Beranda / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 140B. Tidak Selamat

Share

Bab 140B. Tidak Selamat

Penulis: Syatizha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-30 17:41:33

Bianca naik ojek online menuju rumah sakit. Air matanya tak juga berhenti sepanjang jalan. Hati Bianca tak henti berdoa agar Allah memberi keselamatan pada Namira dan juga calon adiknya.

"Ya Allah ya Rohman ... Engkau Maha Pengasih dan Maha Penyayang, hamba mohon, tolong beri keselamatan pada Ibuku dan juga calon bayinya ya Allah ...."

Sampai di depan gerbang rumah sakit, Bianca turun, membayar ongkos.

"Kembalian uangnya, Mbak."

"Ambil aja, Pak. Tapi, saya minta doanya ya. Semoga Allah menyelamatkan Ibu saya dan calon anak yang dikandungnya, ya Pak? Saya minta doanya."

Seorang bapak tukang ojek online yang berusia sekitar lima puluh tahunan itu menganggukkan kepala seraya mengucapkan terima kasih dan memanjatkan doa seperti yang dipinta Bianca.

Langkah kaki gadis itu sangat cepat. Ia berlari kecil menuju ruangan gawat darurat.

Dari jarak beberapa meter, Bianca melihat papahnya dan juga Nida sedang duduk di bangku panjang depan ruangan tersebut.

"Papah! Nida!" Bianca berteriak, be
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 141A. Rekaman CCTV

    Lemas sudah persendian Daniel, Nida dan Bianca. Mereka bertiga sangat terpukul akan musibah yang menimpa Namira. Mendengar penjelasan dokter, mereka semua terdiam. "Dokter terima kasih atas bantuannya," ujar Nida tersenyum pada dokter itu. Daniel dan Bianca tak dapat berkata-kata. Hanya Nida yang berusaha tetap kuat. "Iya, sama-sama. Kalian bisa lihat kondisi pasien setelah dipindahkan ke ruang rawat inap.""Iya, dok."Setelah permisi, dokter kembali masuk ke dalam ruangan. "Om, Kak Bian, kita duduk di sana lagi sambil nunggu Kak Namira dipindahkan ke ruang rawat inap," ucap Nida pada ayah dan anak itu. Mereka menurut, duduk di bangku panjang yang sebelumnya ditempati. Bianca dan Daniel tak dapat mencegah airmata yang terus-menerus membasahi wajah mereka. Daniel yang baru kemarin sore melihat perkembangan calon buah hatinya di layar monitor USG, kini janin itu telah tiada. Kedua tangan Bianca mengepal kuat mengingat kembali orang yang tega menvsuk perut Namira hingga janin yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 141B. Ketemu Pelaku

    "Oh oke. Kakak jangan pergi dari rumah sendirian," pesan Nida yang mengkhawatirkan Bianca. "Iya, Nida. Aku enggak akan kemana-mana. Aku cuma mau ngobrol sama mereka, setelah itu mau ngecek rekaman CCTV. Udah sana, masuk ke dalam rumah! Cepat mandi, ganti pakaian itu!" titah Bianca pada Nida. "Iya, Kak.""Pak Joko!"Ternyata di pos jaga ada Joko, yang menjadi supir pribadi keluarga Bragastara. "Non Bianca, bagaimana keadaan Non Namira? Astaghfirullah saya gak tau, Non. Maafin saya, Non Bianca, Non Nida," ungkap Pak Joko yang tidak ada di rumah karena ia sedang disuruh mengantar Bi Rusmi. "Gak apa-apa, Pak. Alhamdulillah sekarang udah lebih baik kondisinya. Doakan semoga Mamihku cepat sehat lagi." Pandangan Bianca kembali berembun, Ia benar-benar tidak bisa menahan air matanya. Kesedihannya sangat jelas terlihat. Tidak hanya Pak Joko, security yang mempersilakan tamu misterius itu masuk ke dalam rumah pun, sangat bersedih, menyesal dan merasa bersalah. "Udah jangan pada merasa bers

