ALAN pikir Jeanne bakal mengalami drama patah hati setelah putus dari kekasihnya. Namun nyatanya, perempuan itu kini tampak baik-baik saja. Jeanne terlihat biasa atau mungkin dia hanya pura-pura kalau sedang baik-baik saja.Sebenarnya, alasan itu pula yang membuat Alan tidak berniat melepaskan Jeanne sendirian malam ini. Setelah dia melihat langsung air mata yang menuruni pipi juga perlakuan buruk Fredy pada Jeanne selama ini. Alan merasa tidak boleh membiarkan Jeanne sendiri.Terlebih, dia tidak boleh sampai kecolongan lagi. Apalagi sampai membuat Jeanne kembali ke pelukan cowok berengsek bernama Fredy."Jadi, kapan lo mau pindah ke apartemen gue?" tanya Alan sembari tersenyum lebar. Sesekali dia akan melirik Jeanne dari ekor matanya sebelum kembali fokus pada jalan raya di depannya.Sejujurnya, Jeanne mau pindah secepatnya. Namun dia butuh waktu serta tenaga untuk membereskan semua yang sudah dia tata di apartemennya. "Lo mau bantu beres-beres emangnya?"Alan meliriknya lagi. "Boleh
ALAN tidak bisa tidur. Setelah mengantar Jeanne pulang, Alan sama sekali tidak merasakan kantuk akan datang. Alasannya sederhana, dia sekarang sedang bahagia, tapi juga merasa kesal sekali pada pacar barunya.Bagaimana tidak kesal? Mereka baru saja jadian tapi dengan entengnya Jeanne bilang kalau dia mau minta cincin mahal supaya bisa dijual kalau mereka putus nantinya. Memang terdengar realistis dan malah biasa saja, tapi Alan tidak mau hubungan mereka berakhir di tengah jalan. Dia bahkan tidak ingin membayangkan, karena dia ingin serius dengan Jeanne sampai ke pernikahan.Alan bahkan sudah memesan cincin dan siap untuk melamarnya kapan saja kalau cincinnya sudah jadi. Namun, Jeanne malah merencanakan apa yang akan dia lakukan jika hubungan mereka kandas suatu hari nanti.Alan berdecak kesal. "Kayaknya lo perlu dilamar secepatnya, kalau perlu cepetan dinikahin aja, biar nggak berani mikir macam-macam lagi kayak gini, Jeanne!" desisnya penuh emos
SUMPAH, Jeanne cuma mau tidur nyenyak saja malam ini, tapi ponsel yang tiba-tiba saja berbunyi memaksa untuk membangunkannya. Nama Alvuck di layar ponselnya sukses membuat Jeanne mengernyitkan dahi saat menerima panggilan dari mantan pacarnya."Ngapain malam-malam lo nelepon gue? Jangan bilang lo lagi sange terus pengen gue desah-desah gaje?" semprotnya langsung begitu telepon mereka tersambung."Sialan, Je! Lama nggak pernah ngomong sama lo, mulut lo jadi makin busuk aja sekarang, ya?"Jeanne mendengkus keras. "Ya gimana nggak jadi busuk kalau lo muncul-muncul langsung gangguin tidur nyenyak gue malam ini, sialan!" omelnya."Jangan salahin gue! Salahin pacar baru lo yang sukses bikin gue penasaran. Bener lo udah jadian sama Alan sekarang?"Jeanne mengumpat di dalam hatinya. Bagaimana bisa Alva tahu masalah itu padahal dia ada di Bandung sana? Apa Alan yang memberitahunya? Niat sekali kekasihnya itu sampai mau memberi tahu sepupunya segal
