Sesuai dengan prosedur yang harus dilakukan. Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh Dokter Christy pada Darren dan juga Danisa. Sebelumnya, Dokter Christy menanyakan perihal gaya hidup yang Daren lakukan. Bukan tidak percaya dengan kebiasaan Daren. Sang Dokter harus memastikan kondisi kesehatan dari keseluruhan yang akan menjadi pasiennya tersebut. “Seharusnya tanpa kau periksa. Kau sudah tahu bagaimana kondisi kesehatanku. Bahkan kau tahu sendiri, aku sama sekali enggan menenggak alkohol. Apa lagi dekat dengan makhluk yang namanya wanita.” Daren merasa sangat kesal. Karena Dokter Christy benar-benar meragukan kondisi kesehatan Daren. Padahal jelas-jelas sang dokter tahu kehidupan yang Daren lakukan. Kedekatan kedua orang tuanya, sedikit banyak membuat Daren yakin jika wanita yang sedang menanganinya ini tahu kondisi tubuhnya. “Kau jangan cerewet. Ini memang prosedur yang harus kau dan Danisa lakukan. Bukankah kau bilang jika menginginkan anak secepatnya? Maka dari itu, aku harus me
Daren dan Danisa sedang menyusuri koridor rumah sakit setelah melakukan serangkaian pemeriksaan untuk mengetahui kesehatan mereka masing-masing.Setelah berbincang sejenak dan berkonsultasi untuk langkah-langkah selanjutnya dengan Dokter Christie, mereka memutuskan untuk kembali ke perusahaan sesuai rencana awal.Seperti rencana yang sebelumnya disampaikan oleh Darren kepada Danisa. Jika, pemeriksaan yang mereka lakukan itu usai. Maka mereka akan kembali untuk bekerja lagi.“Sekarang Bapak baru percaya sama aku kan, jika selama ini aku memang benar-benar masih menjadi gadis ori yang belum tersentuh oleh pria manapun? Jadi, apa Bapak akan percaya sekarang dan tidak lagi meragukanku setelah Dokter Crhistie sendiri yang mengatakannya?” Kebiasaan Danisa yang tidak bisa bertahan dalam diam. Jika dalam melakukan kunjungan kerja bersama dengan sang atasan Danisa akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk berbicara dengan Leo, rekan kerja sekaligus asisten Daren. Maka kali ini yang menjadi
“Ya, harus sekarang juga. Karena waktu yang kalian miliki tidaklah banyak. Jadi, kalian pun tak bisa menunggu lama atau pun menunda lagi. Semua persiapan harus cepat dilakukan. Jadi kalian tidak bisa buang-buang waktu, Daren,” sahut Riana saat mendapati pertanyaan dari putranya tentang rencana pernikahan yang akan dilakukan oleh putranya. Hingga berakhir dalam keheningan, karena Daren yang sedang memikirkan pertemuan yang sempat ia tunda. “Daren, bagaimana? Mama tidak mau mendengar penolakanmu. Soal Danisa mama yakin, jika dia akan setuju, apa pun yang akan kau sampaikan padanya. Jadi jangan sampai kau datang seorang diri dan meninggalkan Danisa begitu saja. Mama yakin, kalian ada di ruang yang sama. Dan awas kalian jangan macam-macam, sebelum kalian menikah!” Riana memberikan peringatan pada sang putra, agar tidak bertindak terlalu jauh sebelum keduanya melangsungkan pernikahan. Bahkan Riana sempat memiliki prasangka buruk pada putranya itu, tiba-tiba saja Daren membawa kabar ji
