Entah kutukan apa yang dikirim kan tuhan pada ku lewat kamu yang terlalu menguji kesabaran ku setiap hari.
Naya melihat keluar jendela, memandangi setiap tetes air hujan yang turun. Kebetulan hari ini guru mata pelajaran sedang tidak masuk jadi saat ini sedang berlangsung jam kosong.
Naya mengalihkan pandangannya pada sosok cowok yang saat ini sedang berada dalam mimpi. Hawa dingin dari hujan yang turun saat ini mampu menghantarkan Fano Arga Tara pada tidur yang sangat nyenyak.
Ia menarik bibirnya membentuk senyum ketika bayangan masa lalu mereka tiba-tiba melintas. Tak ingin tertangkap basah karena menatap Fano secara diam-diam, Naya kembali mengalihkan pandangannya ke jendela melanjutkan aktivitasnya tadi.
Memang benar bahwa hujan selalu mengingat kan kita pada kenangan.
"Hujan turun aja di liatin, ya elah Nay sejak kapan Lo jadi alay?" Ucap seseorang yang ntah sejak kapan sudah berada disamping nya dengan kedua tangan nya dilipat didada.
Naya memutar matanya malas, "Berisik deh Fan."
Fano tersenyum jahil ke arah Naya. "Apa Lo sedang mengenang tentang kita ya Nay?"
"Menurut Lo?"
Fano terdiam cukup lama, "Apa Lo sedang mikirin gue yang ntah mengapa bisa seganteng ini ya Nay?" Fano menutup mulutnya dengan ekspresi yang susah untuk di jelaskan, "gue mencium bau-bau penyesalan nih." Ucap nya sambil mengendus
Naya menarik nafas nya dalam-dalam, Fano selalu bisa membangun kan singa tidur di dalam dirinya. "Gue juga mencium bau-bau minta di gampar nih!!"
Fano langsung nyengir kuda menampakkan deretan gigi putih nya. "Slow Nay, sesama mantan itu kita harus damai biar tercipta hubungan yang harmonis di masa yang akan datang."
"Serah deh Fan, malas gue sama Lo!!"
Naya langsung melangkah kan kaki meninggalkan Fano. Tapi baru beberapa langkah Naya memundurkan langkahnya kembali hingga berada di posisi semula.
Fano menaikan satu alis nya tanda tak mengerti mengapa Naya tiba-tiba kembali lagi. Naya menyentuh pelan lengan Fano dengan jari telunjuknya. "Fano, pulang nebeng ya." Ucap nya dengan tersenyum manis
"Serah deh Nay, malas gue sama Lo." Fano mengulang kata-kata Naya tadi dan berlalu meninggalkan Naya yang masih saja mengekor nya di belakang menunggu jawaban iya.
**
Saat ini Fano sedang mengantar pulang Naya. Iya, bagaimana pun jawaban tidak dari Fano akan menjadi jawaban iya buat Naya. seperti saat ini, walaupun Fano bilang nggak mau pulang bareng tapi Naya tetap aja ngekor dari belakang.
"Nay, ada hal yang masih jadi misteri buat gue sampai saat ini." Ucap Fano yang masih fokus mengendarai motor nya
"Apa emang?" Tanya nanya yang berada di belakang
"Kok bisa ya Nay ayam berubah jadi kucing tetangga?" Jawab Fano dengan muka serius.
Naya merasa jengah langsung memukul tubuh Fano. "Ini nih akibat IQ melebihi rata-rata jadinya kelewatan pintar kayak sekarang."
"Sakit tau Nay. Lo jadi cewek nggak ada lembut-lembut nya ya."
"Bodo ah gue nggak dengar."
"Tapi beneran dah Nay, gue penasaran.."
"Males ah gue Fan, melayani Lo sama aja gue melayani orang gila."
"Gini nih, ciri-ciri mantan yang nggak dewasa."
"Ya elah ribet Lo kayak mak-mak lagi milih sayuran di pasar."
"Eh sedot WC, mulut Lo itu yang dari tadi ngerocos Mulu kayak ember bocor."
Naya menutup kedua telinganya dengan tangan. "Nggak dengar gue. Lalalalalalala, dududuh, oh yey!!"
