Bab 119. Sandiwara Antara Deva dan Alisya
=======
“Apa …? Tidak … tidak mungkin! Tidak mungkiiiiiiiiiin!” Alisya menjerit histeris.
“Tenang, Sya! Sabar!” Tiara memeluk Alisya. Mengelus punggung wanita yang kini kian lemas itu.
“Bu Alisya! Sebenarnya Pak Deva merahasiakan hal ini kepada siapapun, kecuali kami berdua. Karena Ibu memaksa dan ngancam mau lari ke tengah jalan raya makanya kami terpaksa memberi tahu Ibu. Meskipun setelah ini kami pasti akan kehilangan pekerjaan. Tak
Bab 120. Pertemuan Menuju Kematian===========Deva dan Alisya berjalan beriringan menuju teras. Tasya dan Rena langsung menyambut keduanya dengan gembira. Rena bergelayut manja di pundak Deva, sedang Tasya memeluk pinggang Alisya. Setelah puas, kedua bocah itu kembali berlarian menuju ayunan di sudut halaman.Sepasang calon pengantin itu menatap mereka sambil duduk di kursi rotan di sudut teras.“Maaf, tadi kamu nyariin aku, ya? Maaf, udah buat kamu resah.” Deva berucap lirih beberapa saat kemudian.&nbs
Bab 121. Alisya Meminum Kopi Beracun Ardho========“Intan?” bisik Alisya menyebut nama gadis itu.Sama halnya dengan Ardho, yang juga begitu kaget saat melihat Alisya ikut bersama Deva. Sungguh, tak seperti yang dia rencanakan.“Hey! Maaf, ya, kami telat!” Alisya menggandeng tangan Deva memasuki pondok. Erat dipegangnya tangan pria itu.Sesaat Deva bingung dengan sikap Alisya, wanita itu menoleh ke arahnya, menatap tepat di bola mata sang kekasih, tajam. Sebuah
Bab 122. Pondok kematian Menjadi Pondok Asmara==============“Hem wanginya menggugah selera, saya minum, ya?” Alisya meraih gelas berisi kopi itu, lalu mengarahkannya ke mulut, dan mulai menempelkannya di bibir merah mudanya.“Jangan!” Ardho berteriak, tangannya menepis dengan cepat. Gelas terlempar ke dinding pondok, isinya tumpah seketika. Alisya tersenyum tipis. Pirasatnya benar, laporan Dinda juga benar. ‘Terima kasih Tiara karena telah membawaku menemui kakak iparmu itu. Terima k
Bab 123. Komitmen Deva dan Alisya melupakan Masa Lalu=======Deva mencuci bersih tangannya di dalam mangkuk cuci tangan yang tersedia. Lalu merobek daging ayam kampung panggang yang sudah dilumuri bumbu. Kemudian dia menyuapkannya ke mulut Alisya.Pelan wanita itu menerima suapan sang kekasih. Jemari Deva menyeka lembut bibirnya yang blepotan saus kecap. Jemari bekas menyeka bibir Alisya itu, Deva bawa ke mulutnya. Menjilat dan mengulumnya lama.Alisya begitu tersentuh. Deva yang sehari-hariny
Bab 124. Usaha Alisya Menyembuhkan Deva=======“Eh, gak boleh, pokoknya!”“Iya, iya, aku janji. Makan lagi, yuk!”Keduanya melanjutkan makan malam yang beberapa kali terhenti karena percakapan serius itu. Alisya dan Deva, mencoba menikmati semanya, meski masih ada saja yang mengganjal di hati masing-masing. Tentang penyakit Deva. Satu hal yang belum juga mereka bicarakan, karena Deva masih merahasikan, dan alisya masih pura-pura tak tahu.Makan malam itu sudah mereka sudahi, Alisya tengah menyeka
