Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / 31B. Namamu Siapa?

Share

31B. Namamu Siapa?

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2024-12-19 21:46:45

Apa?" Bianca terkejut, menoleh, menatap lekat lelaki yang berkumis tipis itu tak suka.

"Berjodoh? Ngimpi kali." Gadis itu membalikan badan, menghadap lurus. Menarik napas panjang, agar emosinya mereda.

Bianca mengeluarkan handphone, hendak menelepon taksi online yang dia pesan tapi tak kunjung datang. Sayangnya, tak juga terhubung.

"Kamu lagi nungguin seseorang?' tanya lelaki yang tampaknya mulai menyukai Bianca.

"Iya," jawab Bianca singkat. Ia hendak beranjak, namun tiba-tiba hujan turun. Bianca terkejut. Bianca lekas melepas sepatu, begitu pula lelaki itu.

"Ya Allah kok hujan? Duh, gimana pulangnya ini? Mana taksinya belum datang. Ini pasti gara-gara kamu. Pasti gara-gara kamu." Jari telunjuk Bianca mengarah pada lelaki yang tersenyum manis. Lelaki itu tak menanggapi ucapan Bianca, justru seperti menikmati ocehan gadis yang belum sempat berkenalan dengannya.

"Dih dasar aneh. Diomelin malah senyam-senyum gak jelas."

Bianca kesal, duduk bersandar di teras masjid. Kedua tangannya
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 32. Pernah Pacaran?

    Evan terkejut mendengar permintaan Bianca. Gadis itu enggan pulang kalau Daniel belum menarik keputusannya. "Ke rumahku? Hm ...." Evan tidak langsung menjawab, tampak berpikir. "Oh, jangan-jangan kamu udah punya anak istri, ya?" terka Bianca. Kedua mata Evan membulat, menggelengkan kepala berulang. "Belum. Aku belum punya istri apalagi punya suami. Bukan gitu maksudku. Apa kamu lebih pulang aja? Kamu bisa bicarain masalahmu baik-baik. Meminta papahmu dan juga ibu sambungmu mengerti. Kamu udah dewasa, udah bisa jaga diri. Aku anterin kamu pulang ke rumahmu, oke?"Bianca merunduk, menggelengkan kepala. Tekadnya sudah bulat. Jika Daniel belum menarik ucapannya, ia tidak akan pulang ke rumah. "Aku udah bertekad, enggak akan pulang kalau Papah belum mencabut rencananya. Ya udah aku ... aku mau cari penginapan aja." Bianca hendak berdiri, menepuk celana. Begitu pula Evan. Ia memerhatikan Bianca lekat."Oke deh. Kamu tinggal di apartemenku."Bianca menoleh, kedua matanya memicing. "Kamu

    Last Updated : 2024-12-19
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 33A. Bawa Pulang!

    "Pacaran?" tanya Evan, menatap lekat Bianca. "Iya. Kamu udah pernah pacaran belum? Pasti udah. Cowok ganteng kayak kamu enggak mungkin banget belum pernah pacaran."Kedua alis Evan naik, bibirnya mengulas senyum tipis, memandang gadis yang tatapannya lurus ke depan. "Jadi, menurutmu aku ganteng?"Kedua mata Bianca membulat, bibirnya terkatup rapat. Bianca tak menyadari kalau dirinya tidak secara langsung telah memuji Evan."Ya ... iyalah kamu ganteng. Kamu kan cowok. Kalau kamu cewek, baru cantik. Emang kamu mau aku bilang cantik?" Evan tergelak tertawa, menyalakan mesin mobil, lalu melesat meninggalkan halaman parkir minimarket. Ia tak menanggapi Bianca yang mengelak pujiannya pada Evan.Bianca bernapas lega, berhasil mengalihkan sikapnya yang salah tingkah. Gadis itu melirik Evan. Hatinya mengakui kalau Evan sebenarnya sangat tampan. Pakaiannya juga sangat rapi. *** "Selamat datang di apart-ku. Sorry enggak mewah, enggak terlalu besar." Pandangan Bianca mengitari sekeliling, m

    Last Updated : 2024-12-20
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 33B. Bawa Pulang!

