Apa? Apa ia tidak salah dengar? Telinga Alisha seperti mendengar sesuatu yang luar biasa gila.Apa tadi Neuro benar-benar bilang dia bisa menggantikan produk perusahaan Joy Deluxe?Matanya membelalak, penuh keterkejutan, menatap Neuro Edenvile yang masih berdiri dengan senyuman percaya diri yang memancar seperti sinar matahari terik di tengah badai pikiran Alisha."Jangan gila! Mana mungkin produk perusahaan menengah sepertiku dapat menyaingi perusahaan Rean?" sanggah Alisha cepat, suaranya nyaring, hampir seperti bisikan ketakutan yang terungkap tanpa filter.Ia menggelengkan kepala kuat-kuat, rambutnya yang tergerai berayun liar seperti ingin menepis gagasan yang baru saja Neuro lontarkan.Tidak, ini terlalu jauh. Dulu, saat Neuro berkata akan menggagalkan kesepakatan Rean dengan Tuan Robert, itu terdengar masuk akal—sebuah langkah berani, tetapi masih dalam batas logika.Namun, menggantikan produk Rean di pasar internasional? Itu seperti meminta seekor burung pipit untuk melawan el
Sementara itu, John, yang berdiri di dekat pintu, hanya menggelengkan kepala pelan, seolah tak habis pikir dengan tingkah Neuro. "Kenapa kau membantunya?" tanyanya, suaranya terdengar skeptis.Neuro menoleh ke arahnya, ekspresi cerah menghiasi wajahnya yang tampan. "Apa? Kau bilang sesuatu, John?"John mendesah, frustrasi yang bercampur geli tergambar di wajahnya. "Neuro, kau mendengarku?""Hah?" Neuro mengangkat alis, berpura-pura tak mengerti.John hanya menggelengkan kepala sekali lagi, menahan tawa kecil. Pria itu tahu, semenjak Neuro bertemu Alisha, ada sesuatu yang berbeda.Senyum itu—senyum merekah yang tak pernah hilang dari wajahnya—adalah bukti bahwa Alisha telah menjadi pusat perhatian yang sulit dilepaskan."Kau menyukainya, bukan?" suara John memecah keheningan, nadanya tenang namun mengandung desakan halus.Neuro mengerutkan kening, mencoba menghindar dari makna di balik pertanyaan itu. "Apa maksudmu, John?" tanyanya, berpura-pura tidak paham."Istri dari pemilik perusah
Alisha kembali termenung, pikirannya terperangkap dalam pertanyaan yang dilontarkan Jesselyn. Apa?Memangnya apa yang bisa ia lakukan jika Neuro benar-benar menyukainya?Rumah tangganya kini bagai kapal yang nyaris karam di tengah badai, ia bahkan tidak punya waktu untuk memikirkan pria lain, apalagi seorang Neuro."Tidak ada," jawabnya, suaranya lirih namun penuh kejujuran.Jesselyn tertegun, mata lebarnya menatap Alisha dengan ekspresi campuran antara kekecewaan dan kekesalan. "Apa maksudmu dengan tidak ada?" serunya, nyaris berteriak.Alisha hanya mengangkat bahu, gerakannya lesu namun tegas. "Aku hanya bersikap jujur. Memangnya apa yang harus aku lakukan? Satu pria saja sudah cukup menyulitkan hidupku," gumamnya dengan nada setengah menggerutu, tatapannya jatuh pada tumpukan dokumen di mejanya.Jesselyn mendesah dramatis, tangannya terangkat seperti hendak memohon pada langit."Wah, aku tidak percaya ini! Hatimu bahkan tidak tergerak oleh pria rupawan seperti Neuro. Rupanya Rean s
