Share

Bab 5. Menikah

Author: Lentera Jingga
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Suasana ballroom hotel bintang lima itu terlihat ramai, lalu lalang orang-orang berpakaian mewah hilir mudik kesana kemari. Bisik-bisik obrolan bisnis pun terdengar. Valeria dan Zenata sibuk menghidangkan menu, sesekali mengantarkan minuman saat ada seseorang yang memerintahkannya.

“Vale. Tuan yang di sebelah sana minta minuman, tolong kamu antarkan ya. Soalnya aku juga mau ke sebelah sana,” kata Zenata sambil menunjuk ke arah kerumunan orang-orang yang duduk bagian barat.

“Baik.” Valerie mulai menata minuman ke dalam nampannya, lalu membawanya di tengah jalan ia menghentikan langkahnya, saat kepalanya tiba-tiba berdentam menyakitkan.

“Vale, kenapa?”

Pertanyaan rekan kerjanya membuat ia tersadar. “Aku tidak apa-apa,” kilahnya. Ia kembali melanjutkan langkahnya. Memaksakan diri jika ia baik-baik saja, meski sejak kemarin ia merasa tubuhnya tak baik-baik saja.

“Permisi Tuan-tuan ini minumannya.” Ia menyapa, mereka yang berada di sana. Detik berikutnya matanya terbelalak, tubuhnya gemetar melihat Max berada di antaranya. Begitu juga dengan lelaki itu yang tak mengira jika akan kembali bertemu dengan gadis itu. Wajahnya langsung menegang, namun dalam waktu sesaat mampu menguasai diri, bersikap semua baik-baik saja.

“Kenapa masih di situ? Kemarikan minumannya,” sergah Max membuat Valerie tersadar dengan cepat ia berusaha mengendalikan dirinya. Meski tangannya tampak berkeringat dingin, ia mulai meletakkan minumannya. Hingga ucapan terima kasih ia dengar dari beberapa orang di sana. “Pergilah,” usir Max kemudian.

Valerie mengangguk sebagai tanda hormat, memutar tubuhnya berkali-kali menekan dadanya yang berdegup kencang, juga tubuhnya yang terasa gemetar, bahkan ia merasa suhu tubuhnya langsung naik begitu saja. Keringat dingin langsung membanjiri keningnya, tiba-tiba pandangannya buram seiring tubuhnya yang melemas tak bertenaga. Ia terjatuh pingsan mengejutkan kerumunan orang-orang di sana.

Beberapa jam kemudian Valeria yang masih terduduk lemah di atas brankar tersenyum getir mengusap perutnya. Ia benar-benar tidak mengira jika akibat cinta satu malam itu ia akan mengandung. Ketakutan jelas menyergap dirinya, mengingat benih siapa yang kini ada dalam rahimnya.

“Valerie.” Pintu terbuka Zenata masuk menghampiri dirinya. “Apa yang terjadi denganmu?”

Valerie hanya menggelengkan kepalanya tersenyum getir.

“Anak siapa yang kau kandung, Vale? Apa yang terjadi? Apa kau diperkosa? Siapa yang melakukan hal ini.” Zenata terus mencecar sahabatnya tersebut, wajahnya memperlihatkan penuh kekhawatiran.

Valeria menunduk lidahnya terasa kaku tak mampu menjawab. Rasa dilema menyergap, haruskah ia menceritakan keadaan sesungguhnya. Sedangkan ia sudah berjanji pada Max jika tidak akan membocorkan kejadian malam itu. “Aku... Aku tidak tahu.”

Zenata terdiam merasa sedih mendengarnya, melihat sahabatnya terlihat tertekan. Meski ia meyakini ada yang tidak beres, namun ia tidak bisa memaksa. “Baiklah, lalu apa yang akan kau lakukan setelah ini?”

Valerie terdiam matanya menerawang seolah tengah mengajak otaknya berpikir. “Aku akan pergi dari kota ini.”

“Kamu yakin?”

Valerie mengangguk. “Setelah dokter mengatakan aku sehat. Aku akan langsung pergi, Zena.”