Fano yang melihat aksi Naya melalui spion hanya bisa tersenyum. "Kalian harus tau betapa senangnya punya mantan rasa pacar dengan ditambah sedikit bumbu pertemanan."
Fano menghentikan motornya pada sebuah rumah berwarna hijau muda. Naya segera turun dari motor dan melepaskan helm dari kepala. "Makasih."
"Sore Lo sibuk?" Tanya Fano sambil mengambil helm dari tangan Naya.
Terlihat muka Naya yang berfikir sebentar. "Gaya Lo Nay sok ngatris tau nggak!! Lo mana ada acara ntar sore."
Iya, Fano selalu tau kegiatan Naya apa pun itu.
Naya tersenyum, "Biar keliatan jual mahal dikit gitu Fan."
"Sok jual mahal, jual murah aja belum tentu ada yang mau beli."
Naya langsung membulat kan mata nya mendengar ucapan Fano. "Fan, dapat salam dari sepatu gue katanya rindu. Udah lama nggak ngerasa nyangkut di kepala Lo."
"Gue pulang ya Nay, jam 4 gue jemput. Kalau Lo nggak ada bedak bayi ntar sekalian gue beliin tepung buat Lo." Ucap Fano sambil berlalu meninggalkan Naya. Ia tak ingin berlama-lama lagi kalau Naya udah ngomong seperti itu.
"Lo pikir muka gue adonan kue apa?" Gumam Naya langsung masuk ke dalam rumah karena perut sudah keroncong dan cacing juga sudah demo mintak makan.
"Diantara mantan lagi?" Tanya Maya bunda Naya
Naya yang baru masuk kaget tiba-tiba di kasi pertanyaan seperti itu. "Apa sih bunda."
"Awas kamu baper lagi, terus balikan lagi loh sayang." Ucap bunda nya sambil tersenyum
"Buset dah, berat banget sih bahasan bunda buat perut Naya laper."
Naya langsung meninggalkan bunda nya untuk membersihkan diri dan makan dengan segera karena di dalam perut seperti nya cacing sudah bakar-bakar ban karena terlalu kelaparan dan di demo tak di tanggapi.
**
"Sini Nay duduk." Ucap Fano sambil menepuk-nepuk tempat di sebelah nya.
Naya mengikuti saja suruhan Fano. Ia sungguh kesal karena di ajak Fano memancing hal yang sangat ia benci.
"Santuy aja kali elah Lo nggak usah kusut gitu muka Lo, udah jelek makin jelek Lo ntar. gue itu ngajakin Lo kesini biar Lo tau gimana rasa nya menunggu."
"Please ya Fan nggak ada sangkut pautnya sama gue. Kalau Lo mau tau rasanya nggak usah ajak-ajak gue karena gue nggak suka. Capek, mendingan tidur."
Fano tak menanggapi ucapan Naya, ia tengah fokus dengan pancingan nya. Sedangkan Naya sedang fokus menghabiskan cemilan yang di bawa oleh Fano tadi.
Satu jam lebih tapi belum ada tanda-tanda pancingan milik Fano bergoyang membuat si Naya makin kesal.
"Fan, mana sih ikan nya?" Tanya Naya
"Bentar lagi paling Nay ikan nya muncul karena habis pulang pesta." Jawab Fano seadanya
"Pesta apaan sih? Umpan Lo itu kali Fan yang nggak bermutu dan udah habis masa tenggang nya."
"Eh anak TK nggak usah berisik ya dek, abang lagi konsen mencari tau kenapa nggak ada ikan yang muncul." Ucap nya sambil memejamkan mata nya
"Ya elah pancang kayu, bahasa Lo ya. Dulu pertama kali kita ke sini Lo bilang ikan nya pulang kampung, bulan lalu Lo bilang ikan nya sedang hijrah ke tetangga sebelah sekarang Lo mau bilang apa lagi ha?" Ucap Naya sambil mengingat kejadian yang sama seperti ini dulu
Fano hanya tersenyum mendengar ucapan Naya. Emang benar wanita mampu mengingat kejadian yang lalu dengan sangat terperinci.
"Itu Nay, emmm.. Lo capek kan Nay. Ayo gue antarin pulang biar Lo bisa istirahat kan Lo bilang Lo capek." Ucap Fano mengalihkan pembicaraan
"Tuh kan ujung-ujungnya gini kan. Muka polos lagi Lo pasang sama gue udah nggak mempan Fan, udah makanan gue. Kalau nggak jago nggak usah sok-sokan mancing."