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 142A. Menemani Om

    "Astaghfirullahalazim ya Allah ... kenapa masih saja ada orang yang jahat pada Non Namira? padahal Non Namira orang yang baik. Astaghfirullahalazim ya Allah," rintih Bi Rusmi ketika mendengar kabar kodisi Namira saat ini dari Nida. Gadis belasan tahun itu sudah mandi dan membersihkan diri. Ia tengah menyantap makan siang meski kurang berselera. "Iya, Bi. Sampai sekarang Kak Namira belum sadarkan diri," kata Nida sambil menyuap nasi ke dalam mulutnya. Namun, air mata sedari tadi tak juga berhenti. Bu Fatma yang duduk di kursi samping Nida, tak henti menangis. Masih ingat di pelupuk matanya, ketika Namira perutnya bersimbah darah. "Kasihan Non Namira. Anak pertamanya yang belum berdosa telah ... telah ... huhuhu ...." Kalimat Bu Fatma menggantung, tak kuasa melanjutkan kalimatnya. Ia menangis tersedu-sedu, begitu pula Bi Rusmi dan Nida. Nida menyudahi makan siangnya. Nasi yang masih banyak, ia biarkan tersisa."Bi Rus, Bu, aku mau ke rumah sakit lagi. Kasihan Om, dia sendirian," uc

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 142B. Ahli IT

    "Pak Daniel pergi? Bukannya tadi Pak Daniel ke kantor?" tanya Yuda heran ketika Shella menyampaikan kalau Daniel sudah pergi lagi. "Iya, Pak. Tadi Pak Daniel memang datang ke sini tapi gak lama, keluar lagi sambil menelepon. Gak tau telepon dari siapa. Raut wajahnya juga kayak yang panik gitu," ujar Shella yang memang lihat kepergian Daniel yang tampak tergesa-gesa. "Ada apa, ya? Aku kok ngerasa ada yang gak beres. Sebentar, aku telepon dulu," ucap Yuda mengeluarkan ponsel dari saku jas nya. "Iya, Pak. Saya mau lanjut kerja dulu," ujar Shella masuk kembali ke ruangannya. Satu panggilan tak diangkat Daniel. Yuda mencari kontak Namira. Barang kali saja, Daniel pulang ke rumah karena Namira yang meminta. Namun, nihil. Handphone Namira juga hanya berdering, tidak ada yang mengangkat. Kemudian, Yuda menghubungi Bianca. Tapi dia ingat, kalau Bianca sedang di kampus. Buktinya tadi Evan habis mengantarnya. Tidak ada cara lain mengetahui Daniel kecuali Nida. Anak gadisnya itu tadi pagi me

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 143A. Puas dan Bahagia

    "Tapi, Pah ... menurutku sekarang kita fokus untuk penyembuhan Kak Namira. Aku takut sekali dia down apalagi kalau tau anaknya telah ----"Kalimat Nida menggantung, tidak kuasa melanjutkannya. Terdengar helaan napas di ujung telepon, Yuda mengerti maksud anak kandungnya."Kamu tenang aja, Nida. Papah akan melakukan penyelidikan ini tanpa melibatkan pihak kepolisian dulu. Papah juga enggak akan memberitahu Om kamu tentang niat Papah," ucap Yuda menenangkan Nida. "Iya, Pah. Terima kasih. Sekarang aku mau ke rumah sakit lagi. Mau temenin Om Daniel.""Iya, Nak. Hati-hati. Selepas pulang kantor, Papah akan menyempatkan menjenguk Non Namira.""Terima kasih, Pah."Sambungan telepon putus setelah Nida mengucapkan salam. Yuda menjawab salam lalu melanjutkan pekerjaannya. Bianca telah siap hendak pergi ke rumah sakit. Dia ingin melihat kondisi Namira. Kalau hanya menunggu kabar dari papahnya, Bianca tidak sabar. "Nida, kamu bawa apa itu?" tanya Bianca saat Nida menunggu Bianca di ruang kelu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 143B. Kemana Perginya?