“Kemana?”

“Entahlah.”

“Baiklah, aku mendukung apapun keputusanmu. Sekarang aku pulang dulu, nanti aku akan kemari membawakanmu pakaian ganti.”

Ceklek!

“Kenapa kembali, Ze? Apa yang kau lupa....” Valerie tak melanjutkan ucapannya ketika melihat siapa yang kini masuk ke ruangannya. “Tu—tuan Max,” lanjutnya lirih seketika tubuhnya kembali gemetar, apalagi saat manik biru milik lelaki itu menatap dirinya dengan pandangan tajam.

“Saya tunggu di luar, Tuan.” Jerry mengundurkan diri dari sana.

Max melipatkan kedua tangannya di dada dengan pandangan yang terus menghunus Valerie. Seketika ruangan itu terasa mencekam. “Kau yakin anak yang dalam rahimmu itu anakku?” tanyanya to the point.

Valerie mengangkat wajahnya, tak mengira lelaki itu langsung mengetahui dirinya hamil. Ah, seketika ia lupa siapa Max dengan jentikan jari ia pun bisa mengetahui apa saja. “Iya, Tuan.”

Max mendesis kesal. “Kau yakin? Tidakkah setelah itu pun kau melakukannya dengan pria lain,” katanya meragu meski ia lah yang merenggut kesucian perempuan itu.

“Saya yakin, Tuan.” Valerie menjawab dengan sangat yakin. “Saya bukan perempuan yang menjajakan tubuh pada sembarang pria,” lanjutnya membela diri seolah tidak terima Max meragukan dirinya.

“Kamu membohongi saya. Kamu bilang tidak akan mungkin hamil, nyatanya....” Max mendesah resah menatap Valerie dengan pandangan jengkel.

“Saya juga tidak tahu, Tuan.” Valerie menunduk merasa hidupnya tiba-tiba terasa suram. Sejak kecil kehadirannya tidak diinginkan oleh orang-orang terdekatnya, dan kini tiba-tiba ia hamil di luar pernikahan, akankah sang buah hati mengalami nasib yang serupa. Tak sadar tangannya bergerak meraba perutnya, di mana calon buah hatinya tumbuh

“Baiklah aku akan bertanggung jawab untuk itu, setelah kondisimu membaik aku akan membawamu keluar dari rumah sakit ini.” Max menjeda ucapannya sejenak. Memandang wajah Valerie yang tampak terkejut. “Jangan berpikir untuk melarikan diri dengan membawa anakku. Jika itu kamu lakukan kamu tahu apa yang akan aku lakukan. Nyawamu taruhannya,” lanjutnya mengancam lalu berbalik pergi dari sana. Meninggalkan Valerie yang menelan salivanya secara susah.

“Jery pindahkan perempuan itu ke ruangan VVIP, dan minta dokter berikan pelayanan terbaik agar secepatnya pulih.” Max memberi perintah asistennya. Jery bertindak dengan cepat, membuat Valerie terkejut ketika terbangun ruangan sudah pindah, bahkan ia mendapatkan pelayanan yang sangat baik. Hal tersebut membuat Zenata pun merasa heran. Pada akhirnya Valerie pun terpaksa menceritakan kejadian sebenarnya, tentu saja Zenata terkejut. Tak mengira jika sahabatnya berurusan dengan lelaki itu.

“Kau yakin akan melakukan ini, Vale?” tanya Zenata cemas. Pasalnya Valerie benar-benar ingin pergi meski kondisinya belum begitu pulih. Ya ia memutuskan untuk tetap meninggalkan kota ini dibandingkan harus berurusan dengan Max.

“Aku yakin.”

“Baiklah.”

Usai membereskan barang-barangnya. Mereka meninggalkan ruangan tersebut. Mereka memutuskan pergi pada malam hari karena suasana akan terasa sepi, tanpa takut orang mencurigai. Dengan harap-harap cemas akhirnya mereka sampai di lobi.