"Iya Nay iya, ini kali terakhir kok nggak kesini lagi deh janji."
"Ya udah ayo pulang, dari tadi kek."
" Eh Mulut Lo lagi bocor ya Nay kok dari tadi ngomong terus nggak capek apa mulut Lo itu?"
Naya memandang Fano dengan tatapan tajam. Sungguh mantan nya yang satu ini sangat menguji kesabaran nya. Sedangkan Fano hanya tersenyum dengan mengangkat jari telunjuk dan jari tengah nya.
"Terus kali ini Lo mau bilang apa lagi Fan? Ikan nya udah habis?" Tanya Naya kemudian
"Nggak Nay, ikan nya lagi tidur karena kekenyangan makan tadi." Fano tersenyum kearah Naya dengan muka tak berdosa.
Naya harus punya cukup kesabaran karena memiliki mantan seperti Fano ini.
"Nay." Panggil Fano setelah cukup lama di diam kan oleh Naya
Naya menoleh ke sumber suara tanpa menjawab menunggu kata selanjutnya yang ingin disampaikan oleh Fano.
"Lo ingat nggak dulu waktu kita masih pacaran?"
Naya menarik alis nya tak mengerti dengan pembahasan Fano kali ini.
"Gue masih bingung Nay dan ini masih jadi misteri yang belum sempat di pecah kan?"
Naya yang sedang serius menunggu ucapan Fano langsung memutar matanya malas. Ia sungguh menyesal karena sudah mendengar kan omongan Fano dengan serius tadi.
Naya selalu berpikir kapan Fano akan seperti cowok-cowok lain yang waras dan romantis. Tapi sia-sia saja pemikiran nya seperti itu, Fano udah dari lahir nggak waras nya dan mungkin memiliki IQ di atas rata-rata karena Tuhan sedang berbaik hati saat itu dengan nya.
"Misteri apa lagi ha? Tentang ayam yang tiba-tiba berubah jadi kucing tetangga?" Ketus Naya
"Nggak Nay, eh tapi itu juga sih masih jadi misteri buat gue." Fano tampak berpikir sebentar, "Misteri kali ini berhubungan sama Lo Nay."
"Sama gue?" Naya menunjuk diri nya sendiri, "kenapa gue?"
"Karena gue penasaran kenapa Lo kok kecil banget ya kayak anak TK. Kapan besar nya dek?" Fano langsung tertawa terbahak-bahak setelah mengucapkan kata-kata itu.
Naya yang sudah naik pitam itu langsung meninggalkan Fano yang masih tertawa. Jika membunuh itu tidak dosa, mungkin Fano adalah orang pertama yang ingin ia bunuh agar tak ada lagi yang membuat ia kesal setiap hari.
Fano yang menyadari kepergian Naya langsung menghentikan tawa nya dengan cepat ia mengejar Naya yang sudah jauh di depan.
"Mau kemana sih Nay?" Tanya Fano saat sudah mensejajarkan langkah nya dengan Naya
"Pulang."
"Kalau mau pulang bilang dong nggak usah sok-sokan ngambek gitu deh jadi makin gemes."
"Bodoh."
"Canda doang kali Nay nggak usah di anggap serius ah, kayak baru kenal gue aja."
"Karena gue kenal Lo udah lama makanya gue sesabar ini ngadapin gila Lo yang udah level akut ini."
Fano menahan tangan Naya membuat langkah mereka terhenti. Fano mengenggam tangan Naya. "Terimakasih udah selalu sabar saat sama gue." Ucap nya sambil tersenyum
Menjadi mantan lebih menyenangkan dari pada menjaga jodoh orang lain.Kelas XII IPA 1 seperti pasar saat mengetahui ada PR fisika. Masing-masing pada berhamburan mencari contekan. Naya yang baru tiba terasa aneh melihat teman-teman nya yang sibuk merebut buku."Ada apaan sih?" Tanya Naya pada Fano yang saat ini sedang sibuk mengigit sedotan air mineral.Fano mengeluarkan buku dari dalam tas dan di berikan nya kepada Naya. "Nih pr fisika buat mantan tersayang udah gue kerjain. Jadi Lo nggak usah seperti mereka yang rebutan buku gue untuk nyontek. Cukup merebut hati gue aja Nay."Naya yang baru mengerti langsung tersenyum. Tau saja Fano kalau Naya akan merengek mintak di kerjain pr Nya.