    "Eng-enggak kenapa-napa. Kamu, cepet pake baju. Nanti masuk angin." "Dari tadi aku emang pake baju cuma gak pake daleman aja. Makanya aku tutupin selimut." Mendengar penjelasan Bianca, barulah Evan berani menoleh. Sekarang Bianca melilitkan selimut sebatas dada. Kedua tangannya tertutup kemeja putih milik Evan. "Oh ya udah, kamu ganti pakaian dulu. Setelah itu kita makan malam." "Oke." --- "Sayang, kamu makan malam dulu. Kasihan calon bayi kita, Sayang." Tak henti, Daniel membujuk istrinya. Sedari tadi, Namira berdiri di depan jendela yang mengarah ke gerbang rumah. Ia menantikan kepulangan Bianca. "Anak sambungku juga kasihan, Mas. Dia pasti belum makan. Dia juga enggak tau ada di mana sekarang. Mas, aku takut ...." Daniel merangkul pundak istrinya, memeluk tubuh Namira penuh kasih sayang. "Jangan bilang begitu, Sayang. Kita doakan saja, semoga Bianca dilindungi Allah di mana pun ia berada." Daniel berusaha terus menghibur istrinya. Ia tahu, Namira seperti ini kare

    Last Updated : 2024-12-20
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 34. Izinkan Mengantarmu

    Enak gak makanannya?" tanya Evan memandang Bianca dari samping. Gadis itu terlihat sangat lahap menyantap makan malam yang dibelikan Evan. "Enak. Enak banget. Beli di mana?" tanya Bianca sambil menyuapi makan malamnya. "Di Restoran seberang. Aku biasa beli di sana kalau males masak." "Emang kamu bisa masak?" Bianca menghentikan kunyahannya. Menatap lekat Evan yang duduk di samping. "Bisa. Kalau aku enggak bisa masak, siapa yang masakin?" "Oh iya ya, kamu kan jomblo. Hahaha ...." Evan tak menanggapi, sangat senang melihat gelak tawa Bianca yang lepas. Evan berharap tidak ada kesedihan lagi pada Bianca. Gelak tawa Bianca terhenti ketika terdengar nada dering ponsel milik Evan. "Bi, sebentar. Aku mau angkat telepon dulu," ucap Evan sambil melihat layar handphone, memastikan siapa yang memanggil. Ternyata papanya yang menelepon. "Iya, Van." Evan beranjak, menjauhi Bianca yang melanjutkan makan malamnya. "Hallo, Pah?" "Van, kamu masih di apart bareng Bian?" Suara Y

    Last Updated : 2024-12-20
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 35A. Jangan Pergi

    "Oke. Sekarang kamu anterin aku pulang." Jawaban Bianca membuat bibir Evan menyunggingkan senyum. Hatinya sangat bahagia karena Bianca mau mengabulkan permohonannya."Terima kasih, Bianca. Terima kasih udah mengabulkan keinginanku." Bianca mengangguk, mengikuti langkah Evan"Iya, sama-sama."Sepanjang jalan menuju kediaman Daniel, tidak ada yang bicara. Tiba-tiba handphone Evan berdering. Agak susah Evan mengambil handphone yang ada di saku celana levis sebelah kiri."Mau aku bantu ambilin?" Bianca menawarkan bantuan. Lelaki yang duduk di balik kemudi menoleh sekilas, menganggukkan kepala. Tanpa canggung, Bianca merogoh handphone dari balik saku celana Evan. Setelah berhasil, menyodorkan pada lelaki itu. "Loudspeaker aja, Bi."Bianca menurut, menekan loudspeaker."Gimana, Van? Apa Non Bianca mau diajak pulang?" Suara Yuda terdengar dari ujung telepon. Evan lupa, tidak menanyakan lebih dulu siapa yang menelepon pada Bianca.Sesaat, Evan dan Bianca saling pandang. Kemudian, Evan men