“Ingin pergi kemana, Nona?” tanya Jerry serius entah sejak kapan lelaki itu tiba-tiba sudah berada di sisi mereka. Valerie terdiam membisu, bola matanya bergerak dengan cepat, mencari alasan untuk terbebas dari jerat Jerry.

“S—saya...”

“Ehem, jangan coba-coba kau melarikan diri.” Suara bariton itu semakin membuat Valerie terkejut, bola matanya membelalak, saat melihat Max tiba-tiba muncul di belakang Jerry. “Mau kemana kamu?”

“Tu—tuan Max.”

“Mau kabur?” desisnya memicingkan matanya. “Jangan mimpi.” Max memberi kode pada Jery untuk membawa Valerie secara paksa. Tak memperdulikan Zenata yang berteriak meminta untuk melepaskan sahabatnya, juga Valerie yang memberontak.

Beberapa menit kemudian, mobil yang ditumpangi Valerie berhenti tepat di depan sebuah gereja. Max meminta dirinya turun.

“Tuan kenapa kita kemari?” tanya Valerie.

“Kita akan menikah malam ini juga.” Max berkata tanpa menoleh ke arah Valerie yang tampak terkejut. “Cepetan turun! Pendeta sudah menunggu.”

“A—aku...”

“Jangan membuat kesabaranku habis, Nona.” Max menyeringai sambil menarik tangan Valerie membawanya masuk ke dalam gereja secara paksa. Di sana sudah ditunggu oleh dua pendeta yang akan menikahkan keduanya.

Usai pembacaan janji suci pernikahan, dan keduanya telah dinyatakan sah menjadi suami istri. Max kembali menarik tangan Valerie keluar dari gereja. “Ingat, aku menikahimu hanya demi anak yang ada dalam perutmu. Jangan berharap lebih! Apalagi berpikir untuk melarikan diri dariku.”

Mobil tiba di depan perumahan kawasan elit, Valerie dibuat tercengang karenanya. Di sela-sela kekagumannya, ia kembali tersentak ketika tangannya kembali ditarik Max keluar. Mereka melewati pintu utama yang sudah terbuka.

“Kakak...” pekikan perempuan manja terdengar begitu Max datang. Namun, senyumnya langsung sirna ketika melihat kakak lelaki itu menggandeng seorang perempuan. “Siapa dia, Kak?”

“Kakak iparmu,” jawabnya tanpa meragu.

“Apa?!!”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Iin Romita
Makin seru. nextt, menikah menikah yey
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 6. Dia Tengah Mengandung Anakku!!

    “Apa?!” pekikan gadis berambut merah itu seketika memenuhi ruangan. Seketika tubuhnya terasa lemas tak bertenaga. Matanya masih melotot, memperlihatkan betapa ia sangat terkejut akan ucapan kakaknya tersebut. “Kakak pasti bercanda kan?” lanjutnya. Kepalanya menggeleng dengan kuat, seolah kenyataan yang ia dengar hanyalah sebuah ilusi. “Sejak kapan aku suka bercanda, Gracia!” tegas Max penuh penekanan. Ia bisa melihat sorot keseriusan dalam mata kakak tirinya tersebut. Tidak ada jawaban darinya, bibirnya terasa kelu untuk mengeluarkan sepatah kata. Matanya beralih memindai tubuh Valerie dengan intens. Tidak ada yang spesial menurutnya gadis itu hanyalah gadis biasa. Penampilannya bahkan terkesan sangat sederhana. Bagaimana bisa kakaknya terjerat pada seorang gadis yang jauh dari kriterianya. “Bagaimana bisa, Kak? Apa yang membuat kakak menikahinya,” tanyanya lirih. Meski ia terasa terkejut, dan marah. Namun, sebisa mungkin ia harus pandai mengendalikan diri. “Dia tengah mengandung