Menghukum mantan itu sama kayak menghukum diri sendiri .Naya dan Fano kini sedang berdiri di depan gerbang sekolah. Memandangi tinggi panggar didepan nya. Suasana sudah sepi mengingat bel masuk kelas sudah berbunyi 20 menit yang lalu. Harus nya mereka telat 10 menit tapi karena perdebatan kecil yang terjadi antara Fano dan Naya yang tak ada mau mengalah membuat mereka harus telat 20 menit."Coba deh Nay kasi tau gue, motif Lo buat telat itu apa sih? Lo nggak tau ya hari ini siapa yang ngajar di jam pertama?" Tanya FanoNaya hanya tersenyum memandangi pagar di depannya. "Tau kok, nyantai aja lagi Fan. Bukan nya telat udah langganan kita ya di sekolah ini?"Fano menarik rambut nya frustasi menghadapi Naya. "Iya, tapi nggak di hari ini juga kali Nay. Wakil kesiswaan loh yang ngajar jam pertama." Peringat Fano"Jadi Lo takut?" Tantang Naya dengan muka mengejekFano men
Terkadang kamu lucu saat tiba-tiba mampir di ingatan ku. Kadang-kadang pula kamu menyebalkan saat bertatap muka langsungHujan kembali menguyur kota malam ini. Naya menatap lurus kedepan melihat rintik hujan yang turun. Memang benar kalau hujan selalu membuat kita terkenang akan masa lalu. Tak ingin merasa sendiri, Naya memutar laguuntuk menemani malam nya itu.Hembusan angin yang sejuk menusuk kulit hingga ke tulang. Rambut ikal nya seperti di belai lembut oleh angin yang terus menerus bertiup. Lagu kesukaannya terus mengalun seperti mengajak nya untuk bernostalgia sebentar pada masa lalu."KITA PUTUS." Ucap FanoNaya hanya tersenyum merespon ucapan Fano tanpa ingin berkomentar sedikit pun dari pernyataan Fano itu."Ya elah, nggak usah senyum gue nggak bisa liat senyum Lo." Ucap Fano dengan ketusNaya hanya mengangguk kan kepala tanda mengerti.Fano men
Kita mungkin salah mengakhiri hubungan ini tanpa kompromi dengan takdir namun aku percaya bahwa takdir yang akan mengurus sisanya nanti. Percayalah!"Selamat pagi mantan kesayangan babang Fano." Sapa Fano saat melihat Naya sedang duduk di sebuah kursi panjang di depan kelasnya.Naya menoleh sebentar ke arah Fano tanpa menjawab nya, Naya kembali memusatkan pandangan pada cowok yang berada di lapangan tengah ngobrol santai dengan seorang wanita.Kesal karena tak mendapatkan jawaban atau perlawanan dari Naya, Fano mengikii arah pandang Naya yang sedang menatap seseorang di lapangan sana."Cemburu?" Tanya Fano ketusNaya menaikkan sebelah alisnya tak mengerti dengan apa yang baru saja di ucapkan oleh Fano itu. "Maksudnya?""Lo cemburu lihat Galih dekat dengan Siska.""Cemburu?" Tanya Naya, "Gue? Sama si siska?" Lanjutnya
Nanti, akan kembali gue jelaskan tentang lo dihati gue dengan rumus sains.Hari ini sekolah ada acara seni. Oleh karena itu, semua siswa sibuk dan proses belajar mengajar diliburkan sementara.Acara seni ini adalah acara dimana masing-masing ekskul menunjukan keterampilan nya dalam kategori seni. Acara ini akan dimulai nanti malam. Untuk saat ini mereka sedang mendirikan tenda untuk perkumpulan masing-masing ekskul. Tak lupa juga bazar yang akan diadakan dari masing-masing ekskul. Di penghujung acara akan ada pengumuman pemenang.Biasanya acara ini dinamakan hari siswa dimana siswa memiliki hak penuh dalam menentukan apa yang ia mau tanpa campur tangan guru atau pembina.Kebetulan sekali Naya dan Fano berada dalam satu ekskul. Dan sampai detik ini juga belum ada keputusan apa pun dari ekskul mereka."Ketua, apa yang akan kita tampilkan nanti malam?" tanya Gilang masih dengan aktivitasnya