“Tidak, batalkan saja,” tegas Daren yang tidak ingin dibantah lagi. “Baik, akan saya lakukan,” pasrah Leo dengan keputusan sang atasan. Setelah itu, Daren melajukan kembali mobilnya menuju sebuah butik yang berada di pusat kota. Danisa kembali banyak bertanya, saat mobil sudah kembali melaju di jalan Raya. Dia cukup tahu diri, beberapa tahun menjadi sekretaris. Danisa pandai membaca situasi di aman dia akan bicara atau memilih untuk diam mendengarkan. “Apa seserius itu, Pak?” Danisa menoleh pada Daren yang sedang fokus pada jalan Raya. “Kita menikah hanya buat sementara, dan Nyonya Riana mempersiapkan semuanya sepertinya tidak sedang main-main.” Danisa kembali menanyakan perihal persiapan pernikahan yang akan dirinya lakukan bersama sang atasan. “Mama yang mau. Ikuti saja keinginan Mama. Asal dia bahagia, maka kita harus menurut apa pun yang Mama minta.” Daren menjawab pertanyaan Danisa tanpa menoleh sedikitpun. Tatapan matanya masih fokus memandang jalanan yang ada di hadapann
Daren dan Danisa yang melihat kehadiran wanita yang sama sekali tidak pernah dia duga kehadirannya di butik yang menjadi tempat tujuannya tersebut. Keduanya saling pandang, bertanya lewat sorot mata dan sama-sama tidak mendapatkan jawaban dari mereka.Wanita yang memanggil Daren dan juga Danisa mengulas senyum ramahnya, berjalan mendekat ke arah Daren dan Danisa berada. “Tante Riana sudah menunggu kedatangan kalian sejak tadi.” Dia adalah Marissa, tiba-tiba saja datang memanggil dan memberitahukan keberadaan Riana yang ada di sana. “Kau ada di sini? Bagaimana bisa kau tahu jika Mama aku sedang menunggu kami?” Daren terheran dengan pertanyaan Marisa yang bilang jika mamanya sedang menunggunya. Bagaimana bisa, mamanya tahu jika mamanya sedang menunggu di tempat ini? Marisa, dengan sikap tenang yang dimilikinya. Dia menjawab dengan ramah pertanyaan Daren kepadanya itu. “Oh, hanya kebetulan saja. Sebaiknya kalian segera ke lantai dua. Aku yakin, tante Riana sudah menunggu kehadiran
Danisa dan Daren terpekur saat mendengar jawaban yang diberikan oleh mamanya itu pada mereka. Jangan bilang, jika calon desainer yang akan menangani pernikahan mereka itu adalah Marisa. Wanita yang pernah bertemu dengan Danisa dengan awal yang sangat arogan dan begitu sombong.Jika keduanya semula hanya saling tatap penuh tanya. Daren hanya memilih diam, tanpa banyak kata enggan menanggapi apa yang disampaikan oleh mamanya tersebut. Baginya, dia datang ke sini untuk melakukan fitting sesuai dengan keinginan sang mama. “Maksud Mama yang jadi desainer adalah Marisa yang …” Kalimat Danisa yang belum selesai itu terpotong oleh jawaban dari Riana. “Iya, Marisa ya yang datang ke rumah makan malam bersama kita,” beritahu Riana kepada Daren dan juga Danisa. Wanita itu menatap Daren dan juga Danisa bergantian. Senyum manis wanita berusia lima puluh tahunan lebih itu terlihat begitu sangat bahagia. Danisa akhirnya terdiam, saat mendapati jawaban dari calon mertuanya tersebut.“Oh,” jawab
Setelah terjadi perdebatan antara Daren dan juga Riana yang disaksikan oleh Marissa dan juga Danisa. Akhirnya, Danisa memutuskan untuk segera mencoba gaun yang akan dikenakannya nanti.Bersama dengan Marissa, Danisa sedang mengikuti langkah Marisa yang menuju pada sebuah ruang ganti pakaian. Kecanggungan sebelumnya mulai mereda, jadi antara Marissa dan Denisa lebih terlihat akrab satu sama lain. Apalagi, Danisa yang sangat mudah akrab dengan siapapun orang yang baru dikenalnya. Sikap humble yang dimiliki oleh Danisa, membuat beberapa rekan kerja Darren nyaman saat melakukan rapat bersama. “Bukalah pakaianmu di sana! Kau harus mengganti dengan gaun diinginkan oleh tante Riana ini.”Marisa mengangkat tangannya yang sedang membawa gaun terbungkus plastik berwarna bening ke arah Danisa. Kemudian, Dia berkata kembali.“Jika kamu merasa tidak cocok. Maka kamu bisa mengganti dengan pilihan gaun lain yang sudah aku siapkan untukmu,” terang Marissa pada Danisa. Danisa yang mendapati uluran
