Zeni masih terdiam melihat isi tote bagnya yang bebeda dengan Lintang. Dia tidak menyangka sore ini mendapat sebuah kejutan. Dahinya berkerut mencoba menebak siapa pengirimnya. Lintang yang melihat Zeni masih merenung segera berkata : “Zeni sebaiknya kita pulang, nanti kita tidak kesorean sampai di kos. Atau kamu mau berada disini menunggu kedatangan seorang pangeran yang mengirimkan tote bagnya kepada kamu.” sembur Lintang dengan kelakarnya. “Apaan kamu Lintang? Benar apa katamu, sebaiknya kita pulang sekarang.” seraya Zeni beranjak dari tempat duduk. Mereka berdua berjalan keluar dari ruangan tersebut. Sepasang mata memperhatikan gerak-gerik mereka dari kejauhan. Baskoro tersenyum puas, dia yakin surat yang dia tulis akan dibaca oleh Zeni. Motor metic yang dikendarai Lintang membawa Zeni membelah jalanan kota Surabaya pada sore hari. Lintang dengan lihai mencari jalan alternatif untuk menghindari kemacetan jalan. “Zeni kita akan lewat daerah pinggiran kota, kita pulang bertepat
Zeni merebahkan badannya di atas tempat tidur. Pikirannya masih tertuju pada surat tersebut. Dia bergumam : “Apakah surat dari Baskoro sebagai sebuah isyarat atas kebimbangannya terhadap bantuan yang diberikan dari Tuan Ayyash? Ini seperti sebuah jembatan yang saling menghubungkan satu sama lain.”Dalam kegundahan hatinya, dia merasakann rasa lelah menghampiri dirinya. Perlahan dia mulai tertidur.Tepat tengah malam jam 02:00 dini hari Zeni terbangun. Segera dia pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Rakaat demi rakaat dia tunaikan dengan khusyuk tak lupa untaian doa dia panjatkan atas permasalahan yang dia alami. Dia bersimpuh memohon pertolongan Rabb semesta alam atas ketidakberdayaan dirinya terhadap masalah yang menimpa hidupnya. Rasa tenang mulai merajai hati dan pikirannya setelah dia memasrahkan dirinya kepada Rabbnya. Dia pun meminta petunjuk atas pilihan hidupnya.Keesokan harinya seluruh penghuni kos mulai beraktivitas, Zeni masih dikamar berkutat dengan isi Tote b
“Lintang aku ke gazebo Adam Smith sekarang, aku tidak mau Frans menungguku?” kata Zeni selepas selesai melakukan sholat Ashar di Musholla.“Baiklah Zeni, aku menunggumu di gazebo David Ricardo. Ingatlah! Aku memantau kalian, aku tidak ingin kamu terkena amarah Frans akibat permasalahan yang terjadi pada Zizi.” ucapnya. Lintang sengaja menunggu Zeni di gazebo David Ricardo yang letaknya agak berjauhan dengan gazebo Adam Smith karena memudahkan Lintang untuk mengawasi mereka.Zeni segera berjalan menuju ke gazebo Adam Smith. Gazebo ini merupakan gazebo yang terbesar di fakultas Ekonomi selain tempatnya yang strategis juga memiliki akses view yang indah dibandingkan gazebo lainnya.Pandangan mata Zeni segera melihat kesekeliling gazebo Adam smith, terlihat ada tiga mahasiswa baru yang tengah duduk di gazebo tersebut. Dia belum melihat keberadaannya Frans. Zeni segera memilih duduk di kursi panjang yang menghadap ke gazebo David Ricardo sembari menunggu kedatangan Frans.“Zeni.” terdeng