    Pak Joko bergegas ke rumah Mutiara, ingin melihat keadaan wajah wanita yang baru keluar dari rumah sakit jiwa. Jika melihat dari rekaman CCTV, harusnya terdapat luka lebam akibat pukulan Nida. Di rekaman itu juga Nida sangat kuat memvkul wajah Mutiara. Kendaraan yang ditumpangi Pak Joko berhenti tak jauh dari rumah Mutiara. Dari dalam mobil, ia memerhatikan rumah yang pintunya tertutup rapat. Pak Joko berpikir sejenak, apakah dia pura-pura bertamu ke rumah itu atau tidak? Pak Joko yakin, meski mereka kerap kali bertemu, tapi Mutiara pasti tidak mengenalnya. Pandangan Pak Joko beralih pada warung yang berada di seberang jalan. Lelaki itu pun melaju ke warung tersebut. Mematikan mesin mobil, ia turun. Pura-pura hendak membeli rokok sambil bertanya tentang Mutiara. "Orang baru di sini, Pak?" tanya pemilik toko yang mengenakan peci warna putih, kain sarung dan baju koko. Kalau dilihat dari penampilannya seperti pak haji. "Bukan Pak Haji. Saya cuma mau silaturahmi ke rumah temen, tapi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 144A. Udah Tau Ceritanya?

    Namira telah berada di ruang rawat inap. Daniel tak juga beranjak dari tempat. Ia begitu mencemaskan istrinya yang masih tergolek lemah. Sedari tadi, Namira belum juga sadarkan diri. Menurut dokter, karena pengaruh obat bius sewaktu di ruang gawat darurat. Air mata Daniel sudah kering. Kepalanya yang pusing sudah tidak ia rasakan. Genggaman tangan pada telapak tangan Namira, tak juga ia lepaskan. Daniel tak bosan memandang wajah Namira yang masih pucat pasi. Jemari Namira bergerak, kedua mata Daniel membeliak, senyumnya mengembang seketika. Daniel menegakkan tubuh, memanggilnya. "Sayang ... Bangun, Sayang ... Buka matamu ...." Panggil Daniel lirih. Ia tak bisa menutupi kesedihannya melihat kondisi Namira saat ini. Kedua mata Namira mengerjap, perlahan-lahan ia membuka kedua mata, menoleh pada suaminya. Seulas senyum tipis Namira perlihatkan, membuat hati Daniel kembali bersedih. Wanita itu pandai sekali menyembunyikan kesedihannya. Daniel menc1umi punggung tangan Namira, berulang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 144B. Penyebab Menangis

    "Udah, Pak. Tadi Nida yang mengabarkan. Pak Daniel, saya turut prihatin atas yang menimpa Non Namira.""Iya, Yuda. Terima kasih. Saya hanya ingin mendengar apa saja yang dibicarakan pak Wijayanto. Apakah dia komplain masalah harga atau lainnya?" selidik Daniel yang tak mau mengecewakan klien apalagi pak Wijayanto klien mereka sejak lama. "Alhamdulillah enggak, Pak. Justru Pak Wijayanto ingin kerja sama lagi. Dia bulan ini langsung menangani dua proyek dan semua itu ingin dihandle perusahaan kita, Pak Daniel," ungkap Yuda pada bos-nya. Daniel menganggukkan kepala, hatinya senang jika klien yang bekerja sama dengan perusahaannya mendapat keuntungan besar dan mau kerja sama lagi di lain waktu. "Jangan dulu, Yuda. Kita selesaikan proyek yang ada. Masalahnya sekarang saya jarang ke kantor. Takutnya enggak kepegang. Sekarang kamu kasih tau pak Wijayanto kalau kita belum bisa menerima proyek lain. Kalau proyek yang ada udah beres, barulah menerima proyek baru atau proyek lanjutan." Keputu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31

Bab terbaru

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 221. Gara-gara Kamu!

