“Gunakan pakaian formal seperti biasanya. Jika selesai cepat, kita langsung ke kantor.”Sebuah pesan yang Daren tulis dan dikirimkan oleh Daren sebelum turun dari kamar dan ikut bergabung sarapan dengan sang amma di ruang makan.Danisa yang memang sudah bangun pagi, dan sedang bersiap dengan riasan pada wajahnya itu pun menghentikan gerakan tangan yang sedang menyapu wajah dengan kuas kecantikannya. Dia memlih bangkt dan mengambil ponsel ang tergeletak di atas ranjang. Membuka dan melihat sebuah pesan masuk yang berasal dari Daren, atasannya.Ia pun segera mengetik pesan balasan, karena tidak ingin membuat Daren marah.“Siap, Pak Bos,”Setelah mengetik pesan balasan, Danisa segera menuju ke lemari pakaiannya. Dirinya yang masih menggunakan bathroof itu sedang mencari pakaian yang cocok untuk ia kenakan saat berkunjung ke rumah sakit dan juga bekerja tentunya. Tepat pukul delapan pagi, Danisa sudah rapi dengan balutan kemeja yang membalut rapi pada tubuhnya menunggu pesan Daren jika
Daren yang mendengar kalimat Danisa tentu mengernyitkan keningnya. Masuk dan langsung duduk dengan banyak diam, saat berkata wanita yang ada di sampingnya itu malah terlihat kesal terdengar dari kalimatnya.Dia pun menoleh sekilas, berniat ingin tahu apa yang terjadi pada Danisa. “Kau kenapa?” Tanya Daren pelan. Danisa menoleh, menatap bosnya sebelum akhirnya berkata. Ternyata dia kelepasan berucap, hingga berhasil membuat atasannya itu jadi penasaran dengan kata-katanya. “Tidak apa,” jawab Danisa berbohong. Danisa memilih untuk menyembunyikan sesuatu yang baru saja terjadi. Dia melihat pada sebuah pesan gambar yang ia yakin jika Reno sengaja mengirimnya Daren kembali fokus pada jalanan di depannya. Tetapi mulutnya pun kembali terbuka untuk berucap dengan Danisa. “Kau ada masalah? Tidak biasanya kau banyak diam,” ujar Daren merasakan jelas perbedaan yang terjadi pada Danisa. Danisa yang mendengar pun mengerucutkan bibirnya. Bisa-bisanya Darren berkata seperti itu padanya. Eh,
“Aku pikir kalian tidak jadi datang.” Seorang dokter wanita yang sangat cantik, berdiri dari kursi kerjanya. Dia menyambut kehadiran Daren dan Danisa di ruang kerjanya.Seorang perawat yang mengantarkan Daren dan Danisa masuk itu pun pamit untuk keluar. Meninggalkan dua pasien dengan dokter yang akan menangani Danisa.“Aki sudah janji. Tentu aku akan datang,” jawab Daren, masih memasang wajah datarnya pada Dokter Crhisty.Dokter Christy beralih menatap pada Danisa yang ikut masuk bersama Daren. Dia mengulas senyum tipis yang kemudian mengulurkan tangan menyambut kehadiran calon pasiennya tersebut.“Hai, senang jumpa denganmu. Aku Christy semoga kita bisa jadi partner kerja yang baik. Dan semoga rencana yang diinginkan kalian akan berjalan dengan lancar.” Danisa yang mendapat uluran tangan dari dokter Christie itu membalas dengan senyum ramahnya. Keramahan yang dipancarkan oleh dokter yang menyambutnya itu tentu sangat cocok dengan pribadi Danisa yang ramah pada siapapun.Dia menyamb
Sesuai dengan prosedur yang harus dilakukan. Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh Dokter Christy pada Darren dan juga Danisa. Sebelumnya, Dokter Christy menanyakan perihal gaya hidup yang Daren lakukan. Bukan tidak percaya dengan kebiasaan Daren. Sang Dokter harus memastikan kondisi kesehatan dari keseluruhan yang akan menjadi pasiennya tersebut. “Seharusnya tanpa kau periksa. Kau sudah tahu bagaimana kondisi kesehatanku. Bahkan kau tahu sendiri, aku sama sekali enggan menenggak alkohol. Apa lagi dekat dengan makhluk yang namanya wanita.” Daren merasa sangat kesal. Karena Dokter Christy benar-benar meragukan kondisi kesehatan Daren. Padahal jelas-jelas sang dokter tahu kehidupan yang Daren lakukan. Kedekatan kedua orang tuanya, sedikit banyak membuat Daren yakin jika wanita yang sedang menanganinya ini tahu kondisi tubuhnya. “Kau jangan cerewet. Ini memang prosedur yang harus kau dan Danisa lakukan. Bukankah kau bilang jika menginginkan anak secepatnya? Maka dari itu, aku harus me
