Bab 114. Menolak Saat Hasrat Ardho Memuncak
========
Dinda tetap bersabar. Menyalakan ponsel miliknya, memesan sebuah taksi melalui aplikasi. Dinda akan pulang ke rumah mamanya sesaat lagi. Pesanan terkirim. Kini wanita itu menekan perekam suara, meletakkannya di atas nakas. lalu merebahkan diri di samping suaminya. Menatapi punggung lelaki itu penuh kebencian.
“Mas, kamu gak mau ngasih nama buat putri kita?” tanyanya pelan.
“Aku gak ada ide.” Ardho menjawab datar.
&l
Bab 115. Rencana Tiara Melabrak Alisya*******Wanita itu berlari kencang menuju pintu utama, Ardho yang telah sempat melepas celana piyama kesulitan untuk mengejar. Terpaksa pria itu membenahi dahulu pakaianya.“Dinda hapus rekaman itu!” teriaknya saat Dinda sudah masuk ke dalam mobil pesanannya.Ardho mengejar hingga depan pagar. Pria itu terpaku di sana, menatap bisu mobil yang membawa istrinya pergi, hingga hilang di ujung gang perumahan mewah yang dia tempati.Dinda, apa&nbs
Bab 116. Rahasia Ardho Terbongkar===========“Jaman sekarang ini, jarang banget ada hubungan yang bsia bertahan lama, yang bisa langgeng sampai selama-lamanya. Ada aja orang ke tiga yang bertindak sebagai perusak hubungan. Bahkan, ya, perempuan sebaik kamu saja, bisa bertindak sebagai perusak rumah tangga perempuan lain. Istilahnya ‘Pelakor’ gitu kali, ya?”Tiara mulai menyindir.“Aku? Aku perusak rumah tangga orang? Aku ‘Pelakor’!?” Alisya terpana.“Iya.”&ldqu
Bab 117. Deva Dilenyapkan Ardho?=======“Jadi, Mas Deva ada kemungkinan menemui Mas Ardho?” Alisya berteriak kaget.“Mungkin, Sya! Belum pasti!”“Astagfirullah! Bagaimana ini?”“Alisya! Ada apa, Sya! Alisya!”Alisya tak menjawab pertanyaan Raja. Segera dia mengakhiri panggilan. Wajahnya pucat pasi, ketakutan dan khawatir terlihat jelas.“Mbak Dinda, Mas Ardho sempat nelpon Mas Deva ngajak ketemuan. Tolong, dong, gimana ini?” Alisya
Bab 118. Rahasia Besar Deva==========Alisya terpaksa meneguk air itu beberapa teguk.“Antar aku ke kantor, tolong!” pintanya kemudian.“Ya, ayo bangun!” Tiara membantu Alisya bangkit, lalu memapah sahabatnya itu menuju mobil. Dinda ikut membantunya.“Hati-hati, Ra!” Dinda melepas kepergian mereka.Mobil melaju dengan kecepatan sedang.“Cepetan, dong, Ra! Balap dikit, dong!” sungut Alisya tak sabaran.“Ini udah usaha, Sya! L
Bab 119. Sandiwara Antara Deva dan Alisya=======“Apa …? Tidak … tidak mungkin! Tidak mungkiiiiiiiiiin!” Alisya menjerit histeris.“Tenang, Sya! Sabar!” Tiara memeluk Alisya. Mengelus punggung wanita yang kini kian lemas itu.“Bu Alisya! Sebenarnya Pak Deva merahasiakan hal ini kepada siapapun, kecuali kami berdua. Karena Ibu memaksa dan ngancam mau lari ke tengah jalan raya makanya kami terpaksa memberi tahu Ibu. Meskipun setelah ini kami pasti akan kehilangan pekerjaan. Tak
Bab 120. Pertemuan Menuju Kematian===========Deva dan Alisya berjalan beriringan menuju teras. Tasya dan Rena langsung menyambut keduanya dengan gembira. Rena bergelayut manja di pundak Deva, sedang Tasya memeluk pinggang Alisya. Setelah puas, kedua bocah itu kembali berlarian menuju ayunan di sudut halaman.Sepasang calon pengantin itu menatap mereka sambil duduk di kursi rotan di sudut teras.“Maaf, tadi kamu nyariin aku, ya? Maaf, udah buat kamu resah.” Deva berucap lirih beberapa saat kemudian.&nbs
