Edo dengan ketiga mahasiswa baru berjalan menyusuri halaman kampus Fakultas Ekonomi. Mereka berencana untuk pergi ke kantin kampus yang terletak di belakang gedung administrasi. Langkah mereka lebar berjalan dengan tergesa-gesa menuju ke kantin kampus. Nano yang mengawasi gerak gerik Edo bergumam : “Apa yang dilakukan Edo dengan ketiga mahasiswa baru tersebut? Bukankah hukuman mereka seharusnya sudah selesai? Ataukah mereka akan pulang? Namun sebentar lagi Edo ada rapat, oh…. Mungkin mereka ada urusan sebentar.” Nano segera pergi menuju ke ruangan rapat yang terletak di gedung L1.Edo tersenyum smirk saat melihat dari kejauhan jika Nano sudah mulai berhenti mengawasi gerak-geriknya. “Kalian pulanglah sekarang dan bawalah tugas untuk besok. Pastikan besok pagi kalian berangkat tepat waktu. Aku tidak ingin melihat kalian mendapatkan hukuman lagi.” kata Edo saat sampai di serambi kantin.“Baiklah kak, kami pastikan besok datang tepat waktu.” jawab mereka secara serempak. Mereka bertiga
Frans muncul dari balik pintu. Terlihat Edo masih berbaring di atas ranjang. “Apakah kamu masih lelah Edo?” tanya Frans. Raut wajahnya terlihat cemas. Dia duduk di sofa yang terletak di dekat jendela kamar. “Sedikit Frans.” Edo bangun dari tempat tidur, dia segera duduk di tepi ranjang. Seorang pelayan wanita masuk ke dalam kamar Frans dengan membawa nampan yang berisi minuman dan cemilan. Dia meletakkan minuman tersebut di meja. “Minumlah Edo!” ucap Frans sembari menyeruput orange jus. Edo berjalan dan duduk di sofa, dia mengambil gelas yang berisi minuman dan meneguk beberapa teguk orange jus. “Kenapa wajahmu terlihat cemas Frans? Bukankah Zeni bersedia menerima santunan kematiannya? Kamu tidak perlu mengkhawatirkannya?” Frans menghela nafas panjang. “Aku hanya mengkhawairkan kehidupan Zeni. Semenjak bapaknya meninggal, dia kehilangan sumber pemasukan dalam keluarganya. Dia tentu sekarang sedang mencari pekerjaan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari dan kuliahnya.” Edo t
Tepat berkumandang adzan isya Zeni sampai di kosnya. Dia masuk ke dalam kamar.“Mba Zeni … baru pulang ya? Tadi Tante Denti telepon menanyakan keadaan mba Zeni. Dia telepon tapi mba Zeni tidak mengangkatnya."“Benarkah?” tanya Zeni. Dia segera duduk dan mengambil ponselnya yang berada didalam ransel. Terlihat ada enam panggilan tak terjawab.“Pantas saja ternyata ponselnya aku silent, tadi saat tante Denti telepon aku sedang rapat.” “Coba mba Zeni telepon tante Denti, siapa tahu penting?” “Baiklah Lisa. Aku akan meneleponnya.”Zeni segera menghubungi ponsel tante Denti. Sesaat panggilan terhubung.“Assalamu’alaikum…. Zeni bagaimana kabarnya?” kata Tante Denti membuka percakapan di telepon.“Wa’alaikumussalam Tante. Alhamdulillah kabarku baik. Tante …. Tadi sore aku sedang rapat, ponselnya aku silent. Maaf tadi aku tidak tahu tante telepon.”“Iya Zeni, tadi tante menelepon Lisa. Joy menghubungi tante, mengatakan jika ponsel kamu sulit di hubungi.”“Oh… tadi berarti Joy juga menelepon
Keesokan paginya Zeni sudah bersiap di kamar. Dia mengenakan tunik batik yang dipadukan rok hitam dengan jilbab senada serta tas selempang warna cream yang menambah anggun penampilannya. "Waw.... aku lihat penampilan mba Zeni berbeda hari ini. Ayolah mba kita berangkat sekarang." ajak Lisa seraya menyerahkan helm kepada Zeni. "Hari ini aku mau tanda tangan kontrak kerja. Tentu pakaiannya berbeda. Terima kasih sudah mengantarkan ku Lisa." kata Zeni seraya menerima helm dari Lisa. "Kita searah mba. Kebetulan aku ada acara di jalan Tirai Biru. Mba Zeni tidak perlu berterima kasih kepada ku." Mereka pergi mengendarai motor metic menuju ke perusahaan PT Samudra Prima. Suasana lalu lintas yang padat membuat perjalanan menempuh waktu sekitar empat puluh lima menit. Zeni turun dari motor sembari berkata : "Lisa.... aku masuk dulu. Kamu berhati-hati di jalan." Dia menyerahkan helm kepada Lisa. "Iya mba Zeni. Semoga agenda mba Zeni lancar hari ini. Aku berangkat sekarang mba." Li
