Kaivan meremas kuat rambutnya. Raut wajah panik dan cemas bercampur. Dia mondar-mandir gelisah di depan ruang unit gawat darurat. Ketakutan melanda diri Kaivan. Ya, kini Kaivan berada di depan ruang unit gawat darurat—menunggu dokter memeriksa keadaan Krystal. Kaivan sudah tidak lagi bisa sabar. Dia ingin segera tahu keadaan sang istri. Namun nyatanya sang dokter tetap masih melakukan pemeriksaan. Mau tidak mau Kaivan harus bersabar menunggu dokter selesai memeriksakan keadaan istrinya.Sesaat Kaivan memejamkan matanya. Merutuki kebodohanya karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan Kaivan tidak menghubungi Krystal satu harian ini. Sungguh, Kaivan menyesali ini semua. Jika waktu bisa diputar, dia akan memilih menemani istrinya.“Shit!” Kaivan mengumpat kasar. Dia memukul dinding rumah sakit dengan keras. Merutuki kebodohannya sendiri. Kaivan tak memedulikan punggung tangannya terluka. Amarah dalam dirinya meledak. Dia terus menyalahkan dirinya sendiri.“Menyesal tidak akan merub
Pelupuk mata Felicia bergerak. Perlahan wanita itu mulai membuka matanya. Mengerjapkan sedikit matanya kala bulu mata lentiknya bergera-gerak menghalangi matanya yang hendak terbuka. Tepat disaat mata Felicia sudah terbuka—dia mengedarkan pandangan ke sekitar. Tampak wajah Felicia yang sedikit terkejut dirinya berada di sebuah kamar rumah sakit. Ya, jelas Felicia tahu ini adalah kamar rumah sakit. Tatanan ruangan dan aroma khas rumah sakit membuat Felcia tak berlama-lama untuk menyandari keberadaannya. Didetik selanjutnya, Felicia melihat ke tangan kanannya—terdapat infus yang masih terpasang. Felicia terdiam sejenak, mengingat-ingat kenapa dirinya bisa berada di rumah sakit. Karena seingat Felicia dirinya tak memiliki sakit apa pun hingga harus berada di ruang rawar rumah sakit.Dan tiba-tiba … ingatan Felicia langsung mengingat kenapa dirinya berada di rumah sakit. Wajah Felicia menegang. Tampak Felicia begitu ketakutan. Panik, cemas, dan khawatir melanda diri Felicia saat ini. Waj
Kaivan menatap Krystal yang terbaring tak berdaya di rumah sakit. Tampak raut wajah Kaivan begitu merindukan Krystal. Sorot matanya tersirat cemas dan khawatir. Meski dokter selalu mengatakan keadaan Krystal baik-baik saja; tetap tidak membuat Kaivan tidak mencemaskan istrinya itu. Bagi Kaivan, Krystal adalah segalanya. Krystal adalah hidupnya. Melihat sang istri terbaring lemah tak berdaya di atas ranjang seperti ini membuat hidup Kaivan begitu kacau.Sejak di mana Krystal berada di rumah sakit, tidak pernah Kaivan meninggalkan Krystal. Semua pekerjaannya diabaikan olehnya. Bukan tak peduli dengan perusahaan tetapi yang Kaivan pikirkan saat ini hanya istrinya. Kaivan tidak mau memikirkan hal lain selain keadaan istrinya yang kini telah mengandung buah cinta mereka. Sungguh, Kaivan tidak menyangka Krystal akan hamil secepat ini. Gelenyar aneh menelusup dalam diri Kaivan ketika mendengar kehamilan Krystal. Makhluk kecil ada di perut istri tercintanya itu. Dalam hidup, ini adalah hal ya
“Mama kenapa jahat sekali pada Krystal! Dia wanita yang sangat baik, Mama! Kalau bukan karena dia, mungkin wajahku sudah terbakar api! Dia yang menyelamatkanku, Mama!”Suara Felicia berteriak dengan disertai isak tangisnya membuat semua orang di sana langsung bungkam dan membisu. Tampak Farel dan Elisa membeku. Tatapan Farel dan Elisa terhunus tajam dan penuh peringatan pada putri mereka. Pun Kaivan dan Aryan kini mengalihkan pandangan mereka pada Felicia yang terus menangis.“Apa maksudmu, Felicia!” Kali ini Farel yang bersuara. Sedangkan Elisa yang masih bungkam diam seribu bahasa.Isak tangis Felicia mulai sedikit mereda. Tatapannya menatap Farel dan Elisa penuh dengan kekecewaan yang mandalam. Sungguh, Felicia tidak menyangka Farel dan Elisa bisa sejahat ini pada Krystal—yang memiliki hati sangat baik.“Saat kebakaran, aku terjebak di dalam kamarku. Aku berusaha meminta tolong tapi tidak ada yang datang satu pun. Aku bahkan sudah putus asa dan berpikir kalau hidupku akan berakhir.