TAK disangka Alan benar-benar bisa menepati ucapannya. Semalaman Alan hanya memeluk Jeanne saja. Lalu saat membuka mata, Alan hanya mengajaknya duel lidah sebelum pria itu turun dari atas ranjangnya."Gue pulang dulu, mau mandi sama ganti baju, sekalian beli sarapan juga buat kita. Lo nggak masalah gue tinggal sendirian, kan?" katanya, terdengar lembut dan penuh perhatian. Benar-benar tidak seperti Alan yang biasa bersamanya.Jeanne hanya mencebikkan bibirnya. "Nggak masalah kok, gue baik-baik aja. Kayak bocah aja sampai takut ditinggal segala," cibirnya.Alan tersenyum tipis. "Bukan gitu maksudnya, ntar lo diem-diem mikir gue pergi karena mau macam-macam di luar sana lagi."Jeanne membuang pandangannya, tampak tak acuh saat menjawab, "Ya, kalau mau juga-"Alan menatapnya tegas. "Nggak akan, Jeanne. Jangan nantangin terus, kalau gue sampai khilaf lo juga yang bakal nyesel nanti."Jeanne cemberut. "Iya-iya, maaf!"Alan me
TANPA sadar hari demi hari berlalu. Jeanne sudah pindah ke apartemen Alan dengan sedikit bumbu drama saat beres-beres pakaian dalamnya. Selebihnya baik-baik saja.Hubungannya dengan Alan pun bisa dibilang baik, walaupun mereka lebih sering berdebat atau malah bertengkar setiap harinya. Namun, pertengkaran itu sudah seperti bumbu romansa di antara keduanya.Alasan itulah yang membuat status hubungan mereka sampai sekarang belum juga dicurigai oleh Tantri maupun Glen karena mereka masih terlihat sama seperti sebelum pacaran. Namun sepertinya, Sherina berhasil menyadari hubungannya dengan Alan, karena Jeanne merasa tatapan wanita itu tampak berbeda kepadanya.Bukan jenis tatapan sopan, melainkan tatapan yang terlihat merendahkan. Kadang kala Jeanne ingin bertanya, tapi dia berusaha keras untuk menahan dirinya.Jika Jeanne berani memulai, maka Alan akan menyadari pergerakannya. Jika Alan sudah ikut campur, Jeanne yakin Sherina akan langsung dipecat da
"JEANNE orang asli Bandung, ya?" Sherina bertanya seraya mendekati mereka yang duduk di sofa. Dia pun ikut duduk di sofa lainnya.Sedangkan Glen menyambut makanan yang baru saja tiba dan siap untuk menghidangkan semua makanan ke atas meja. Sesekali pria itu akan melirik atasannya yang dikelilingi tiga wanita cantik di ujung sana.Jeanne mengangguk tanpa ragu. "Iya, gue emang asli Bandung, baru aja pindah ke Jakarta dua minggu lalu gegara kerjaan gue dimutasi ke sini," katanya dengan wajah masam."Eh, gue kira lo udah lama kerja di sini, Je?" Sherina menatapnya terkejut.Jeanne menggeleng. "Nggak kok, gue masih terhitung anak baru juga. Iya, kan, Tan?"Tantri mengangguki ucapannya. "Dia emang anak baru, tapi kerjaannya bagus, orangnya juga mudah bergaul, jadi nggak kelihatan kalau aslinya baru pindah tempo hari."Jeanne menyeringai. "Mudah bergaul tapi temen main gue cuma lo doang gini, Tan. Besok-besok gue deketin Govan juga, deh
"LO serius mau ikut ke Bandung?" Jeanne langsung bertanya ketika ia memasuki mobil Alan."Emang nggak boleh?" Alan balik bertanya, tatapan matanya menyiratkan rasa curiga yang begitu kentara.Jeanne terlihat tidak nyaman, dia memalingkan pandangan ke depan, menghindari tatapan Alan yang seperti sedang berusaha menelanjanginya."Boleh-boleh aja sih, tapi emangnya lo udah beres-beres?"Alan menelan ludahnya susah payah. Dia melupakan masalah itu sejak tadi. Gegara mau modus untuk menemui orang tua Jeanne dan cari muka di depan mereka, dia melupakan fakta kalau dia harus bersiap-siap dulu sebelum berangkat ke sana.Alan mengerjap pelan. "Lo sendiri, emang udah beres-beres?" Alan balik bertanya.Alan tidak ingat Jeanne sudah beres-beres pakaian sebelumnya. Makanya dia terkejut saat Jeanne bilang mau ke Bandung malam ini juga. Padahal Alan tidak melihat Jeanne siap-siap, Jeanne juga tidak mengatakan masalah itu padanya."Gue
