Suara lonceng terdengar menandakan adanya seorang pelanggan. “Hazelnut latte satu, ya,” ujar sosok itu yang adalah Alexa kepada seorang pelayan lelaki yang kini berdiri membelakanginya.
Mendengar suara pelanggan, sosok itu pun membalikan badannya dan hal itu sukses membuat mata Alexa membola.
“Kafka....”
“Alexa....”
Seru keduanya bersama. Kafka melemparkan senyum manisnya yang tidak terbalas karena Alexa masih pada keterkejutannya.
“Lexa, hello....” Kafka melambaikan tangannya tepat di hadapan Alexa membuat gadis itu tersadar lantas segera menundukkan kepala. Alexa merutuki dirinya dalam hati, dirinya merasa malu sekarang.
“Sorry, gue pesen Hazelnut Latte satu, ya,” ulang Alexa yang kemudian dibalas Kafka.
“Oke, tunggu sebentar,” ujar Kafka kemudian menyiapkan minuman yang diminta Alexa.
“Lo suka hazelnut?” kata Kafka bertanya di sela-sela kegiatannya.
“Iya,” balas Alexa. Gadis itu menatap Kafka yang terlihat tampan dengan balutan kaos polos berwarna abu dipadukan dengan celemek berwarna coklat. Jantung Alexa berdebar kencang, ia salah tingkah padahal hanya diajak mengobrol.
Kafka kembali menatap Alexa usai menyiapkan pesanan gadis itu. “Berapa?” kata Alexa bertanya, ia menerima minuman berwarna coklat itu.
“Gue yang traktir,” ujar Kafka membuat Alexa menggeleng cepat. “Gue bayar sendiri aja,” serunya.
“Nggak papa gue yang traktir, anggap aja ini sebagai tanda pertemanan kita,” kata Kafka.
Alexa mengulas senyumnya, “Kalau gitu gue nggak sungkan lagi. Makasih, ya,” ujar Alexa.
Kafka mengangguk. “Ekhem, lo...?”
“Em, Kafka gue balik duluan, ya,” tukas Alexa sebelum Kafka sempat menyelesaikan kalimatnya. Gadis itu buru-buru berlalu keluar meninggal coffie shop tempat Kafka berkerja.
“Hampir aja,” gumam Alexa sembari memegangi dadanya. Gadis itu mengentikan langkahnya tidak jauh dari pintu coffie shop tempat Kafka berkerja. Senyum Alexa terkembang sempurna dengan pipi merah merona. “Apa dia mau minta penjelasan soal ucapan Arkan?” gumam Alexa.
***
Alexa melangkahkan kakinya memasuki rumahnya dengan segelas hazelnut latte dalam genggamannya. Saat langkahnya mencapai ruang keluarga, Alexa mendapati orang tuanya yang terlihat sedang menonton televisi bersama.
“Mama, papa, kapan pulang? Kok nggak ngabarin Lexa,” ujarnya sembari mendaratkan tubuhnya pada sofa yang berada di sebelahnya sang mama.
“Baru saja,” wanita paruh baya itu menatap lembut Alexa dengan senyum manis menghiasi wajahnya.
“Mama sama papa pulang karena mau menghadiri acara ulang tahun Tante Rina, kamu masih ingat, kan?” sambung mama Alexa yang adalah Alicia.
“Lexa ingat kok, Ma.”
“Ya udah, sekarang kamu mandi, gih! Nanti malam ikut sama papa dan mama, ya.”
Alexa mengangguk. “Ya udah kalau gitu Alexa ke atas dulu,” pamitnya Kemudian berlalu meninggalkan papa dan mamanya.
***
Suara biola diiringi dengan suara orang-orang yang sedang berbincang mengisi kesunyian pada acara perayaan ulang tahun pada malam hari ini.
Alexa dengan balutan dress cremnya terlihat menyusuri meja yang berisikan makanan.
“Hai,” suara berat seseorang menyapa Alexa membuat gadis itu membalikkan badannya hingga kini pasangannya matanya menatap penuh lelaki tampan di depannya.
“Alvaro,” ujar Alexa menyap diiringi dengan senyum tipisnya.
“Gue kira lo nggak dateng,” kata lelaki yang disapa Alvaro itu mencoba untuk berbosa-basi.
“Ini kan acara ulang tahun Tante Rina, tentu Alexa harus datang, dong,” jelasnya yang membuat kedua sudut bibir Alavaro semakin tertarik panjang. Tangan lelaki itu kemudian terulur untuk mengambil dua gelas orange jus untuk diberikan kepada Alexa salah satunya.
“Terima kasih,” ujar Alexa menerima pemberian Alvaro.
Alexa segera meyesap jus miliknya pun dengan Alvaro, lelaki itu menyesap jus miliknya dengan netra yang tidak lepas memandang Alexa.
