“Eh guys, dengar-dengar dari kelas sebelah Kafka sama Tessa tunangan, ya?” cetus Alexa. Gadis manis pemilik rambut hitam legam itu terlihat sedang berkumpul bersama dengan teman-temannya satu gengnya. Seperti biasa, mereka sedang melakukan rutinitas paginya, bergosip. Gosip memang salah satu nikmat dunia yang mengandung banyak dosa. Tapi, ya gimana ya...? Mau ditinggalin juga nggak bisa.
“Yang bener lo?” ujar Chika. Gadis cantik berwajah bulat dengan pipi tembemnya itu merespon pertama kali dengan begitu antusiasnya.
Alexa yang membawakan berita utama pun mengangguk penuh keyakinan.
“Mantan punya yang baru, gimana perasaan lo, Ra?” Naura melirik Clara yang duduk bersebrangan dengan Alexa.
“Biasa aja,” ujar Clara memasang wajah acuhnya.
“Yang udah dimasukin mah nggak akan galau ya gara-gara mantan punya yang baru,” seru Alisa turut menimpali.
“Ekhem, kok gue rada-rada nggak rela gitu ya Kafka sama Tessa,” Alexa kembali bersuara membuat atensi teman-temannya kembali tersita untuk menatapnya.
“Why?” Rania yang sejak tadi hanya menjadi pendengar setia lantas membuka suara.
“Ya karena Kafka terlalu tampan untuk Tessa, tuh cewek biasa aja soalnya masih cantikan gue,” ujar Alexa dengan rasa percaya diri tingkat tinggi membuat teman-temannya merasakan mual kala mendengarnya.
“Jangan gitu lah kalian,” Alexa menatap satu persatu teman-temannya membuat kelima temannya itu menghentikan aksi muntah palsunya.
“Jangan tinggi-tinggi kalau percaya diri. Takutnya udah terlanjur percaya eh dianya malah gada rasa,” seru Rania membuat tawa Clara, Chika, Naura dan Alisa memecah seketika sementara Alexa hanya Mengerucutkan bibirnya menatap sebal teman-teman.
“Ekhem, sudah ya guys sudah,” Alisa membenahi jilbab yang menutupi kepalanya. Dari keenam gadis penggosip itu hanya Alisa menutup auratnya.
“Bismilah ghibahnya jadi berkah, Alfatihah,” seru Alisa membuat teman-temannya lantas menunduk dan membaca surah Al-fatihah.
“Aamiin, bubar guys bubar!” instruksi Alisa lantaran bergegas menuju tempat duduknya diikuti teman-teman yang lainnya.
“Goblok banget,” cetus Alexa kepada teman-temannya. Bisa-bisanya mereka masih melawak dengan membaca surah Al-fatihah untuk menjadikan gosip berkah. Benar-benar minus akhlak. Sementara yang lain hanya tertawa merutuki kegoblokannya.
***
“Woy, Bro!” seorang lelaki dengan seragam rapi lengkap dengan dasi yang melingkari kerah seragam yang dikenakannya itu tampak berlari menghampiri teman-temannya yang sekarang mendudukkan diri di tengah-tengah kelas. Sebut saja dia Arkan. Kalau kalian mau tahu nama panjangnya Arkan adalah Arkannnnnnnnnn.....
Lelaki itu dengan nafas tersengal mengentikan langkahnya tepat di sebelah Kafka yang sekarang menatapnya. “Ada apa?” kata Kafka bertanya.
“Ada gosip,” ujar Arkan usai mengatur nafasnya.
“Gosip mulu kerjaan lo udah kek cewek aja!” cetus Lion. Lelaki berseragam acak-acakan yang duduk di depan Kafka tepatnya di atas meja.
“Ini menyangkut masa depan si Kafka,” Arkan mendudukkan dirinya pada bangku kosong di sebelah Kafka.
“Kok gue? Lah emang gue ngapain?” seru Kafka. Nama panjang bukan Kafkaaaaaa tapi Kafka Angkara Delion. Keren, kan? Yalah.
Kafka merupakan salah satu cogan di SMA Garuda Wisma. Tetapi Kafka bukan termasuk ke dalam kategori lelaki dingin yang suka memasang wajah angkuhnya. Kafka hanya seorang siswa biasa yang mengenyang pendidikan lewat jalur beasiswa.