Bab 125. Kanker Otak Stadium Tiga=======“Aku mau bertemu Dokter Robert, Ra! Tolong pertemukan aku sekarang!” Alisya memohon, seraya mengguncang lengan sahabatnya, Tiara.“Untuk apa, sya?”“Aku mau tau segalanya, apa yang harus ditempuh untuk menyembuhkan Mas Deva, aku ingin tahu semuanya, Ra! Mas Deva harus sembuh!"“Ok, aku, aku akan telpon dulu, ya!”Alisya mengangguk.Tiara menyalakan ponsel miliknya, mulai menelepon kekasihnya, Dr. Robert. Beberapa saat kemudian, panggi
Bab 126. Alisya Dipingit Keluarga Deva============“Kenapa Mas Deva bandel, sih? Padahal nikahnya, kan bisa ditunda?” sesal Alisya kecewa.“Ya, gak bisa, Alisya! Kalau ditunda malah membuat Pak Deva makin menderita. Kepikiran Kamu terus, mungkin. Takut kamu gimana-gimana, imun tubuh menurun. Tomornya makin cepat membesar.”“Begitu, ya, Dok?”“Ya, makanya sekarang saran saya, empat hari lagi menjelang pernikahan, buatlah dia bahagia selalu, happy. Jangan ada beban pikiran. Begitu&nbs
Bab 127. Deva Drop Menjelang Pernikahan========“Sya, kamu di mana, sebetulnya? Besok, harinya?” Deva tampak sangat khawatir. Sudah sejam lebih dia berbicara dengan Alisya melalui sambungan telepon.“Aku dipingit, Mas. Jangan khawatir, dong! Besok pagi–pagi sekali aku sudah ada di dekat kamu. Jangan panik, gitu, dong!” Suara Alisya terdengar begitu lembut menghiburnya.“Bilang, kamu di mana, biar aku tenang!”“Gak boleh bilang, Mas! Kalau aku bilang, pasti 
Bab 210. Para Benalu Bertaubat (Tamat)=============“Yang itu? Sepertinya itu Tante Niken sama siapa, ya, Ma? Ada dua oom oom juga.”“Kita ke sana, yuk Sayang! Biar nampak jelas.”Keduanya mempercepat langkah. Jarak beberapa meter, mereka berhenti. Alisya menahan langkah Tasya, dengan mencengkram lengan gadis kecil itu. Keduanya melongo menatap pemandangan yang mengejutkan di depan mereka. Supir peribadi Niken yang telah lama menghilang, kini ada di sana.Nanar mata Alisya menatap seorang pria satunya. Lelaki kurus, seolah tingggal kulit pembungkus tulang. Mata cekung&nb
Bab 209. Culik Aku, Mas!========“Kasihan Intan, Mas.”“Bagaimana dengan aku? Aku juga sudah berjuang melupakan kamu, tapi tetap gak bisa, gimana?”“Mas?”“Ya?”“Aku bingung!”“Kenapa bingung?”“Masih gak percaya dengan ucapan Intan tadi. Gak mungkin Mama setega itu sama kamu!”“Nyatanya seperti itu, Non! Bu Alina menyerahkan selembar cek untukku, agar aku pergi meningalkan kamu. Tapi aku tolak, karena cintaku tak ternila
Bab 208. Bukan Pagar Makan Tanaman=========“Stop! Stop! Kubilang stop! Kumohon berhenti! Jangan ikuti aku!” Niken berteriak.“Ok, kami berhenti. Tapi, kamu juga berhenti, Ken! Kenapa? Kenapa kamu mau pergi, setelah sekian lama kita tak berjumpa? Ok, aku pernah salah, aku pernah khilaf. Tapi, Mas Deva sudah memaafkan aku. Aku juga sudah menyasali perbuatanku. Aku sudah insyaf, Ken! Mas Deva dan Kak Alisya saja mau memaafkan kesalahanku, kenapa kamu tidak? Padahal kita udah sahabatan sejak kuliah semester satu. Empat tahun bukan waktu singkat untuk membina suatu hungan persahabatan, Niken!” Intan kini berurai air mata.“Sahab