Kata-kata Gea meluncur seperti bensin yang disiramkan pada api yang sudah berkobar. Rean semakin panas, hatinya membara seperti gunung yang siap meletus.Benar, Alisha tidak tahu diuntung! Ia menggertakkan gigi hingga terdengar gemeretak, seolah seluruh tubuhnya dipenuhi oleh amarah."Akan kutelepon lagi nanti, Gea. Aku harus memberikan pelajaran pada Alisha," ucapnya singkat, nadanya penuh tekad dingin yang mematikan.Gea menambahkan dengan suara pelan namun tajam, seperti pisau kecil yang menusuk tanpa belas kasih. "Iya Kak, kalau perlu ceraikan saja istri seperti itu."Namun Rean tidak lagi memedulikan ucapan terakhir Gea. Ia memutus panggilan tanpa berkata apa-apa, jari-jarinya bergerak cepat menghubungi nomor Alisha.Tapi sial, panggilan itu tidak dijawab. Pikirannya semakin kacau, api cemburu dan penghinaan menutupi semua logika.Apa-apaan ini, Alisha? Jadi benar dia berselingkuh? Apakah dia sengaja menghindari teleponnya karena takut kedoknya terbongkar?Rean mencoba berkali-ka
Keramahtamahan Rean seketika menghilang, tergantikan oleh amarah yang meledak-ledak.Meski Neuro adalah putra koleganya yang dihormati, ia tidak peduli. Harga dirinya sebagai suami tengah dipertaruhkan di sini.Alisha adalah miliknya, dan tidak ada satu orang pun yang berhak menyentuhnya, apalagi seorang Neuro.Namun, Neuro hanya mengangkat bahu, seolah ucapan Rean tidak lebih dari sekadar angin lalu."Jadi Anda juga termakan berita itu. Media memang ahli dalam melebih-lebihkan sesuatu. Anda tidak perlu seheboh ini. Anda tahu sendiri bagaimana wartawan bekerja," katanya ringan, sambil menyilangkan kakinya dengan santai.Berbeda dengan Rean yang amarahnya terlihat bergejolak seperti gelombang badai yang siap menghancurkan segalanya, Neuro tetap duduk dengan santai, wajahnya memancarkan ketenangan dingin yang justru terasa seperti penghinaan.Seringai kecil yang menghiasi bibir Neuro seperti bara yang dilemparkan ke dalam api amarah Rean, membuat pria itu kehilangan kendali.Dengan gera
Kalimat itu bagai palu godam yang menghantam ego Rean, memecah sisa kesabaran yang sudah hampir habis. Rahangnya mengeras, otot-otot wajahnya menegang.Ia berbalik, menatap Neuro dengan mata penuh amarah yang berkilat-kilat, seperti api yang siap melahap habis lawannya.Berani sekali pria itu, pikir Rean dengan dada yang sesak. Kata-kata Neuro seperti duri yang menancap dalam, menusuk martabatnya sebagai seorang suami.Ia tak akan membiarkan ini berlalu begitu saja. Neuro baru saja mengundang perang, dan Rean tak akan mundur.Tanpa sepatah kata lagi, Rean meninggalkan ruangan itu dengan langkah berat, namun hatinya dipenuhi dendam yang membara.Setibanya di luar, ia segera meraih ponselnya, menekan nomor dengan gerakan cepat. Suaranya terdengar tajam dan penuh kendali saat berbicara."Halo, Pak Robert. Ya, itu benar. Bagaimana jika kita bertemu? Saya ingin membicarakan masalah Tuan Neuro," katanya.Begitu panggilan berakhir, ia menatap ponselnya untuk sesaat sebelum memasukkannya kemb
Di sisi lain, John berdiri di ujung koridor dengan wajah yang memucat. Suara langkah sepatu Robert terdengar nyaring di lantai marmer, semakin mendekat.Saat Robert muncul di hadapannya, tatapan tajam pria itu menghujamnya seperti pedang yang siap menembus pertahanan terakhirnya."Mana Neuro?" tanya Robert dengan nada rendah yang berbahaya, namun penuh dengan kemarahan yang mendidih di bawah permukaan.Wajahnya memerah, dan urat-urat di pelipisnya tampak menonjol seperti akar pohon tua yang meronta dari tanah.John bergidik, punggungnya terasa dingin seperti ditimpa embun beku. Ia tahu kemarahan Robert tidak pernah bisa dianggap remeh.Dengan suara yang sedikit gemetar, ia mengangkat tangannya, menunjuk ke arah ruangan Neuro. "Dia ada di ruangannya, Tuan," jawab John, berusaha menjaga nada sopan meski nyalinya sudah ciut.Robert tidak segera bergerak, namun matanya menatap John dengan penuh penilaian. Tatapan itu seperti menyayat setiap inci