Daren terdiam sesaat setelah melihat kehadiran Danisa yang baru keluar dari ruang fitting bersama dengan Marissa dan seorang pegawai yang sebelumnya membantu Danisa berhias. Meski tak banyak sapuan make up yang Danisa gunakan. Namun berhasil menyulap wajah cantik Danisa dan membuat Daren sempat terpaku sejenak. Sebelum akhirnya pria itu memilih untuk memalingkan wajah. Dia tidak ingin ketahuan, jika memperhatikan kecantikan sekretarisnya tersebut.Namun, keterpakuan yang sedang dialami oleh Daren berhasil teralihkan dengan kalimat Danisa yang mempermasalahkan soal harga gaun yang sedang digunakannya saat ini. Bisa-bisanya di saat seperti ini, wanita yang ada di sampingnya itu mempermasalahkan soal harga yang dia sendiri tahu, jika uang yang Daren miliki tak akan pernah habis. “Jauhkan pikiran kau itu dari uang, Danis.” Daren mendengus kesal, menatap sinis pada Danisa. Tatapan matanya pun berubah tak senang dengan sikap Danisa tersebut. “Aku kan berkata benar, Pak. Harga gaun yan
Siang itu, mendadak suasana rumah sakit menjadi mencekam.Darren sudah keluar dari dalam ruang perawatan Rinaldi, ayahnya. Namun belum sempat Riana yang baru saja akan menghampiri putranya dan ingin bertanya tentang apa yang dilakukan Daren di dalam sana sudah dibuat terkejut dengan beberapa perawat yang saling berlari menuju ke ruang Reynaldi dengan tatapan mata yang terlihat panik.Bukan hanya Riana yang terkejut, Danisa pun ikut merasa panik dengan kejadian nyata yang saat ini dilihatnya.Lewat sorot matanya Ia pun bertanya pada Riana dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada Renaldi di dalam kamar perawatannya.Detak janur Riana berpacu kencang saat melihat para petugas medis berlarian yang tak lama diikuti oleh dokter pribadi Renaldi yang menangani langsung pria tua itu.“Apa yang terjadi?” Entah pada siapa Riana bertanya sebab Danisa dan Daren pun tidak mengerti dengan apa yang terjadi.Danisa mendekat ke arah Riana memeluk perempuan itu dengan maksud ingin menguatkan ji
Suasana ruang yang didominasi oleh warna putih itu begitu hening. Sambutan yang kini didapat oleh seorang pengusaha muda yang bernama Daren Raynaldi. Ya, dia sangat membenci nama Reynaldi yang begitu sangat dirinya benci. Daren begitu membenci nama itu. Sebab nama tersebut adalah nama dari pria yang memiliki aliran darah sama dalam tubuhnya. Nama yang begitu sangat dibencinya, sebab pria yang tak lain adalah ayahnya sendiri telah menorehkan luka yang begitu dalam untuk dirinya selama ini. Kini, dia dapat melihat penderitaan dari pria yang tak ingin ditemui olehnya itu. Pria yang sangat dibenci oleh Daren, kini tergeletak lemah tak berdaya. Bahkan, dirinya yakin untuk sekedar membuka mata pria itu tak akan mampu melakukannya. Daren masih berdiri di tempatnya, setelah dirinya usai menutup pintu ruang perawatan khusus yang hanya ada satu ranjang beserta pasien serta seluruh alat yang menempel dalam tubuh pria yang sudah sangat lemah tak berdaya. Ya, pria angkuh dan sombong itu sudah
