Head line news“Sebuah video syur skandal gelap Monica Hinata — seorang putri pengusaha sekaligus dewan perwakilan Johnson beredar luas. Diduga video tersebut direkam secara sadar. Dan lebih mengejutkannya lagi Monica ternyata pengguna narkoba.” Prang!!!Tubuh Monica seketika langsung menegang begitu melihat berita di televisi yang beredar. Terlihat di sana ada beberapa video yang beredar dirinya dengan beberapa pria. Wajahnya memucat, seakan-akan aliran darahnya telah habis. Bagaimana mungkin? Aib dan skandal yang selama ini ia jaga dengan rapat itu kini terbongkar ke publik. Siapa pelakunya? “Aaa.... Sial! Ini tidak mungkin! Siapa yang berani melakukan hal ini padaku!!” Ia berteriak marah mengejutkan beberapa pelayan rumahnya yang tengah bekerja. Remot televisi ia ambil kemudian ia lemparkan ke televisi, hingga bagian layarnya pun terlihat retak. Tak bisa berpikir jernih, dalam otaknya hanya terisi amarah. Ponselnya tiba-tiba berdering adanya panggilan dari sang Papa. Ia ambil d
Beberapa menit sebelumnya, Max yang masih berada di ruang kerjanya bersama Jerry tiba-tiba dikejutkan dengan ketukan pintu dari Sarah.“Tuan ...”“Ada apa?”“Nona Valerie tengah ribut dengan seorang perempuan di luar, Tuan.”Detik berikutnya Max dan Jerry saling memandang penuh keterkejutan. Hingga tanpa mengeluarkan kata-kata, keduanya melangkah ke luar. Dari jarak yang lumayan dekat keduanya bisa melihat dan mendengar suara Valerie dan seorang perempuan yang tengah beradu mulut.“Nona Monica, Tuan.”“Masih punya nyali dia dengan datang kemari,” ucap Max memandangnya dengan senyum menyeringai. Hingga tidak berapa lama ia terkejut melihat Monica mengangkat sebelah tangannya akan menampar Valerie. “Jangan berani menyentuh istriku!”Suaranya membuat keadaan seketika terasa mencekam. Valerie dan Monica lantas menoleh ke arahnya.“Max...” ucap keduanya berbarengan. Langkah pria itu semakin mendekat menatap ke arah Monica sejenak. Kemudian beralih ke Valerie tampak ia tatap lekat wajah per
Valerie menelan ludahnya menatap Max tanpa suara. Napasnya terasa sesak, saat tiba-tiba Max membungkuk lalu mengikis jaraknya. Harum maskulin aroma parfum pria itu pun menguar, menusuk indra penciumannya membuat sekujur tubuhnya terasa merinding dan menggairahkan. Seiring wajah Max yang mendekat, hingga napas hangatnya pun menyapu wajah cantik Valerie. Seolah tahu apa yang akan terjadi, ia pun memejamkan matanya. Perlahan ia merasakan benda kenyal menyentuh bibirnya, menyapu kemudian membelit memaksa masuk merogoh inti di dalamnya. “Emmmhhhggg.... Ah...” desahan manja tertahan lolos dari bibirnya begitu saja, membuat gairah Max kian naik. Sigap ia pun menahan tengkuk Valerie demi memperdalam ciumannya, menyesap segala inti sarinya. Hasrat liar kian menggebu tidak tertahankan, ia merasa ada yang meledak ingin keluar. Pikirannya mulai tidak terkendali, di mana saat ini kini mereka berada, saat hasrat telah membutakan logika. “Kakak ....” Suara manja mendayu mengejutkan keduanya. Valer
“Aaaa... Tidak mungkin. Putriku.. Max biadab! Akan ku habisi dia!” Jhonson berteriak histeris saat melihat tubuh putrinya bersimbah darah. Putrinya itu tiba-tiba diturunkan di depan rumah dalam keadaan tidak sadarkan diri. Darah segar tampak mengalir dari bahu Monica. Ia langsung berteriak keras memanggil sopir, hingga kemudian mobil melaju menuju kawasan rumah sakit. Monica langsung dilarikan ke ruang operasi, guna mengambil peluru yang masuk ke dalam bahunya. Dalam keadaan cemas dan kalut ia pun berkali-kali mengutuk tindakan Max yang begitu keji. Sungguh ia tidak menduga jika Max benar-benar kejam. Julukan iblis rasanya begitu pantas ia sematkan. Ia memang tahu dan paham jika Max akan menghabisi siapapun yang mengusik hidupnya, tapi tidak mengira jika Max tega melukai seorang perempuan. “Aku berjanji akan membuat kamu hancur-sehancurnya, Max.”Ingin sekali ia mendatangi kediaman Max, tapi ia berusaha menahan diri. Tidak boleh gegabah dalam bertindak, takut jika semua berujung fat