Neuro menyembunyikan senyumnya di balik ekspresi tenang. Ia tahu ini adalah momen kemenangannya. Konflik kecil ini berhasil ia ubah menjadi keuntungan besar untuk dirinya sendiri.Robert melemparkan pandangannya pada salah satu halaman berkas. "Lalu ini apa? Produk baru Alisha's Beautyshop?" tanyanya dengan nada bingung.Neuro berdiri dari kursinya, mendekati ayahnya. "Ya. Mereka mempunyai produk baru yang ku rasa bagus. Ini bisa laku di pasaran, Ayah. Bahkan menurutku produk ini lebih menjanjikan daripada produk yang dimiliki Joy Deluxe."Robert termenung sejenak, matanya menyipit seolah mencoba menimbang peluang di balik ucapan Neuro. "Ya, kau benar," gumamnya. "Tapi perusahaan ini tidak terlalu dikenal oleh kalangan masyarakat, Neuro.""Kalau begitu, kita yang akan mengenalkannya. Produk ini bagus sekali, sayang jika dilewatkan."Robert memiringkan kepala, menatap Neuro dengan mata yang menyelidik. "Jadi, apa maksudmu memberikan ini padaku?"
Kelly hanya bisa meremas foto-foto itu dengan kesal. Mustahil, bagaimana bisa Alisha menemukan jejak dirinya saat menjadi wanita penghibur beberapa tahun yang lalu.Hanya sebentar ia berada disana untuk bekerja, bagaimana mungkin Alisha bisa menemukan jejaknya?Apa Alisha memiliki orang handal yang pintar mencari informasi? Tidak mungkin. Perusahaan Alisha bukanlah perusahaan besar yang memiliki sumber daya manusia yang luar biasa."Bagaimana Kelly? Kau ingin aku mengirimnya pada Andrew?" ujar Alisha dengan senyuman miring."Atau bagaimana jika aku membeberkan hal ini ke media? Beritamu pasti akan besar seperti halnya beritaku. Bahkan aku bisa membuatnya lebih besar lagi," sambung Alisha kembali.Kelly mulai terlihat pucat pasi mendengar ucapan Alisha. Rahangnya bergemretak menahan amarah melihat Alisha yang tersenyum penuh arti. "Apa maumu?""Ha, tidak seru! Kenapa kau masih saja searogan itu saat kartu matimu ada di tanganku. Memohonlah padaku, Kelly Anderson! Baru aku akan memperca
Awalnya Alisha pikir Gea akan terbawa amarah saat ia lagi-lagi kalah darinya. Namun kali ini berbeda, Alisha terperangah saat melihat Gea malah mengangkat bibirnya membentuk sebuah senyuman. Senyuman licik nan berbahaya. Kedua tangannya ia lipat di depan lalu berkata, "Tidak apa-apa, Kelly. Aku memang sengaja kalah dari Kak Lisha,"Alisha mengangkat alis mendengar ucapan ambigu yang dilontarkan oleh Gea. Apa yang jalang ini maksud sebenarnya?"Sengaja kalah? Kenapa memangnya, Gea?" Kelly terlihat mulai memancing.Semua orang terlihat mencondongkan tubuh mereka, sama-sama ingin tahu jawaban yang akan Gea utarakan."Aku sudah mengambil semuanya dari Kak Lisha, hal ini tidak seberapa dengan pengorbanannya untukku. Dia sungguh berhati mulia mau memberikan suami tercintanya.”"Astaga, malangnya.""Kasihan sekali.""Dia tidak pandai menjaga suaminya."Alisha hanya bisa ternganga mendengar jawaban Gea. Semua orang kembali terkikik geli. Sialan, mereka sengaja menjadikan aib rumah tanggany