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 7. Dia Istriku

    Setelah memastikan Valerie mendapatkan penanganan yang terbaik di rumah sakit. Jerry kembali masuk ke dalam mobil di mana sang Tuan sudah menunggu. “Apa yang terjadi dengannya?” tanya Max dingin. Namun, Jerry bisa menangkap kekhawatiran dari wajahnya. “Anda mengkhawatirkannya, Tuan?” “Apa yang kau katakan. Aku tidak peduli dengannya,” sergah Max marah membuang pandangannya ke arah jendela dengan menatap lobi rumah sakit tersebut. Membuat pria yang mulai mengemudikan mobil meninggalkan kawasan rumah sakit itu hampir tertawa lepas. Meski sang atasan mengatakan tidak tapi berbanding terbalik dengan suasana hatinya. Ia bahkan bisa menangkap gerakan salah tingkah dari gelagatnya. Hanya saja ia tahu, Max bukan orang yang pandai mengekpresikan semua itu. Max terdiam gusar pikirannya mengembara pada kejadian pagi tadi saat hendak sarapan. Kedatangan Sarah yang memberitahukan bahwa Valerie pingsan cukup membuat ia merasa cemas. Terlebih saat melihat kondisinya dengan wajah pucat, tangan

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 8. Ancaman

    Ballroom Hotel Grand Luxury Buana itu terlihat mewah. Sang penyelenggara pesta tak main-main dalam menyajikan acara tersebut. Tamu berbagai kalangan atas, dan berpakaian mewah lalu lalang silih berganti. Max masuk dengan langkah tegap dan berwibawa. Dengan jas resmi yang dipadukan dengan kemeja biru navy di dalamnya menambah ketampanannya kian memancar. Rahang tegas dengan bola mata berwarna biru itu seketika berhasil menjadi pusat perhatian kaum wanita. Tak terkecuali dengan Monica sang pemilik pesta tersebut. Perempuan bergaun merah menyala dengan potongan dada yang rendah itu tampak terpukau, hingga menelan ludahnya secara susah. Otaknya seketika berkeliaran, bagaimana jika ia berhasil menyandarkan dan mengusap dada bidang pria itu saat tanpa sehelai pakaian. Itu pasti akan menjadi momen yang tidak akan terlupakan. Dengan langkah elegan ia mengambil satu gelas bear lalu ia bawa ke hadapan Max yang saat itu tengah terlibat obrolan bersama Tuan Jhonson.“Max inikah kau,” sapanya den

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 9. Apa yang Kau Lakukan?

    Mobil Lexus hitam membelah jalan raya yang cukup padat Malam kian beranjak tapi pesta belum juga selesai. Ia yang merasa sudah bosan memilih pamit undur diri, pun ia merasa jengah dengan tingkah keagresifan sang pemilik pesta. Klakson mobil terdengar bingar mengesalkan, sekesal suasana hati Max saat ini.“Kau tahu apa yang dikatakan Monica di pesta tadi, Jerry.” Pria bertubuh kekar dalam balutan jas resmi itu membuka obrolan, membuat Jerry yang tengah mengemudikan mobilnya itu menatap ke arahnya dari balik spion mobilnya dengan penasaran.“Tidak tahu, Tuan.”Max mengendurkan dasinya, melepaskan satu kancing kemejanya, lalu menghela napas berat. “Dia melamarku,” katanya kemudian membuat Jerry cukup terkejut.“Luar biasa.” Sang asisten berdecak kagum sekaligus heran. Dengusan menyebalkan terdengar dari bibir Max. “Dia mengancamku akan melakukan apapun. Jika, aku tidak menerima lamarannya.”Pria yang sudah beberapa tahun bersama dengan Max itu bahkan sampai melongo mendengarnya, bahkan