Valerie tengah menikmati sarapannya dengan segelas susu hamil, saat tiba-tiba Sarah menghampirinya dengan membawa paper bag di tangannya. “Apa itu?”“Ini tadi ada kurir yang antar, katanya tadi ini buat, Nona.” Sarah membaca nama butik yang tertera. “Sepertinya ini gaun.”“Dari siapa sih?” Valerie menerima, membuka dan mengeluarkan isinya yang ternyata berisi sebuah gaun pesta. Ia jadi merasa takut jika itu dari orang asing, takut jika Max mengetahui kemudian akan menghabisi dirinya. Bayangan saat Max membidik bahu Monica masih sangat melekat, meski kejadian itu terjadi sekitar seminggu yang lalu. Ia takut jika Max akan berpikir lalu menuduh yang bukan-bukan, seketika ia menggelengkan kepalanya, berniat memberikan gaun itu pada Sarah. Namun, deringan ponsel miliknya yang berada di atas meja mengurungkan niatnya. “Temani aku menghadiri acara relasi bisnis. Pakai gaun itu nanti. Jam tujuh malam aku akan menjemputmu. Ingat! Harus sudah siap, aku tidak suka menunggu!”Tanpa menunggu jaw
Prangg!!!Begitu gelas itu pecah akibat dibanting ke lantai, keduanya lantas menoleh dan mendapati Max berdiri di sisinya dengan tatapan yang mematikan. “Berani sekali kau mengganggu istriku.” Tanpa di duga Max langsung mencengkram kemeja Victor. Membuat Valerie langsung panik.“Max, jangan seperti ini.” Ia berusaha melerai dan meredakan amarah suaminya.“Ayolah, Max. Kenapa kau berlebihan sekali, aku hanya menawarkan minuman, tidak menganggunya sama sekali,” sahut Victor dengan napas putus-putus akibat Max terlalu kuat mencengkeramnya. Tapi, sepertinya Max tidak peduli selain karena pria itu berani mendekati istrinya, pria itu pula yang pernah menganggu Valerie, lalu menariknya saat Valerie hendak tertabrak mobil. Meski ia berstatus sebagai penyelamat istrinya. Max tidak menyukai siapapun menyentuh barang miliknya. Apalagi itu seorang pria. “Bulshittt!!! Aku tidak peduli dengan ocehanmu! Kau memang pantas diberi pelajaran.” Tanpa diduga Max menarik senjata api dari sakunya. Detik be
”Aaaa... M... Max... Tolong aku.” Teriakan Valerie spontan membuat ia menoleh dan terkejut, mendapati istrinya telah di tawan oleh sang penjahat itu. Ada juga rasa sedikit kesal, karena Valerie tidak menuruti perintahnya. Ia sudah meminta Valerie untuk mengunci pintu mobilnya, atau menggunakan senjata api yang telah ia berikan, tapi tak juga digunakan. Jika seperti Valerie benar-benar mencari mati.“Lepaskan istriku!” pinta Max dengan tegas sorot matanya terlihat dingin membunuh.“Tidak! Kau bahkan sudah membunuh rekan kami. Jadi, sebagai istrinya biarkan dia mati.” Penjahat itu meletakkan semurai di leher Valerie, terlihat perempuan itu meringis ketakutan.‘Ya Tuhan... Aku memang mau lepas dari belitan Max. Tapi, bukan seperti ini juga caranya. Bukan pula aku ingin lenyap dari dunia ini.’Max mengepalkan kedua tangannya, seandainya bukan karena Valerie tentu saja ia tidak akan berpikir panjang untuk membidiknya. Tapi, Valerie istrinya yang kini juga membawa calon buah hatinya. “Max..
