Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 17. Love You Too

Share

Bab 17. Love You Too

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2024-12-11 16:54:41

"Oweek ... oweek ...."

Suara Namira sejak subuh tadi terus-menerus terdengar muntah.

Tiga Minggu setelah berlibur dari puncak, tubuh Namira selalu lemas, kepala pusing dan perut sering mual terutama kalau pagi hari.

"Sayang, kita ke dokter sekarang. Mas takut kamu kenapa-napa apalagi wajahmu sangat pucat." Daniel menangkupkan kedua tangan pada wajah istrinya. Memandang wajah Namira penuh kasih sayang. Namira berjalan lemah, keluar dari toilet. Duduk di sisi ranjang. Sebelah tangannya meraih dua lembar tissue.

"Aku gak apa-apa, Mas. Paling karena masuk angin soalnya kan hampir tiap malam aku keramas terus. Paling sedikit, seminggu tiga kali. Biasanya kita produksi seminggu lima kali atau full seminggu. Lihat ini, udah jadi gunung. Gede banget kan? Ish. Jadi ... Gimana aku gak masuk angin coba? Oweek ... duh, mual lagi. Sebentar!" Namira berjalan cepat ke toilet, muntah-muntah padahal muntahan itu tidak ada isinya. Daniel melonggarkan dasi, ia tak tenang jika tetap berangkat ke kanto
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 18. Tidak Kemana-Mana

    "Alhamdulillah, jadi bener kalau Mamih saya sekarang hamil, dok?" tanya Bianca antusias. Ia memaksa masuk ke dalam ruangan ketika dokter hendak memeriksa kandungan Namira. "Mamih? Maksudnya Mbak Namira Mamih kamu?" dokter terheran-heran mendengar ucapan Bianca. Gadis itu tersenyum manis, mengalungkan kedua tangan pada leher Namira karena Bianca berdiri di belakangnya. Sedangkan Daniel hanya merunduk, menggelengkan kepala melihat tingkah polah Bianca. "Iya, dok. Dia ini Mamihku. Ibu sambung aku.""Oh begitu.""Dok, usia kandungan istri saya sekaran, baru berapa Minggu?" Daniel mengalihkan pembicaraan mereka. Menumpu kedua tangan di atas meja. Namira dan Bianca menoleh, menatap Daniel yang serius menunggu jawaban dokter bernama Sinta Saraswati. "Kalau lihat dari USG, sekitar tiga Mingguan, Pak Daniel. Pokoknya, Mbak Namira harus bisa jaga diri, makan makanan yang bergizi, minum susu ibu hamil yang teratur dan nanti saya kasih obat yang dapat mengurangi rasa mual.""Iya, dok. Terima k

    Last Updated : 2024-12-12
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 19. Harapan

    Hati Bianca sangat bahagia mendengar perintah yang diucapkan papanya. Dia ingin bebas berbelanja. Bi Rusmi gampang diatur. Wanita itu selalu menuruti apa yang diinginkan dan diperintahkan Bianca. Sebenarnya itu hanya strategi Namira saja. Awalnya Namira tidak membiarkan Bianca pergi ke supermarket hanya dengan Bi Rusmi tetapi ketika melihat Bianca cemberut dan tampak kesal padanya, Namira pun memiliki ide supaya Daniel tidak mengantar anaknya ke supermarket. Benar saja, raut wajah Bianca sekarang berubah sumringah. Ia terlihat benar-benar bahagia. Memasuki halaman rumah yang luas dan indah, terlihat ada sebuah mobil yang terparkir. Daniel, Namira dan Bianca mengerutkan kening. Mereka menerka mobil siapa itu?"Mas Ayang ada janji ketemu seseorang di rumah?" tanya Namira memecah keheningan."Enggak. Mas gak ada janji dengan siapa-siapa." Daniel sangat yakin kalau dirinya tidak ada janji bertemu dengan siapapun di rumah. "Apa mobil barunya Om Yuda, Pah?" Bianca ikut bertanya. Daniel

    Last Updated : 2024-12-12
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 20. Ready?

