"Bosan sekali," ucap Mery merasa kesal sebab tidak tahu harus melakukan apa."Iya. Aku juga, Nek." Kiara singkat yang malah membuat Mery semakin kebingungan. Kedua wanita itu benar-benar tampak sangat dekat membuat Susi sedikit tidak suka pada gadis itu. Bagaimana tidak, ia menjadi seolah tersisihkan dan malah lebih banyak menghabiskan waktu bersama Jodi.Kini, Mery dan Kiara bahkan tiduran di lantai sebab hari cukup terik dan tidak boleh menggunakan AC. "Bu, di sofa saja, nanti bisa masuk angin," ucap Susi yang sama sekali tidak digubris oleh Mery.Entah mengapa, wanita tua itu merasa jika belakangan ini Susi semakin cerewet setiap harinya."Susi, kalau kamu nggak mau bergabung dengan kami nggak apa-apa. Tapi, biarkan kami untuk tiduran di sini. Kami capek, kepanasan," keluh Mery yang memang masih berkeringat setelah baru saja kembali dari rumah sakit memeriksakan tangan Kiara."Nek, yuk kita ke sofa aja," ajak Kiara.Tampak jika Susi terhenti untuk mengetahui jawaban Mery. Ia akan
Lehon telah tiba di gedung perusahaannya ketika ia menunggu Nesya datang. Tatkala gadis itu telah kelihatan dan benar seperti dugaannya, diantar oleh Ben. Ia segera keluar dari mobil, menyeimbangi langkah gadis itu."Eh, Pak Lehon. Selamat pagi, Pak." Nesya menyapa dengan bersikap sopan. Lehon yang sebenarnya berniat naik bersama-sama dengan gadis itu, pun harus membalas sapaan itu. Ia bahkan menunggu gadis itu ketika mengabsen."Ada apa, Pak?" "Kamu mau ke atas, kan? Saya juga, kebetulan.""Ke atas ngapain, Pak?" tanya Nesya yang berhasil membuat Lehon mengerutkan dahi. Ia sungguh bingung dan beberapa saat setelahnya, wajahnya memasang senyum sumringah dan sedikit menahan malu. Ia baru sadar jika ruangannya ada di lantai satu. "Kamu ikut saya, sekarang!" Melangkah cepat dan besar untuk masuk ke ruangannya. Namun, ia segera kembali untuk mengabsen. Cukup konyol dalam pandangan orang yang tengah bersamanya kala itu.
Kiara baru saja tiba di tempat di mana ayahnya telah terbujur kaku. Sebentar lagi, tubuh pria itu akan dimasukkan ke dalam tempat peristirahatan terakhirnya, yaitu peti. Gadis yang sejak kemarin telah menahan tangis dalam diam tak lagi dapat menahannya. Ia keluar dari mobil dengan langkah gontai. Tubuhnya melemas. Air mata yang sebenarnya sejak tadi sudah bercucuran, kini semakin membanjiri wajahnya."Ayah. Ayah. Ini aku, Ayah. Bangun, Ayah. Lihat aku. Ini aku ... Kiana. Ayah...."Teriakan yang hampir menghabiskan suaranya itu masih tak membuatnya puas. Ia menampar wajahnya sendiri untuk menyadarkan dirinya, berharap jika ini semua hanya mimpi.Perlahan tapi pasti, ia mencoba mendekati tubuh ayahnya itu, melihat goresan di tangannya. Iya, Bimo benar-benar melakukan bunuh diri."Aaa ... Ayah, aku nggak bisa. Aku nggak akan bisa tanpa Ayah. Aku nggak punya alasan hidup selain Ayah. Jangan tinggalkan aku, Ayah. Bangunlah, Ayah. Bimo Hernanda, apa kau tidak mendengar tangisan putrimu ini
Hari yang sangat tidak mengenakkan bagi Nesya. Gadis itu bangun setelah tidur hanya dua jam. Ia terkejut ketika melihat jam telah menunjuk ke angka tujuh."Astaga!" pekiknya panik. Ia menjambak rambutnya selama beberapa saat sebelum akhirnya memutuskan untuk bergerak.Ia menatap wajahnya di kaca. Ia kebingungan sebab tidak tahu cara memasak. Beberapa hari ini, ia masih bisa merasa aman dan tenang sebab Ben telah mempersiapkan segala sesuatunya.Walau begitu, ia tetap harus berangkat bekerja. Terlebih lagi, tak ingin menyia-nyiakan pekerjaan yang telah ia selesaikan. Baginya pembalasan dendam terbaik adalah dengan melewati setiap tantangan dari musuhnya."Setengah jam!" Iya, dalam setengah jam ia bisa menyelesaikan urusan dengan dirinya sendiri, walau sekarang rumah itu tampak sangat berantakan. "Tenang, Nes. Tenang. Kita akan beresin semua kekacauan ini setelah kembali dari kantor. Ok?"Gadis itu memantapkan diri untuk berangkat. Tatkala ia telah menutup pintu dan sedikit membungkuk u
Mery sangat kaget setelah mendengar kabar jika Kiara tak lagi ingin tinggal bersamanya, tepat seperti apa yang ada di pikiran Lehon."Nenek, nggak usah terlalu dipikirkan. Sudahlah, yang penting Nenek baik-baik saja sekarang. Biarkan dia memilih jalan hidupnya, yang penting kita tidak pernah bermaksud menyakitinya."Mery terdiam dan duduk di kursi goyangnya. Hidupnya seolah tidak menarik. Tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang, tanpa Kiara. Terlebih lagi, Susi yang selalu sibuk dengan Jodi. Entah sejak kapan keduanya selalu melakukan pekerjaan bersama-sama."Nek, kita makan, yuk? Setelah makan siang nanti, aku mau ke kantor. Ada berkas yang harus diurus dan diperiksa. Hari ini harus masuk kantor."Tak ada pilihan, tidak ingin membuat cucunya merasa sedih. Wanita tua itu pun mengangguk setuju. Ia melangkah bersama-sama dengan Lehon menuju meja makan. Tempat itu juga hanya diisi oleh mereka berdua sebab Jodi dan Susi masih tidak kembali."Sepertinya nenek ada pekerjaan baru sekarang."