JEANNE mengerjapkan mata saat keluar dari kamarnya di apartemen Alan dan menemukan pria itu sudah siap bersama koper di tangan kanan.Alan tersenyum melihat kekasihnya. "Tumben mau dandan cantik-cantik gini, mau ke mana emangnya?" godanya.Jeanne menelan ludah, ia tampak terpesona hingga tidak bisa berkata-kata. Selama ini Jeanne hanya pernah melihat Alan dengan setelan kerja yang membosankan. Walaupun Alan selalu tampil rapi, terlihat tampan, dan penuh kharisma. Namun menurut Jeanne itu semua biasa saja.Apalagi saat melihat Alan dengan pakaian rumahannya. Dia cuma pakai kolor, celana pendek atau celana panjang biasa, piama, atau malah bertelanjang dada.Jeanne tidak pernah melihat Alan dengan dandanan santai seperti ini sebelumnya. Alan mengenakan kaus pendek berwarna putih polos yang mengetat di tubuh kurusnya, dipadukan dengan celana jeans panjang berwarna hitam. Penampilan biasa saja tapi sanggup membuat Alan tampak lebih muda, lebih keren, d
AKHIR-AKHIR ini Alan jadi sering disebut zombie. Dia tidak protes dengan julukan itu, karena dia pun mengakuinya sendiri. Hidup tanpa Jeanne membuat harinya terasa sepi, seperti hidupnya sudah tak berarti lagi. Namun dia tahu dengan pasti kalau Jeanne sedang menantinya kembali.Lalu akhirnya, semua penderitaannya selama ini akan berakhir hari ini. Dengan rindu yang memenuhi dada dan membuatnya merasa sesak yang begitu menyiksa. Alan memandangi pantulan dirinya yang dibalut jas putih bersih dengan senyum tipis menghias bibirnya.Semoga tidak ada drama lain yang bisa membatalkan acara pernikahannya atau dia benar-benar akan gila."Kamu masih belum siap juga?" Arnold melihat putranya yang sedang berkemas dan tak kunjung selesai sejak tadi.Penampilan Alan hari ini terlihat lebih baik dari hari kemarin. Mungkin karena sebentar lagi dia akan bertemu dengan calon istrinya setelah tiga minggu lebih mereka tidak pernah berhubungan lagi.Arnold sebenarnya cukup khawatir saat Jeanne tidak bisa
SEMALAM Alan terpaksa harus tidur di sofa ruang tamu, karena kamarnya benar-benar sudah tidak layak huni. Pagi harinya dia hanya bisa menatap kepergian Jeanne serta kedua orang tuanya seperti zombi.Tubuhnya terasa lelah dan remuk redam, tapi kini dia harus ditinggalkan sendirian. Walaupun demi kebaikan, tapi tetap saja rasanya menyesakkan.Apalagi saat dia tiba di kantor, masalah yang tersisa kemarin ditambah dokumen menumpuk di atas meja kerjanya ... Alan merasa pusing langsung menyerang kepalanya."Selamat pagi, Pak!" Glen menyapa seperti biasa.Alan memang selalu datang lebih awal, tapi dia akan berhenti di parkiran untuk mengecek kabar terbaru tentang perusahaan. Jadi dia bakal terlambat masuk ke ruangannya."Pagi," jawabnya lelah. "Untuk sementara waktu, tolong kosongkan jadwal temu saya dengan klien. Saya mau menyelesaikan semua dokumen dan masalah yang masih tersisa hari ini. Dan juga, tolong bantu Tantri agar bisa menjadi sekretaris sementara saya yang baik."Glen mengernyitk