“Sialan!”Livia membanting kasar remote televisinya hingga terbentur dan jatuh ke lantai. Amarah dalam dirinya meledak. Sorot mata Livia begitu tajam kala mendengar pemberitaan di media. Andai saja dia bisa, maka Livia akan meminta salah satu anak buahnya merencakan kembali mencoba membunuh Krystal. Namun, Livia tidak bisa melakukan itu. Dia harus menunggu paling tidak sampai semuanya tenang.Ya, berita yang Livia lihat saat ini adalah tentang rumah Kaivan terbakar sudah diekspos oleh media. Krystal dan Felicia telah menjadi korban dari kebakaran rumah itu. Namun, hal yang membuat emosi Livia memuncak ketika ada yang mengambil gambar di mana Kaivan berhasil membawa Krystal keluar dari rumah yang telah terbakar itu. Livia membenci ini. Dia cemburu melihat Kaivan menggendong wanita rendah itu. Semua rencananya hancur berantakan. Yang Livia inginkan Krystal mati bukan terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit. Luka bakar di lengan dan kaki Krystal tidak bisa membuat Livia puas. Karena
“Bagaimana keadaan istriku? Kenapa hingga detik istri belum juga sadar?”Suara Kaivan bertanya dengan nada yang begitu cemas juga khawatir kala dokter baru saja memeriksa keadaan Krystal. Ya, wajah Kaivan begitu frustasi. Dokter selalu mengatakan keadaan Krystal baik-baik saja tapi hingga detik ini istrinya belum juga sadar.“Tuan Kaivan … saya mengerti dengan kecemasan Anda. Tapi memang kita harus menunggu. Detak jantung istri Anda sangat baik. Tidak ada masalah dengannya. Tunggu satu atau dua hari ini. Harusnya dalam dua hari ini istri Anda sudah sadar,” ucap sang dokter memberitahu.Kaivan memejamkan mata singkat. Dia sudah tidak sabar melihat Krystal sadar. Tidak ada pilihan lain, Kaivan memilih untuk bersabar. Didetik selanjutnya, Kaivan hanya merespon sang dokter dengan anggukan singkat di kepalanya. Kemudian, sang dokter pun pamit undur diri.Kini Kaivan duduk di tepi ranjang. Tatapannya menatap wajah Krystal. Ya, wajah istrinya itu sangat cantik meski terlihat pucat sekali pun
“Saya ingin melaporkan pada Anda, tentang pelaku yang membuat rumah Anda kebakaran, Tuan.”Raut wajah Kaivan berubah mendengar apa yang diucapkan oleh Doni. Sepasang iris mata cokelat gelapnya berubah begitu tajam. Pancaran matanya menunjukan kemarahan. Rahang Kaivan mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat.“Berikan aku rekaman CCTV-nya,” ucap Kaivan dingin dengan sorot mata tegas.Aryan yang sejak tadi ada di samping Kaivan pun, tampak menunjukan ketidaksabaran ingin tahu siapa pelaku sebenarnya yang tega membakar rumah Kaivan hingga membuat Krystal dan Felicia menjadi korban.“Siapa pelakunya, Doni? Apa kita mengenalnya?” Aryan bertanya dengan nada yang tak sabar dan mendesak Doni agar segera memberitahu.Doni pun mengambil iPad-nya. Lalu dia memutar rekaman CCTV yang sebelumnya telah dia salin di iPad. Didetik selanjutnya, Doni memberikan rekaman CCTV itu pada Kaivan seraya berkata, “Ini hasil rekaman CCTV yang tersembunyi di belakang rumah Anda, Tuan. Semua CCTV di rumah Anda tel
“Berhenti berpura-pura di depanku, Sialan! Aku tahu kamu yang membakar rumahku!!”Suara bentakan Kaivan begitu keras membuat Livia bungkam seribu bahasa. Tampak wajah Livia yang pucat pasi. Lidah wanita itu kelu. Tenggorokannya tercekat tiba-tiba kala mendengar ucapan Kaivan.“M-Membakar rumahmu? Aku tidak mengerti dengan ucapannmu, Kaivan! Jangan sembarangan menuduhku!” Dengan wajah yang pucat, Livia mati-matian berpura-pura seolah dirinya tak bersalah. Wanita itu mengangkat wajahnya seakan dia tak terima disalahkan.Tatapan Kaivan menyorot tajam dan bengis pada Livia. Dia melangkah mendekat. Reflek, Livia segera memundurkan langkahnya ketika Kaivan mendekat padanya. “K-Kamu salah alamat! Aku tidak tahu apa maksudmu, Kaivan!” Livia kembali berusaha membela diri. Hingga saat tubuhnya terbentur ke meja, Livia tak bisa lagi mundur. “Pergilah, Kaivan … hari ini aku, akh—”Livia meringis kesakitan kala tiba-tiba Kaivan mencengkram kasar rahangnya. Begitu keras seperti ingin meremukan rah