    "Kenapa sih kamu ngedoanya kayak gitu, Bianca?" tanya Hesti kesal mendengar doa yang diucapkan anaknya. Hesti sama sekali tak menduga kalau hati Bianca sulit diluluhkan. Bianca menghela napas berat. Menatap malas mantan istri papahnya. "Suka-suka aku. Ya udah sih kalau mau pergi, pergi aja. Jangan lupa bawa kuenya. Silakan, pintunya ada di sana." Hesti memejamkan kedua mata sejenak, menarik napas panjang untuk meredam emosi, mengambil tas dan kue buatannya, lalu pergi meninggalkan Bianca sendirian di dapur. Bianca tak tinggal diam, ia pun mengekor Hesti. Melihat Hesti berhenti di anak tangga yang menghubungkan ke kamar papahnya, Bianca berdehem. Hesti menoleh kesal, melanjutkan langkah, keluar dari rumah Daniel Bragastara.Kini, perasaan Bianca sangat lega karena wanita yang akan mengganggu rumah tangga papahnya dengan sahabatnya sudah pergi dan keluar rumah. Secepatnya Bianca memastikan mobil Hesti sudah pergi ataukah belum. Mengintip dari balik gorden ruang tamu, ternyata kendar

    Last Updated : 2024-12-13
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 21A. Kangen

    Senyum Bianca mengembang saat dirinya duduk di balik kemudi. Hatinya benar-benar bahagia karena diberi izin pergi ke supermarket dengan Bi Rusmi. Biasanya Daniel selalu mengikuti kemanapun Bianca pergi. Sekarang tidak lagi semenjak menikah dengan Namira. "Non, tumben Pak Daniel gak ikut?" tanya Bi Rusmi heran. Setahunya, Daniel biasanya ikut kemanapun Bianca pergi. Tetapi, hari ini kenapa hanya ia dan Bianca? "Papah kan lagi jagain Namira, Bi. Oh iya, Bibi belum tau, ya? Kalau Mamihku sekarang lagi hamil." Bianca berkata sangat riang. Dia benar-benar bahagia. Ternyata dugaannya benar. Kalau Daniel punya istri baru dan punya anak, perhatiannya akan terbagi. Tidak untuk dirinya saja. "Beneran, Non?" Bi Rusmi terkejut, kedau matanya membeliak sempurna. Bibir tua itu menyunggingkan senyum. Bahagia karena dugaannya benar. "Benar dong, Bi. Tadi kami ke rumah sakit. Pas di USG katanya baru 3 Mingguan. Makanya Mamihku gak boleh capek, gak boleh banyak pikiran," ujar Bianca sumringa

    Last Updated : 2024-12-13
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 21B. Kangen

    Sudah sore, Bianca dan Bi Rusmi belum juga pulang. Namira dan suaminya kini tengah berada di ruang keluarga. Mereka nonton televisi sambil menunggu Bianca dan Bi Rusmi pulang. "Nomor hape Bianca gak aktif, Sayang. Mas khawatir dia kenapa-napa. Apalagi ini udah sore. Ck!" Daniel sangat resah menunggu anak kandungnya. Sedari tadi mondar-mandir menunggu Bianca pulang ke rumah. "Mas Ayang, duduk dulu. Nanti juga Bianca dan Bi Rusmi pulang. Mungkin mereka lagi kejebak macet, Mas." Namira berusaha membuat suaminya tenang, menunggu Bianca yang sampai saat ini sulit dihubungi. "Kalau macet, kenapa lama begini, Sayang? Mas benar-benar khawatir." Daniel menghempaskan b0kongnya ke sofa samping kanan Namira. Raut wajahnya sangat gelisah, berulang kali melihat pintu depan. Apa Bianca sudah pulang atau belum? "Kalau Mas khawatir, cari saja di Mall," kata Namira tanpa memandang wajah suaminya. Ia takut kalau akhirnya Daniel justru menyalahkannya karena melarang ikut belanja. Daniel m