    "Dari tadi aku teleponin enggak aktif nomornya, Bang."Alea semakin mencemaskan keadaan kakaknya. Dia tidak tahu lagi kemana mencari keberadaan Axel. "Lea, coba kamu tanya ke temen-temennya. Barang kali aja mereka ada yang tau. Sekarang Abang enggak bisa bantu nyariin Axel. Kamu lihat sendiri, pengunjung lagi banyak.""Iya, Bang. Enggak apa-apa. Ya udah deh, aku pamit dulu."Alea membalikkan badan, menghampiri Nida yang duduk di salah satu kursi cafe. "Tante, Kak Axel enggak ada di sini," ujar Alea menunjukkan raut wajah lesu. "Kemana?""Enggak tau. Handphone-nya juga enggak aktif.""Coba kamu tanyain ke teman-temannya. Kali aja ada yang tau."Nida memberi saran sebab ia juga tidak tahu tempat yang biasa Axel kunjungi. Tempat tongkrongannya. "Aku enggak punya nomor teman-teman Axel," jawab Alea cemberut. Pikirannya mengingat tempat yang biasa Axel kunjungi selain cafe. "Alea, mungkin enggak, kalau Axel udah kembali pulang ke rumah?"Alea mendongak, menatap lekat Nida. "Benar jug

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 220. Kemana Perginya?

    Ibu Ros sangat geram mendengar jawaban anak sulungnya. Tidak menyangka jika Hanif membantah perintahnya. Selama ini, Hanif selalu mengabulkan segala perintah ibu Ros. Tapi sekarang, dengan berani Hanif menolak?"Berani sekali kamu nolak perintah Mama, Hanif?" sentak ibu Ros masih tak terima dengan jawaban Hanif. "Ma, kalau Mama minta uang, minta ini dan itu, aku pasti kabulin. Tapi kalau minta aku nikah lagi atau ceraikan Nida, aku minta maaf, Ma. Aku enggak akan pernah mengabulkannya!" Hanif masih dalam pendiriannya. Tidak akan pernah menceraikan Nida walau ibu Ros sendiri yang mendesak. "Hanif, Nida udah izinin kamu. Dia izinin kamu nikah tapi---""Tapi, aku harus menceraikannya dulu 'kan?" sela Hanif sebelum ibu Ros menyelesaikan ucapannya. "Enggak, Ma. Aku enggak akan menceraikannya."Tanpa berkata apa-apa lagi, Hanif beranjak, meninggalkan wanita yang telah melahirkannya. Ia tak mau berdebat lebih lama lagi. Hanif takut semakin tersulut emosi. Walau bagaimana pun, ibu Ros adal

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 219. Menolak

    "Maaf, Tante. Teleponnya nanti lagi, ya? Guruku udah datang. Assalamu'alaikum.""Waalaikumsalam."Untung saja guru Kimia datang ke kelas Alea. Kalau tidak? Alea bingung menjawab pertanyaan Nida. Usai menelepon Alea, Nida bergegas menyelesaikan pekerjaannya. Setelah menemani Shella bertemu dengan klien, Nida berencana akan ke sekolah si kembar. Ingin memastikan apakah Axel masuk sekolah atau tidak? Biar bagaimana pun, Nida lah yang memberitahu tentang kebenaran kedua orang tua Axel dan Alea. Hingga akhirnya sekarang Axel kabur dari rumah. Tiba-tiba Nida teringat Bianca. Apa Bianca akan marah padanya? Tadi sewaktu melewati ruangan Bianca, tampak sepi. Apa mungkin Bianca tidak masuk kantor?*** "Hanif, kamu udah pulang, Nak?" tanya ibu Ros ketika anak kandungnya berdiri di depan pintu rumah. Ia mencium punggung tangan ibu Ros meski sempat kecewa dengan wanita yang telah melahirkannya itu. "Udah, Ma. Aku mau ke kamar dulu," seloroh Hanif yang berusaha menghindar ibu Ros. Ia takut kala

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 218. Tinggal Di Mana?

