada wajah Gita. Tak henti membujuk Yulia agar mau dinikahi anak semata wayangnya. Bukan karena Gita setuju akan pernikahan Evan dan Yulia tapi karena Gita tidak mau Evan menikahi wanita keturunan Bragastara. Yulia mengulas senyum tipis, ia lantas menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Gita. "Ibu, mohon maaf sebelumnya. Saya tau, saya

    Last Updated : 2025-02-11
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 187B. Kepergok

    Pagi ini, sekitar jam sembilanan pagi, Yulia menghampiri Gita yang sedang duduk di depan televisi. Ingin menyampaikan keinginannya untuk mengundurkan diri. Sedangkan Yuda sudah berangkat ke kantor satu jam lalu. "Ibu," panggil Yulia, duduk bersimpuh agak jauh dari Gita. Yulia tidak berani berada terlalu dekat dengan Gita. Wanita yang duduk di atas kursi roda itu menoleh. Senyumnya sedikit mengembang. "Ada apa, Yulia?" tanya Gita lembut. Hatinya masih berharap kalau Yulia mau dinikahi Evan. Saat ini, hanya Yulia yang dapat menggagalkan pernikahan Evan dan Bianca. Gita masih tidak sudi jika Evan menikah dengan anak keturunan Bragastara. Luka dihati yang diakibatkan oleh Dania, adik kandung Daniel, masih saja membekas. Mungkin sampai ia hati. "Saya ... saya mau ...." Suara Yulia terdengar bergetar. Mendengar penggalan kata yang diucapkan Yulia. "Mau dinikahi Evan?" sela Gita langsung. Senyumnya mengembang sempurna, menegakkan tubuh. Yulia mendongak, meringis, lalu merundukkan kepala

    Last Updated : 2025-02-11
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 188A. Tidak Bisa Pulang

    Gita tak bisa mengelak lagi. Ia terdiam sejenak, lalu ... "I-iya, Van... Mamah akhirnya bisa berdiri. Bisa jalan. Evan... Mamah bisa jalan, Van.... Hahahhaa.... "Yulia memejamkan kedua mata sejenak, memegang lehernya yang terasa sakit akibat dic3kik Gita. Evan jadi bingung, pandangannya beralih pada Gita dan Yulia. Gita masih pura-pura berjingkrak, berlari kesana dan ke sini seolah baru menyadari bisa jalan. "Mbak Yulia, ada apa? Kenapa Mbak Yulia sampai dic3kik Mamah?" tanya Evan, menatap wajah Yulia yang merunduk. Gita menoleh cepat, kedua matanya melotot. Sebelum Yulia menjawab, Gita harus menyela. "Van, jangan deket-deket wanita itu! Dia wanita gatel dan kurang ajar! Kamu tau tadi kenapa Mamah sampai menamparnya?" tanya Gita membeliakkan kedua mata. Napasnya sampai memburu.Evan kebingungan, menoleh pada Yulia dan mamahnya. "Kenapa, Mah?"Yulia jantungnya berdetak lebih cepat. Kepalanya menggeleng berulang kali, takut kalau Gita memfitnahnya. "Dia ingin kamu nikahi, Evan!"

    Last Updated : 2025-02-11
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 188B. Cepat!

    Senyum yang sempat mengembang di bibir Gita seketika sirna. Yuda ternyata lebih perhatian pada pekerjaannya dari pada dirinya. Dengan kesal, Gita memberikan handphone pada Evan."Papahmu selalu saja lebih mentingin kerjaan dari pada Mamah!" sentak Gita pergi meninggalkan Evan yang termangu duduk di sofa ruang keluarga. "Mana Mamahmu, Van?""Biasa, marah lagi, Pah. Ya udahlah, aku juga mau ke kantor sekarang."Sambungan telepon antara anak dan ayahnya telah berakhir. Evan keluar rumah, menuju ke kantor. Di tengah perjalanan, Evan menghubungi Bianca. Ingin bercerita tentang Yulia yang mendadak pergi dari rumah dan tentang mamahnya yang sekarang sudah bisa berdiri, berjalan dan berlari. "Hallo, Van," sapa Bianca yang menunggu kedatangan dosen. "Kamu belum ada dosen, Bi?""Belum. Masih nunggu. Ada apa?" tanya Bianca santai. Sejak Namira tidak masuk kuliah, Bianca lebih sering menghabiskan waktu membaca buku-buku. Ia malas bergabung dengan teman satu tingkatnya. "Aku mau cerita. Mau