Aku atau kamu semoga tidak pernah menjadi cerita di bagian mana pun itu. Cukup menjadi cerita di bagian kita saja.Malam sudah tiba, lampu dari berbagai tenda ekskul sudah mulai menyala dilengkapi dengan pernak-pernik yang menghiasi tenda masing-masing guna menarik orang untuk datang ke tenda mereka.Acara sudah mulai sejak tadi. Ekskul yang pertama tampil adalah teater. Dalam cabut undi tadi, ekskul sains berada pada undian terakhir."Undian kita nomor berapa ketua?" tanya Gilang yang sedang menyaksikan ekskul yang sedang menampilkan seni mereka."Kita kebagian nomor terakhir." jawab Reno memelas.Gilang melihat arlojinya yang sudah menunjukan jam 20.02, "Bisa kalah kita ketua. Mana ada yang mau menyaksikan acara sampai selesai. Pasti udah pada pulang lah mereka.""Gue juga mikirnya gitu sih Lang." Reno tediam sejenak, "Oh iya,
Dulu sekali, kita pernah berada di fase Yang tidak mengenakan sebelum berada di posisi senyaman ini.Hujan kembali turun membasahi bumi hari ini bersamaan dengan suara petir Yang menyambar-nyambar dengan lantang. Di depan kelas, Fano sedang duduk sendiri melihat air hujan Yang turun tanpa sedikit pun takut dengan bunyi alam Yang terus bergema saling bersahutan.Kebetulan sekali, hari ini guru bahasa Indonesia tidak masuk karena ada urusan Yang tidak bisa di tunda.Naya mengedarkan pandangan nya keseluruh kelas mencari sosok Fano. Matanya berhenti pada sosok Riko Dan Aldi Yang sedang fokus memain kan game online mereka. Tanpa membuat hatinya lebih penasaran Naya melangkah mendekati Riko Dan Aldi."Ada Yang liat Fano?" Tanya Naya langsung pada maksud kedatangan nya.Aldi dan Riko menoleh sebentar kearah Naya setelah itu kembali fokus pada game nya. "Noh di depan, cari aja
Lo milik gue dan itu keputusan mutlak yang nggak bisa diganggu gugat oleh pengadilan manapun.Suara riuh dengan keadaan kelas Yang bisa di bilang berantakkan sepertinya sudah cukup mengambarkan kelas XII.IPA Yang sedang menunggu kedatangan guru mata pelajaran pagi ini. Bel sudah berbunyi sejak 10 menit Yang lalu namun belum ada tanda-tanda guru Biologi akan datang.Diseberang ada Naya Yang sedang melemparkan tatapan sinis kearah Fano Yang di balas dengan kekehan kecil oleh Fano."Jadi benaran tu anak ngibarin bendera perang sama Lo Fan?" Tanya Aldi dari kursi belakang Yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua.Riko Yang tadi sibuk dengan game online nya ikut masuk ke dalam obrolan Yang ia yakini tak Ada kesudahan nya itu. Namun karena menjunjung tinggi nama sahabat maka ia tak pernah permasalahkan akhir nya."Seperti Yang kal
"Kalian." Gumam Fano."Ih seriusan ini Fano Loh." Ucap Tania yang mulai mendekati Fano diikuti dengan Aldi dan juga Riko dibelakangnya.Mereka bertiga benar-benar terkejut saat melihat sosok Fano yang sudah sangat lama tak pernah terlihat sama sekali sejak hari itu."Apa kabar Fan?" Tanya Riko, terasa sedikit canggung namun tetap ia sapa sosok yang dulu selalu ia susahkan itu."Baik, kalian apa kabar?" Tanya Fano dengan sangat hati-hati sekali.Ia takut jika ia masih seperti dulu lagi maka teman-teman nya itu akan berpikir aneh. Toh mereka sudah lulus begitu lama dan juga ia yakin bahwa saat ini mereka semua sudah bergelut pada dunia kerja yang menuntut keseriusan.Tania menulis nama mereka bertiga di daftar tamu yang hadir dan kemudian langsung menyerahkan undangan biru muda itu kepada petugas."Woi, ayo masuk. Ngapain sih lama bnget dis