    Semenjak kejadian kemarin, rumah Bragastara terasa sepi. Tidak ada lagi keributan antara Axel dan Alea. Bianca tak sanggup jika di rumah terus, mengingat kemarahan Axel padanya. Axel yang selama ini dianggap adik sendiri, kini amat sangat kecewa padanya. "Kamu mau ke kantor?" tanya Evan setelah mengenakan jas. Evan pun sudah memutuskan berangkat ke kantor meski kondisi kesehatannya belum terlalu pulih. "Iya. Aku mau ke kantor saja. Di rumah sepi. Enggak ada anak-anak." Jawaban Bianca membuat kedua pundak Evan menurun. "Bi, berhentilah menganggap mereka anakmu. Axel dan Alea itu adik-adikmu," tandas Evan, sangat kesal setiap kali Bianca ingin dianggap orang tua oleh mereka. "Apa salahnya kalau aku ingin dianggap mamanya? Apa ada yang salah?" tuntut Bianca menatap penuh emosi suaminya. "Enggak salah kalau dari awal kamu bilang yang sebenarnya, Bi ... sekarang lihat mereka. Akibat keputusanmu, Axel membencimu. Apa kamu enggak sadar juga?"Emosi dalam diri Evan sudah tidak dapat dik

  • Benih Papa Sahabatku   Bbab 217. Cuma Kamu

    "Udah gila ibunya si Hanif. Enak bener dia bilang gitu. Terus kamu bilang apa? Ngizinin Hanif nikah lagi? Mau kamu dipoligami?"Shella tersulut emosi. Sejak dulu, Shella sudah sangat geram melihat tingkah laku keluarga Hanif. Mereka semua benalu dan penjilat. Sering kali meminta uang pada Nida. "Enggaklah, Ma. Aku minta diceraikan kalau Mas Hanif mau poligami. Aku sadar diri, bukan wanita yang ikhlas dan penyabar. Enggak sanggup kalau harus berbagi suami dengan wanita lain." Masih dengan sikap santai, Nida menjawab pertanyaan ibu sambungnya. Shella begitu miris mendengar cerita yang disampaikan Nida. Kasihan Nida. Semasa hidupnya selalu saja ada masalah yang dihadapi."Tapi, Nida ... Kayaknya Hanif enggak mungkin menceraikanmu. Dia sangat mencintaimu. Mama yakin itu."Sebisa mungkin, Shella menghibur Nida. Dibalik sikap tenang dan santainya, Shella yakin sebetulnya Nida pun bersedih. Nida tersenyum miring mendengar tanggapan Shella. "Kalau mamanya yang minta, ada kemungkinan Mas H

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 216. Izin Nikah Lagi

    "Sudahlah, Ma. Jangan ngomong macam-macam. Aku enggak mungkin menceraikan dia!"Senyum yang sebelumnya terlihat di wajah ibu Ros, seketika lenyap. "Hanif, mau sampai kapan kamu enggak punya anak? Dia itu mandul! Keturunan mandul, Hanif!"Ibu Ros tersulut emosi. Tak menyangka jika anak sulungnya berani melawan perintah padahal sebelumnya tidak pernah."Aku enggak peduli, Ma. Nida mandul atau tidak, aku enggak akan ceraikan dia. Aku sayang Nida, Maaaa ... aku cinta dia ...."Memang, Hanif begitu mencintai Nida. Sejak dulu hingga sekarang cintanya tak pernah berubah. "Halah, cinta, sayang! Kamu itu buta, Hanif! Umurmu udah tua. Tapi, sampai sekarang belum juga punya anak. Kalau kamu udah tua nanti, udah enggak bisa beraktivitas lagi, siapa yang akan menyayangimu? Kamu lihat, Nida. Dia masih muda. Mama yakin, kalau kamu udah sakit-sakitan pasti dia ninggalin kamu! Kalau dia ninggalin kamu, kamu mau sama siapa? Anak enggak punya!"Hanif memejamkan kedua mata, memijat pelipis. Tidak perna

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 215. Ceraikan Dia!