    Last Updated : 2025-02-11

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 357. Kasih Pinjaman

    "Lima juta kamu bilang cuma?" tanya Hanif setengah tidak percaya adiknya berbicara demikian. Selama ini Hanif tipikal orang yang berhemat. "Iyalah, Mas. Uang Mas Hanif lebih dari segitu. Apalah arti uang lima juta buat Mas Hanif dan Mbak Friska," ucap Hanifa tanpa beban. Hanif menghela napas berat, memijat pelipis. Hanifa tidak tahu saja kalau dirinya tidak punya tabungan bahkan ketika mendaftarkan proses perceraian harus mencuri uang Friska dari dalam brankas. "Aku enggak ada uang." Hanif berbicara datar. Mendengar jawaban kakaknya, Hanifa mendengus kesal. Ternyata benar kata ibu Ros kalau Hanif orangnya pelit. "Mas Hanif aku mohon. Suamiku belum gajian. Nanti uangnya aku ganti kok kalau mas Tedi udah gajian. Aku mohon, Mas ...." Hanifa tak mungkin menyerah. Malam ini juga dia harus mendapatkan uang untuk anak-anak besok. Meski dirinya tak ada uang, tetapi Hanif tak tega mendengar adiknya memohon seperti itu. Selama ini, Hanifa maupun Haifa tidak pernah meminta uang padanya. Tanp

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 356. Lima Juta

    Di mata Rangga, Haifa wanita bodoh dan mudah dibohongi. Bukan satu dua kali Rangga ketahuan selingkuh tetapi dengan mulut manisnya, Rangga dapat meyakinkan Haifa jika dirinya tidak akan mengulangi bahkan Rangga sering berjanji akan membuat rumah tangganya jauh lebih baik dan memiliki perekonomian yang mencukupi. "Ya udah, Mas. Sekarang kamu mandi. Kamu tadi beli nasi kan?""Beli dong. Aku tadi beli pecel lele. Lelenya dibagi dua aja ya sama anak kita. Kamu jangan makan banyak kalau malam. Aku enggak mau kalau kamu sampe gendut," ujar Rangga mengedipkan sebelah mata. Sontak, Haifa tersipu malu, menganggukkan kepala, mengiyakan kemodusan suaminya. Di kamar lain, Hanifa pun sedang berbincang dengan sang suami, Tedi namanya. "Jadi Mamamu udah tau sertifikatnya kita gadai ke Bank?" tanya Tedi, usai Hanifa bercerita tentang kejadian tadi siang. Hanifa tampak santai. Sebatang rokok terselip di antara ruas jarinya. "Iya. Dia baru sadar, hehehe ...."Hanifa mengembuskan asap rokok ke wajah

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 355. Dibodohi

    "Biasa aja kali, Ma. Enggak usah kaget gitu," kata Hanifa santai. Mereka berdua tidak merasa bersalah sedikit pun. Aneh juga, kenapa Hanifa dan Haifa bisa membawa sertifikat itu ke Bank tanpa sepengetahuan ibu Ros?"Kamu bilang enggak usah kaget??" desis ibu Ros berusaha menahan emosi. Biar bagaimana pun ia tak mau cucu-cucunya mendengar keributan ini. "Udah deh, Ma. Lagipula semuanya udah ada di Bank. Mau gimana lagi? Ya kami bisa saja menebusnya tapi Mama punya enggak uang buat nebusnya?"Tanpa rasa bersalah dan rasa penyesalan, Haifa bertanya demikian. Hanifa yang mendengar ucapan sang adik, menyunggingkan senyum mengejek. "Kurang ajar! Kalian anak kurang ajar! Uangnya kalian pake buat apa? Semua keperluan dan kebutuhan rumah ini kan pake uang Mama. Bahkan kalian juga sering minta uang ke Mama. Terus, uang pinjaman dari Bank itu digunakan buat apa? Buat apaaaa?" Sangat kesal ibu Ros berkata. Wajahnya memerah karena emosi yang sudah menguasai diri. Hanifa dan Haifa terdiam sesa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 353. Berisik

    Sepanjang jalan pulang, Axel cemberut. Kesal pada adiknya dan Arfan. Bisa-bisanya mereka menguping pembicaraan Axel di depan pusara Daniel dan Namira. Alea sekarang satu mobil dengan Axel. Sedangkan Arfan, pulang sendirian padahal lelaki itu berharap bisa mengantar Alea pulang sampai rumah supaya lebih lama bersama. "Kak?" panggil Alea, menatap Axel dari samping. Namun, Axel bergeming. "Kak Axel?" Alea mengulang pertanyaan karena wajah Axel masih masam. "Kak Axeeeell!" teriak Alea tepat di depan telinga kakaknya. Axel langsung menancap rem mendadak. "Astaghfirullah, Lea!" pekik Axel melotot. Lalu menoleh ke belakang, khawatir ada mobil di belakang yang dekat dengan mobilnya. "Kamu udah gila, Lea! Teriak di depan telinga. Kalau kita kecelakaan gimana?" semprot Axel kesal, melajukan kembali kendaraannya. "Ya habisnya ditanya dieeeemm ... aja. Cemberuuutt aja. Kayak cewek lagi dateng bulan. Kalau ditanya jawab napa!"Bukannya minta maaf, Alea justru memarahi Axel. "Mau tanya apa em