Valerie turun ke bawah karena merasa sangat lapar. Semalam ia melupakan makan malamnya, tidak meminum susu, saat pagi hari terbangun ia terkejut mendapati dirinya berada di kamar dengan gaun tidur, entah siapa yang mengganti pakaiannya. “Sarah,” panggil Valerie pada pelayan pribadinya yang kebetulan lewat. “Iya, Nona.” Sarah pun menghentikan langkahnya menoleh ke arah Valerie. “Ada yang bisa saya bantu? Sarapan sudah tersedia di meja makan, Nona.”Valerie terdiam mencoba menimang pikirannya. Ia malu jika bertanya, tapi jika tidak ia pun merasa penasaran. Setelah dipikir lebih dalam lagi, ternyata rasa penasarannya jauh lebih tinggi. “Semalam siapa yang mengganti pakaiannya saya?” tanyanya dengan degup jantung yang lebih kencang, tak bisa ia bayangkan jika memang Max yang melakukannya. Entah bagaimana reaksi pria itu. Sarah mengerutkan keningnya sejenak. “Itu sa—”“Vale... Aku datang.” Suara Zenata memotong ucapan Sarah, membuat keduanya menoleh bersamaan, melihat Zenata berjalan ke
Lima tahun kemudian...Sebuah mobil hitam mengkilat datang dari arah jalanan, masuk ke dalam dan berhenti tepat di pintu masuk utama. Pintu belakang langsung terbuka secara otomatis.“Hati-hati sayang.”“Yes, Daddy.” Kedua bocah kecil yang masih mengenakan seragam sekolah itu langsung turun dari mobil dan diikuti oleh salah satu pengasuhnya. Max yang berada di sisi kursi kemudi pun langsung menyusulnya. Bibirnya melengkung membentuk senyuman melihat anak-anaknya terlihat begitu ceria saat pulang sekolah. Dante telah memasuki kelas satu sekolah dasar. Sementara Sena masih menduduki TK. Max merasa kehidupannya semakin bahagia. “Jangan lari...”“Mommy.... Mommy....” Mereka berteriak memanggil Mommy-nya. Ya seperti biasa saat pertama kali masuk rumah yang mereka cari pasti ibu kandungnya. “Berisik sekali ini bocah!” celetuk Dante.“Kamu juga. Ngapain ikut-ikutan teriak. Aku kan sedang manggil Mommy-ku."“Mommyku!"“Aku....”“Isshh kalian ini kenapa berisik sekali.” Perempuan hamil yang
Sembilan bulan kemudian...Seorang penjaga membukakan pintu gerbang saat sebuah mobil hitam mewah mengkilat datang dari arah jalanan. Ia pun mengangguk hormat pada sang majikan yang duduk di bagian kursi belakang kemudi.Mobil berhenti tepat di pintu masuk utama. Seorang pelayan berseragam biru muda datang menyongsong menyambut kedatangannya.“Selamat sore, Tuan?” sapanya penuh hormat.Max hanya menganggukkan kepalanya. Ia menyerahkan tas hitam yang baru saja ia ambil dari dalam mobil pada pelayan itu. “Bagaimana keadaan istri saya?" tanyanya sambil melangkah masuk dan tangannya bergerak untuk mengendurkan dasinya yang terasa mencekik lehernya.“Nyonya sudah baikan, Tuan.”“Oh. Sedang apa dia?” tanya Max karena biasanya Valerie paling antusias menyambutnya pulang begitu mendengar mobilnya tiba.“Nyonya sedang berada di taman belakang bersama Nyonya Zenata dan Tuan kecil.”Max hanya mengangguk dan berbelok ke pintu samping di mana istrinya berada. Dua hari tidak bertemu istrinya ia te