    "Apa hubungannya?" Bukannya menjawab, Axel justru balik tanya. Alea manyun, memukul bahu kakaknya. "Pulang ke rumah lagi, Kak. Kasihan mama tau! Nangis terus." Alea mengingat kembali kesedihan yang dialami Bianca. Axel bersikap santai, pandangannya lurus ke depan. "Aku masuk kelas dulu!" Tanpa menanggapi ucapan adiknya, Axel masuk ke dalam kelas. Alea benar-benar dibuat kesal. Rencana mengajak Axel kembali ke rumah gagal lagi. *** "Jam segini baru bangun! Pantas saja asam lambung Hanif sering kumat! Istrinya saja malas menyiapkan sarapan," celetuk ibu Ros saat Nida baru datang ke ruang meja makan. Ibu Ros yang tengah sarapan roti tawar, melirik Nida yang mengacuhkan. "Kamu dengar Mama enggak, Nida?" Sentak ibu Ros. Kedua mata seperti hendak melompat. Amarah terlihat jelas dari raut wajah. "Denger," sahut Nida cuek. Melihat sikap menantunya seperti itu, Ibu Ros semakin marah dan membenci. "Kalau kamu denger, harusnya bangun pagi! Siapin sarapan!" Lagi, Nida te

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 214. Mau Pulang Enggak?

    "Enggak. Mami enggak melakukan kesalahan apapun, Lea. Mami orang yang baik. Namira sahabatku, ibu sambungku yang paling baik bahkan kebaikannya melebihi ibuku sendiri." Bianca langsung menyanggah pertanyaan Alea. Gadis itu tertunduk sesaat, menghela napas berat. "Lalu, kenapa Mama merahasiakan mereka adalah orang tua kandungku?" Pertanyaan yang baru saja terlontar dari mulut Alea membuat Bianca tersentak. Kedua matanya membeliak lalu sikap berubah salah tingkah. "Bu-bukan maksud ingin merahasiakan ta-tapi ...."Tak sanggup, Bianca meneruskan kalimat. Teringat kekurangan dalam diri bahwa sebetulnya Bianca tak bisa memberikan keturunan untuk Evan karena ia telah divonis mandul oleh dokter. "Ya udah, Ma. Enggak usah diucapkan kalau memang alasannya akan menyakitiku atau menyakiti hati Mama lagi."Alea mencoba berpikir bijak. Tak ingin wanita yang telah merawatnya penuh kasih sayang itu bersedih dan menangis lagi. "Bukan begitu, Lea. Ma-Mama ....""Kenapa kamu masih saja menyebut diri

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 213. Kesalahan

    Alea terdiam, tidak langsung menanggapi rintihan wanita yang selama ini telah dianggap ibu kandungnya sendiri. "Ma, sudah, Ma ... jangan nangis ya? Seharian ini Mama nangis terus. Nanti Mama sakit ...." ucap Alea berusaha menenangkan Bianca. Istri Evan itu menggelengkan kepala berulang kali. Sekarang Bianca telah menyesal karena telah membohongi kedua adiknya belasan tahun lamanya. Selama ini, Bianca dan Evan selalu menanamkan sifat jujur pada si kembar. Namun, dia sendiri yang tidak jujur pada mereka. Bianca merasa sangat jahat pada Axel dan Alea. Bianca meraih salah satu telapak tangan Alea, menggenggamnya erat. "Alea, maafkan Mama, Nak ... maafin Mama ... Mama udah jahat sama kamu. Udah bohongi kamu dan Axel. Maafin Mama, Lea ...." Sangat sungguh-sungguh Bianca mengucapkan kata maaf. Tampaknya Bianca sangat menyesal dan bersedih karena telah merahasiakan kedua orang tua kandung Axel dan Alea. "Jangan minta maaf terus, Ma ... Aku dan Kak Axel udah maafin Mama. Udah ya, Ma

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status