    Last Updated : 2024-12-21
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 35B. Jangan Pergi

    Sorot mata Daniel tak kalah tajam. Menatap lekat wajah anak kandungnya lekat. Bianca tak menanggapi, memalingkan wajah dan bersidekap. "Papah gak bisa bayangin kalau laki-laki yang menolongmu bukan Evan. Pasti akan terjadi hal buruk yang menimpamu, Bian. Sudahlah, mulai besok, kemanapun kamu pergi, selalu ada Evan." Titah Daniel sangat tegas tanpa peduli, apakah Bianca setuju atau tidak? ya memang selama ini, hanya perintah Daniel yang harus diikuti. Evan menoleh, memandang wajah Bianca dari samping. Evan ingin bicara tapi tenggorokannya seolah tercekat. "Mas, jangan paksa Bianca lagi. Aku mohon ... kita kasih kepercayaan untuknya, Mas. Aku gak mau kalau Bian pergi dari rumah lagi. Aku mohon, Mas ...." Berurai air mata Namira memohon agar suaminya menarik perintah untuk sahabatnya itu. Bianca mendongak, menatap Namira yang memegang tangannya."Enggak apa-apa. Aku mau ditemani Evan kemanapun pergi. Aku enggak akan pergi sendiri lagi. Mamih jangan sedih, aku enggak akan pergi lagi."

    Last Updated : 2024-12-21
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 36A. Sarapan

    "Mas, si Evan udah pulang?" tanya Namira ketika menghampiri Daniel di ruang tamu. "Udah, baru aja. Sayang, gimana Bianca? Apa dia cerita tentang Evan padamu?" selidik Daniel. Jauh-jauh hari sebenarnya Daniel ingin menjodohkan Evan dengan Bianca. Sebelumnya Daniel sudah beberapa kali bertemu dengan anak kandung Yuda itu. Pertemuan tersebut membuat Daniel terkesan dengan kecerdasan Evan dan juga sifatnya yang sopan. "Iya, cerita. Tapi enggak banyak," jawab Namira menggamit lengan suaminya mesra. Mereka menaiki anak tangga yang mengubungkan ke kamarnya. Berulang kali Namira menguap, kedua matanya sudah sangat mengantuk. Melirik jam dinding di kamar, sudah pukul setengah satu malam. Pantas saja, Namira sudah ngantuk. "Sayang, sekarang kamu harus tidur, harus istirahat," ucap Daniel saat mereka sudah berada di dalam kamar. Namira menganggukkan kepala. "Aku mau ke toilet dulu.""Iya, Sayang."Daniel meletakkan kaca mata tebalnya. Bernapas lega karena Bianca sudah pulang ke rumah dalam k

    Last Updated : 2024-12-22
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 36B. Sarapan 2

    "Kalau gak salah, yang semalam nganterin Non Bian pulang, Pak."Sontak, Daniel dan Namira saling pandang. Mereka sudah bisa menerka siapa yang datang? Pasti Evan, anak kandung Yuda. "Evan?" tanya Namira meyakinkan. "Iya, Non."Setelah menjawab pertanyaan majikannya, Bi Rusmi pergi ke belakang, membiarkan Daniel dan Namira berdua di ruang makan. "Mas, aku panggilin Bian sama Evan dulu, ya? Suruh mereka sarapan.""Gak usah." Namira yang baru setengah berdiri, kembali duduk. Keningnya mengkerut melihat Daniel yang menyantap sarapan. "Memangnya kenapa?""Nanti kamu ganggu mereka. Kamu sarapan aja. Bian dan Evan sarapannya setelah kita berdua. Kamu jangan lupa, minum susu ibu hamil."Namira mengerti, melanjutkan sarapan. Tak lupa ia meminum susu ibu hamil sesuai anjuran. "Mas, aku sama Bian ke kampusnya dianterin Evan?" tanya Namira. Intonasi suaranya terdengar tak suka. Ia ingin ke kampus seperti biasa, diantar Daniel. "Bian saja yang diantar Evan. Kalau kamu, aku yang mengantarmu."