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 10. Kalian Cari Mati

    “Apa yang kau lakukan?”Suara bariton dari ambang pintu mengejutkan keduanya. Kedua tangan Gracia yang kini berada di atas pundak Valerie, ingin mencekik lehernya terhenti dan ia tarik kembali. “Kakak...” “Sedang apa kau di sini, Gracia?” Max melangkah ke arah keduanya dengan tatapan dingin. Namun, terasa mengintimidasi. Wajah Valerie masih pucat, tangannya terasa dingin tapi tak ia pungkiri kehadiran Max membuatnya lega, jika saja pria itu tidak datang entah apa yang akan terjadi pada dirinya. Bisa jadi ia hanya tinggal nama. “Kenapa kakak mesti bertanya. Tentu saja aku di sini ingin menjenguk kakak ipar dan calon keponakanku, Kak.” Gadis berambut merah itu beralih menoleh ke arah Valerie dengan tersenyum. Namun, Valerie bisa menangkap senyum mengerikan dari wajahnya, seakan-akan tengah memberi sebuah ancaman. “Pagi tadi aku ke rumah, Kakak. Tapi aku tidak bertemu dengan kalian, pelayan bilang jika kakak ipar di rawat di sini. Untuk itulah aku kemari.”Max mengangguk kecil dengan m

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 11. Istri?

    “Berani sekali kalian mendorongnya! Kalian cari mati ya!”Suara bariton itu membuat semua terkejut, tak terkecuali Valerie, ia tak menyangka jika Jerry berada di sana. Padahal ia datang hanya bersama sopir dan Sarah, itupun ia hanya memintanya menunggu di gang. “Kamu siapa?” tanya Martha sinis. Sementara kedua saudara tiri Valerie saling berpandangan bingung. “Tidak penting kalian tahu siapa saya. Yang perlu kalian tahu hanyalah jangan pernah menyakiti atau menyentuh seujung kuku pun Nona Valerie. Atau kalian akan berhadapan dengan saya!” sergah Jerry menatap satu persatu keluarga istri atasannya itu dengan tajam penuh ancaman.“Urusan kami hanya dengan Valerie. Kamu orang luar tidak berhak ikut campur urusan kami!” kekeh Martha menatap Valerie dengan kesal. Lalu beralih menoleh pada kedua anaknya, lewat matanya ia memberi kode untuk melakukan niatnya, yaitu meminta uang. “Cepat berikan kami uang!” Cherry dengan cepat meraih tangan Valerie. Begitu juga dengan Berry yang baru saja in

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 12. Perhatian Kecil

    “Maaf saya terlambat.” Suara itu membuat keduanya menoleh, mendapati Valerie berdiri tak jauh dari mereka dengan gaun malam yang menjuntai ke bawah. Namun, tetap terkesan elegan. Wajahnya di poles dengan make up yang tak terlalu berlebihan, terkesan sederhana. Bibirnya yang sore tadi Max lihat terlihat pucat, kini di poles dengan lipbalm berwarna merah muda, rambut panjangnya di gulung rapi. Jerry menahan senyumnya melihat cara tuannya menatap sang istri dengan intens, tatapan yang tak pernah ia lihat saat Max menatap gadis lain. Bertahun-tahun ia mendampingi Max kemanapun pria itu pergi, tentu saja ia sedikit mengetahui gaya Max. Dan menurutnya kali ini ada yang tak biasa, dari cara Max menatap Valerie. Ia yakin tuannya itu telah terpesona dengan perempuan itu. Di tatap sedemikian rupa oleh sang suami, tentu saja membuat Valerie merasa gugup tak karuan. Saat matanya bertabrakan dengan Max, ia langsung menundukkan kepalanya menatap ke arah lantai.“Ehem!” Jerry sengaja berdeham d

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 13. Tergoda

    “Tuan...”Tubuh Valerie terpaku di tempat, mendapati Max berdiri di depan pintunya. Dalam keberaniannya ia menatap penampilan pria itu yang entah kenapa terlihat begitu menawan. Untuk sejenak ia begitu terpesona hingga tak menyadari seperti apa penampilannya kini. Wajar saja banyak perempuan yang menginginkan pria itu. Lalu dengan dirinya yang kini bisa berada dalam satu rumah dengan Max. Apakah bisa dikatakan jika ia merupakan perempuan yang beruntung dari beberapa jajaran kaum perempuan itu? Sementara, Max bergeming menatap Valerie tak berkedip. Wajah Valerie yang pucat, rambut dicepol asal. Namun, bukan itu yang membuat pusat perhatian Max, melainkan apa yang dikenakan Valerie saat itu. Perempuan itu hanya mengenakan handuk putih sebatas paha untuk membalut tubuhnya. Hingga memperlihatkan bagian pundak dan pahanya yang terekspos mulus tanpa noda. Seketika darah Max berdesir, sesuatu dalam dirinya memberontak. Bayangan lekuk tubuh Valerie pada kejadian malam itu kembali menjelma di