“Katanya elo pacaran sama si Tessa,” cetus Arkan.
“Siapa yang bilang?”
“Anak-anak noh disepanjang koridor pada ngomongin elo katanya elo pacaran sama Tessa.”
Ini tidak boleh dibiarkan, gosip murahan tidak boleh menyebar. Kafka segera bangkit dari tempat duduknya, bergegas keluar kelas dengan cepat.
“Gas!” ajak Lion lantas turun dari meja dan berlalu mengejar Kafka diikuti Arkan di belakangnya.
***
“Terima kasih, Mbak Angel,” ujar Naura saat pelayan muda penjual cireng itu meletakkan pesanan miliknya tepat di hadapannya.
“Sama-sama,” balas mbak Angel lantas bergegas meninggalkan meja Alexa cs.
Sembari menikmati cireng miliknya, Naura pun membuka obrolan bersama teman-temannya agar meja yang ditempatinya tidak sepi seperti kuburan. “Eh, gue ada topik baru nih masih berhubungan dengan Kafka dan Tessa.”
Mendengar nama Kafka dan Tessa, Alexa yang kala itu sedang menikmati siomay miliknya lekas mengentikan aktivitasnya, menatap Naura dengan raut penasarannya. “Gimana, gimana?”
“Kafka sama Tessa itu cuma gosip—”
“Kan emang gosip.”
Naura menghentikan ucapannya kala Alisa tiba-tiba menukasnya membuat gadis itu mendapatkan hadiah tatapan datar dari teman-temannya.
Alisa menyegir kuda. “Oke-oke lanjut!”
“Abis kita gosip tadi gue langsung chat Arkan dan Arkan langsung ngomong sama Kafka, kebetulan juga satu sekolah lagi ramai ngomongin dia jadinya ya pas aja gitu momennya,” Naura menjeda kalimatnya. Gadis itu terlebih memasukkan cireng ke dalam mulutnya sebelum akhirnya kembali membuka suara untuk melanjutkan cerita. “Katanya pagi tadi Kafka langsung pergi ke kelas Tessa dan buat klarifikasi secara langsung. Bayangin, gimana malunya si Tessa kala itu!”
“Wah anjir, keknya emang kesempatan buat gue deketin si Kafka sih hahahaha,” Alexa segera menimpali dengan semangat diiringi dengan tawa bahagia.
“Iya gas pepetin sana, gue setuju-setuju aja. Tapi....” Naura menjeda kalimatnya, pandangan matanya mengarah pada Clara yang sedang menyantap mie ayam miliknya. “Yang lagi makan mie, rela nggak nih?” serunya.
“Nahloh....” Alisa, Rania dan Naura berseru bersama membuat Clara tersedak.
“Sepertinya nggak rela sampai tersedak gitu,” seru Naura sembari mengulurkan minuman untuk Clara yang langsung diterima oleh gadis itu.
“Ambil aja sih kalau emang suka. Lagian... Dia juga baik kok sebenarnya orangnya,” ujar Clara. Gadis itu berujar dengan santai seperti seseorang yang sama sekali tidak pernah memiliki rasa terhadap Kafka.
“Awww, sayang Clara banyak-banyak. Duh, Kafka emang udah saatnya disayang sama Alexa,” ujar gadis itu bergurau. Sejatinya Alexa tidak benar-benar naksir dengan Kafka, gadis itu hanya bercanda dan semoga candaannya itu tidak akan berubah menjadi cinta. Karena bercanda menciptakan tawa yang bisa menjadikan cinta. Dan cinta, cinta bisa menghadirkan luka.
“Beb,” suara Arkan mengalihkan atensi Alexa cs terutama Naura yang sedang menikmati citengnya.
Lelaki itu terlihat berjalan dengan sangat gagah bersama dengan kedua temannya, Kafka dan Lion.
“Ekhem,” Alexa tiba-tiba berdehem. Tenggorokannya terasa gatal mendadak melihat Kafka yang sekarang berdiri di sebelahnya mejanya. Gadis itu tiba-tiba salting sampai blushing mengingat perkataannya tadi. “Anjir, panjang umur banget dia,” monolog Alexa dalam hatinya.