"Memang dari cerita mu terlihat Frans begitu perhatian kepada Zeni. Apakah dia menaruh perasaan kepada Zeni? Ataukah dia hanya menjalankan tugas dari Tuan Ayyash selaku omnya untuk bertanggung jawab kepada semua korban ledakan proyek tersebut. Kita tidak tahu kejadian sebenarnya dan hanya bisa menebak saja. Mungkin saja posisi Frans sudah menjadi orang kepercayaan Tuan Ayyash. Berpikirlah positif saja Baskoro. Yang terpenting selesai kan terlebih dahulu masalah kamu dengan Zeni." Baskoro menghela nafasnya. Dia berkata : "Aku akan berusaha untuk berpikir positif kepada Frans. Namun naluri hatiku mengatakan jika Frans memiliki perasaan kepada Zeni. Dan itu memicu rasa cemburu padaku. Sikapnya kepada Zeni sungguh terlalu berlebihan." "Bersabarlah Baskoro. Kamu tidak boleh terlalu cemburu kepada Frans. Ingat! Zeni belum mengenal karaktermu. Seharusnya kalian dalam masa penjajakan. Jangan terpancing oleh sikap Frans. Lihatlah Zeni? Dia lebih memilihmu. Secara naluri seorang wanita, dia
Irama sepatu skets terdengar berdecit dengan lantai keramik saat sesosok gadis berlari kecil menyusuri lorong kampus di lantai 3. Jam kuliah yang bergeser memaksa Zeni untuk pandai mengatur waktu antara kuliah dengan kegiatan organisasi di kampus. Sepuluh menit telah dimulai perkuliahan dengan bapak Catur, saat Zeni mengetuk pintu kelas dan meminta ijin masuk serta memposisikan duduknya di tempat yang kosong."Aku telat hehe...., ini sudah slide keberapa?" Bisik Zeni pada Nia dengan fokus melihat layar proyektor."Slide ke 8, untungnya kamu telat di kelas pak Catur, coba telat di kelas dosen killer, pasti seru," kelakar Nia sambil mencatat beberapa informasi penting dari pak catur.Perkuliahan siang ini memaksa mataku agar tetap on 100%, namun sayangnya daya tahan tubuhku tidak mendukung. Perlahan dengan pasti kelopak mataku mulai menutup sempurna diikuti reflek kepala yang menunduk dengan posisi duduk manis. Sungguh rasa kantuk yang menyerang laksana terbius ke buaian alam mimpi.Cu
Gedung PKM mulai penuh sesak saat kepanitian orientasi mahasiswa baru tingkat fakultas mulai berkumpul. Tempat yang terbiasa lenggang di malam hari, sekarang terasa penuh sesak terisi aktivis yang bergelut dalam kegiatan yang bernuansa idealisme. Rapat yang semula direncanakan berada di gedung PKM beralih ke Gedung pertemuan yang memuat puluhan aktivis. Hiruk pikuk aktivis menggema di malam hari saat beberapa argumen saling menyerang. Masing-masing kukuh mempertahankan konsepnya untuk dijalankan saat kegiatan orientasi. Beberapa pasang mata menatap tajam ke arah Roy saat keputusan rapat di ambil dengan sebelah pihak. Tak urung, beberapa aktivis sempat protes menentang konsep yang akan dijalankan. Konsep terkait atribut dan barang apa saja yang dibawa oleh peserta orientasi dirasa memberatkan mahasiswa baru mengingat ada pemberian tugas setiap hari yang harus dikumpulkan dihari selanjutnya. Namun, dukungan dari beberapa ketua himpunan jurusan dan ketua organisasi fakultas yang membeki
Matahari pagi tersenyum hangat mengiringi langkah kaki Zeni memasuki ruang Tata Usaha Fakultas Ekonomi. "Permisi pak, apakah pak Seno sudah datang? Ini ada tiga surat untuk pak Seno terkait pelaksanaan kegiatan orientasi mahasiswa baru?" Sapa Zeni kepada pak Anto dengan menyerahkan tiga amplop beserta suratnya."Beliau sedang rapat saat ini, besok akan ada konfirmasi terkait surat ini" jelas pak anto dengan menerima surat dan mulai membaca perihal surat tersebut. "Baik pak Anto, terima kasih informasinya," senyum Zeni mengakhiri percakapan dengan pak Anto."Aku harus menyelesaikan distribusi surat kepanitian hari ini," pikir Zeni. Raut wajah Zeni terkejut melihat jam di ponsel menunjukkan pukul 08.30 pagi, sebentar lagi kelas Analisis Laporan Keuangan (ALK). Segera Zeni berjalan menuju ruang jurusan. Terlihat Rian sedang berkumpul dengan beberapa mahasiswa didepanvruang kepala jurusan. Zeni menghampiri Rian dan mahasiswa lainnya, "Apakah pak Pramono berada di ruangan?" "Beliau ada