Edo dengan ketiga mahasiswa baru berjalan menyusuri halaman kampus Fakultas Ekonomi. Mereka berencana untuk pergi ke kantin kampus yang terletak di belakang gedung administrasi. Langkah mereka lebar berjalan dengan tergesa-gesa menuju ke kantin kampus. Nano yang mengawasi gerak gerik Edo bergumam : “Apa yang dilakukan Edo dengan ketiga mahasiswa baru tersebut? Bukankah hukuman mereka seharusnya sudah selesai? Ataukah mereka akan pulang? Namun sebentar lagi Edo ada rapat, oh…. Mungkin mereka ada urusan sebentar.” Nano segera pergi menuju ke ruangan rapat yang terletak di gedung L1.Edo tersenyum smirk saat melihat dari kejauhan jika Nano sudah mulai berhenti mengawasi gerak-geriknya. “Kalian pulanglah sekarang dan bawalah tugas untuk besok. Pastikan besok pagi kalian berangkat tepat waktu. Aku tidak ingin melihat kalian mendapatkan hukuman lagi.” kata Edo saat sampai di serambi kantin.“Baiklah kak, kami pastikan besok datang tepat waktu.” jawab mereka secara serempak. Mereka bertiga
Frans muncul dari balik pintu. Terlihat Edo masih berbaring di atas ranjang. “Apakah kamu masih lelah Edo?” tanya Frans. Raut wajahnya terlihat cemas. Dia duduk di sofa yang terletak di dekat jendela kamar. “Sedikit Frans.” Edo bangun dari tempat tidur, dia segera duduk di tepi ranjang. Seorang pelayan wanita masuk ke dalam kamar Frans dengan membawa nampan yang berisi minuman dan cemilan. Dia meletakkan minuman tersebut di meja. “Minumlah Edo!” ucap Frans sembari menyeruput orange jus. Edo berjalan dan duduk di sofa, dia mengambil gelas yang berisi minuman dan meneguk beberapa teguk orange jus. “Kenapa wajahmu terlihat cemas Frans? Bukankah Zeni bersedia menerima santunan kematiannya? Kamu tidak perlu mengkhawatirkannya?” Frans menghela nafas panjang. “Aku hanya mengkhawairkan kehidupan Zeni. Semenjak bapaknya meninggal, dia kehilangan sumber pemasukan dalam keluarganya. Dia tentu sekarang sedang mencari pekerjaan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari dan kuliahnya.” Edo t
Tepat berkumandang adzan isya Zeni sampai di kosnya. Dia masuk ke dalam kamar.“Mba Zeni … baru pulang ya? Tadi Tante Denti telepon menanyakan keadaan mba Zeni. Dia telepon tapi mba Zeni tidak mengangkatnya."“Benarkah?” tanya Zeni. Dia segera duduk dan mengambil ponselnya yang berada didalam ransel. Terlihat ada enam panggilan tak terjawab.“Pantas saja ternyata ponselnya aku silent, tadi saat tante Denti telepon aku sedang rapat.” “Coba mba Zeni telepon tante Denti, siapa tahu penting?” “Baiklah Lisa. Aku akan meneleponnya.”Zeni segera menghubungi ponsel tante Denti. Sesaat panggilan terhubung.“Assalamu’alaikum…. Zeni bagaimana kabarnya?” kata Tante Denti membuka percakapan di telepon.“Wa’alaikumussalam Tante. Alhamdulillah kabarku baik. Tante …. Tadi sore aku sedang rapat, ponselnya aku silent. Maaf tadi aku tidak tahu tante telepon.”“Iya Zeni, tadi tante menelepon Lisa. Joy menghubungi tante, mengatakan jika ponsel kamu sulit di hubungi.”“Oh… tadi berarti Joy juga menelepon
Keesokan paginya Zeni sudah bersiap di kamar. Dia mengenakan tunik batik yang dipadukan rok hitam dengan jilbab senada serta tas selempang warna cream yang menambah anggun penampilannya. "Waw.... aku lihat penampilan mba Zeni berbeda hari ini. Ayolah mba kita berangkat sekarang." ajak Lisa seraya menyerahkan helm kepada Zeni. "Hari ini aku mau tanda tangan kontrak kerja. Tentu pakaiannya berbeda. Terima kasih sudah mengantarkan ku Lisa." kata Zeni seraya menerima helm dari Lisa. "Kita searah mba. Kebetulan aku ada acara di jalan Tirai Biru. Mba Zeni tidak perlu berterima kasih kepada ku." Mereka pergi mengendarai motor metic menuju ke perusahaan PT Samudra Prima. Suasana lalu lintas yang padat membuat perjalanan menempuh waktu sekitar empat puluh lima menit. Zeni turun dari motor sembari berkata : "Lisa.... aku masuk dulu. Kamu berhati-hati di jalan." Dia menyerahkan helm kepada Lisa. "Iya mba Zeni. Semoga agenda mba Zeni lancar hari ini. Aku berangkat sekarang mba." Li
