“Nyonya, saya mohon berhenti minum. Anda terlihat sangat kacau, Nyonya. Tuan Roy sudah memperingati Anda untuk mengurangi minum alkohol,” kata Dita—asisten Livia.Ya, sejak tadi Livia tidak henti menegak vodka. Kini Livia masih berada di ruang kerjanya yang ada di rumah. Wanita itu tampak begitu kacau. Wajah polos tanpa polesan make up. Rambut yang berantakan. Dan ruang kerja yang juga begitu kacau. Pecahan gelas memenuhi lantai kayu jati itu. Tak hanya itu, banyak dokumen yang berserakan di lantai dan tak dipedulikan oleh Livia. Berkali-kali Dita memperingati Livia. Namun lagi dan lagi Livia tak memedulikan yang ada disekitarnya. Livia hanya terus menegak alkohol. Bagi Livia, alkohol adalah obat menenangkan pikirannya. Lagi pula selama ini Livia memang terkenal kuat minum alkohol. Dia tidak mudah tumbang begitu saja.“Nyonya, saya mohon, Nyonya. Saya tahu Nyonya memiliki masalah dengan Tuan tapi semua masalah tidak akan selesai jika Nyonya terus-terusan minum seperti ini. Kondisi aka
Dita mondar-mandir gelisah di depan ruang unit gawat darurat. Asisten Livia itu tengah menunggu dokter memeriksakan keadaan Livia. Awalnya, Dita ingin memanggil dokter ke rumah namun Dita memilih untuk langsung memerisakan keadaan bosnya itu ke rumah sakit demi mendapatkan pemeriksaan lebih lengkap. Dia takut kalau sampai ada hal-hal yang serius pada Livia.Dan hingga detik ini Dita masih belum memberitahukan keluarga Livia termasuk dengan Kaivan. Bukan tanpa alasan tapi Dita tidak berani memberitahu sebelum mendengar penjelasan dari sang dokter tentang keadaan Livia saat ini. Ya, kejadian di mana Livia pingsan bertepatan dengan mobil Kaivan yang telah meninggalkan rumah.Ceklek.Pintu ruang unit gawat darurat terbuka. Sang dokter berdiri di ambang pintu. Reflek Dita langsug berlari menghampiri dokter itu dengan wajah yang panik.“Dokter bagaimana keadaan Nyonya Livia?” tanya Dita tak sabar. Nadanya tersirat begitu cemas dan takut.“Maaf, Anda memiliki hubungan apa dengan Nyonya Livia
PrangggggSebuah bingkai foto tersenggol jatuh oleh Krystal, membuat pecahan bingkai foto itu memenuhi lantai. Krystal terkejut melihat pecahan bingkai foto itu.“Astaga, Krystal. Kamu ceroboh sekali,” seru Krystal seraya mengembuskan napas kesal. Dia kesal pada dirinya sendiri yang begitu ceroboh dan tidak berhati-hati. Sesaat Krystal melihat foto pernikahannya dengan Kaivan yang berada di lantai. Meski hanya bingkainya yang pecah tetap saja Krystal merasa bersalah karena sudah menjatuhkan bingkai foto pernikahannya dengan Kaivan. “Jadi hancur begini. Untung fotonya tidak rusak,” gumamnya lagi yang mulai bersimpuh dan membersihkan pecahan beling.“Nyonya, ada apa?” Sang pelayan yang hendak masuk ke dalam kamar dan tengah memegang nampan yang berisikan makan siang untuk Krystal langsung terkejut melihat banyaknya beling yang memenuhi lantai kamar. Dengan cepat pelayan itu segera membantu Krystal.“Biarkan aku sendiri saja.” Krystal berucap lembut sambil mengumpulkan beling-beling yang
“Saya tidak bercanda, Tuan. Saat Anda dan Nyonya Livia bertengkar kemarin, Nyonya Livia pingsan. Dan ketika Nyonya Livia dilarikan ke rumah sakit, dokter mengatakan Nyonya Livia hamil. Kandungan Nyonya Livia sudah delapan minggu.”Tubuh Kaivan memegang. Sepasang iris mata cokelatnya terhunus tajam pada Doni yang ada di hadapannya. Tatapan tersirat tak percaya dan menuntut agar Doni memberikan penjelasan padanya.“Tidak mungkin! Kamu pasti bercanda, Doni! Aku dengar sendiri ketika dokter mengatakan Livia tidak bisa mengandung! Bagaiaman mungkin sekarang kamu bilang dia sedang hamil!” bentak Kaivan menahan geraman. Pria itu mengepalkan tangannya dengan begitu kuat.Doni terdiam sejenak. Dia mengembuskan napas panjang seraya berkata, “Tuan, dokter hanya manusia biasa. Jika dokter memvonis seseorang tidak bisa mengandung, bukan artinya orang tersebut sama sekali tidak bisa mengandung. Sehebat apa pun seorang dokter akan kalah pada takdir yang menentukan.”Bagai tersambar petir, Kaivan mem
