Max menatap wajah polos Valerie yang masih terbaring ringkih di ranjang. Wajahnya pucat masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Ia memijat kepalanya, berpikir entah sudah keberapa kali Valerie keluar masuk rumah sakit selama menjadi istrinya.“Maaf karena telah membawamu ke dalam peliknya masalah hidupku ini. Bersamaku terus dalam keadaan bahaya.” Max bergumam lirih. Rentetan ungkapan isi hati Valerie saat masih terjebak dalam lift tadi pun terlintas, seolah menari-nari dalam otaknya. Ia merasa hatinya mencelos, teriris dengan pisau yang teramat tajam.‘Aku senang dengan menikah denganmu karena akhirnya aku bisa lepas dari ibu tiriku. Tapi, terkadang aku pun tertekan berada di dekatmu.’‘Inikah akibat yang harus aku terima karena terlahir dari rahim seorang perempuan penggoda.’‘Aku tidak punya kenangan yang indah. Hidupku terlalu menyedihkan, Max..’“Bangunlah, jika memang tidak ada suatu momen indah selama hidupmu sampai detik ini. Maka biarkan aku menciptakan momen itu. Ayo kita c
“Pak, sepertinya mobil itu memang sengaja mau buat kita celaka.” Breto nampak ketakutan begitu juga dengan Arthur. Mobil Max kembali berputar, lampu mobil itu kembali menyala menyoroti keduanya. Kemudian kembali melaju dengan kencang.“Kan... Kan beneran, Pak.”“Ah sial! Ayo kita lari!" Mereka kembali berlari menuju mobilnya yang terparkir di sana. “Mana kuncinya!”Dengan gemetar Breto menyerahkan kuncinya. Mereka berhasil masuk, saat ingin memasukkan anak kuncinya. Tapi, tiba-tiba mobil mereka dihantam oleh mobil Max dari depan, hingga membuat kuncinya jatuh. “Ahh sialan! Pakai jatuh segala lagi,” makinya. Ia berusaha mengambil kunci mobilnya. Tapi, tubuhnya kembali terbentur ketika mobil Max kembali menghantamnya.Entah berapa kali Max mengulangi kejadian itu. “Breto coba deh kamu keluar dan hampiri mobil itu. Kamu tanyakan apa maunya?”“Tapi, Pak...”“Buruan!!”Dengan tubuh gemetar Breto pun akhirnya keluar dari mobilnya. Sementara Max berdecak melihat yang keluar adalah asistenn
Keadaan di rumah sakit seketika kacau. Orang-orang berteriak histeris. Rumah sakit itu diacak-acak. Tepatnya di lantai tempat Valerie di rawat. Max panik tidak mendapati istrinya di sana, melainkan hanya ada penjaga dan pelayannya, tapi keadaan mereka semua pingsan.“Brengsek!!” maki Max begitu tiba di sana. Pikirannya seketika kalut. Ia menendang barang apapun yang berada di dekatnya. “Siapa yang berani menculik istriku!!”“Penjagaan rumah sakit ini benar-benar tidak becus. Akan ku tutup ijin operasi rumah sakit ini!! Biar ditutup selamanya!!”Orang-orang yang mendengar suara kemarahan Max ketakutan, tubuhnya bergetar, seolah merasakan aura kematian di sana. Siapapun tahu watak sikap Max. Pria yang paling kejam, akan menyiksa dan membunuh siapapun tanpa pandang bulu, sekalipun itu orang terdekatnya.Kabar tentang Max yang mengasingkan Gracia — adik tirinya yang kini entah berada di mana pun sempat mencuat ke publik. Tapi, Max tidak peduli sekalipun karena hal itu, kini hubungan ia da
“Saya sudah menemukan keberadaan Nona Valerie, Tuan.” Jerry menunjukkan di mana letak GPS itu kini. “Nona berada di seberang dermaga. Letaknya cukup, jauh karena itu juga daerah yang terpencil, Tuan.”“Kita langsung berangkat kesana, tidak perlu membuang waktu. Atau penculik itu akan semakin melakukan sesuatu pada istriku!” Max tergesa-gesa masuk ke dalam jet pribadi miliknya, yang diikuti oleh Jerry yang masih betah mengutak-atik iPad di tangannya.“Benar dugaan Anda, Tuan. Jika yang menculik Nona itu, Victor!”“Brengsek!!” maki Max dengan wajah memerah, rahangnya mengeras serta kedua tangannya mengepal. ”Ku habisi dia!!”**Tubuh Valerie gemetar ketakutan, ia kembali berbalik beringsut menjauh.“Jangan mendekat!!” teriak Valerie di sisa kekuatannya. Sungguh kondisi tubuhnya belum sepenuhnya pulih, bahkan ia merasakan pening yang amat dalam, tapi keadaan memaksa ia harus melindungi diri. ”Ayolah, sayang. Kita nikmati malam ini penuh keindahan yang menggelora. Aku jamin permainanku t