"Memang dari cerita mu terlihat Frans begitu perhatian kepada Zeni. Apakah dia menaruh perasaan kepada Zeni? Ataukah dia hanya menjalankan tugas dari Tuan Ayyash selaku omnya untuk bertanggung jawab kepada semua korban ledakan proyek tersebut. Kita tidak tahu kejadian sebenarnya dan hanya bisa menebak saja. Mungkin saja posisi Frans sudah menjadi orang kepercayaan Tuan Ayyash. Berpikirlah positif saja Baskoro. Yang terpenting selesai kan terlebih dahulu masalah kamu dengan Zeni." Baskoro menghela nafasnya. Dia berkata : "Aku akan berusaha untuk berpikir positif kepada Frans. Namun naluri hatiku mengatakan jika Frans memiliki perasaan kepada Zeni. Dan itu memicu rasa cemburu padaku. Sikapnya kepada Zeni sungguh terlalu berlebihan." "Bersabarlah Baskoro. Kamu tidak boleh terlalu cemburu kepada Frans. Ingat! Zeni belum mengenal karaktermu. Seharusnya kalian dalam masa penjajakan. Jangan terpancing oleh sikap Frans. Lihatlah Zeni? Dia lebih memilihmu. Secara naluri seorang wanita, dia
Zeni mengambil ponselnya dan menghubungi Baskoro. Sesaat panggilan mulai terhubung.“Hallo Zeni. Apakah kamu sudah bertemu dengan driver?” tanya Baskoro melalui sambungan telepon.“Aku sudah bertemu dengan driver dan saat ini sedang dalam perjalanan. Baskoro, aku akan pergi ke kantor sebentar untuk melakukan absensi online dan bertemu dengan pak Leon. Apakah kamu tidak keberatan?”“Tentu saja aku tidak keberatan. Driver akan mengantarkanmu ke kantor sebelum pergi ke rumah sakit.”“Baiklah… Bagaimana kondisi bapak Hutama?”“Keadaannya jauh lebih baik dibandingkan tadi malam. Saat ini bapak sedang sarapan pagi ditemani oleh Ibu dan Om Laksana.”“Syukurlah jika kondisi pak Hutama semakin baik. Sebentar lagi aku akan sampai di kantor, aku tutup teleponnya sekarang Baskoro.”“Siapa yang meneleponmu Baskoro?” tanya Galuh tepat berada didepan Baskoro.“Tante!” kata Baskoro dengan terkejut. “Kapan tante Galuh datang ke balkon ini? Kenapa aku tidak menyadari kedatangan tante?”“Aku baru saja d
Laksana dan Galuh masuk ke dalam ruang perawatan. Dia melihat Baskoro sedang berbicara dengan seorang perawat yang berdiri tak jauh dari Hutama. Galuh segera duduk disamping Indraswari.“Kak, bersabarlah! Aku yakin kak Hutama segera sembuh. Jika kak Indraswari sudah lelah, istirahatlah! Biarkan aku dan Laksana yang menjaga kak Hutama.”“Aku belum lelah Galuh. Nanti saja sekalian aku menunggu Ardiansyah.” ucapnya dengan sedih.“Kak Hutama memiliki semangat hidup yang tinggi, tentu dia akan lekas sembuh. Kak Indraswari tidak perlu larut dalam kesedihan.”“Benar apa yang kamu katakan Laksana, Hutama memang tipe orang yang bersemangat dan memilki optimis yang tinggi. Aku hanya merasa shock atas kesehatan Hutama yang tiba-tiba jatuh sakit. Selama aku hidup berumah tangga dengannya dia tidak pernah sakit parah. Ini adalah pertama kalinnya.”“Kak Hutama sudah tidak muda lagi, tentu energinya tidak seperti dulu. Yang sama hanyalah semangat hidupnya yang masih berjiwa muda. Kemarin dia sakit s