Alisha mengangkat wajahnya melihat ke arah depan. Matanya melebar sempurna melihat bayangan wanita itu. Raut wajah Alisha seketika mengeras melihat Gea berdiri disana dengan senyuman lebar. Gea melangkahkan kakinya ke arah meja mereka dengan langkah mengayun. Alisha hanya bisa mengatupkan rahangnya kuat melihat penampilan Gea yang mewah malam ini. Sedang apa wanita jalang ini di sini?"Selamat malam, Kak Lisha. Akhirnya kita bertemu lagi hari ini."Melihat Gea berdiri disana dengan senyuman lebar membuat amarah Alisha seketika bangkit. la refleks berdiri, menatap tajam ke arah Gea yang masih memasang senyum lebarnya."Apa-apaan ini, Kelly? Kenapa jalang ini ada di sini?" ujar Alisha sinis.Kelly terlihat mengangkat bahu. "Maafkan aku Alisha Sayang, tapi aku menerima semua orang yang menurutku memiliki derajat tinggi. Sekarang Gea adalah istri Rean Hadiyatma, salah satu perusahaan besar di kota ini,""Apa kalian tahu siapa dia?" Tanya Alisha sambil menunjuk Gea dengan telunjuknya."T
Dalam hati Gea bersorak mendengar ucapan Riana. Rencananya lebih lancar dari yang seharusnya berjalan. Kematian Hendriawan benar-benar menguntungkan baginya. Lihat orang-orang bodoh ini, mereka tidak tahu jika ia telah menyuntikan racun ke dalam infusan Hendriawan. Sebenarnya langkahnya untuk melenyapkan bukan bagian dari rencana, hanya saja mengingat pria tua itu bisa menjadi batu sandungan untuknya, Gea terpaksa melakukannya.Racun yang ia suntikan memang tidak dapat terdeteksi sebagai penyebab kematian, siapa yang menyangka jika pekerjaan ayahnya sebagai anggota preman cukup membantunya mengetahui informasi ini. Gea mengulas senyuman tipis. Kebencian Riana terhadap Alisha semakin membesar karena satu dua kebohongan yang ia lontarkan. la akan menjadikan Riana sebagai alat untuk menghancurkan Alisha. Tidak ada senjata yang lebih baik dibanding dari mereka yang dipenuhi dendam dan juga amarah.Dengan penuh yakin Gea mengangguk, menuruti apapun arahan Riana selanjutnya."Baik Ma, G
Suasana duka menyelimuti kediaman rumah Keluarga Hadiyatma ketika Alisha menginjakkan kakinya di sini.Semua orang berpakaian penuh hitam ikut menggambarkan betapa kelamnya hari panjang ini bagi mereka.Alisha hanya bisa menatap rumah duka itu dengan tatapan nanar. Suasana hatinya tak jua berbeda dengan suasana hati yang ditujukkan Rean dan Riana hari ini. Sedih dan putus asa.Riana terlihat masih menjerit histeris menggoncang tubuh suaminya yang terbujur kaku sementara Rean terlihat menahan lengan sang ibu untuk menguatkan hatinya yang ditinggal belahan jiwanya.Pemandangan ini sungguh memilukan membuat beberapa pelayat ikut menutup wajah, menyembunyikan tangisnya.Kedatangan Alisha dan raut wajah sedihnya nyatanya tak dapat menyentuh hati Riana sedikit pun.Melihat kedatangan Alisha yang tidak diharapkan membuat pandangan Riana berubah waspada.Wajah putus asanya seketika mengeras melihat Alisha menghampiri jasad Hendriawan. Berani sekali! Berani sekali orang yang menyebabkan kemala
Telinga Riana seolah berdenging mendengar ucapan dokter di depannya."Apa maksudnya dokter? Jangan main-main. Saya mau menemui suami saya, tadi dia masih baik-baik saja. Mana mungkin suami saya meninggal," ujar Riana menolak fakta yang baru saja dikatakan dokter di depannya."Maafkan kami Bu, kami sudah berusaha namun Tuhan berkehendak lain. Nyawa suami Ibu tidak dapat kami selamatkan.”Tubuh Riana seketika melemas mendengar perkataan dokter di depannya. Tidak mungkin, tidak mungkin suaminya meninggalkannya sekarang.Dengan daya yang tersisa tinggal sedikit, Riana menghampiri ruangan Hendriawan.Tatapannya berubah nanar saat melihat tubuh kaku Hendriawan dengan wajahnya yang sudah memucat."Papa baik-baik saja kan, Pa? Papa pasti bohong kan sama Mama? Papa tidak mungkin meninggalkan Mama sendirian, bukan?"Meski Riana sudah mengguncang tubuh Hendriawan berkali-kali dengan daya yang cukup keras, Hendriawan tetap tidak merespon apapun yang sudah ia lakukan."Papa jangan bercanda begini