Bab 207. Kejutan Buat Niken===========“Rena! Cepat, dong! Ke mana lagi, sih?” Niken memanggil keponakannya.“Bentan, Ante!” teriak gadis kecil berseragam sekolah taman kanak-kanak itu berlari menuju halaman belakang sekolah.“Rena! Ayo, dong! Kak Tasya nanti kelamaan nunggunya, lho!” Niken berusaha mengejar.Hampir setiap hari Rena menuju tempat itu. Rumah penjaga sekolah. Entah apa yang menarik perhatian Rena di sana. Biasanya Dadang yang mengantar dan menjemput Rena. Pak Dadang hanya akan menunggu saja di mobil, di dekat gerbang, tapi hari ini dia 
Bab 206. Permintaan Alisya===========“Lakukan sesuatu, Mas! Kamu mau Niken seperti itu terus?” pinta Alisya menuntut Deva.“Apa yang bisa kuperbuat, Sya?”Deva menoleh ke arah Alisya. Wanita yang masih berbaring itu menatapnya dengan serius. Deva mendekat. “Aku bisa apa, coba? Mencari Hendra lalu menikahkannya dengan Niken? Lalu apa yang akan terjadi dengan Mama? Belum lagi Papa. Kamu tahu resikonya sangat berat, bukan?”“Ya. Tapi aku tidak tega melihat Niken makin terpuruk seperti itu.”“Aku paham. Aku akan usahakan yang terbaik buat mereka. Jika mereka berjodoh, aku yakin mereka pasti akan bersatu juga. Seperti kita.”“Ya.”“Bedanya, kamu bisa
Bab 205. Niken memilih Menjadi Perawan Tua=======“Gimana, dong?” Aisyah memilin ujung jilbabnya.“Siapa yang suruh merajuk-rajuk segala. Dipaksa nikah sama Mama, bingung, kan?”“Mas Raja, sih. Suka banget buat Ai cemburu!”“Ai, aku baik sama Alisya, hanya sebatas adik kepada kakaknya, gak lebih! Tolong kamu paham, dong, Ai. Aku, sih, ok aja, disuruh nikahi kamu, sekarang, pun aku mau. Tapi, kamu? Belum mau, kan? Nah sekarang siapa yang gak serius dengan hubungan ini?”“Ai serius, Mas. A
Bab 204. Kejutan Putri Bungsu Haga Wibawa==========“Siapa bilang Non Niken tidak punya kekasih, Buk?”“Buktinya, lihat! Hari-hari di rumah saja. Cowok yang datang main ke rumah ini juga tidak pernah ada, kan? kasihan dia, sepertinya kesepian.”“Ibuk salah. Justru Non Niken setiap hari berbunga-bunga. Tapi, saya gak berani bilang siapa orangnya, ya, Buk, jangan paksa saya bicara, ya!”“Siapa? Kamu kenal, Srik?”“Jangan tanya, Buk! Ampun! Ya, Alloh, kanapa mulutku nyeplos, sih! Anggap Ibuk gak pernah dengar apa-
Bab 203. Alisya Hamil, Aisyah Cemburu==========“Iya. Aku akan belajar untuk berubah. Sabar, ya, Sayang! Aku pasti bisa, meski perlahan.” Deva mengelinjang. Sentuhan Alisya membuatnya kian mengawang. Nalurinya kian menghentak, saat tangan Alisya melepas lilitan handuk di pinggang.“Aku khawatir, Sya! Kalau beneran sudah ada calon bayi kita di rahim kamu, aku takut dia terganggu, Sayang!”“Kamu bisa pelan-pelan, kan, Mas!”“Hem, bisa. Terima kasih, Sayang!”Alisya membuktikan rasa hati yang sesungguhnya. Ungkapan cintanya yang begitu besar yang hanya untuk Deva. Tak ada&nb
Bab 202. Perhatian Raja Membakar Cemburu Deva=========“Tidak, kita ke Dokter spesialis kandungan saja, Sayang! bentar aku pakai baju, dulu, ya! Ops, kamu di situ aja, nanti aku gendong ke mobil. Jangan bergerak, Sayang! Tolong jangan gerak, ya!” titahnya seraya bangkit dan berjalan menuju lemari pakian.“Aku bisa jalan sendiri, Mas! Gak usah berlebihan, deh! Aku gak manja, kok. Seperti yang kamu mau. Kamu kan gak suka perempuan manja!”“Sya?” Deva menatap lembut wajah istrinya. Pria itu urung membuka pintu lemari.Ponsel Alisya berdering.&nbs