“Nyonya, mencari apa?” Suara pelayan bertanya kala melihat Krystal yang tengah mengedarkan pandangan ke sekeliling.“Di mana Kaivan? Apa belum pulang juga? Ini sudah malam,” ujar Krystal dengan raut wajah bingung. Ya, pasalnya tadi siang Kaivan pergi ketika dirinya tertidur pulas. Tapi hingga detik ini Kaivan belum juga pulang. Padahal sekarang sudah pukul dua belas malam. Pun Krystal berusaha menghubungi nomor ponsel Kaivan, tetapi ponsel Kaivan tidak aktif. Tidak biasanya Kaivan pergi dengan ponsel yang tidak aktif. Selama ini Kaivan selalu memberikan kabar sesibuk apa pun pria itu.“Nyonya, Tuan Kaivan masih belum pulang. Lebih baik Anda istirahat saja, Nyonya. Ini sudah malam. Mungkin sebentar lagi Tuan Kaivan akan segera pulang,” kata sang pelayan dengan sopan. Menyarankan untuk Krystal beristirahat.Krystal mendesah pelan. “Sebenarnya Kaivan ada di mana? Kenapa dia sudah selarut ini belum juga pulang,” ucapnya yang mencemaskan Kaivan.“Nyonya, hari ini Tuan Kaivan pergi setelah
Tubuh Krystal bergerak-gerak. Keringat membanjiri keningnya. Wanita itu tetap memejamkan kedua matanya. Dia mengigau tidak jelas. Hingga didetik selanjutnya, Krystal menjerit dan langsung membuka kedua matanya.Napas Krystal memburu kala dirinya telah bangun dari mimpi buruknya. Kini Krystal mengedarkan pandangannya—menatap kesekelilingnya berada di dalam kamar. Ya, dia langsung bernapas lega karena dirinya hanya bermimpi buruk.“Kaivan di mana? Apa belum pulang juga?” Krystal bergumam pelan mencari keberadaan Kaivan. Padahal waktu sudah pagi buta seperti ini. Tidak biasanya Kaivan tidak pulang ke rumah tanpa memberikan kabar padanya.Ceklek.Pintu terbuka. Krystal langsung mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Menatap Kaivan yang baru saja masuk ke dalam kamar.“Kai? Kamu sudah pulang?” Krystal segera mendekat ke arah Kaivan dengan terburu-buru.“Aku bertemu dengan Aryan dan tadi ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan,” jawab Kaivan sembari mengelus pipi Krystal. Ya, terp
“Livia?”Krystal bergumam pelan kala melihat sosok wanita yang tak asing yang mendekat padanya adalah Livia. Tampak Krystal bingung melihat keberadaan Krystal di rumah sakit.“Aku ingin bicara denganmu, Krys,” ucap Livia dingin dan ketus.“Kenapa kamu di sini, Livia?” tanya Krystal dengan suara tenang dan pelan.“Tidak perlu bertanya kenapa aku bisa ke sini. Yang pasti tujuanku adalah bicara denganmu,” jawab Livia dengan nada yang begitu dingin dan terdengar angkuh.Krystal terdiam sesaat. “Apa kamu membuntutiku ke sini?” tanyanya yang menduga. Pasalnya, tidak mungkin secara tiba-tiba Livia berada di rumah sakit ini.Livia tersenyum sinis. “Itu tidaklah penting. Sekarang lebih baik kamu jangan membuang waktuku. Kita di bicara di sana,” ucapnya seraya mengalihkan pandangan pada taman belakang rumah sakit.Ya, Krystal tak menyadari kalau tadi mobil Livia memang membuntutinya dari belakang. Tepat di saat mobil Krystal keluar dari rumah dan mobil Kaivan telah berbelok arah; mobil Livia se
Kaivan duduk di kursi kebesarannya seraya memejamkan mata lelah. Dia baru saja selesai meeting, dan memiliki sedikit waktu sebelum nanti menjemput Krystal di rumah sakit. Ya, Kaivan tidak ingin Krystal pulang sendiri dari rumah sakit. Meski area rumah sakit sudah aman, karena banyak anak buahnya yang berjaga-jaga demi tidak ada lagi yang mengejar Krystal tapi tetap saja Kaivan tidaklah tenang.Suara ketukan pintu terdengar, membuat Kaivan segera membuka mata dan mengalihkan pandangannya ke arah pintu serta menginterupsi untuk masuk.“Tuan Kaivan, permisi. Apa benar Anda memanggil saya?” tanya Doni dengan ramah dan sopan.Kaivan mengangguk singkat. Setelah meeting memang Kaivan meminta sekretarisnya menghubungi Doni untuk menghampirinya. “Aku ingin kamu melakukan sesuatu,” ucapnya dingin dengan raut wajah datar.“Ada apa, Tuan? Apa yang bisa saya bantu?” tanya Doni lagi.Kaivan terdiam sejenak. Dia menyandarkan punggungnya di kursi kerjanya. Lalu mengetuk meja kerjanua dengan telunjukn