“Tidak tante Galuh. Aku hanya terkejut saja atas pertanyaan yang tiba-tiba menyudutkanku untuk segera menikah. Aku benar-benar belum memilki teman dekat laki-laki yang cocok dan sesuai dengan kriteriaku.”“Apakah kamu memiliki masalah? Tante berpikir jika kamu memiliki pergaulan yang luas, sehingga tidaklah sulit untuk mendapatkan pasangan hidup.”“Itu tidak semudah yang tante lihat. Aku merasa belum waktunya untuk menikah, usiaku juga belum memasuki kepala tiga, jadi aku masih memiliki waktu untuk menikmati masa lajangku.”“Tidak seperti itu Adiratna, kamu adalah anak perempuan satu-satunya dari kak Hutama, jadi kedua orang tuamu tentu lebih memperhatikan masa depanmu. Mungkin tante dan om Laksana bisa membantumu untuk mengenalkan beberapa lelaki yang pantas untukmu.”“Lakukan saja Galuh! Aku juga pernah memikirkan hal tersebut dengan Hutama, namun karena kami jarang bertemu ditambah dengan kesibukan masing-masing, rencana kami belum terlaksana sampai saat ini.”“Apakah kak Indraswar
Baskoro dan pak Archery segera berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Mereka segera menuju ke lift yang membawanya menuju ke lantai dua.“Apakah kamu sudah mengetahui di ruang mana Hutama menjalani perawatan?” “Sudah pak Archery, prof. Jack telah mengirim pesan mengenai ruangan yang digunakan untuk perawatan bapak.”“Oh… benar! Aku hampir lupa. Kamu adalah calon dokter. Apakah kamu sebentar lagi akan menuntaskan kuliahmu?”“Kemungkinan tahun ini aku akan wisuda. Bulan depan aku akan menjalani sidang skripsi.”“Aku salut kepadamu Baskoro. Hutama dan Indraswari pandai mendidik kamu. Selain kamu kuliah saya dengar kamu juga sudah memiliki bisnis. Di usiamu yang cukup muda kamu sudah mendulang kesuksesan.” “Apa yang pak Archery katakan itu sungguh berlebihan. Aku merasa posisiku masih stagnan dan belum ada perkembangan apapun. Bisnis yang aku geluti pun belum berkembang dengan pesat dan masih berskala nasional.”“Apa kamu pikir aku tidak mengetahui bisnismu Baskoro? Kamu telah bekerjasama
Ibu Indraswari mulai menguraikan pelukannya. Perlahan dia mengusap bulir air mata yang mengalir di kedua pipinya.“Ibu tidak tahu mengapa tiba-tiba bapakmu sakit. Tadi saat sedang minum teh di ruang tengah ibu meninggalkan bapakmu sebentar untuk mengambil kudapan di dapur. Saat itu dia masih sehat, kami memang sedang menunggu kerabat dari keluarga bapak yang akan berkunjung ke rumah. Ibu terkejut melihat bapakmu sudah pingsan sekembali dari dapur. Segera ibu memanggil pelayan untuk membawanya menuju ke kamar.”“Setahuku bapak sehat selama ini. Apa ibu menyembunyikan sesuatu dari ku? Apa bapak menderita penyakit tertentu? Tidak mungkin bapak pingan secara tiba-tiba.”“Sudahlah Baskoro! Kamu jangan menyudutkan ibu dengan berbagai pertanyaanmu. Ibu juga tidak tahu sama seperti kita. Sebaiknya kita menunggu dokter memeriksa bapak.” kata Ardiansyah.Om Laksana yang baru saja masuk ke dalam kamar, melihat sedikit keributan yang muncul antara Baskoro dan Ardiansyah. Dia segera berjalan mende
Sesampainya di kamar kos, Lisa mengajak Zeni duduk. “Sebentar mba Zeni, tunggulah disini. Aku menaruh barangnya di motor.” Lisa bergegas keluar dari kamar.Tak lama kemudian Lisa kembali dengan membawa satu buah paper bag dan meletakkannya di atas meja.“Ini mba Zeni, terimalah. Aku tadi sempat mampir ke butik dan aku lihat ini cocok untuk mba Zeni. Cobalah!”“Aku tidak mau merepotkanmu Lisa. Kenapa kamu membelikan ini untukku? Apakah ini kado pernikahan darimu?” kata Zeni sembari membuka paper bag tersebut.Lisa segera duduk disamping Zeni. “Itu bukan kado pernikahan untuk mba Zeni, tapi kenang-kenangan dariku. Mba Zeni sebentar lagi akan melakukan tugas pengabdian masyarakat selama satu bulan dan setelah itu pasti mba sibuk untuk mempersiapkan pernikahan dan tentunya akan mengambil libur kuliah beberapa hari kan? Setelah itu kita pasti jarang bertemu, apalagi fakultas kita berbeda. Aku pasti merindukan mba Zeni.”“Apa yang kamu katakan Lisa? Kamu jangan lebay seperti Lintang, seol
