"Sudah puas seharian?" tanya Lehon yang ternyata sedang menyidak Jodi dan Susi. Pria itu tampak sedang menegaskan aturan di rumah itu. Bahkan tidak terlalu peduli dengan kekesalan yang ditunjukkan oleh neneknya.Kiara baru saja sadar dengan apa yang tengah terjadi. Ia perlahan masuk kemudian membuka sepatunya. Tak lupa, menengok ke belakang untuk memastikan keadaan Nesya yang ternyata sudah benar-benar kembali. Mau tidak mau dirinya harus tetap masuk dan mengikuti acara sidak yang sedang dijalankan oleh Lehon."Ssst!" Mery berusaha memberi instruksi agar gadis ini tak melakukan kesalahan. Dengan begitu, ia tidak perlu ikut dalam perangkap yang dipasang oleh cucunya itu."Ck!" Lehon sadar dengan perbuatan neneknya kemudian mendongak ke arah Kiara yang tengah berjalan terjingkat-jingkat. "Kemari, tidak ada alasan sakit atau apa."Mendengar panggilan itu, pupus sudah harapan kedua wanita itu untuk kabur dari Lehon."Sudah puas seharian? Katanya pergi ngecek kesehatan, tapi nyatanya apa?
Ben tampak senang sebab bisa bebas sehari lebih awal. Ia mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang telah menahannya sejauh ini, sebab dirinya bisa lebih paham akan kesalahannya. Pria itu tampak berjalan keluar dari sana, namun ia tak segera pulang, malah ke lain tempat.Beberapa saat kemudian, ia sudah tampak duduk berhadapan dengan Bimo. Ia menyalim pria itu terlebih dahulu dan menanyakan kedatangan Kiara akhir-akhir ini. Sesungguhnya, ia hanya penasaran apakah gadis itu memberi tahu kelakuan buruknya kepada ayahnya."Dia bilang kamu sibuk, Nak. Kalau sibuk, apa salahnya bawa dia aja bersama kamu?" kata Bimo seketika membuat partikel-partikel jahat di tubuhnya seolah bangun dan tersenyum."Dia sudah dewasa, Om. Aku hanya bisa mengingatkan dia kalau ada kesalahan dan membantunya ketika butuh. Dia sudah bekerja sekarang. Aku lihat, hal itu memicu senyuman untuk terus melekat di bibirnya, secara tidak sadar dia bisa hidup dengan tenang."Bimo tampak tersenyum senang. "Terima kasi
"Bosan sekali," ucap Mery merasa kesal sebab tidak tahu harus melakukan apa."Iya. Aku juga, Nek." Kiara singkat yang malah membuat Mery semakin kebingungan. Kedua wanita itu benar-benar tampak sangat dekat membuat Susi sedikit tidak suka pada gadis itu. Bagaimana tidak, ia menjadi seolah tersisihkan dan malah lebih banyak menghabiskan waktu bersama Jodi.Kini, Mery dan Kiara bahkan tiduran di lantai sebab hari cukup terik dan tidak boleh menggunakan AC. "Bu, di sofa saja, nanti bisa masuk angin," ucap Susi yang sama sekali tidak digubris oleh Mery.Entah mengapa, wanita tua itu merasa jika belakangan ini Susi semakin cerewet setiap harinya."Susi, kalau kamu nggak mau bergabung dengan kami nggak apa-apa. Tapi, biarkan kami untuk tiduran di sini. Kami capek, kepanasan," keluh Mery yang memang masih berkeringat setelah baru saja kembali dari rumah sakit memeriksakan tangan Kiara."Nek, yuk kita ke sofa aja," ajak Kiara.Tampak jika Susi terhenti untuk mengetahui jawaban Mery. Ia akan
Lehon telah tiba di gedung perusahaannya ketika ia menunggu Nesya datang. Tatkala gadis itu telah kelihatan dan benar seperti dugaannya, diantar oleh Ben. Ia segera keluar dari mobil, menyeimbangi langkah gadis itu."Eh, Pak Lehon. Selamat pagi, Pak." Nesya menyapa dengan bersikap sopan. Lehon yang sebenarnya berniat naik bersama-sama dengan gadis itu, pun harus membalas sapaan itu. Ia bahkan menunggu gadis itu ketika mengabsen."Ada apa, Pak?" "Kamu mau ke atas, kan? Saya juga, kebetulan.""Ke atas ngapain, Pak?" tanya Nesya yang berhasil membuat Lehon mengerutkan dahi. Ia sungguh bingung dan beberapa saat setelahnya, wajahnya memasang senyum sumringah dan sedikit menahan malu. Ia baru sadar jika ruangannya ada di lantai satu. "Kamu ikut saya, sekarang!" Melangkah cepat dan besar untuk masuk ke ruangannya. Namun, ia segera kembali untuk mengabsen. Cukup konyol dalam pandangan orang yang tengah bersamanya kala itu.