Daren dan Danisa sedang menyusuri koridor rumah sakit setelah melakukan serangkaian pemeriksaan untuk mengetahui kesehatan mereka masing-masing.Setelah berbincang sejenak dan berkonsultasi untuk langkah-langkah selanjutnya dengan Dokter Christie, mereka memutuskan untuk kembali ke perusahaan sesuai rencana awal.Seperti rencana yang sebelumnya disampaikan oleh Darren kepada Danisa. Jika, pemeriksaan yang mereka lakukan itu usai. Maka mereka akan kembali untuk bekerja lagi.“Sekarang Bapak baru percaya sama aku kan, jika selama ini aku memang benar-benar masih menjadi gadis ori yang belum tersentuh oleh pria manapun? Jadi, apa Bapak akan percaya sekarang dan tidak lagi meragukanku setelah Dokter Crhistie sendiri yang mengatakannya?” Kebiasaan Danisa yang tidak bisa bertahan dalam diam. Jika dalam melakukan kunjungan kerja bersama dengan sang atasan Danisa akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk berbicara dengan Leo, rekan kerja sekaligus asisten Daren. Maka kali ini yang menjadi
“Ya, harus sekarang juga. Karena waktu yang kalian miliki tidaklah banyak. Jadi, kalian pun tak bisa menunggu lama atau pun menunda lagi. Semua persiapan harus cepat dilakukan. Jadi kalian tidak bisa buang-buang waktu, Daren,” sahut Riana saat mendapati pertanyaan dari putranya tentang rencana pernikahan yang akan dilakukan oleh putranya. Hingga berakhir dalam keheningan, karena Daren yang sedang memikirkan pertemuan yang sempat ia tunda. “Daren, bagaimana? Mama tidak mau mendengar penolakanmu. Soal Danisa mama yakin, jika dia akan setuju, apa pun yang akan kau sampaikan padanya. Jadi jangan sampai kau datang seorang diri dan meninggalkan Danisa begitu saja. Mama yakin, kalian ada di ruang yang sama. Dan awas kalian jangan macam-macam, sebelum kalian menikah!” Riana memberikan peringatan pada sang putra, agar tidak bertindak terlalu jauh sebelum keduanya melangsungkan pernikahan. Bahkan Riana sempat memiliki prasangka buruk pada putranya itu, tiba-tiba saja Daren membawa kabar ji
“Tidak, batalkan saja,” tegas Daren yang tidak ingin dibantah lagi. “Baik, akan saya lakukan,” pasrah Leo dengan keputusan sang atasan. Setelah itu, Daren melajukan kembali mobilnya menuju sebuah butik yang berada di pusat kota. Danisa kembali banyak bertanya, saat mobil sudah kembali melaju di jalan Raya. Dia cukup tahu diri, beberapa tahun menjadi sekretaris. Danisa pandai membaca situasi di aman dia akan bicara atau memilih untuk diam mendengarkan. “Apa seserius itu, Pak?” Danisa menoleh pada Daren yang sedang fokus pada jalan Raya. “Kita menikah hanya buat sementara, dan Nyonya Riana mempersiapkan semuanya sepertinya tidak sedang main-main.” Danisa kembali menanyakan perihal persiapan pernikahan yang akan dirinya lakukan bersama sang atasan. “Mama yang mau. Ikuti saja keinginan Mama. Asal dia bahagia, maka kita harus menurut apa pun yang Mama minta.” Daren menjawab pertanyaan Danisa tanpa menoleh sedikitpun. Tatapan matanya masih fokus memandang jalanan yang ada di hadapann
Daren dan Danisa yang melihat kehadiran wanita yang sama sekali tidak pernah dia duga kehadirannya di butik yang menjadi tempat tujuannya tersebut. Keduanya saling pandang, bertanya lewat sorot mata dan sama-sama tidak mendapatkan jawaban dari mereka.Wanita yang memanggil Daren dan juga Danisa mengulas senyum ramahnya, berjalan mendekat ke arah Daren dan Danisa berada. “Tante Riana sudah menunggu kedatangan kalian sejak tadi.” Dia adalah Marissa, tiba-tiba saja datang memanggil dan memberitahukan keberadaan Riana yang ada di sana. “Kau ada di sini? Bagaimana bisa kau tahu jika Mama aku sedang menunggu kami?” Daren terheran dengan pertanyaan Marisa yang bilang jika mamanya sedang menunggunya. Bagaimana bisa, mamanya tahu jika mamanya sedang menunggu di tempat ini? Marisa, dengan sikap tenang yang dimilikinya. Dia menjawab dengan ramah pertanyaan Daren kepadanya itu. “Oh, hanya kebetulan saja. Sebaiknya kalian segera ke lantai dua. Aku yakin, tante Riana sudah menunggu kehadiran