Siang hari Zeni masih berkutik didepan laptop sampai suara nada dering ponsel membuyarkan konsentrasi Zeni. Dia segera mengambil ponselnya dan menjawab panggilan telepon dari Lintang.“Assalamu’alaikum Lintang? Bagaimana kabarmu?” “Wa’alaikumussalam Zeni. Apakah kamu saat ini berada di kos? Aku sekarang sedang di kampus, rencananya aku mau menemuimu karena kamu tidak berangkat ke kampus?”“Iya Lintang, aku ingin rehat sebentar. Aku tunggu kamu di kos. Datanglah sekarang!”“Oke Zeni. Aku akan segera ke kosmu sekarang.” Tak berapa lama kemudian Lintang sudah berada didepan kos. Dia mengetuk pintu kos Zeni sembari mengucapkan salam. Zeni segera berjalan menuju ke ruang tamu saat mendengar ucapan salam. Dibukanya pintu kos, dia tersenyum melihat Lintang sudah berada didepannya.“Masuklah! Aku senang akhirnya kamu datang ke kos?”Lintang segera masuk ke dalam kos. Zeni menutup pintu kos dan menguncinya. Dia memandu Lintang untuk berjalan menuju ke kamarnya.“Kenapa kosmu sepi sekali? Dim
Tepat pukul 20:30 malam Zeni sampai di kos. Dia segera masuk ke dalam kamar dan meletakkan paper bag di atas meja. Diambilnya baju didalam lemari dan segera melangkahkah kakinya berjalan keluar dari dalam kamar menuju ke kamar mandi.Lisa masuk ke dalam kamar. Dia melihat kamarnya kosong tidak menemukan Zeni.Dia bergumam : “Kemana mba Zeni? Sepertinya tadi mba Zeni sudah pulang ke kos?” sesaat pandangan matanya tertuju pada paper bag di atas meja.“Berarti benar jika mba Zeni sudah pulang.” bisiknya lirih.Zeni muncul dari balik pintu. Dia melihat Lisa sudah duduk di depan meja.“Dari mana kamu Lisa? Kenapa aku baru melihatmu?” tanya Zeni sembari masuk ke dalam kamar.“Tadi aku baru menemani Nina untuk memfotokopi beberapa tugas kelompok. Aku tadi melihat ada mobil yang keluar dari halaman kos kita. Berarti benar, tadi mba Zeni diantar oleh Baskoro?”“Benar Lisa. Apakah kamu melihat Baskoro?”Lisa menggelengkan kepalanya.“Tidak mba. Saat itu mobilnya melaju dengan cepat, aku tidak s
“Hallo Baskoro! Ibu sekarang sudah berada di depan café. Keluarlah! Ibu mau bertemu dengan kamu dan Zeni. Ibu tunggu sekarang!” kata Ibu Indraswari melalui sambungan telepon.“Baiklah ibu. Aku dan Zeni akan segera menemui ibu.” Baskoro segera menutup panggilan telepon.“Kami akan pulang terlebih dahulu, ibu sudah menunggu kami di depan Café. Bill nya biar aku yang bayar.” ucap BaskoroBaskoro segera melambaikan tangannya kepada pelayan café. Seorang pelayan café datang.Dia berkata : “Ada yang perlu aku bantu Tuan?”“Tolong berikan bill untuk seluruh pesanan pada meja ini?” “Baiklah Tuan. Tunggu sebentar aku akan ke kasir untuk mengambilkan catatan billnya.” pelayan segera berlalu dari hadapan Baskoro. Sesaat kemudian pelayan datang sembari menyerahkan kertas bill kepada Baskoro.Baskoro segera mengelurkan sejumlah uang untuk membayar pesanan makanan tersebut.“Aku akan pulang nanti Baskoro. Ada hal yang masih ingin aku bicarakan dengan Frans. Berhati-hatilah selama dalam perjalanan