    Last Updated : 2024-12-13
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 22A. Sangat Cantik

    Setelah membaca pesan dari Ferry, Bianca langsung menelepon. Ia tidak mau bertemu Ferry atau melihat lelaki itu datang ke rumahnya. "Hai, Bi. Gimana? Kamu mau ketemu di mana?" Suara Ferry langsung terdengar.Awalnya Bianca memang sempat suka pada Ferry tetapi setelah melihat sikap Ferry yang terkesan memaksa, dia jadi tidak suka. Mengatakan cinta begitu cepat padahal sebelumnya Ferry sangat menyukai Namira. Setelah tahu Namira sudah menikah, tiba-tiba saja Ferry bilang cinta padanya. Seperti Bianca tempat pelampiasan saja."Aku minta maaf. Aku gak mau ketemu sama kamu atau aku gak mau kamu datang ke rumahku," tandas Bianca tegas. Senyum Ferry yang sebelumnya mengembang, seketika sirna. Ia tidak menyangka Bianca menolak keinginannya padahal Ferry sangat yakin kalau Bianca juga suka padanya. "Kenapa, Sayang? Emang kamu gak kangen sama aku?" Muak! Bianca sangat muak mendengar kalimat yang baru saja diucapkan Ferry. Lelaki mur4han. Mudah sekali mengungkapkan kata cinta pada wanita. "

    Last Updated : 2024-12-14
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 22B. Sangat Cantik

    Namira memeluk tubuh Daniel semakin erat. Ia benar-benar takut kehilangan sosok seperti Daniel. Baginya, lelaki itu adalah pelindungnya. Tempat ia berlindung di saat hatinya merasa takut dan bersedih. "Aku mau ngabisin susu dulu," kata Namira melepaskan pelukan. Menyeka air mata dengan kasar, lalu meneguk susu hingga habis. Gelas diletakkan kembali ke tempat semula. Kemudian, Namira memandang perutnya yang belum membuncit sambil mengelus lembut. "Kelak, dia akan menyayangi kita, Mas. Aku ingin, kita membesarkannya bersama-sama. Apa kamu gak mau?" Namira menoleh, menatap lekat Daniel yang memerhatikannya. Daniel tersenyum, menyentuh perut Namira. "Aku mau, Sayang." Daniel agak membungkuk, mencium perut Namira dengan lembut, penuh cinta. Namira mengusap rambut suaminya. "Nak, kamu harus sehat, jangan nakal. Jangan bikin Mamihmu kesakitan," bisik Daniel pada janin yang masih berada di dalam rahim Namira. "Sayang, malam ini kamu mau makan di luar gak? Atau masih capek?" tanya Daniel

    Last Updated : 2024-12-14
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 23. Dihadang

    Bianca yang tengah mengunyah mendongak, menatap tak suka pria gondrong yang berdiri di depannya. Bianca menghela napas berat, lalu melanjutkan makannya, tak peduli dengan kehadiran Ferry. Senyum Ferry sirna melihat Bianca tak peduli dengan kehadirannya. Bi Rusmi mengerutkan kening, menatap lekat lelaki yang beberapa hari lalu pernah datang ke rumah Daniel. "Ehm, Bi. kalau tau kamu mau ke sini, tadi aku jemput aja. Jadikan, kamu gak perlu makan bakso ditemenin pembantumu." Tanpa permisi, Ferry duduk di kursi yang ada di sampingnya. Bianca menyudahi makan baksonya, meski masih ada beberapa butir lagi. Ia menegak air mineral hingga setengah. "Suruh siapa kamu duduk di sini? Pergi sana!" Sangat ketus, Bianca berkata. Ferry yang sedari tadi memamerkan senyumnya, langsung meredup. Ia menghela napas, agar tidak terpancing emosi. "Aku mau temenin kamu, Bi. Masa gak boleh?""Emang gak boleh," balas Bianca cepat. Ferry tersinggung, mulutnya langsung terdiam beberapa menit. Ferry melihat