Fano sampai pada parkiran mobil, di hadapannya saat ini berdiri sebuah bangunan dimana ia pernah menimba ilmu dulunya.Ia masih bingung antara masuk atau tidak, entahlah terasa begitu gugup sekali saat ini.Pikirannya saat ini hanya satu saja, bagaimana ia akan menjawab pertanyaan demi pertanyaan semua orang nantinya.Jika nnati orang bertanya tentang Syasa, apa yang harus ia jawab?Sudahkah dirinya ini siap untuk masuk dan bertemu dengan banyak orang dari masa lalu nya itu?Beberapa pertanyaan terus memenuhi isi kepalanya saat ini hingga membuat ia tak tahu harus bagaimana.Apakah ia harus pulang saja? Jika iya, maka kedatangan nya kesini itu untuk apa? Hanya untuk melihat bangunan yang pernah ia tempati dulu yang mempunyai banyak sekali kenangan antara dirinya dan juga Naya?Lama sekali Fano terdiam di dalam mobil, matanya terus saja me
Gerbang yang menjulang tinggi itu dihiasi lampu warna-warni disana. Tak lupa juga balon warna warni juga ikut turut serta meramaikan keindahan dekorasi yang dibuat oleh sekolah melalui anak-anak OSIS yang bergerak sesuai bidangnya.Sekolah sudah begitu ramai sekali yang datang, reunian kali ini benar-benar terasa begitu berbeda dari reunian yang dilakukan setiap tahunnya.Jika tiap-tiap tahun yang datang mengisi acara hanya sedikit maka kali ini para alumni yang datang benar-benar di luar dugaan sehingga bagian konsumsi harus bergerak cepat untuk menambah makanan dan jamuan untuk para hadirin yang datang.Benar-benar merupakan reunian yang paling berbeda dari biasanya. Seluruh anak OSIS kesana sini menyiapkan banyak kekurangan itu. Tak Mereka sangka bahwa alumni yang hadir akan benar-benar ramai melewati batas target mereka."Buset dah, tumben banget reunian kali ini Ramai. Biasanya tiap tahun sepi,
Beberapa hal datang tanpa kita tahu maksud sebenarnya tapi kita tahu ada sesuatu yang harus kita temukan dari semua itu.Fano berada dalam ruangannya, sejak tadi ia mencoba untuk fokus pada kerjaannya itu melupakan semuanya, namun entah kenapa bayangan wajah Naina terus saja menghantui nya.Anak nya itu seperti sedang melakukan pemberontak dengan cara sangat halus sekali.Tapi ia juga tidak tahu apa sebabnya, seingatnya ia dan Naina tidak terlibat dalam perdebatan apapun itu. Jika pun mereka terlibat perdebatan, Naina akan mengunci diri di dalam kamar dan tak akan bicara apapun padanya.Tapi tadi, Naina masih memanggil nya dengan panggilan papa dan masih menggenggam tangan Fano dengan begitu erat. Tak ada tanda-tanda Naina marah padanya tapi kenapa rasanya itu ada yang berbeda dengan anak yang sudah ia besarkan bertahun-tahun lamanya?Fano mengingat apa saja kegiatan yang telah m
Dari banyak hal, membenci mu setelah menoreh luka adalah hal yang tak bisa gue lakukan sampai saat ini.Naina terdiam menatap sarapan yang ada di atas meja. Kata-kata yang diucapkan oleh nenek nya tadi malam begitu memukul dirinya sampai ke dasar hati yang paling terdalam.Rasanya ia sungguh ingin tertawa saja sekarang, menertawakan kebodohan nya selama ini."Sayang kamu kenapa? Sakit ya?" Ucap Fano yang langsung membawa Naina kembali pada kesadaran nya semula.Naina menatap papanya di hadapannya itu, ia juga tidak tahu harus menunjukkan ekspresi dan bersikap seperti apa di hadapan papa nya saat ini.Tak mendapat kan jawaban apapun dari Naina, Fano bergerak menghampiri Naina yang duduk tak jauh