    Last Updated : 2024-12-22

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 282. Menemukan Bukti-Bukti

    "Minumannya udah datang..., " seru Alea membawa tiga cangkir kopi. Dua cangkir berisi kopi, satu cangkir berisi teh manis. Alea meletakkan cangkir teh manis di depan Arfan. "Makasih, Lea." "Sama-sama. Diminum dulu tehnya biar semangat!" kata Alea menarik kursi yang tak jauh dari jangkauan. Ketiga anak muda itu langsung fokus pada layar laptop yang biasa digunakan Axel. Sebelum meretas, Arfan ingin tahu lebih dulu akun Hanif. "Kayaknya Pak Hanif enggak terlalu aktif di media sosial yang ini. Nih kalian lihat!" Arfan menyodorkan layar laptop ke hadapan Axel dan Alea. Saudara kembar itu duduk berdekatan. "Enggak bisa di cek DM -nya?" tanya Axel menoleh pada Arfan. "Bisa. Sebentar, aku coba lagi."Kali ini cukup lama, Arfan berkutat di depan laptop. Arfan begitu lincah mengoperasikan teknologi. Alea yang baru melihat kemampuan Arfan secara langsung, sampai dibuat kagum. Tanpa disadari, Alea tersenyum sembari memandang wajah Arfan yang cukup tampan. Axel yang semula memandang layar l

  • Benih Papa Sahabatku   Nan 281. Mau Bantu

    "Astaghfirullah, Mama kok bilang gitu? Enggak peduli sekali dengan musibah yang dialami tante Nida." Refleks, Alea menimpali ucapan Bianca. Biasanya Alea tak berani menyanggah ucapan Bianca tetapi kini, ia langsung angkat bicara."Bukan Mama enggak peduli! Ah, sudahlah. Sekarang lebih baik kalian mandi, ganti seragam dan makan. Mama enggak mau penghuni rumah ini ada yang sakit lagi," ucap Bianca masih diselimuti emosi. Wanita itu masuk ke dalam rumah, tanpa menunggu tanggapan dari kedua adiknya. Axel menarik napas panjang melihat tingkah laku Bianca yang tak berubah. Masih saja menyebalkan. "Kenapa mama jadi ngeselin banget sih, Kak?" gerutu Alea, bibirnya cemberut, kedua tangsj bersidekap. "Emang ngeselin!" jawab Axel masuk ke dalam rumah lebih dulu. Axel sedang malas berdebat. Kalau saja tidak ingat dengan kesehatan Bianca, mungkin Axel tadi akan ribut juga. Saudara kembar itu masuk ke dalam kamar masing-masing. Melakukan perintah Bianca setelahnya mereka berdua menuju ruang mej

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 280. Karma Itu Nyata

    Raut wajah Alea seketika berbinar. Ia baru ingat kalau teman sekelasnya itu memiliki keahlian teknologi. Meski masih SMA, tapi otak Arfan bisa dikatakan lumayan encer terutama masalah teknologi. "Iya, Kak. Bener banget tuh! Aku baru inget kalau si Arfan jago IT. Ya udah, Kak. Aku mau telepon dia dulu. Suruh dia dateng ke rumah nanti malam. Gimana, Kak?" Alea sangat bersemangat menjalankan rencana yang disampaikan oleh Axel. Ia tak sabar ingin mengetahui penyebab Hanif menceraikan Nida. "Boleh. Coba aja kamu telepon." Alea langsung merogoh handphone dari saku seragamnya. Lalu menekan nomor kontak Arfan. Arfan yang tengah berkutat di depan komputer rumahnya, terkejut melihat Alea sang gadis pujaan hati menghubunginya. Senyum Arfan mengembang, menarik napas panjang lalu mengangkat telepon dari Alea. "Hallo?" "Fan, nanti malam kamu bisa enggak ke rumahku?" Tanpa basa-basi Alea bertanya. Ia tak mau membuang waktu. Ingin secepatnya mengetahui alasan Hanif mecneraikan tante