    Last Updated : 2024-12-14

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 366. Memeluk Sampai Pagi

    "Maksud Friska bukan ngejadiin kamu pembantu, Nifa," ralat Hanif, khawatir kemarahan adiknya itu meledak malam-malam. Walau sebetulnya maksud Friska memang demikian. Sampai jam sebelas malam Hanif tak bisa tidur karena memikirkan pesan Friska untuk Hanifa. "Bukan jadi pembantu gimana?" tentang Hanifa melipat kedua tangan di depan dada. "Udah jelas, dia nyuruh aku bantuin Mbok Tarmi masak dan beres-beres rumah. Kalau bukan pembantu terus apa? Asisten rumah tangga? Sama aja, Mas!" tukas Hanifa sengit. Hanif panik dengan intonasi suara Hanifa yang meninggi. Dia menempelkan jari telunjuk di depan bibirnya agar Hanifa dapat bicara pelan, tidak berisik. Sesekali Hanif melongok ke atas, memastikan jika istrinya tidak keluar kamar. "Bicaramu pelan aja, Nifa. Nanti kalau Friska bangun, bisa ribut tengah malam," tegur Hanif pada adik pertamanya. Muka Hanifa melengos ke arah lain. Ia benar-benar tak suka dengan Friska yang sombong itu. "Masih untung, Friska mau menerimamu tinggal di rumah i

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 365. Dijadikan Pembantu

    "Mbak, tadi aku bilang ke mas Rangga kalau kami akan menunggunya di halte. Duh, Mbak. Gimana kalau dia ....""Astaghfirullahalazhim, Haifa," sela Nida saat adik kandung Hanif itu masih saja mencemaskan suami yang sudah berulang kali mengkhianati cintanya. "Haifa, kamu masih mencemaskan laki-laki itu? Bukankah dia udah berulang kali selingkuh?"Sungguh, Nida tak habis pikir pada Haifa. Dia tahu betul kalau Rangga sudah berulang kali berselingkuh bahkan ada yang sudah punya anak. Namun, Haifa benar-benar dibutakan oleh cintanya pada Rangga. "Maaf, Mbak. Kata mas Rangga, dia mau berubah." Suara Haifa terdengar pelan, namun masih bisa terdengar di telinga Nida. Nida memijat pelipis. Ia baru satu kali diselingkuhi Hanif saja, sangat jijik jika harus menjalin rumah tangga lagi. Ini Haifa, sudah berulang kali bahkan Rangga terang-terangan telah menghamili wanita lain. "Berubah apanya? Kamu tau enggak, sekarang suamimu ada di mana?" tanya Nida menoleh sekilas pada adik Hanif itu. Ya sebetu

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 364. Bertemu di Halte Bus

    Hati Haifa begitu sakit, ditelantarkan oleh kakak kandungnya sendiri. Padahal saat ini selain sang suami, Hanifa-lah yang dijadikan Haifa bergantung. Mendengar pertanyaan anaknya, Haifa agak berjongkok, membelai wajah Rafasya. "Nak, kita akan tinggal di tempat baru. Kita tunggu papa datang dulu, ya? Sekarang kita duduk di situ." Haifa mengajak anak semata wayangnya duduk di kursi panjang halte bus. Ia berusaha menahan air mata. Tidak ada tempat baginya untuk berlindung selain pada Rangga. Haifa mencoba menghubungi lelaki yang tengah asik minum-minuman bersama wanita lain. Gelak tawa Rangga terhenti mendengar handphone-nya kembali berdering. Lelaki tukang selingkuh itu memberi isyarat pada dua wanita paenghibur agar tidak bersuara. Suara musik juga di-mute. "Udah dapat tempat tinggal yang baru?" tanya Rangga tanpa basa-basi. Haifa merunduk, menghela napas berat, berusaha tetap tegar. "Be-belum. Mas, bisa enggak ke sini dulu? Aku dan Rafa di halte dekat lokasi proyek. Nanti aku share