Kiara baru saja tiba di tempat di mana ayahnya telah terbujur kaku. Sebentar lagi, tubuh pria itu akan dimasukkan ke dalam tempat peristirahatan terakhirnya, yaitu peti. Gadis yang sejak kemarin telah menahan tangis dalam diam tak lagi dapat menahannya. Ia keluar dari mobil dengan langkah gontai. Tubuhnya melemas. Air mata yang sebenarnya sejak tadi sudah bercucuran, kini semakin membanjiri wajahnya."Ayah. Ayah. Ini aku, Ayah. Bangun, Ayah. Lihat aku. Ini aku ... Kiana. Ayah...."Teriakan yang hampir menghabiskan suaranya itu masih tak membuatnya puas. Ia menampar wajahnya sendiri untuk menyadarkan dirinya, berharap jika ini semua hanya mimpi.Perlahan tapi pasti, ia mencoba mendekati tubuh ayahnya itu, melihat goresan di tangannya. Iya, Bimo benar-benar melakukan bunuh diri."Aaa ... Ayah, aku nggak bisa. Aku nggak akan bisa tanpa Ayah. Aku nggak punya alasan hidup selain Ayah. Jangan tinggalkan aku, Ayah. Bangunlah, Ayah. Bimo Hernanda, apa kau tidak mendengar tangisan putrimu ini
Hari yang sangat tidak mengenakkan bagi Nesya. Gadis itu bangun setelah tidur hanya dua jam. Ia terkejut ketika melihat jam telah menunjuk ke angka tujuh."Astaga!" pekiknya panik. Ia menjambak rambutnya selama beberapa saat sebelum akhirnya memutuskan untuk bergerak.Ia menatap wajahnya di kaca. Ia kebingungan sebab tidak tahu cara memasak. Beberapa hari ini, ia masih bisa merasa aman dan tenang sebab Ben telah mempersiapkan segala sesuatunya.Walau begitu, ia tetap harus berangkat bekerja. Terlebih lagi, tak ingin menyia-nyiakan pekerjaan yang telah ia selesaikan. Baginya pembalasan dendam terbaik adalah dengan melewati setiap tantangan dari musuhnya."Setengah jam!" Iya, dalam setengah jam ia bisa menyelesaikan urusan dengan dirinya sendiri, walau sekarang rumah itu tampak sangat berantakan. "Tenang, Nes. Tenang. Kita akan beresin semua kekacauan ini setelah kembali dari kantor. Ok?"Gadis itu memantapkan diri untuk berangkat. Tatkala ia telah menutup pintu dan sedikit membungkuk u
Mery sangat kaget setelah mendengar kabar jika Kiara tak lagi ingin tinggal bersamanya, tepat seperti apa yang ada di pikiran Lehon."Nenek, nggak usah terlalu dipikirkan. Sudahlah, yang penting Nenek baik-baik saja sekarang. Biarkan dia memilih jalan hidupnya, yang penting kita tidak pernah bermaksud menyakitinya."Mery terdiam dan duduk di kursi goyangnya. Hidupnya seolah tidak menarik. Tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang, tanpa Kiara. Terlebih lagi, Susi yang selalu sibuk dengan Jodi. Entah sejak kapan keduanya selalu melakukan pekerjaan bersama-sama."Nek, kita makan, yuk? Setelah makan siang nanti, aku mau ke kantor. Ada berkas yang harus diurus dan diperiksa. Hari ini harus masuk kantor."Tak ada pilihan, tidak ingin membuat cucunya merasa sedih. Wanita tua itu pun mengangguk setuju. Ia melangkah bersama-sama dengan Lehon menuju meja makan. Tempat itu juga hanya diisi oleh mereka berdua sebab Jodi dan Susi masih tidak kembali."Sepertinya nenek ada pekerjaan baru sekarang."
Tidak terasa, sebulan telah berlalu. Jadwal penggajian untuk karyawan Handly Group kembali dilangsungkan. Mereka tersenyum bahagia sebab mendapatkan bonus di masing-masing rekening. Tak terkecuali dengan Kiara dan Nesya.Ayu mendatangi keduanya untuk bertanya. "Apa memang sering begini?"Nesya mengangguk dan tersenyum. "Ya, kalau perusahaan kita mendapatkan untung yang besar, kita akan mendapatkan bonus. Kadang juga makan bersama general manager. Dulu begitu. Sama Pak Lehon mah, seru. Sayangnya dia udah jadi presdir sekarang, digantikan sama temannya yang itu tuh." Nesya mengoceh seraya menunjuk dengan bibirnya ke arah Abi yang baru saja naik ke lantai dua."Nesya ... nggak boleh gitu. Kamu kelihatannya enggak terlalu suka dengan dia. Betul?" ucap Ayu menebak-nebak."Bukan cuma nggak suka, Kak. Bener-bener nggak suka! Udah ah, skip. Malas kalau bahasannya ada dia." Membuang pandangannya dan fokus dengan kening Kiara yang masih meninggalkan sedikit bekas."Itu kenapa lagi?" tanya Ayu.