Gea menarik nafasnya yang seketika menjadi berat lalu kembali memfokuskan pendengarannya saat Hendriawan kembali membuka suara.Hendriawan terlihat menarik tangan Alisha lembut. Melihat tatapan penuh makna yang diberikan mertuanya pada Alisha, Gea merasa ada sesuatu yang penting hendak dibicarakan oleh Hendriawan."Papa punya permintaan untuk kamu, Alisha.”"Apa itu, Pa?”"Sayang, Papa ingin kamu membatalkan gugatan kamu pada Rean, Papa mohon Sayang, tetaplah jadi menantu Papa. Kamu mau kan?"Seketika jantung Gea berhenti mendengar permohonan Hendriawan pada Alisha. Apa ia tidak salah dengar? Apa Hendriawan baru saja melarang Alisha untuk bercerai dengan Rean?Tanpa sadar Gea mengepalkan tangannya hingga kuku jari jemarinya memutih. Emosinya seketika bangkit mendengar permintaan Hendriawan yang tidak masuk akal.Tidak cukup dengan mengabaikan kehadirannya sebagai istri Rean, Hendriawan sepertinya ingin mengembalikan keadaan pernikahan Rean dan Alisha kembali seperti semula.Nafas Gea
Alisha mengerjap mendengar permintaan Hendriawan yang mendadak kepadanya. la terdiam, terlalu bingung untuk memberi jawaban kepada Hendriawan.Sebenarnya Alisha mau saja, tapi mengingat ia harus sering bertemu dengan Riana dan Gea membuat Alisha merasa enggan."Sayang? Papa mohon, kamu mau ya?"Permohonan yang sangat yang diucapkan oleh Hendriawan membuat Alisha menjadi tidak tega. la melirik ke arah Rean yang sepertinya ikut menunggu jawaban darinya.Alisha menghela nafasnya berat lalu mengangguk. Meski ia enggan, tidak mungkin ia menolak permintaan Hendriawan secara terang-terangan seperti ini."Aku akan berusaha, Pa," jawabnya tidak yakin.Hendriawan mengulas senyuman kembali saat mendengar jawaban Alisha. Netra Hendriawan yang terlihat semakin sayu membuat Alisha memintanya untuk kembali beristirahat."Sebaiknya Papa istirahat sekarang. Jangan memikirkan banyak hal yang tidak perlu."Hendriawan mengangguk lalu mulai memejamkan mata. Alisha segera menarik selimutnya lalu menaikkann
Alisha terlonjak mendengar ucapan Rean. "Papa sakit? Tunggu, apa penyakitnya kambuh lagi?""Begitulah. Jadi Alisha, bisa kau bantu aku dan segera datang kemari? Kita lupakan sejenak permasalahan yang tengah kita hadapi. Alisha, Papa membutuhkan dukungan kita sekarang. Kau bisa melakukannya?"Alisha menghela nafasnya panjang mendengar permintaan Rean. Bagaimana bisa ia menolak permintaan Rean saat Hendriawan membutuhkannya? la memijat keningnya sejenak lalu kemudian mengangguk kecil. Benar, untuk sementara lupakan dulu permasalahannya dengan para manusia brengsek ini. la harus membantu Hendriawan pulih dari sakitnya."Baiklah, dimana Papa dirawat?" Tanya Alisha cepat, tidak ingin berbasa basi hal yang tidak perlu dengan Rean."Ah, Rumah Sakit Kencana, dekat rumah kita.”"Rumahmu dengan Gea," ralat Alisha cepat."Ya ya, terserah. Jadi kau bisa kemari? Kau mau aku jemput?"Kening Alisha berkerut tidak senang mendengar ucapan Rean, "Menurutmu setelah apa yang kau lakukan tadi aku masih i