"Kemari sayang," ucap ibu Fano pada Naina sambil menepuk kasur empuk disampingnya itu.Naina melangkah untuk mendekat ke arah nenek nya dengan perasaan yang bercampur aduk. Mimik wajah dari sang nenek yang terasa beda dari biasanya membuat Naina merasa bingung. Sebenarnya apa yang sedang terjadi dan tak ia ketahui sama sekali.Senyum wanita yang sudah tua itu begitu manis. Jarang sekali ia melihat neneknya bisa tersenyum seperti saat ini. Bukan jarang malah lebih tepatnya tidak pernah. Namun saat hanya dengan menyebut nama wanita itu, sisi lain nenek nya dan sang papa yang tak pernah ia ketahui muncul begitu saja."Berapa umurmu sekarang sayang?" Tanya ibu Fano saat Naina sudah duduk disampingnya."Hampir delapan tahun nek." Jawab Naina.Kembali wanita itu mengembang senyumnya hingga menampakkan bentuk keriput di matanya."Kau sudah sangat besar ternyata, tap
Rasa penasaran dan teka-teki entah kenapa berjalan beriringan dalam hidup gue saat ini. Tentang kamu, dia dan kita yang telah berlalu.Sejak pulang ke rumahnya Naya tak sedikitpun Bergerak dari tempat tidurnya. Ia terus saja memikirkan pertemuan nya bersama dengan Fano tadi.Beberapa pertanyaan terus saja berputar di otaknya saat ini mengingat dengan jelas ucapan gadis kecil yang memanggil Fano dengan panggilan papa."Apakah itu anak Syasa? Apakah mereka sudah menikah dan dikaruniai seorang anak? Ah, pasti nya hidup mereka telah bahagia selama beberapa tahun ini."Naya menggeleng kan kepalanya cepat menghapus setiap dugaan yang muncul. Bagaimanapun ia tak ingin terlalu cepat menyimpulkan semua yang terjadi hari ini. Tapi bayangan wajah Naina yang begitu mirip dengan Syasa begitu menghantui dirinya sendiri."Ck! Mengapa gue harus repot-repot memikirkan semua itu? Ast
Ketika takdir dan waktu berkerja sama dalam menghancurkan diriku, disaat itulah kamu harus tahu bahwa hancurnya diriku itu karena kamuSesampainya dirumah, Fano langsung menuju lantai dua dimana kamarnya berada tanpa mengucapkan apapun pada Naina. Naina menaikkan alisnya karena merasa bingung dengan keadaan papa nya itu yang tiba-tiba saja berubah. Padahal tadi saat mereka pergi dan belanja di mall papanya itu masih baik-baik saja. Lalu apa yang sebenarnya sedang terjadi?Ibu Fano yang melihat Naina kebingungan langsung menghampiri cucu nya itu."Ada apa sayang?" Tanya Ibu Fano sambil mengusap lembut puncak kepala Naina."Nggak tau sih Nek, papa tiba-tiba aneh.""Aneh? Aneh kenapa hm?" Tanya ibu Fano, sebenarnya ia melihat semuanya saat mereka baru saja turun dari mobil. Ibu Fano melihat wajah Fano yang berbeda."Nggak tau Papa itu kenapa setelah bertemu sama
Entah apa jadinya pada hati ini saat mengetahui kebenaran dari semuanya saat kita kembali bertemuTapi tanpa di duga sebelumnya, langkah kaki Naya berhenti. Naya diam membeku ditempat nya itu. Bahkan matanya juga tidak berkedip sama sekali saat berpas-pasan dengan seseorang yang selalu menganggu nya selama ini. Orang itu juga sama, sama-sama terkejut dan tak percaya apa yang sedang di lihat oleh Mata nya sendiri.Kedua nya larut bersamaan tatap mata yang sama sekali tidak berkedip itu, seolah-olah sedang berbicara tanpa perantara mulut."Fan-o." Ucap Naya terbata-bata. Lidah nya tiba-tiba saja kelu menyebutkan nama Fano itu."Naya." Kini giliran Fano pula yang bersuara. Berbanding terbalik dengan Naya yang nampak sedikit shock itu. Fano malah nampak begitu bahagia saat ini.Baru selangkah Fano berjalan untuk mendekati Naya tiba-tiba langkah kakinya terhenti saat mata nya menangka