Brakkk!!!“Brengsek!! Sini kamu!!!” Seseorang tiba menarik tubuhnya lalu menghempasnya ke lantai dengan kasar. “Max...” Valerie terkejut bercampur rasa haru dan lega. Firasatnya tidak salah jika suaminya pasti akan datang menyelamatkan dirinya. Max kembali meraih tubuh Victor. “Dasar binatang kamu!!”Bugh! Bugh!! Entah berapa kali Max melayangkan pukulan seluruh tubu Victor, bahkan seakan ia tidak memberikan celah bagi Victor untuk melawan. ”Sangat menjijikan,” umpatnya. Kemarahannya tidak lagi terbendung, bayangan bagaimana pria itu tengah melecehkan istrinya membuat ia begitu kalap. Wajah Victor sudah babak belur bersimbah darah, akibat Max menendang, memukul bahkan menginjak perutnya. “Aku sudah memberikan peringatan kecil padamu. Tapi, nyatanya nyalimu besar. Kau menantang maut padaku!!” “Kenapa kau marah? Lihatlah istrimu bahkan terlihat menikmati!!” Max langsung menoleh ke arah istrinya. Terlihat Valerie menggeleng ketakutan. Geram itu yang ia rasakan, dengan cepat ia lang
Valerie membuka matanya, tersentak merasakan tangan kekar Max masih melingkar di perutnya. Ia tersenyum dengan wajah merona mengingat lagi cumbuan mesra pria itu semalam. Meski tidak sampai pada tahap inti, tetap mampu membuat rasa itu begitu melekat. Ia singkirkan tangan suaminya dengan pelan, penuh hati-hati kemudian tubuhnya berbalik ia tatap lekat wajah tampan suaminya. “Tampan sih. Tapi, kalau udah bangun galaknya macam singa,” katanya cekikikan sendiri mengingat betapa dingin dan galaknya suaminya itu. Pantas saja musuh-musuhnya begitu takut saat berhadapan dengan Max, nyatanya pria itu seperti memiliki racun yang mematikan.“Berani sekali kau menertawakanku!” desis Max yang tiba-tiba membuka matanya membuat ia terkejut. “A—aku cuma ... ”“Apa?!!”‘Tuh kan kumat lagi galaknya. Matanya melotot seperti mau lepas dari tempatnya. Mungkin aku harus mulai terbiasa dengan sifatnya itu.'”Tidak apa-apa. Aku mau mandi.” Valerie langsung buru-buru turun dan masuk ke kamar mandi, meningg
Hampir sebulan lebih Joana kerap mendatangi Valerie, bahan terkadang menghubunginya, demi mendesak agar Max mau membuka mulutnya. Tapi, tidak kunjung mendapatkan hasil. Bagi Valerie semua itu wajar, mengingat Gracia itu anak kandungnya. Bukankah sejatinya orang tua selalu ingin yang terbaik untuk anaknya, begitu juga dengan Joana. Dia ingin putrinya baik-baik saja, sayangnya langkah yang ditempuh Gracia teramat salah. Max baru saja tiba di rumah pada malam hari dengan wajah lelahnya. Begitu membuka pintu kamarnya terlihat istrinya baru selesai membersihkan diri. Valerie nampak terkejut melihat kedatangan suaminya.“Sudah pulang?” tanya Valerie santai.“Hem...” Max menjawab singkat membaca Valerie berdecak. Tapi, pria itu tidak peduli tangannya bergerak untuk mengendurkan dasinya. Duduk di meja rias Valerie mulai mengeringkan rambutnya dengan handuknya. “Max. Aku mau bicara please...”“Aku mandi dulu,” jawab Max berlalu pergi ke toilet. Valerie memilih mengganti pakaiannya lebih dul
Seorang gadis cantik berambut merah memandangi jendela kamarnya yang menghubungkan area persawahan yang terlihat begitu asri.“Mama, Papa... Aku rindu kalian,” lirihnya dengan tangis yang berderai, tubuhnya semakin kurus. Tangannya bergerak mengambil satu-satunya pigura yang ia punya berisi foto Joana dan Robert, ia usap bagian foto itu. Robert memang bukan Papa kandungnya, tapi kasih sayang pria itu bahkan melebihi Papa kandung. Seharusnya ia merasa beruntung memiliki keluarga lengkap, penuh kasih sayang, ia juga memiliki kakak yang begitu menyayanginya. Hanya karena obsesinya semuanya hancur. Ia berada di tempat yang jauh dari mereka. Hampir dua bulan di wilayah pedesaan yang minim listrik, tidak ada alat komunikasi membuat ia benar-benar tersiksa. Untuk bertahan hidup ia memanfaatkan tanaman yang berada di belakang rumah itu, juga untuk memasak ia harus mencari kayu bakar, karena tidak adanya kompor gas. Max benar-benar memberi pelajaran padanya. Pria itu tidak memandang bulu tid