Latest chapter

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 115. Finally Story of Belitan Obsesi Presdir Dingin

    Lima tahun kemudian...Sebuah mobil hitam mengkilat datang dari arah jalanan, masuk ke dalam dan berhenti tepat di pintu masuk utama. Pintu belakang langsung terbuka secara otomatis.“Hati-hati sayang.”“Yes, Daddy.” Kedua bocah kecil yang masih mengenakan seragam sekolah itu langsung turun dari mobil dan diikuti oleh salah satu pengasuhnya. Max yang berada di sisi kursi kemudi pun langsung menyusulnya. Bibirnya melengkung membentuk senyuman melihat anak-anaknya terlihat begitu ceria saat pulang sekolah. Dante telah memasuki kelas satu sekolah dasar. Sementara Sena masih menduduki TK. Max merasa kehidupannya semakin bahagia. “Jangan lari...”“Mommy.... Mommy....” Mereka berteriak memanggil Mommy-nya. Ya seperti biasa saat pertama kali masuk rumah yang mereka cari pasti ibu kandungnya. “Berisik sekali ini bocah!” celetuk Dante.“Kamu juga. Ngapain ikut-ikutan teriak. Aku kan sedang manggil Mommy-ku."“Mommyku!"“Aku....”“Isshh kalian ini kenapa berisik sekali.” Perempuan hamil yang

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 114. Lasena Nathania Anderson

    Sembilan bulan kemudian...Seorang penjaga membukakan pintu gerbang saat sebuah mobil hitam mewah mengkilat datang dari arah jalanan. Ia pun mengangguk hormat pada sang majikan yang duduk di bagian kursi belakang kemudi.Mobil berhenti tepat di pintu masuk utama. Seorang pelayan berseragam biru muda datang menyongsong menyambut kedatangannya.“Selamat sore, Tuan?” sapanya penuh hormat.Max hanya menganggukkan kepalanya. Ia menyerahkan tas hitam yang baru saja ia ambil dari dalam mobil pada pelayan itu. “Bagaimana keadaan istri saya?" tanyanya sambil melangkah masuk dan tangannya bergerak untuk mengendurkan dasinya yang terasa mencekik lehernya.“Nyonya sudah baikan, Tuan.”“Oh. Sedang apa dia?” tanya Max karena biasanya Valerie paling antusias menyambutnya pulang begitu mendengar mobilnya tiba.“Nyonya sedang berada di taman belakang bersama Nyonya Zenata dan Tuan kecil.”Max hanya mengangguk dan berbelok ke pintu samping di mana istrinya berada. Dua hari tidak bertemu istrinya ia te

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 113. Akibat Lupa Pengaman

    “Selamat ya Tuan. Nyonya Valerie positif mengandung.”Ucapan Dokter membuat keduanya pun terkejut. “Ha—hamil?”“Iya Tuan, Nyonya." Dokter Elia menunjukkan hasil tes pack di tangannya. “Dari hasil tes pack ini menunjukkan garis dua menunjukkan jika istri Anda positif hamil. Dan untuk mengetahui lebih lanjutnya, sebaiknya kita lakukan USG.”Valerie menurut, dan ia berbaring di atas brankar. Max berdiri persis di sisi istrinya, di mana dokter mulai mengoleskan gel bening di perutnya, dan melanjutkan ke tahap selanjutnya. “Nah ini bayinya Nyonya masih sebentuk kacang ya. Memasuki 6 Minggu ya, Nyonya.”Setelah mendengarkan penjelasan dari dokter dan mendapatkan beberapa vitamin. Keduanya pun langsung berpamitan pulang. “Aku masih tidak menyangka loh. Kok kamu hamil ya?"Valerie memutar bola matanya jengah. “Yaz jelas bisalah. Orang aku punya suami. Kamu tidak ingat kalau aku tidak tidak kontrasepsi setelah melahirkan Dante, dan kamupun tidak mau pakai pengaman katanya tidak enak!”“Tapi,