“Oh iya, ngomong-ngomong Minggu depan sekolah gue sama sekolah lo ada turnamen badminton, ya?”
Mendengar Alvaro kembali membuka suara, Alexa pun kembali menatap penuh ke arahannya. “Iya.”
“Kali ini gue pasti nggak akan mengecewakan lo,” kata Alvaro membuat sebelah alis Alexa terangkat. “Nggak mengecewakan yang seperti apa nih?”
“Tentu saja gue pulang dengan kemenangan,” seru Alvaro dengan percaya diri.
Alexa mengangguk. “Semoga tim basket sekolah gue nggak bikin lo kecewa,” ujar Alexa. Menyenggol tentang Badminton membuat Alexa teringat akan Kafka, hari ini benar-benar menjadi hari yang memalukan untuk dirinya.
“Acaranya sebenta lagi dimulai, kita kesana yuk,” ajak Alvaro yang langsung dibalas anggukan oleh Alexa. Ia berjalan beriringan dengan Alavaro menghampiri para orang tua.
“Sayang, kamu dari mana?” seru Alicia bertanya saat putrinya kini berdiri tepat di sebelahnya.
“Maaf Tante tadi Alexa Al culik,” kata Alavaro bergurau membuat tawa Alicia memecah seketika.
“Ternyata kamu Al yang bawa anak gadis tante,” seru Alicia.
Alvaro tertawa lantas mengangguk. “Tadinya Alavaro ingin culik berlama-lama tapi meningat ini acara mama jadinya Alavaro tidak boleh membuat keributan.”
Alicia tersenyum, wanita itu menatap anak gadisnya bersama dengan Alavaro secara bergantian. “Sepertinya kalian cocok, iya kan, Pa?” cetus Alicia tiba-tiba membuat gadis itu hampir tersedak dengan minumannya.
“Iya, serasi satunya cantik satunya tampan,” ujar Randi—papa Alexa.
“Mamaaa....” seru Alexa, gadis itu kemudian melirik Alvaro yang kini tersenyum menatapnya.
“Kan, salting,” goda Alicia yang malah membuat Alexa tidak nyaman.
“Yang waktu itu hanya kesalahpahaman. Tolong, jangan dimasukin ke dalam hati, ya? Maaf, bercandaku kelewatan. Semoga kamu tidak berfikir macam-macam tentang diriku, aku benar-benar malu,” ucap seorang gadis berseragam SMA itu kepada seorang lelaki yang sekarang berdiri tepat di hadapannya, menatapnya dalam serta penuh keseriusan. Kedua tangannya terkepal erat dengan perasaan yang tidak karuan. Hatinya seperti dipatahkan dan rasa kecewa seakan menyelinap pada relung hatinya tanpa diminta. Ia tidak tahu kenapa yang jelas perkataan yang baru saja terlontar dari mulut Alexa benar-benar menghancurkan hatinya.Alexa, membeku di tempatnya dengan netra yang tidak lepas dari manik elang Kafka. Ada sedikit perasaan lega setelah mencetuskan sebuah klarifikasi yang menjadi bahan gosip akhir-akhir ini. Namun, ada sebuah perasaan tidak rela saat ia mengatakannya. Ada rasa takut yang Lexa sendiri tidak paham apa artinya.Alexa dan Kafka masih terus memandang dalam, tatapa
“Eh guys, dengar-dengar dari kelas sebelah Kafka sama Tessa tunangan, ya?” cetus Alexa. Gadis manis pemilik rambut hitam legam itu terlihat sedang berkumpul bersama dengan teman-temannya satu gengnya. Seperti biasa, mereka sedang melakukan rutinitas paginya, bergosip. Gosip memang salah satu nikmat dunia yang mengandung banyak dosa. Tapi, ya gimana ya...? Mau ditinggalin juga nggak bisa.“Yang bener lo?” ujar Chika. Gadis cantik berwajah bulat dengan pipi tembemnya itu merespon pertama kali dengan begitu antusiasnya.Alexa yang membawakan berita utama pun mengangguk penuh keyakinan.“Mantan punya yang baru, gimana perasaan lo, Ra?” Naura melirik Clara yang duduk bersebrangan dengan Alexa.“Biasa aja,” ujar Clara memasang wajah acuhnya.“Yang udah dimasukin mah nggak akan galau ya gara-gara mantan punya yang baru,” seru Alisa turut menimpali.“Ekhem, kok gue rada-rada nggak rel