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 363. Diturunkan

    "Mbak, emangnya Mbak jarang setor ke Bank?" cecar Haifa yang berjalan di belakang kakaknya. "Enggak. Mbak kan enggak ada uang, Fa.""Tapi, kan ... tiap bulan Mbak Nida kasih kita uang, Mbak. Baru bulan ini dia enggak kasih uang. Harusnya uang dari Mbak Nida sebagian buat setor ke Bank. Kenapa sih Mbak ceroboh banget? Udah begini, kita mau tinggal di mana, Mbak?""Diam!" sentak Hanifa tak terima diingatkan adiknya. Haifa terkejut, menelan saliva. Tubuhnya seketika menegang. "Jangan banyak omong. Sekarang cepat kemasi pakaianmu! Kita harus pergi dari sini.""Ma, kita pergi kemana?"Pertanyaan anaknya tak dihiraukan Hanifa. Anak kedua ibu Ros itu tampak kebingungan. Hanifa masuk ke dalam kamar, begitu pula Haifa. Mereka bergegas mengemasi pakaian ke dalam koper. Hampir lima belas menit, kakak beradik serta anak-anaknya keluar rumah. Membawa dua koper. Satu koper berisi pakaiannya dan satu koper lagi berisi pakaian anak-anak. Langkah kaki Haifa terhenti. Ia berbelok masuk ke dalam kamar

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 362. Disita

    "Enggak ...." Tentu saja ibu Ros berkilah akan tuduhan Bianca. "Enggak minta uang. Tante juga tau diri, Bianca. Sekarang kan Nida bukan menantu Tante lagi," sambung ibu Ros tersenyum kaku. Bianca tak sepenuhnya percaya. Dulu, Nida pernah bercerita jika mertuanya selalu minta uang. "Masa? Sukurlah kalau Tante tau diri. Lah terus, ngapain Tante pengen ketemu sama Nida?" Bianca penasaran. Bertanya lagi tentang alasan ibu Ros yang tiba-tiba datang ke kantor. Ibu Ros sempat salah tingkah namun ia berusaha menguasai dirinya agar tidak terlihat gugup di depan Bianca yang tak lain saudara Nida. "Tante pengen ketemu dia mau nanyain kapan jadwal sidang perceraiannya. Tante mau datang," ujar ibu Ros tersenyum kaku. "Kenapa nanyainnya ke Nida? Kenapa enggak tanya sama anak Tante yang tukang selingkuh itu?" sindir Bianca yang tak ingin pergi meninggalkan ibu Ros. Dari dulu, Bianca tak suka dengan wanita yang telah melahirkan Hanif. Bianca masih ingat betul saat dirinya berkunjung ke

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 361. Minta Uang?

    "Apa? Mama enggak punya uang? Aku enggak percaya!" tandas Hanifa pada wanita yang telah melahirkannya. Ibu Ros tampak tak peduli, apakah Hanifa akan percaya padanya atau tidak? Ia juga tidak mau dipusingkan dengan urusan kebutuhan rumah tangga kedua anaknya. Selama ini, ibu Ros memang terlalu memanjakan Hanifa dan Haifa. Membiarkan mereka tinggal satu atap tanpa menyuruh suami-suami mereka mencari tempat tinggal lainnya. "Kalau kamu enggak percaya, ya sudah. Mama juga enggak maksa kamu buat percaya pada Mama," kata ibu Ros berusaha bersikap sesantai mungkin. Mendengar ucapan sang mama, Hanifa semakin emosi dan geram. Ia lantas membuka kembali lemari pakaian ibu Ros. Mengobrak-abrik pakaian yang sudah tersusun rapi. "Nifa, apa yang kamu lakukan? Kenapa pakaian Mama kamu obrak-abrik? Berhenti, Nifaaa! Berhentiiiii!" teriak ibu Ros. Amarahnya yang ditahan, keluar juga. Ia menarik kasar lengan anak keduanya agar menjauh dari lemari pakaian. Hanifa geram, wajahnya memerah karena marah."