Tidak terasa, sebulan telah berlalu. Jadwal penggajian untuk karyawan Handly Group kembali dilangsungkan. Mereka tersenyum bahagia sebab mendapatkan bonus di masing-masing rekening. Tak terkecuali dengan Kiara dan Nesya.Ayu mendatangi keduanya untuk bertanya. "Apa memang sering begini?"Nesya mengangguk dan tersenyum. "Ya, kalau perusahaan kita mendapatkan untung yang besar, kita akan mendapatkan bonus. Kadang juga makan bersama general manager. Dulu begitu. Sama Pak Lehon mah, seru. Sayangnya dia udah jadi presdir sekarang, digantikan sama temannya yang itu tuh." Nesya mengoceh seraya menunjuk dengan bibirnya ke arah Abi yang baru saja naik ke lantai dua."Nesya ... nggak boleh gitu. Kamu kelihatannya enggak terlalu suka dengan dia. Betul?" ucap Ayu menebak-nebak."Bukan cuma nggak suka, Kak. Bener-bener nggak suka! Udah ah, skip. Malas kalau bahasannya ada dia." Membuang pandangannya dan fokus dengan kening Kiara yang masih meninggalkan sedikit bekas."Itu kenapa lagi?" tanya Ayu.
Sore itu, Nesya terpaksa menumpang teman kerjanya untuk pergi ke kampus sebab kedatangan Ben yang tak kunjung datang. Hal itu juga membuat Kiara terpaksa menunggu sendiri di parkiran. Ia cukup resah sebab sudah terlalu lama menunggu, tidak banyak orang yang tersisa di kantor.Ia yang sedari tadi menolak tawaran seluruh teman kerjanya untuk mengantar pulang, kini sedikit menyesal. Ia melakukannya sebab mengingat ketidaksukaan pria itu apabila ia dekat dengan orang lain dan akan mengakibatkan kemarahan besar.Lehon yang tak sengaja lewat di pos penjaga kantor, pun masuk dan iseng memeriksa tampilan kamera pengawas. Matanya menyipit ketika melihat seorang gadis yang sepertinya ia kenali.Dengan segera ia mengambil alih dan memperjelas gambar itu. Alangkah terkejutnya ia ketika memastikan siapa orangnya.Langkah besarnya ia andalkan untuk segera ke parkiran dan menghampiri gadis itu, bersamaan dengan ponselnya yang mendapat pesan dari Abi yang sedang mengalami kesedihan teramat."Kamu bel
Kiara tampak hadir di kediaman Mery sekarang. Ia datang bersama Nesya yang memang ingin meminjam koleksi buku tentang bisnis, yang pernah dijanjikan oleh nenek dari bosnya itu. Keduanya segera disambut hangat oleh Mery. Wanita itu juga segera menyuruh Susi untuk membuatkan minum."Kami bisa buat sendiri, Nenek," ucap Kiara menolak dengan manis."Tidak apa-apa. Itu sudah menjadi tugasnya, biarin dia kerja sedikit, jangan terus-terusan nempel dengan Jodi," balas Mery terang-terangan.Hal itu membuat kedua gadis itu saling bersitatap sebelum akhirnya membahas hal lain. Dan kali ini, perbincangan itu menjurus ke arah buku-buku yang sedang dipelajari oleh Nesya saat ini. Giliran Jodi yang terpanggil."Tolong bawakan buku yang kemarin aku kumpulkan di gudang. Satu kardus penuh itu bawakan saja ke sini," pinta Mery yang segera dibalas hangat oleh Jodi.Kiara dan Nesya sadar jika sesuatu telah terjadi, namun mereka tidak punya kuasa dan keberanian untuk menanyakan hal itu.Gadis itu membawak