Seperti yang Darren katakan kepada Danisa yang meminta untuk ditemani. Kini, keduanya sedang berada di dalam mobil menuju ke sebuah tempat yang Danisa sendiri pun belum mengetahui. Iya, Danisa belum bertanya pada sang suami sebab setelah darah mengajak dia harus disibukkan dengan mengurus kedua buah hatinya yang kemudian mengantar Ara dan Aiden menuju ke tempat sang nenek.Setiba di sana, kedua anak kembar itu pun langsung turun dari mobil. Sebab tak sabar untuk bermain bersama nenek dan tantenya.“Mom dan daddy nggak usah anterin arah ke dalam. Nanti biar Ara yang bilang sama nenek jika Mommy dan Deddy akan pergi.”Ara yang sudah tidak sabar itu meminta ayah dan sang ibu untuk segera berlalu dari kediaman sang nenek. Tetapi Danisa tak langsung mengiyakan, sebab dia pun ingin bertemu dengan sang Ibu dan meminta izin untuk menitip kedua buah hatinya di sini.“Mommy mau bertemu nenek dulu, Princess. Nanti setelah ketemu nenek baru Mommy dan Deddy akan berangkat.”Danisa tersenyum lembut
“Apa kamu sibuk hari ini?” tanya Daren tiba-tiba saat subuh dan keduanya sedang berada di atas ranjang saling berpelukan satu sama lain. Danisa yang berada dalam dekapan hangat suaminya itu mendongak. Menatap penuh tanya pada sang suami akan maksud yang hendak Daren katakan kepadanya itu. “Kenapa?” tanya Danisa, balik bertanya ingin memastikan jika Daren ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat. Daren membalas tatapan sang istri. Memberikan usapan lembut ke lengan Danisa setelah aktivitas panas malamnya telah berlangsung. Keduanya tak langsung tidur setelah melakukan ibadah subuhnya. Saling mendekatkan diri, dan Danisa tak ingin banyak tanya atau berbicara kecuali jika itu urusan kedua buah hatinya. “Temani aku,’ ucap Daren singkat, tak langsung memberitahukan tujuannya ke mana akan pergi mengajak wanitanya. “Aku akan temani, jika kamu butuh aku. Tak perlu bertanya,” jawab Danisa, merekahkan senyum manisnya dan kembali mengeratkan dekapan hangat yang Daren berikan untuknya. Daren
“Jangan bicara begitu sama mama,” kata Danisa minta agar Daren mampu meredam emosi pada sang mama.DADanisa tak ingin melihat hubungan ibu dan anak itu menjadi renggang. Sebab, dia tahu seberapa besar rasa sayang dan pengorbanan Riana yang begitu besar dalam membesarkan Daren dulu. Daren tak menjawab, pria itu masih diam merasakan sentuhan lembut dari Danisa yang memeluk dirinya dari belakang tubuh tegapnya itu. “Mama akan sedih, jika kamu berkata kasar padanya. Bukankah selama ini kau selalu memperjuangkan kebahagiaan mama,” lanjut Danisa mengingatkan pada suaminya. Perjuangan yang Daren lakukan untuk mamanya begitu besar. Hingga dia mampu melawan ego menikah demi bisa memberikan cucu yang selalu dituntut oleh mamanya dulu. Daren menarik nafasnya dalam-dalam. Kemudian membuangnya secara kasar sebelum akhirnya membuka suara menjawab setiap kalimat yang terucap dari wanitanya itu. “Kau tak mengerti,” jawab Daren singkat. “Aku tahu, Daren,” bela Danisa untuk dirinya sendiri, yang
Riana menghentikan langkah kakinya saat Daren menyebut kata ‘tua bangka’. Riana berpikir, mengapa Daren bisa mengetahui rahasia yang masih dijaga olehnya dengan begitu baik. Dia pun berpaling, menatap Daren yang sedang berusaha menahan amarah. Riana tahu, jika Daren tidak akan meluapkan amarahnya di hadapan anak-anaknya. Riana sudah menyiapkan segala sesuatu untuk segala kemungkinan yang akan terjadi jika Daren akan marah kepada dirinya. “Kau tak boleh bicara seperti itu Daren,” tegur Riana dengan nada rendahnya sebab tak ingin menunjukkan perdebatan yang akan berlanjut kemarahan putranya tersebut. Daren diam, tak langsung menjawab apa yang dikatakan oleh ibunya itu kepadanya. “Sejak kapan Mama berhubungan lagi dengannya?” tanya Daren dengan suara dinginnya. “Dan untuk apa mama menemui tua bangka itu lagi. Itu sebabnya mama tak mau kembali lagi ke Singapura dan memilih menetap di sini.” Daren masih tak menunjukkan sikap ramahnya. Danisa yang semula bersiap menghidangkan sarapan d