Alexa mencoba untuk mencuri pandang dengan Kafka tapi yang ada malah ia ke-gep karena kebetulan Kafka juga melirik ke arahnya. “Mampus,” gumam Alexa merutuki dirinya sendiri dalam hati. Entah kenapa hal itu sukses membuat dirinya salting luar biasa hingga tidak bisa terdiam dengan tenang di tempat duduknya.
“Lo kenapa sih, Xa?” cetus Alisa bertanya membuat semua pasang mata menatapnya tak terkecuali Kafka.
“Gapapa gue nggak papa serius gapapa,” tutur Alexa berdrama membuat Alisa menatap aneh ke arahnya. Sementara Kafka hanya menatapnya dengan pandangan mata yang sulit diartikan.
Alexa menyandarkan tubuhnya pada railing dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada. Gadis itu nampak sedang berbincang dengan Chika yang tidak henti-hentinya mengoceh dan memuji ketampanan Kafka yang sekarang sedang bermain badminton di lapangan lantai dasar.“Coba deh lo liat, kurangnya apa coba dia? Ganteng, tinggi, pinter basket, rajin, bertanggung jawab, paket komplit banget,” seru Chika sembari terus memperhatikan Kafka yang sedang melakukan pukulan.“Hilih, lo muji dia kek lo ga punya laki aja,” Alexa memutar bola matanya malas, ia kemudian memutar tubuhnya masih dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Netranya menatap ke bawah hingga siluet Kafka terlihat jelas di sana.Senyum Alexa memudar kala melihat Kafka menyeka keringat di pelipisnya. Entah kenapa kadar ketampanan laki-laki itu bertambah berkali-kali lipat. “Ya emang ganteng sih,” senyum tipis terukir
Di dalam sebuah kamar dengan pencahayaan yang tidak terlalu terang Kafka terlihat sedang mengsibukan diri dengan tugas-tugas sekolahnya. Lelaki itu terlihat fokus dalam menulis jawaban-jawaban yang bersarang di otaknya.Seorang wanita paruh baya mengetuk pintu kamar Kafka lantaran berjalan perlahan menghampiri putra satu-satunya. “Lagi belajar, ya?” katanya bertanya sembari menepiskan senyum teduhnya. Kedua tangannya bertengger pada bahu Kafka sementara netranya menatap lembar kerja putranya.Kafka sejenak menghentikan aktivitasnya, memutar lehernya menatap sang ibu dengan senyum terukir sempurna. “Iya, besok dikumpulkan.”Aluna mengangguk, tangannya tergerak untuk mengusap lembut bahu sang putra. “Jangan terlalu memaksakan diri untuk bekerja. Sekarang ini, kamu adalah seorang pelajar yang tugasnya belajar. Kamu pasti belum makan, kan?” tutur lembut Luna kepada putranya. Ia bertanya bu
Pagi ini, kelas Alexa bersama teman satu kelasnya sedang melakukan perenggangan badan untuk pemanasan dengan pak Andi sebagai pemandu. Sekitar lima belas menit lamanya, kelas 11 IPA 2 akhirnya selesai dengan pemanasannya.“Oke, sekarang kalian keliling lapangan 5 kali!” instruksi pak Andi yang langsung dilaksanakan seluruh murid 11 IPA 2.Empat orang lelaki yang adalah Kafka, Lion, Arkan dan Devan tiba-tiba memasuki lapangan membuat fokus Alexa tertuju ke arahannya. Chika yang melihat itu segera menyenggol bahu Alexa sembari melemparkan senyum menggoda. “Bebeb tuh,” katanya sembari menunjuk Kafka dengan lirikan mata.“Hilih,” balas Alexa. Gadis itu mencuri pandang ke arah Kafka yang terlihat sedang berbincang dengan pak Andi hingga lima menit kemudian Pak Andi meniup peluit yang bertengger pada lehernya.“Setelah kalian lari mengelilingi lapangan, kalian bisa berpi