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 352. Ngintip

    Di depan pusara kedua orang tua kandung, Axel menumpahkan kesedihan dan masalah yang tengah dihadapi. Sebelumnya ia membaca Quran Surat Yasin dan memanjatkan doa-doa untuk Daniel dan Namira. Alea mencegah pergerakan Arfan. Ia menggelengkan kepala, memberi isyarat pada Arfan agar tidak mendekati kakaknya. Alea mengajak Arfan duduk agak jauh dari Axlel. Ia ingin memerhatikan kakaknya. Bukan Alea tak mau mendoakan, hanya ingin tahu apa yang akan diungkapkan Axel. Benar saja, selesai berdoa, tangisan Axel pecah. Pun Alea. Gadis itu menahan dalam diam. Membekap mulut agar suara tangisannya tak terdengar Axel. Arfan tak tega, ingin merengkuh pundak Alea tetapi tak ada keberanian. Ia cukup tahu batasan. Arfan hanya mengusap pelan Alea agar tetap tenang. "Kenapa mama dan papa pergi begitu cepat? Apa mama dan papa enggak sayang kami? Apa aku dan Alea anak yang enggak kalian inginkan? Kenapa kalian enggak bertahan hidup demi kami? Paling tidak, salah satu dari kalian harus hidup. Kenapa kali

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 351. Tak Dipedulikan

    Siang hari, tubuh ibu Ros menggigil. Sejak tadi pagi, badannya tak enak. Mulutnya pun pahit. Di dalam kamar, ibu Ros meringkuk. Belum ada makanan yang masuk ke dalam perut padahal ia sangat kelaparan. Kedua mata memanas, hidung pilek bersin-bersin, mungkin karena ibu Ros terlalu sering menangis. Tubuh ringkih itu menyibak selimut. Memegang perut yang terasa lapar. Kemudian, dengan langkah tertatih, ia berjalan ke arah pintu, membuka pintu kamar. Kepalanya melongok ke kanan dan ke kiri. Sepi. "Kemana Hanifa dan Haifa? Apa mereka lagi tidur?" gumam ibu Ros, keluar dari kamar, lalu berjalan pelahan melewati ruangan demi ruangan. Sampai di dapur, ibu Ros tak mendapati kedua anak perempuannya. Kemana mereka? lagi pertanyaan ibu Ros tak ada jawaban. Wanita tua itu berjalan ke ruang meja makan. Membuka tudung saja, tidak ada lauk pauk. Kemudian berjalan ke rice cooker, tidak ada nasi. "Apa mereka enggak masak nasi?" Ibu Ros kembali bertanya pelan. Pandangannya beralih pada tempat penyim

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 350. Pertanyaan Teralihkan

    Jam pulang sekolah tiba. Alea menyambangi kelas kakaknya. Ia menunggu di depan. Arfan yang melihat Alea dari kejauhan menghampiri. "Lagi nungguin Axel?" tanya Arfan saat berdiri di samping Alea. "Iya. Lama banget tuh orang keluarnya. Emang ngeselin! Kamu sendiri belum pulang? Ada rapat?" Alea bertanya balik. "Enggak ada rapat. Kalau lama, Kenapa kamu enggak masuk ke dalam kelasnya?" Arfan bertanya lagi. Mengalihkan ke topik awal. "Males," jawab Alea singkat. "Kalau aku masuk kelas kak Axel, suka jadi pusat perhatian teman-temannya," jawab Alea cemberut. Mengingat kembali waktu ia pernah masuk ke dalam kelas Axel. Ada beberapa teman sekelas Axel yang cowok, minta kenalan. Atau enggak, teman-teman kelas Axel yang cewek, menatap Alea sinis. Padahal mereka tak saling kenal. Sejak saat itu, Alea malas masuk kelas kakaknya. "Mungkin karena kamu terlalu cantik, Lea."Ucapan Arfan membuat Alea terhenyak. "Ck, apaan sih kamu, Fan? Enggak juga kali." Alea malu-malu. Ia membuang wajah ke a

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 349. Harus Habis

    Gilang telah menyiapkan delivery order atas nama Nida. Wanita itu memang tak sempat keluar kantor untuk makan siang. Pekerjaannya sangat banyak. Terlebih mulai besok ia harus kerja di lapangan. Gilang telah siap berangkat. Namun, langkah kakinya terhenti ketika berpapasan dengan Bianca dan Evan di depan cafe. "Selamat siang, Ibu Bianca, Pak Evan," sapa Gilang sopan, agak membungkukkan badan. "Siang, Gilang. Kamu mau nganterin makanan?" balas Evan sambil bertanya. Sedangkan Bianca bersidekap sambil membuang muka. Gilang mengulum senyum, "Iya, Pak. Mau anterin makan siang.""Oh begitu.""Mas, mau makan siang apa mau ngobrol sama pelayan?" tanya Bianca ketus. Sorot matanya tampak tak suka pada Gilang. Evan tak enak hati mendengar pertanyaan sang istri. "Maaf, Pak. Saya permisi." Gilang tak mau lama-lama berhadapan dengan Bianca. Selalu saja makan hati. "Oh iya, silakan. Hati-hati Gilang.""Iya, Pak. Terima kasih."Bianca masuk ke cafe lebih dulu. Wajahnya bersungut kesal. Evan yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status