Bab 121. Alisya Meminum Kopi Beracun Ardho========“Intan?” bisik Alisya menyebut nama gadis itu.Sama halnya dengan Ardho, yang juga begitu kaget saat melihat Alisya ikut bersama Deva. Sungguh, tak seperti yang dia rencanakan.“Hey! Maaf, ya, kami telat!” Alisya menggandeng tangan Deva memasuki pondok. Erat dipegangnya tangan pria itu.Sesaat Deva bingung dengan sikap Alisya, wanita itu menoleh ke arahnya, menatap tepat di bola mata sang kekasih, tajam. Sebuah
Bab 122. Pondok kematian Menjadi Pondok Asmara==============“Hem wanginya menggugah selera, saya minum, ya?” Alisya meraih gelas berisi kopi itu, lalu mengarahkannya ke mulut, dan mulai menempelkannya di bibir merah mudanya.“Jangan!” Ardho berteriak, tangannya menepis dengan cepat. Gelas terlempar ke dinding pondok, isinya tumpah seketika. Alisya tersenyum tipis. Pirasatnya benar, laporan Dinda juga benar. ‘Terima kasih Tiara karena telah membawaku menemui kakak iparmu itu. Terima k
Bab 210. Para Benalu Bertaubat (Tamat)=============“Yang itu? Sepertinya itu Tante Niken sama siapa, ya, Ma? Ada dua oom oom juga.”“Kita ke sana, yuk Sayang! Biar nampak jelas.”Keduanya mempercepat langkah. Jarak beberapa meter, mereka berhenti. Alisya menahan langkah Tasya, dengan mencengkram lengan gadis kecil itu. Keduanya melongo menatap pemandangan yang mengejutkan di depan mereka. Supir peribadi Niken yang telah lama menghilang, kini ada di sana.Nanar mata Alisya menatap seorang pria satunya. Lelaki kurus, seolah tingggal kulit pembungkus tulang. Mata cekung&nb
Bab 209. Culik Aku, Mas!========“Kasihan Intan, Mas.”“Bagaimana dengan aku? Aku juga sudah berjuang melupakan kamu, tapi tetap gak bisa, gimana?”“Mas?”“Ya?”“Aku bingung!”“Kenapa bingung?”“Masih gak percaya dengan ucapan Intan tadi. Gak mungkin Mama setega itu sama kamu!”“Nyatanya seperti itu, Non! Bu Alina menyerahkan selembar cek untukku, agar aku pergi meningalkan kamu. Tapi aku tolak, karena cintaku tak ternila
Bab 208. Bukan Pagar Makan Tanaman=========“Stop! Stop! Kubilang stop! Kumohon berhenti! Jangan ikuti aku!” Niken berteriak.“Ok, kami berhenti. Tapi, kamu juga berhenti, Ken! Kenapa? Kenapa kamu mau pergi, setelah sekian lama kita tak berjumpa? Ok, aku pernah salah, aku pernah khilaf. Tapi, Mas Deva sudah memaafkan aku. Aku juga sudah menyasali perbuatanku. Aku sudah insyaf, Ken! Mas Deva dan Kak Alisya saja mau memaafkan kesalahanku, kenapa kamu tidak? Padahal kita udah sahabatan sejak kuliah semester satu. Empat tahun bukan waktu singkat untuk membina suatu hungan persahabatan, Niken!” Intan kini berurai air mata.“Sahab