Suara lonceng terdengar menandakan adanya seorang pelanggan. “Hazelnut latte satu, ya,” ujar sosok itu yang adalah Alexa kepada seorang pelayan lelaki yang kini berdiri membelakanginya. Mendengar suara pelanggan, sosok itu pun membalikan badannya dan hal itu sukses membuat mata Alexa membola. “Kafka....” “Alexa....” Seru keduanya bersama. Kafka melemparkan senyum manisnya yang tidak terbalas karena Alexa masih pada keterkejutannya. “Lexa, hello....” Kafka melambaikan tangannya tepat di hadapan Alexa membuat gadis itu tersadar lantas segera menundukkan kepala. Alexa merutuki dirinya dalam hati, dirinya merasa malu sekarang. “Sorry, gue pesen Hazelnut Latte satu, ya,” ulang Alexa yang kemudian dibalas Kafka. “Oke, tunggu sebentar,” ujar Kafka kemudian menyiapkan minuman yang diminta Alexa. “Lo suka hazel
“Yang waktu itu hanya kesalahpahaman. Tolong, jangan dimasukin ke dalam hati, ya? Maaf, bercandaku kelewatan. Semoga kamu tidak berfikir macam-macam tentang diriku, aku benar-benar malu,” ucap seorang gadis berseragam SMA itu kepada seorang lelaki yang sekarang berdiri tepat di hadapannya, menatapnya dalam serta penuh keseriusan. Kedua tangannya terkepal erat dengan perasaan yang tidak karuan. Hatinya seperti dipatahkan dan rasa kecewa seakan menyelinap pada relung hatinya tanpa diminta. Ia tidak tahu kenapa yang jelas perkataan yang baru saja terlontar dari mulut Alexa benar-benar menghancurkan hatinya.Alexa, membeku di tempatnya dengan netra yang tidak lepas dari manik elang Kafka. Ada sedikit perasaan lega setelah mencetuskan sebuah klarifikasi yang menjadi bahan gosip akhir-akhir ini. Namun, ada sebuah perasaan tidak rela saat ia mengatakannya. Ada rasa takut yang Lexa sendiri tidak paham apa artinya.Alexa dan Kafka masih terus memandang dalam, tatapa
Suara lonceng terdengar menandakan adanya seorang pelanggan. “Hazelnut latte satu, ya,” ujar sosok itu yang adalah Alexa kepada seorang pelayan lelaki yang kini berdiri membelakanginya. Mendengar suara pelanggan, sosok itu pun membalikan badannya dan hal itu sukses membuat mata Alexa membola. “Kafka....” “Alexa....” Seru keduanya bersama. Kafka melemparkan senyum manisnya yang tidak terbalas karena Alexa masih pada keterkejutannya. “Lexa, hello....” Kafka melambaikan tangannya tepat di hadapan Alexa membuat gadis itu tersadar lantas segera menundukkan kepala. Alexa merutuki dirinya dalam hati, dirinya merasa malu sekarang. “Sorry, gue pesen Hazelnut Latte satu, ya,” ulang Alexa yang kemudian dibalas Kafka. “Oke, tunggu sebentar,” ujar Kafka kemudian menyiapkan minuman yang diminta Alexa. “Lo suka hazel
Pagi ini, kelas Alexa bersama teman satu kelasnya sedang melakukan perenggangan badan untuk pemanasan dengan pak Andi sebagai pemandu. Sekitar lima belas menit lamanya, kelas 11 IPA 2 akhirnya selesai dengan pemanasannya.“Oke, sekarang kalian keliling lapangan 5 kali!” instruksi pak Andi yang langsung dilaksanakan seluruh murid 11 IPA 2.Empat orang lelaki yang adalah Kafka, Lion, Arkan dan Devan tiba-tiba memasuki lapangan membuat fokus Alexa tertuju ke arahannya. Chika yang melihat itu segera menyenggol bahu Alexa sembari melemparkan senyum menggoda. “Bebeb tuh,” katanya sembari menunjuk Kafka dengan lirikan mata.“Hilih,” balas Alexa. Gadis itu mencuri pandang ke arah Kafka yang terlihat sedang berbincang dengan pak Andi hingga lima menit kemudian Pak Andi meniup peluit yang bertengger pada lehernya.“Setelah kalian lari mengelilingi lapangan, kalian bisa berpi