Alexa menyandarkan tubuhnya pada railing dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada. Gadis itu nampak sedang berbincang dengan Chika yang tidak henti-hentinya mengoceh dan memuji ketampanan Kafka yang sekarang sedang bermain badminton di lapangan lantai dasar.“Coba deh lo liat, kurangnya apa coba dia? Ganteng, tinggi, pinter basket, rajin, bertanggung jawab, paket komplit banget,” seru Chika sembari terus memperhatikan Kafka yang sedang melakukan pukulan.“Hilih, lo muji dia kek lo ga punya laki aja,” Alexa memutar bola matanya malas, ia kemudian memutar tubuhnya masih dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Netranya menatap ke bawah hingga siluet Kafka terlihat jelas di sana.Senyum Alexa memudar kala melihat Kafka menyeka keringat di pelipisnya. Entah kenapa kadar ketampanan laki-laki itu bertambah berkali-kali lipat. “Ya emang ganteng sih,” senyum tipis terukir
Di dalam sebuah kamar dengan pencahayaan yang tidak terlalu terang Kafka terlihat sedang mengsibukan diri dengan tugas-tugas sekolahnya. Lelaki itu terlihat fokus dalam menulis jawaban-jawaban yang bersarang di otaknya.Seorang wanita paruh baya mengetuk pintu kamar Kafka lantaran berjalan perlahan menghampiri putra satu-satunya. “Lagi belajar, ya?” katanya bertanya sembari menepiskan senyum teduhnya. Kedua tangannya bertengger pada bahu Kafka sementara netranya menatap lembar kerja putranya.Kafka sejenak menghentikan aktivitasnya, memutar lehernya menatap sang ibu dengan senyum terukir sempurna. “Iya, besok dikumpulkan.”Aluna mengangguk, tangannya tergerak untuk mengusap lembut bahu sang putra. “Jangan terlalu memaksakan diri untuk bekerja. Sekarang ini, kamu adalah seorang pelajar yang tugasnya belajar. Kamu pasti belum makan, kan?” tutur lembut Luna kepada putranya. Ia bertanya bu
Pagi ini, kelas Alexa bersama teman satu kelasnya sedang melakukan perenggangan badan untuk pemanasan dengan pak Andi sebagai pemandu. Sekitar lima belas menit lamanya, kelas 11 IPA 2 akhirnya selesai dengan pemanasannya.“Oke, sekarang kalian keliling lapangan 5 kali!” instruksi pak Andi yang langsung dilaksanakan seluruh murid 11 IPA 2.Empat orang lelaki yang adalah Kafka, Lion, Arkan dan Devan tiba-tiba memasuki lapangan membuat fokus Alexa tertuju ke arahannya. Chika yang melihat itu segera menyenggol bahu Alexa sembari melemparkan senyum menggoda. “Bebeb tuh,” katanya sembari menunjuk Kafka dengan lirikan mata.“Hilih,” balas Alexa. Gadis itu mencuri pandang ke arah Kafka yang terlihat sedang berbincang dengan pak Andi hingga lima menit kemudian Pak Andi meniup peluit yang bertengger pada lehernya.“Setelah kalian lari mengelilingi lapangan, kalian bisa berpi
Suara lonceng terdengar menandakan adanya seorang pelanggan. “Hazelnut latte satu, ya,” ujar sosok itu yang adalah Alexa kepada seorang pelayan lelaki yang kini berdiri membelakanginya. Mendengar suara pelanggan, sosok itu pun membalikan badannya dan hal itu sukses membuat mata Alexa membola. “Kafka....” “Alexa....” Seru keduanya bersama. Kafka melemparkan senyum manisnya yang tidak terbalas karena Alexa masih pada keterkejutannya. “Lexa, hello....” Kafka melambaikan tangannya tepat di hadapan Alexa membuat gadis itu tersadar lantas segera menundukkan kepala. Alexa merutuki dirinya dalam hati, dirinya merasa malu sekarang. “Sorry, gue pesen Hazelnut Latte satu, ya,” ulang Alexa yang kemudian dibalas Kafka. “Oke, tunggu sebentar,” ujar Kafka kemudian menyiapkan minuman yang diminta Alexa. “Lo suka hazel
Pagi ini, kelas Alexa bersama teman satu kelasnya sedang melakukan perenggangan badan untuk pemanasan dengan pak Andi sebagai pemandu. Sekitar lima belas menit lamanya, kelas 11 IPA 2 akhirnya selesai dengan pemanasannya.“Oke, sekarang kalian keliling lapangan 5 kali!” instruksi pak Andi yang langsung dilaksanakan seluruh murid 11 IPA 2.Empat orang lelaki yang adalah Kafka, Lion, Arkan dan Devan tiba-tiba memasuki lapangan membuat fokus Alexa tertuju ke arahannya. Chika yang melihat itu segera menyenggol bahu Alexa sembari melemparkan senyum menggoda. “Bebeb tuh,” katanya sembari menunjuk Kafka dengan lirikan mata.“Hilih,” balas Alexa. Gadis itu mencuri pandang ke arah Kafka yang terlihat sedang berbincang dengan pak Andi hingga lima menit kemudian Pak Andi meniup peluit yang bertengger pada lehernya.“Setelah kalian lari mengelilingi lapangan, kalian bisa berpi