“Selamat ya Tuan. Nyonya Valerie positif mengandung.”Ucapan Dokter membuat keduanya pun terkejut. “Ha—hamil?”“Iya Tuan, Nyonya." Dokter Elia menunjukkan hasil tes pack di tangannya. “Dari hasil tes pack ini menunjukkan garis dua menunjukkan jika istri Anda positif hamil. Dan untuk mengetahui lebih lanjutnya, sebaiknya kita lakukan USG.”Valerie menurut, dan ia berbaring di atas brankar. Max berdiri persis di sisi istrinya, di mana dokter mulai mengoleskan gel bening di perutnya, dan melanjutkan ke tahap selanjutnya. “Nah ini bayinya Nyonya masih sebentuk kacang ya. Memasuki 6 Minggu ya, Nyonya.”Setelah mendengarkan penjelasan dari dokter dan mendapatkan beberapa vitamin. Keduanya pun langsung berpamitan pulang. “Aku masih tidak menyangka loh. Kok kamu hamil ya?"Valerie memutar bola matanya jengah. “Yaz jelas bisalah. Orang aku punya suami. Kamu tidak ingat kalau aku tidak tidak kontrasepsi setelah melahirkan Dante, dan kamupun tidak mau pakai pengaman katanya tidak enak!”“Tapi,
Ballroom hotel bintang lima itu terlihat begitu ramai lalu lalang para tamu yang hadir memenuhi senterio. Para tamu yang hadir terlihat berkelas dan mewah.Para tamu menatap takjub pada dekorasi pernikahan yang terlihat begitu mewah. Meja bundar dan kursi berpelitur mengkilap, dilapisi kain satin yang berjajar rapi. Meja ditutup taplak meja linen putih, dengan rangkaian mawar putih di setiap permukaannya. Di posisi kanan dan kiri terlihat berbagai hidangan yang tersaji dengan meja yang menempel ketat di dinding. Terlihat lampu kristal menggantung tinggi di langit-langit yang megah.Di atas panggung pelaminan yang mewah bernuansa emas, banyak bunga mawar putih, serta ada semacam dekorasi kaca dengan air mengalir ditimpa cahaya lembut. Jerry terlihat begitu tampan dalam balutan pakaian pengantin yang berwarna senada dengan gaun yang Zenata kenakan.Segalanya berjalan dengan lancar. Beberapa jam yang lalu keduanya telah melangsungkan acara janji suci pernikahan yang di bacakan langsung
Layaknya anak muda yang tengah kasmaran. Jerry dan Zenata tiada hari tanpa jumpa. Di sela-sela aktivitasnya mengurus rencana pernikahannya. Keduanya masih selalu menyempatkan untuk bertemu. Bahkan tidak segan Zenata kerap datang meski hanya sekedar mengantarkan makanan padanya. Max yang mengetahui hal itu merasa geli. Jerry — seorang pria yang ia ketahui anti terhadap perempuan. Bisa-bisanya tiba-tiba bertekuk lutut pada seorang perempuan. Ah, ia lupa bagaimana dengan dirinya. Ia yang dulu hidup hanya demi sebuah ambisi pun kini mulai terasa berwarna, karena adanya Valerie dalam kehidupannya. Apalagi saat ini ada Dante di antara mereka. “Jerry, berkas yang aku butuhkan untuk—” Max yang baru saja membuka pintu ruangan asistennya itu tidak dapat melanjutkan ucapannya, saat melihat aktivitas asistennya bersama calon istrinya. “Sorry...” lanjutnya dan berlalu pergi.“Astaga...” Zenata yang sudah tersadar langsung buru-buru beranjak dari pangkuan Jerry. Demi Tuhan ia tidak sengaja, tadi
Seharusnya saat ini Valerie tengah menikmati masa-masa indahnya menjadi seorang ibu baru. Tapi, ia merasa aneh karena ASI-nya tidak keluar dengan deras, padahal dokter sudah memberikan vitamin. Hal itu membuat moodnya memburuk, ia sedih merasa menjadi ibu yang buruk bagi sang buah hati. Sore ini tiba-tiba Dante menangis dengan kencang. Ia sudah memberikan ASI padanya, tapi Dante tetap menangis, sepertinya ASI-nya tidak keluar, hingga menimbulkan bayi yang baru berusia lima hari itu kecewa. Dante terus menangis kencang, menggemparkan isi rumah. “Sabar sayang, sebentar. ASI mommy keluarnya belum lancar.” Valerie mencoba kembali menyusuinya, ia meringis merasakan gesekan bibir buah hatinya. Hal itu menimbulkan rasa perih dan sakit. Ia coba menahannya, tapi Dante kembali melepaskan pucuk dadanya dan menangis. Ia mencoba mencari cara agar ASI-nya kembali keluar, tapi tangisan Dante yang terdengar begitu kencang membuat kesabaran Valerie nyaris habis. “Dante, bekerja samalah dengan M