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 279. Sadap

    "Analisamu ada benernya, Lea. Bisa jadi Om Hanif yang mandul," timpal Axel sependapat dengan kembarannya.Nida hanya mengulum senyum mendengar tanggapan dari Alea dan Axel."Ya udahlah, Tante enggak mau terlalu mikirin itu lagi. Toh kenyataannya, sekarang kami udah bercerai. Tinggal menunggu sidangnya saja." Sangat tenang, Nida menanggapi ucapan anak kembar itu. Alea dan Axel saling pandang lalu keduanya mengela napas berat. "Tante harus kuat ya terutama di depan om Hanif. Jangan sampai terlihat lemah atau bersedih. Nanti si om malah besar kepala. Malah mikir, Tante kecintaan banget ama dia," kata Alea memberi semangat pada wanita yang selama ini tempat mereka curhat. "Tapi, Tante. Apa Tante enggak ada curiga kalau om punya wanita idaman lain? Ya aku sih, enggak habis pikir aja. Selama ini yang aku tau, rumah tangga Tante kan baik-baik aja. Kok sekarang tiba-tiba ...."Axel menggantung kalimat, tak sanggup melanjutkan kalimat yang sudah dimengerti oleh Nida dan Alea. "Namanya juga

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 278. Dia yang Mandul

    "Cerai?" Serempak Alea dan Axel bertanya. Raut wajah mereka terkejut. "Tante serius?" tanya Alea. "Pasti cuma nge-prank nih," timpal Axel tak percaya. Nida tersenyum, menepuk pundak Axel. "Kita makan dulu aja. Nanti Tante baru cerita."Keduanya menganggukkan kepala. Mengikuti langkah Nida yang menuju dapur. "Kalian tunggu di sini. Tante mau hangatin masakannya. Oke?""Oke, Tante."Nida menarik napas lega sebab Alea dan Axel datang ke rumahnya. Paling tidak ia sedikit terhibur akan kedatangan mereka. Dirinya tidak merasa sendirian di rumah ini. Namun, Nida sadar. Dia mesti terbiasa dengan kesendirian. "Sudah siap masakannya," seru Nida seolah tak terjadi hal buruk yang menimpanya. Ya, hal buruk. Sebab, meski Nida terlihat sumringah, terlihat menerima keputusan Hanif akan tetapi hatinya tetaplah bersedih dan sakit. Nida wanita normal. Yang sakit hati jika cintanya dikhianati. Nida menyimpulkan sendiri jika alasan Hanif menceraikannya karena ada wanita lain. Wanita lain itu kemungk

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 277. Sudah Cerai

    Hanif tak dapat mengelak lagi. Selama ini tidak bisa ia berbohong pada Nida. Pun Nida, ia tahu jika suaminya menyembunyikan sesuatu atau sedang berbohong. Namun, lagi dan lagi Hanif diam, tak juga menjawab. "Oke. Kalau kamu masih enggak mau jawab pertanyaanku, enggak masalah. Aku juga enggak masalah kalau kamu mau cerai. Silakan saja."Nida menyerah, tidak bisa mendesak lelaki yang lebih banyak diam itu. Nida beranjak ke toilet. Di dalam sana, setelah membuka kran, Nida menangis tersedu-sedu. Sedikit pun Nida tak menyangka jika Hanif akan menceraikannya. Baru beberapa hari lalu, Hanif meyakinkan cinta dan kesetiannya terhadap Nida. Hanif menarik napas panjang ketika Nida pergi meninggalkannya. Ia mengusap wajah kasar, memandang lurus ke depan, lalu pandangannya mengitari kamar yang sudah bertahun-tahun ditempatinya bersama wanita yang dulu mati-matian ia perjuangkan. Dan hari ini, Hanif sudah menjatuhkan talak. Lelaki itu kembali menarik napas, mengembuskan perlahan. Berusaha meyak

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 276. Apa Karena Dia?