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 112. Wedding Jerry dan Zenata

    Ballroom hotel bintang lima itu terlihat begitu ramai lalu lalang para tamu yang hadir memenuhi senterio. Para tamu yang hadir terlihat berkelas dan mewah.Para tamu menatap takjub pada dekorasi pernikahan yang terlihat begitu mewah. Meja bundar dan kursi berpelitur mengkilap, dilapisi kain satin yang berjajar rapi. Meja ditutup taplak meja linen putih, dengan rangkaian mawar putih di setiap permukaannya. Di posisi kanan dan kiri terlihat berbagai hidangan yang tersaji dengan meja yang menempel ketat di dinding. Terlihat lampu kristal menggantung tinggi di langit-langit yang megah.Di atas panggung pelaminan yang mewah bernuansa emas, banyak bunga mawar putih, serta ada semacam dekorasi kaca dengan air mengalir ditimpa cahaya lembut. Jerry terlihat begitu tampan dalam balutan pakaian pengantin yang berwarna senada dengan gaun yang Zenata kenakan.Segalanya berjalan dengan lancar. Beberapa jam yang lalu keduanya telah melangsungkan acara janji suci pernikahan yang di bacakan langsung

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 111. Gara-gara Kotak Makan

    Layaknya anak muda yang tengah kasmaran. Jerry dan Zenata tiada hari tanpa jumpa. Di sela-sela aktivitasnya mengurus rencana pernikahannya. Keduanya masih selalu menyempatkan untuk bertemu. Bahkan tidak segan Zenata kerap datang meski hanya sekedar mengantarkan makanan padanya. Max yang mengetahui hal itu merasa geli. Jerry — seorang pria yang ia ketahui anti terhadap perempuan. Bisa-bisanya tiba-tiba bertekuk lutut pada seorang perempuan. Ah, ia lupa bagaimana dengan dirinya. Ia yang dulu hidup hanya demi sebuah ambisi pun kini mulai terasa berwarna, karena adanya Valerie dalam kehidupannya. Apalagi saat ini ada Dante di antara mereka. “Jerry, berkas yang aku butuhkan untuk—” Max yang baru saja membuka pintu ruangan asistennya itu tidak dapat melanjutkan ucapannya, saat melihat aktivitas asistennya bersama calon istrinya. “Sorry...” lanjutnya dan berlalu pergi.“Astaga...” Zenata yang sudah tersadar langsung buru-buru beranjak dari pangkuan Jerry. Demi Tuhan ia tidak sengaja, tadi

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 110. Ungkapan Cinta Max

    Seharusnya saat ini Valerie tengah menikmati masa-masa indahnya menjadi seorang ibu baru. Tapi, ia merasa aneh karena ASI-nya tidak keluar dengan deras, padahal dokter sudah memberikan vitamin. Hal itu membuat moodnya memburuk, ia sedih merasa menjadi ibu yang buruk bagi sang buah hati. Sore ini tiba-tiba Dante menangis dengan kencang. Ia sudah memberikan ASI padanya, tapi Dante tetap menangis, sepertinya ASI-nya tidak keluar, hingga menimbulkan bayi yang baru berusia lima hari itu kecewa. Dante terus menangis kencang, menggemparkan isi rumah. “Sabar sayang, sebentar. ASI mommy keluarnya belum lancar.” Valerie mencoba kembali menyusuinya, ia meringis merasakan gesekan bibir buah hatinya. Hal itu menimbulkan rasa perih dan sakit. Ia coba menahannya, tapi Dante kembali melepaskan pucuk dadanya dan menangis. Ia mencoba mencari cara agar ASI-nya kembali keluar, tapi tangisan Dante yang terdengar begitu kencang membuat kesabaran Valerie nyaris habis. “Dante, bekerja samalah dengan M