Pagi di kediaman rumah Daren terasa begitu berbeda seperti hari-hari biasanya. Danisa pagi-pagi sudah bangun dari tidurnya membantu pelayan yang bekerja di rumah mewah Daren itu untuk menyiapkan sarapan keluarga kecilnya.Beberapa kali pelayan meminta agar Danisa beristirahat. Tentu saja mereka tahu jika pengantin baru harus memiliki banyak waktu luang dan kebersamaan terlebih rumah tangga mereka yang terpisah lumayan lama.Akan tetapi, larangan yang dilakukan oleh pelayan untuk Danisa itu diabaikan oleh Danisa. Dia ingin sekali menyiapkan sarapan untuk kedua buah hatinya dan juga suaminya, maka dari itulah dia menyempatkan untuk pergi ke dapur dan membuatkan sarapan khusus untuk keluarga kecilnya.“Saya khawatir jika tuan dari nanti bangun akan menegur kami, Bu,” tutur wanita yang usianya jauh lebih tua dari pelayan lain yang bertugas menjadi ketua pelayan di rumah mewah itu.Indonesia menoleh, dia tersenyum hangat kepada wanita paruh baya yang begitu ramah sejak kedatangannya di rum
“Mama pergi dulu ya, kalian lanjutkan dulu sarapannya.” Riana mengakhiri sarapan paginya, di saat anggota keluarganya yang lain pun baru saja akan memulai.Kemudian dia beralih menatap kepada Ara yang sedang menggigit roti di tangannya.“Princess, Oma. Nanti kamu berangkatnya sama Mommy saja ya. Oma minta maaf, sebab tadi sudah janji akan antar Ara ke sekolah pagi ini seperti kemarin,” lanjut Riana berkata kepada Ara sebab dirinya tak bisa mengantarkan sang cucu sebelumnya. Sejak Daren tidak ada di rumah dan tak bisa mengantarkan kedua buah hatinya untuk bersekolah. Sejak saat itulah Riana yang selalu antar jemput bersama suster Ara dan juga sopir yang memang ditugaskan untuk mengantar jemput kedua buah hati Daren dan Danisa tersebut.“Ara nggak mau sekolah. Ara Mau di rumah saja bersama Mommy. Ara rindu sekali dengan Mommy. Hari ini, maka Ara akan menghabiskan waktu bersama Mommy. Dan Ara tak akan membiarkan Daddy mengganggu waktu kami.”Anak perempuan itu seperti sedang balas den
“Mommy!”Suara melengking yang Ara lakukan itu berhasil menusuk indera pendengaran Danisa dan Daren yang baru saja melangkah masuk ke dalam rumah setelah dua hari mereka memutuskan untuk menginap sebab tidak ingin mendapat gangguan dari kedua buah hatinya. Ara berlari, menuju ke arah kedatangan sang Mommy dan Daddy-nya. Anak perempuan itu begitu tak sabar untuk berjumpa dengan sang ibu. Bahkan, saat mobil yang Daren kendarai baru saja berhenti di area halaman rumah dan pelayan yang menyampaikan jika Daren dan Danisa telah kembali itu membuat anak perempuan yang baru saja akan menuju ke meja makan itu tak menunggu lama. Dia langsung berlari menuju ke luar rumah untuk menemui sang Mommy yang sudah sangat dia rindukan beberapa hari ini.Tanpa menunggu, Ara segera memeluk Danisa penuh Kerinduan. Sedangkan Daren hanya menggeleng dengan tingkah yang dilakukan oleh putrinya itu. “Mommy rindu sekali dengan putri mommy yang cantik ini,” kata Danisa memeluk hangat Ara dipekannya. Ara yang m