Di dalam sebuah kamar dengan pencahayaan yang tidak terlalu terang Kafka terlihat sedang mengsibukan diri dengan tugas-tugas sekolahnya. Lelaki itu terlihat fokus dalam menulis jawaban-jawaban yang bersarang di otaknya.Seorang wanita paruh baya mengetuk pintu kamar Kafka lantaran berjalan perlahan menghampiri putra satu-satunya. “Lagi belajar, ya?” katanya bertanya sembari menepiskan senyum teduhnya. Kedua tangannya bertengger pada bahu Kafka sementara netranya menatap lembar kerja putranya.Kafka sejenak menghentikan aktivitasnya, memutar lehernya menatap sang ibu dengan senyum terukir sempurna. “Iya, besok dikumpulkan.”Aluna mengangguk, tangannya tergerak untuk mengusap lembut bahu sang putra. “Jangan terlalu memaksakan diri untuk bekerja. Sekarang ini, kamu adalah seorang pelajar yang tugasnya belajar. Kamu pasti belum makan, kan?” tutur lembut Luna kepada putranya. Ia bertanya bu
Alexa menyandarkan tubuhnya pada railing dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada. Gadis itu nampak sedang berbincang dengan Chika yang tidak henti-hentinya mengoceh dan memuji ketampanan Kafka yang sekarang sedang bermain badminton di lapangan lantai dasar.“Coba deh lo liat, kurangnya apa coba dia? Ganteng, tinggi, pinter basket, rajin, bertanggung jawab, paket komplit banget,” seru Chika sembari terus memperhatikan Kafka yang sedang melakukan pukulan.“Hilih, lo muji dia kek lo ga punya laki aja,” Alexa memutar bola matanya malas, ia kemudian memutar tubuhnya masih dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Netranya menatap ke bawah hingga siluet Kafka terlihat jelas di sana.Senyum Alexa memudar kala melihat Kafka menyeka keringat di pelipisnya. Entah kenapa kadar ketampanan laki-laki itu bertambah berkali-kali lipat. “Ya emang ganteng sih,” senyum tipis terukir
“Eh guys, dengar-dengar dari kelas sebelah Kafka sama Tessa tunangan, ya?” cetus Alexa. Gadis manis pemilik rambut hitam legam itu terlihat sedang berkumpul bersama dengan teman-temannya satu gengnya. Seperti biasa, mereka sedang melakukan rutinitas paginya, bergosip. Gosip memang salah satu nikmat dunia yang mengandung banyak dosa. Tapi, ya gimana ya...? Mau ditinggalin juga nggak bisa.“Yang bener lo?” ujar Chika. Gadis cantik berwajah bulat dengan pipi tembemnya itu merespon pertama kali dengan begitu antusiasnya.Alexa yang membawakan berita utama pun mengangguk penuh keyakinan.“Mantan punya yang baru, gimana perasaan lo, Ra?” Naura melirik Clara yang duduk bersebrangan dengan Alexa.“Biasa aja,” ujar Clara memasang wajah acuhnya.“Yang udah dimasukin mah nggak akan galau ya gara-gara mantan punya yang baru,” seru Alisa turut menimpali.“Ekhem, kok gue rada-rada nggak rel
“Yang waktu itu hanya kesalahpahaman. Tolong, jangan dimasukin ke dalam hati, ya? Maaf, bercandaku kelewatan. Semoga kamu tidak berfikir macam-macam tentang diriku, aku benar-benar malu,” ucap seorang gadis berseragam SMA itu kepada seorang lelaki yang sekarang berdiri tepat di hadapannya, menatapnya dalam serta penuh keseriusan. Kedua tangannya terkepal erat dengan perasaan yang tidak karuan. Hatinya seperti dipatahkan dan rasa kecewa seakan menyelinap pada relung hatinya tanpa diminta. Ia tidak tahu kenapa yang jelas perkataan yang baru saja terlontar dari mulut Alexa benar-benar menghancurkan hatinya.Alexa, membeku di tempatnya dengan netra yang tidak lepas dari manik elang Kafka. Ada sedikit perasaan lega setelah mencetuskan sebuah klarifikasi yang menjadi bahan gosip akhir-akhir ini. Namun, ada sebuah perasaan tidak rela saat ia mengatakannya. Ada rasa takut yang Lexa sendiri tidak paham apa artinya.Alexa dan Kafka masih terus memandang dalam, tatapa