    Tiba di rumah, Nida berjalan cepat, ingin segera menemui suaminya. Ketika hendak menaiki anak tangga yang menghubungkan ke kamarnya, terdengar suara percakapan Hanif dengan ibunya di ruang keluarga. Nida pun mengurungkan pergi ke kamar, belok ke ruang keluarga. "Mas!" pekik Nida menghampiri suaminya yang duduk di sebelah ibu Ros. "Kamu enggak apa-apa, Mas? Mana yang terluka?" telisik Nida panik. Menelisik Hanif. "Kamu ini gimana sih? Malah nyari yang terluka? Kamu pengen suamimu terluka?" Pertanyaan ibu Ros membuat Nida menoleh. Menghela napas berat. Nida tahu, apapun yang dilakukannya, di hadapan ibu Ros selalu saja salah. "Bukan aku pengen mas Hanif terluka, Ma. Tadi Mas Hanif bilang semalam kecelakaan. Makanya dia enggak pulang," jelas Nida menahan rasa kesal pada ibu mertua. Hanif masih bergeming, tidak mengeluarkan kata-kata. "Udah tau! Sebelum Hanif cerita ke kamu, dia udah cerita ke Mama," tandas ibu Ros menunjukkan raut wajah tak suka. "Aku mau bicara empat ma

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 275. Bisa Dihubungi

    "Kamu serius mau menceraikan si Nida?" tanya ibu Ros memastikan yang didengarnya. Hanif tersenyum simpul, menganggukkan kepala. "Iya, Ma. Mungkin ini jalan yang terbaik.""Nah gitu dong! Menceraikan Nida emang jalan yang terbaik!" Ibu Rosita berseru gembira. Ibu Ros langsung memeluk tubuh Hanif. Hatinya begitu gembira. Keinginannya sebentar lagi akan terwujud. Hanif akan menceraikan Nida dan akan menikah dengan Friska. Impian memiliki menantu yang kaya raya dan loyal, sebentar lagi akan terwujud. "Sukurlah sekarang kamu udah sadar. Mama senang sekali. Mama berharap, nanti kalau kamu nikah lagi, kamu cepat punya keturunan," ujar ibu Ros sumringah. Hatinya benar-benar bahagia mendengar perceraian anak pertamanya dengan Nida. "Aamiin. Terima kasih, Ma.""Iya, Nak. Sama-sama. Oh ya, kalau kamu keluar dari rumah ini, kamu mau tinggal di mana? Soalnya kan rumah Mama enggak seluas rumah ini. Udah gitu, semua kamar udah ada yang tempati. Ada sih kamar belakang, cuma sekarang udah jadi gud

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 274. Menjatuhkan Talak

    "Tentu saja boleh. Sekarang juga kamu boleh kok tinggal di rumahku dari pada kita tinggal di hotel ini. Gimana? Kamu mau enggak?" jawab Friska tersenyum manis. Tidak ada keraguan sedikit pun dari intonasi suaranya kalau ia mengizinkan Hanif tinggal di rumahnya. Hanif mengulas senyum mendengar jawaban Friska. "Terima kasih, Sayang. Kalau begitu, aku mau beresin urusan satu-satu dulu. Kalau aku udah menceraikan Nida, aku akan segera keluar dari rumah itu dan langsung pindah ke rumahmu." "Oke, Sayang. Dengan senang hati, aku akan menerimamu di rumahku." Friska semakin mengeratkan pelukan. Tak ada rasa lelah pada diri wanita itu. Ia selalu berhasrat jika di dekat Hanif. Kerinduannya selama ini pada Hanif telah terlabuhkan. "Sejarang aku mau pulang dulu," ucap Hanif melepaskan kedua tangan Friska dari tubuhnya. "Tapi nanti malam kamu ke sini lagi, ya?" rengek Friska menunjukan raut wajah manja. Hanif gemas, memencet hidung mancung wanita yang semalaman melayaninya. "Besok mala

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status