Di dalam sebuah kamar dengan pencahayaan yang tidak terlalu terang Kafka terlihat sedang mengsibukan diri dengan tugas-tugas sekolahnya. Lelaki itu terlihat fokus dalam menulis jawaban-jawaban yang bersarang di otaknya.Seorang wanita paruh baya mengetuk pintu kamar Kafka lantaran berjalan perlahan menghampiri putra satu-satunya. “Lagi belajar, ya?” katanya bertanya sembari menepiskan senyum teduhnya. Kedua tangannya bertengger pada bahu Kafka sementara netranya menatap lembar kerja putranya.Kafka sejenak menghentikan aktivitasnya, memutar lehernya menatap sang ibu dengan senyum terukir sempurna. “Iya, besok dikumpulkan.”Aluna mengangguk, tangannya tergerak untuk mengusap lembut bahu sang putra. “Jangan terlalu memaksakan diri untuk bekerja. Sekarang ini, kamu adalah seorang pelajar yang tugasnya belajar. Kamu pasti belum makan, kan?” tutur lembut Luna kepada putranya. Ia bertanya bu
Alexa menyandarkan tubuhnya pada railing dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada. Gadis itu nampak sedang berbincang dengan Chika yang tidak henti-hentinya mengoceh dan memuji ketampanan Kafka yang sekarang sedang bermain badminton di lapangan lantai dasar.“Coba deh lo liat, kurangnya apa coba dia? Ganteng, tinggi, pinter basket, rajin, bertanggung jawab, paket komplit banget,” seru Chika sembari terus memperhatikan Kafka yang sedang melakukan pukulan.“Hilih, lo muji dia kek lo ga punya laki aja,” Alexa memutar bola matanya malas, ia kemudian memutar tubuhnya masih dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Netranya menatap ke bawah hingga siluet Kafka terlihat jelas di sana.Senyum Alexa memudar kala melihat Kafka menyeka keringat di pelipisnya. Entah kenapa kadar ketampanan laki-laki itu bertambah berkali-kali lipat. “Ya emang ganteng sih,” senyum tipis terukir
“Eh guys, dengar-dengar dari kelas sebelah Kafka sama Tessa tunangan, ya?” cetus Alexa. Gadis manis pemilik rambut hitam legam itu terlihat sedang berkumpul bersama dengan teman-temannya satu gengnya. Seperti biasa, mereka sedang melakukan rutinitas paginya, bergosip. Gosip memang salah satu nikmat dunia yang mengandung banyak dosa. Tapi, ya gimana ya...? Mau ditinggalin juga nggak bisa.“Yang bener lo?” ujar Chika. Gadis cantik berwajah bulat dengan pipi tembemnya itu merespon pertama kali dengan begitu antusiasnya.Alexa yang membawakan berita utama pun mengangguk penuh keyakinan.“Mantan punya yang baru, gimana perasaan lo, Ra?” Naura melirik Clara yang duduk bersebrangan dengan Alexa.“Biasa aja,” ujar Clara memasang wajah acuhnya.“Yang udah dimasukin mah nggak akan galau ya gara-gara mantan punya yang baru,” seru Alisa turut menimpali.“Ekhem, kok gue rada-rada nggak rel
“Yang waktu itu hanya kesalahpahaman. Tolong, jangan dimasukin ke dalam hati, ya? Maaf, bercandaku kelewatan. Semoga kamu tidak berfikir macam-macam tentang diriku, aku benar-benar malu,” ucap seorang gadis berseragam SMA itu kepada seorang lelaki yang sekarang berdiri tepat di hadapannya, menatapnya dalam serta penuh keseriusan. Kedua tangannya terkepal erat dengan perasaan yang tidak karuan. Hatinya seperti dipatahkan dan rasa kecewa seakan menyelinap pada relung hatinya tanpa diminta. Ia tidak tahu kenapa yang jelas perkataan yang baru saja terlontar dari mulut Alexa benar-benar menghancurkan hatinya.Alexa, membeku di tempatnya dengan netra yang tidak lepas dari manik elang Kafka. Ada sedikit perasaan lega setelah mencetuskan sebuah klarifikasi yang menjadi bahan gosip akhir-akhir ini. Namun, ada sebuah perasaan tidak rela saat ia mengatakannya. Ada rasa takut yang Lexa sendiri tidak paham apa artinya.Alexa dan Kafka masih terus memandang dalam, tatapa