Centro Rest Star adalah sebuah restoran bintang lima yang terkenal dengan keindahan dan kelezatan makanannya di kota itu. Zenata pernah sekali masuk kesana, saat ia masih bekerja di catering di mana tempatnya bekerja di sewa khusus di restoran tersebut. Ia masih tidak percaya jika akan kembali memasuki restoran mewah tersebut. Otaknya berpikir merencanakan makanan apa saja yang akan ia nikmati di dalam sana. Tapi, detik berikutnya ia pun menggelengkan kepalanya, mengenyahkan isi pikirannya. Bukankah niatnya masuk hanya menemani Jerry, kenapa ia jadi berpikir ingin ikut makan. Padahal sebelumnya ia sudah terlanjur menolak. Kalau tiba-tiba ia ikut makan, bisa-bisa jadi bahan ejekan Jerry. Sudahkah, lebih baik ia diam setidaknya ia bisa menikmati kemewahan hotel tersebut. Barangkali masih bisa ber-selfie untuk mengabadikan momen tersebut.Kejutan menanti begitu ia tiba di pintu restoran seorang sekuriti memberikan sekuntum bunga mawar putih. Dengan bingung ia pun menerimanya, tapi terny
Kedatangan Dante telah disambut antusias oleh penghuni rumah. Bahkan semua karyawan rumah Max dengan antusias telah menyiapkan kado untuk bayi mungil itu. “Aku ambil kursi roda dulu,” ujar Max menahan Valerie yang hendak turun dari mobil.“Buat apa?”“Buat kamulah.”Valerie melotot tidak percaya. “Aku bisa jalan.”“Enggak bisa. Aku sudah sediakan kursi roda buat kamu. Kamu kan baru lahirkan.”“Max aku hanya baru melahirkan bukan karena lumpuh. Aku masih bisa berjalan normal, kamu anggap aku lumpuh sampai diminta pakai kursi roda segala!” omel Valerie. “Ckk!! Udah diam. Kamu emang gak lumpuh tapi kan emang masih sakit habis melahirkan. Harusnya kamu itu bangga bukannya marah. Punya suami siaga begini,” sahut Max membuat Valerie memutar bola matanya jengah, lalu menurunkan kakinya berniat mengabaikan peringatan Max. Tapi, yang terjadi tiba-tiba tubuhnya melayang saat suaminya itu menggendongnya begitu saja.“Max. Lepasin..”“Gak!”“Turunkan aku. Aku masih jalan.”“Kamu keras kepala su
“Buruan, Jerry!!” “Iya, Tuan.”“Kamu itu bisa nyetir apa tidak sih. Istriku sudah kesakitan, dari tadi bawa mobil jalannya seperti keong!!” omel Max. Padahal yang terjadi Jerry sudah membawa mobil itu dengan kecepatan maksimal. Hanya saja Max saja yang berlebihan, menganggap seolah-olah jalan raya itu miliknya. Tahu gitu tadi ia sarankan saja pakai mobil ambulance. Karena hanya dengan mobil ambulance lah yang bisa menyerobot jalan dengan mudah. “Saya sudah membawanya dengan kecepatan maksimal, Tuan.”“Halah bohong buktinya tidak sampai-sampai.” Max bersungut marah. Pakaiannya yang terlihat rapi kini menjadi acak-acakan karena setiap kontraksi itu datang, Valerie akan menarik dirinya entah itu dasinya, jasnya atau bahkan lengannya. Tak terhitung sudah berapa banyak cubitan yang Valerie berikan. Seketika Max merasa sedikit teraniaya. Ah seandainya bukan karena istrinya mau melahirkan buah hatinya, Max pasti akan mengomeli Valerie habis-habisan. “Kau mau..."“Aaa... Diam! Kau berisi