Bab 207. Kejutan Buat Niken===========“Rena! Cepat, dong! Ke mana lagi, sih?” Niken memanggil keponakannya.“Bentan, Ante!” teriak gadis kecil berseragam sekolah taman kanak-kanak itu berlari menuju halaman belakang sekolah.“Rena! Ayo, dong! Kak Tasya nanti kelamaan nunggunya, lho!” Niken berusaha mengejar.Hampir setiap hari Rena menuju tempat itu. Rumah penjaga sekolah. Entah apa yang menarik perhatian Rena di sana. Biasanya Dadang yang mengantar dan menjemput Rena. Pak Dadang hanya akan menunggu saja di mobil, di dekat gerbang, tapi hari ini dia 
Bab 206. Permintaan Alisya===========“Lakukan sesuatu, Mas! Kamu mau Niken seperti itu terus?” pinta Alisya menuntut Deva.“Apa yang bisa kuperbuat, Sya?”Deva menoleh ke arah Alisya. Wanita yang masih berbaring itu menatapnya dengan serius. Deva mendekat. “Aku bisa apa, coba? Mencari Hendra lalu menikahkannya dengan Niken? Lalu apa yang akan terjadi dengan Mama? Belum lagi Papa. Kamu tahu resikonya sangat berat, bukan?”“Ya. Tapi aku tidak tega melihat Niken makin terpuruk seperti itu.”“Aku paham. Aku akan usahakan yang terbaik buat mereka. Jika mereka berjodoh, aku yakin mereka pasti akan bersatu juga. Seperti kita.”“Ya.”“Bedanya, kamu bisa
Bab 205. Niken memilih Menjadi Perawan Tua=======“Gimana, dong?” Aisyah memilin ujung jilbabnya.“Siapa yang suruh merajuk-rajuk segala. Dipaksa nikah sama Mama, bingung, kan?”“Mas Raja, sih. Suka banget buat Ai cemburu!”“Ai, aku baik sama Alisya, hanya sebatas adik kepada kakaknya, gak lebih! Tolong kamu paham, dong, Ai. Aku, sih, ok aja, disuruh nikahi kamu, sekarang, pun aku mau. Tapi, kamu? Belum mau, kan? Nah sekarang siapa yang gak serius dengan hubungan ini?”“Ai serius, Mas. A
Bab 204. Kejutan Putri Bungsu Haga Wibawa==========“Siapa bilang Non Niken tidak punya kekasih, Buk?”“Buktinya, lihat! Hari-hari di rumah saja. Cowok yang datang main ke rumah ini juga tidak pernah ada, kan? kasihan dia, sepertinya kesepian.”“Ibuk salah. Justru Non Niken setiap hari berbunga-bunga. Tapi, saya gak berani bilang siapa orangnya, ya, Buk, jangan paksa saya bicara, ya!”“Siapa? Kamu kenal, Srik?”“Jangan tanya, Buk! Ampun! Ya, Alloh, kanapa mulutku nyeplos, sih! Anggap Ibuk gak pernah dengar apa-
Bab 203. Alisya Hamil, Aisyah Cemburu==========“Iya. Aku akan belajar untuk berubah. Sabar, ya, Sayang! Aku pasti bisa, meski perlahan.” Deva mengelinjang. Sentuhan Alisya membuatnya kian mengawang. Nalurinya kian menghentak, saat tangan Alisya melepas lilitan handuk di pinggang.“Aku khawatir, Sya! Kalau beneran sudah ada calon bayi kita di rahim kamu, aku takut dia terganggu, Sayang!”“Kamu bisa pelan-pelan, kan, Mas!”“Hem, bisa. Terima kasih, Sayang!”Alisya membuktikan rasa hati yang sesungguhnya. Ungkapan cintanya yang begitu besar yang hanya untuk Deva. Tak ada&nb
Bab 202. Perhatian Raja Membakar Cemburu Deva=========“Tidak, kita ke Dokter spesialis kandungan saja, Sayang! bentar aku pakai baju, dulu, ya! Ops, kamu di situ aja, nanti aku gendong ke mobil. Jangan bergerak, Sayang! Tolong jangan gerak, ya!” titahnya seraya bangkit dan berjalan menuju lemari pakian.“Aku bisa jalan sendiri, Mas! Gak usah berlebihan, deh! Aku gak manja, kok. Seperti yang kamu mau. Kamu kan gak suka perempuan manja!”“Sya?” Deva menatap lembut wajah istrinya. Pria itu urung membuka pintu lemari.Ponsel Alisya berdering.&nbs