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 360. Tidak Punya

    "Argh, sial! Sial! Sial!" maki Hanifa di dalam kamar setelah Nida mematikan sambungan telepon. Hanifa sengaja menghubungi Nida setelah suaminya berangkat kerja. Hanifa benar-benar tak menyangka jika Nida tidak memberikan pinjaman uang lagi padanya. Ditambah Nida langsung mematikan sambungan telepon tanpa ingin mendengarkan tanggapannya. Penuh emosi, Hanifa mengetik pesan untuk mantak kakak iparnya itu. "Mbak jangan sombong! Enggak usah sok mengikhlaskan uang pinjamanku. Kalau suamiku udah gajian, aku akan bayar utang Mbak itu!"Setelah mengirim pesan yang ceklisnya belum berubah, Hanifa keluar kamar. "Mama! Maaaa ... Mama!" Teriakan Hanifa membuat adiknya keluar kamar, berjalan cepat menghampiri. "Ada apa, Mbak? Pagi-pagi udah teriak?" tegur Haifa menatap lekat kakak kandungnya. "Anak-anak udah kamu anterin ke sekolah?""Udah. Dede Haris ada di kamarku. Lagi main sama Rafa. Mbak Nifa kenapa?" tanya Haifa yang tak mengerti dengan sikap Hanifa. Pagi-pagi udah marah-marah. "Mbak be

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 359. Bukan Adik Ipar

    "Ya udah, kamu coba aja telepon mbak Nida. Selama ini kan dia selalu kasih pinjaman walaupun kita enggak pernah bayar," titah Tedi, suami Hanifa. Namun, Hanifa tampak berpikir. Tidak mungkin ia menghubungi Nida malam ini."Mas, besok pagi aja, ya? Soalnya sekarang udah malam. Takut nanti enggak diangkat teleponnya," kilah Hanifa beralasan tak enak hati padahal ia tak mau kalau suaminya tahu jumlah uang yang akan diberikan Nida. "Memangnya besok kamu punya uang? Aku enggak punya uang lagi. Di kantor aja aku minta traktir makan teman terus."Sungguh bohong. Mana ada teman yang mau traktir orang hampir tiap hari? Sebetulnya Tedi punya uang tapi ia akan gunakan untuk berjudi lagi. Lelaki itu masih penasaran dapat menang banyak. "Beruntung kamu, Mas. Punya teman yang baik, yang mau traktir kamu tiap hari," kata Hanifa menimpali kebohongan sang suami. "Emang mamamu enggak punya uang lagi? Biasanya dia banyak uangnya."Setahu Tedi, Hanifa dan Haifa selalu minta uang pada ibu Ros. "Sekara

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 358. Tidak Tahu Malu

    "Mbak, duit lima ratus ribu cukup buat beli apa? Gila aja!" Bukannya berterima kasih, Hanifa justru marah-marah. Friska yang mendengar ucapan Hanifa menghela napas berat. Pikirnya, ibu dan anak sama saja! Ibu Ros juga demikian. Friska teringat pada Nida sewaktu menjadi menantu ibu Ros dan kakak ipar Hanifa. Apa Nida juga mengalami hal yang dialaminya? "Kamu bilang cukup buat beli apa? cukup buat beli beras 10 kilo, cukup buat beli telor 10 kilo, cukup buat---" "Udah, udah, jangan berisik! Kalau enggak mau nambahin uangnya, enggak usah ceramah! Tau gini, mending mas Hanif masih sama Mbak Nida. Mbak Nida itu baik orangnya. Selalu ngasih kami uang sesuai yang kami minta!" omel Hanifa tak tahu diri. Friska terkejut mendengar Hanifa membandingkan dirinya dengan mantan istri sang suami. Hanif pun terkejut karena Friska menyebut nama Nida di depan Friska apalagi sampai membandingkan. Amarah dalam diri Friska tak dapat dibendung lagi, ia pun membalas ucapan Hanifa. "Eh, seenaknya aja

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status