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 109. Syarat Zenata Untuk Jerry

    Centro Rest Star adalah sebuah restoran bintang lima yang terkenal dengan keindahan dan kelezatan makanannya di kota itu. Zenata pernah sekali masuk kesana, saat ia masih bekerja di catering di mana tempatnya bekerja di sewa khusus di restoran tersebut. Ia masih tidak percaya jika akan kembali memasuki restoran mewah tersebut. Otaknya berpikir merencanakan makanan apa saja yang akan ia nikmati di dalam sana. Tapi, detik berikutnya ia pun menggelengkan kepalanya, mengenyahkan isi pikirannya. Bukankah niatnya masuk hanya menemani Jerry, kenapa ia jadi berpikir ingin ikut makan. Padahal sebelumnya ia sudah terlanjur menolak. Kalau tiba-tiba ia ikut makan, bisa-bisa jadi bahan ejekan Jerry. Sudahkah, lebih baik ia diam setidaknya ia bisa menikmati kemewahan hotel tersebut. Barangkali masih bisa ber-selfie untuk mengabadikan momen tersebut.Kejutan menanti begitu ia tiba di pintu restoran seorang sekuriti memberikan sekuntum bunga mawar putih. Dengan bingung ia pun menerimanya, tapi terny

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 108. Like Son Like Mom

    Kedatangan Dante telah disambut antusias oleh penghuni rumah. Bahkan semua karyawan rumah Max dengan antusias telah menyiapkan kado untuk bayi mungil itu. “Aku ambil kursi roda dulu,” ujar Max menahan Valerie yang hendak turun dari mobil.“Buat apa?”“Buat kamulah.”Valerie melotot tidak percaya. “Aku bisa jalan.”“Enggak bisa. Aku sudah sediakan kursi roda buat kamu. Kamu kan baru lahirkan.”“Max aku hanya baru melahirkan bukan karena lumpuh. Aku masih bisa berjalan normal, kamu anggap aku lumpuh sampai diminta pakai kursi roda segala!” omel Valerie. “Ckk!! Udah diam. Kamu emang gak lumpuh tapi kan emang masih sakit habis melahirkan. Harusnya kamu itu bangga bukannya marah. Punya suami siaga begini,” sahut Max membuat Valerie memutar bola matanya jengah, lalu menurunkan kakinya berniat mengabaikan peringatan Max. Tapi, yang terjadi tiba-tiba tubuhnya melayang saat suaminya itu menggendongnya begitu saja.“Max. Lepasin..”“Gak!”“Turunkan aku. Aku masih jalan.”“Kamu keras kepala su

  • Belitan Obsesi Presdir Dingin    Bab 107. Dante Araujo Anderson

    “Buruan, Jerry!!” “Iya, Tuan.”“Kamu itu bisa nyetir apa tidak sih. Istriku sudah kesakitan, dari tadi bawa mobil jalannya seperti keong!!” omel Max. Padahal yang terjadi Jerry sudah membawa mobil itu dengan kecepatan maksimal. Hanya saja Max saja yang berlebihan, menganggap seolah-olah jalan raya itu miliknya. Tahu gitu tadi ia sarankan saja pakai mobil ambulance. Karena hanya dengan mobil ambulance lah yang bisa menyerobot jalan dengan mudah. “Saya sudah membawanya dengan kecepatan maksimal, Tuan.”“Halah bohong buktinya tidak sampai-sampai.” Max bersungut marah. Pakaiannya yang terlihat rapi kini menjadi acak-acakan karena setiap kontraksi itu datang, Valerie akan menarik dirinya entah itu dasinya, jasnya atau bahkan lengannya. Tak terhitung sudah berapa banyak cubitan yang Valerie berikan. Seketika Max merasa sedikit teraniaya. Ah seandainya bukan karena istrinya mau melahirkan buah hatinya, Max pasti akan mengomeli Valerie habis-habisan. “Kau mau..."“Aaa... Diam! Kau berisi

DMCA.com Protection Status