"JADI, kalian mau langsung menikah saja bulan depan?" Bulan tersenyum bahagia saat mengatakannya. Itu berarti, sebentar lagi Jeanne akan resmi menjadi menantunya dan dia bisa segera menggendong cucu yang sudah lama diidam-idamkannya.Jeanne ganti menoleh ke sisi lain tubuhnya. "Jangan dong, Tante! Saya masih pengin melajang dulu sampai bulan depan, minimal samp—ai ..."Jeanne menelan ludahnya susah payah saat Alan langsung memajukan wajah hingga berada di depan wajahnya. Tangan pria itu entah sejak kapan sudah memegangi tangannya dan mencengkeramnya dengan kuat."Melajang gimana maksudnya, ya? Perasaan hubungan kita masih baik-baik aja dan nggak ada masalah apa pun akhir-akhir ini?" katanya dengan nada tajam. Kalau terus dibiarkan, Jeanne bisa makin seenaknya saja dan rencana pernikahan mereka bakal molor lama.Padahal Alan sudah ingin mengikat wanita ini agar bisa terus bersamanya setiap hari. Kalau dia masih mau mengulur waktu lagi, Jeanne pasti akan mencari pria lain lagi setelah i
ALAN memejamkan matanya. Menarik napas panjang, kemudian mengembuskan napasnya secara perlahan. Tidak bisa. Dia tidak boleh melakukannya. Dia sudah berjanji untuk menjadi pria setia, maka dia harus menepati janjinya apa pun yang terjadi nantinya.Alan menarik tangannya tepat saat ponsel yang ada di mejanya bergetar. Dia mengambil ponselnya dan membuka sebuah pesan yang masuk ke sana.Arnold : Sayang sekali kamu tidak mau pulang malam ini, kalau pulang, kamu pasti bisa merasakan bagaimana rasa masakan calon istrimu ini.Pesan dari papanya itu sukses membuat Alan langsung mengernyitkan dahi. Masakan calon istri ... maksudnya masakan Jeanne? Memangnya Jeanne bisa memasak?Seingatnya, Jeanne tidak bisa memasak dan tidak bisa melakukan pekerjaan rumah. Makanya dia mau mencari calon suami yang kaya raya agar dia tidak dibuat repot mengurus masalah rumah, karena dia bisa menyewa asisten rumah tangga.Lalu, siapa maksud calon istri di sini? Dia benar-benar Jeanne kekasihnya atau wanita lain y
JEANNE menyerah. Dia memang paling tidak cocok melakukan pekerjaan rumah. Walaupun untuk cuci piring dia sudah bisa menguasainya, tapi tetap saja masih ada satu atau dua gelas yang pecah karena ulahnya. Jeanne memang tidak dimarahi, tapi dia merasa tidak enak hati.Sepertinya dia memang harus membatalkan niat untuk menjadi calon menantu di rumah ini atau dia akan menghabiskan semua piring dan gelas kesayangan calon mertua baiknya ini.Jeanne mengembuskan napasnya lelah. Padahal dia hanya membantu cuci piring dan gelas. Dia memang sedang diajari memasak juga katanya, karena sejak tadi dia hanya disuruh mengupas sayuran, mengiris cabai dan bawang, lalu disuruh menggorengnya di wajan.Sisanya Bulan yang membereskan untuknya, karena Jeanne benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan dengan bahan-bahan yang sekarang sudah berada di wajan.Bahkan dia juga tidak tahu apa yang Bulan tambahkan ke dalam wajan. Mungkin saja bumbu dapur seperti garam dan sedikit penyedap rasa atau mungkin j
ALAN merasa kepalanya mau pecah. Satu masalah muncul, masalah lainnya langsung bertebaran. Setelah menyelesaikan harga saham dan persoalan video yang kekasihnya perankan, Alan menyadari dirinya sedang butuh seorang teman. Dia butuh hiburan, tapi kekasihnya tidak ada di sekitarnya.Padahal dia hanya butuh ditemani. Dibiarkan menyender dengan manja untuk menyingkirkan pusing dan lelah yang dia derita. Dia hanya butuh hal yang sederhana, seperti menyampaikan sedikit keluh kesah yang sedang dirasakannya atau mungkin hanya diam saja dan tiduran di paha kekasihnya.Namun kenyataannya Jeanne tidak ada di sana. Kekasihnya tidak ada di sekitarnya.Alan melirik jam di tangannya. Sebentar lagi jam makan siang usai. Jarak dari kantor dan apartemen memang tidak terlalu jauh, tapi tidak akan cukup untuk dia bermanja-manja dengan kekasihnya, karena Alan pasti ingin melakukannya sampai puas.Alan sudah menghubungi Jeanne, berniat meminta Jeanne datang ke sana dan menemaninya bekerja, tapi sialnya pon
RUMAH ini ternyata benar-benar luar biasa. Walaupun terlihat tenang dan nyaman dari luar, nyatanya dalamnya penuh senjata. Baik pistol maupun senapan laras panjang menjadi hiasan dindingnya.Jeanne menelan ludah susah payah. Ini kalau ada yang niat maling bakal langsung dibunuh di tempat, kah?"Ini senjata beneran atau imitasi, Om?" Jeanne refleks bertanya pada Arnold yang berjalan di belakangnya.Pria tua itu berhenti melangkah, karena Jeanne sedang menghentikan langkah untuk memandangi setiap koleksi simpanannya. Tubuh aslinya tinggi tegap, tapi dia harus kehilangan kaki kiri di tugas terakhirnya. Walaupun kini dia memakai sebelah kaki palsu, tapi Arnold masih suka membawa tongkat saat dia berjalan."Senjata asli, tapi nggak ada pelurunya."Jeanne berdecak kagum, kemudian tersenyum manis saat berkata, "Wah, kalau dijual bakal mahal nih, Om!""Nggak akan saya jual, soalnya buat koleksi sekaligus kenang-kenangan." Arnold menjawab dengan tenang, suaranya tegas dan jelas.Jeanne terkesi
"SEJAK kapan lo tinggal sama Jeanne?" Alva bertanya begitu dia berjumpa dengan Alan di ruangannya.Alva baru saja selesai mengantar Jeanne pulang, lalu dia kembali ke perusahaan itu untuk mengantar dokumen langsung ke sepupunya serta mencari tahu kabar viral yang sedang beredar pagi ini. Terlebih Jeanne sebelumnya berasal dari kantor cabang tempat dia bekerja. Alva juga yang merekomendasikan Jeanne dimutasi ke sana. Kalau Jeanne sampai kena masalah, sepertinya dia harus ikut turun tangan untuk bertanggung jawab bersamanya.Glen yang ada di sebelah bosnya langsung melotot tajam mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut seseorang yang sedang mengantar laporan dari kantor cabang Bandung untuk atasannya.Hari ini dia sudah cukup terkejut dengan berita viral soal video asusila Jeanne. Sekarang dia makin dibuat terkejut oleh kenyataan kalau atasannya dan Jeanne selama ini tinggal bersama. Bagaimana bisa? Bukannya atasannya masih mengincar Jeanne tempo hari, ya?"Setelah pacaran," jawabnya
DENGAN serempak mereka menoleh. Zion salah seorang teman divisi yang selama ini terang-terangan melempar kode pada Jeanne sedang mendekati mereka. Dengan wajah mesum, tatapan melecehkan, dan sebuah seringai menyebalkan."Lo jangan kurang ajar, ya!" Tantri langsung membela, karena bagaimanapun juga Jeanne adalah temannya. "Belum tentu juga itu video punya dia!"Jeanne hanya tersenyum miris. Itu memang dia. Itu memang video dirinya. Jeanne tidak mungkin melupakan wajahnya sendiri. Jadi, itu memang benar-benar dirinya. Dia tidak akan bisa menyangkal, karena dia pun dapat mengenali siapa pria yang mengambil video tersebut.Pria itu adalah mantan pacarnya. Salah satu pria yang pernah dicampakkan olehnya. Pria itu pula yang pernah membuat Jeanne trauma dan menjadi wanita matre plus realistis soal uang hingga sekarang."Lo masih mau nyangkal juga? Padahal yang punya video diem aja." Zion menyeringai.Tantri menatap Jeanne yang hanya diam saja dengan senyum tipis terukir di bibirnya. Jeanne m