“Nona, Anda sudah minum terlalu banyak. Jangan minum lagi, Nona. Nanti Anda akan kesulitan pulang dalam keadaan seperti ini.”Sang bartender menegur Livia yang sejak tadi tidak henti menegak vodka. Meski sudah terlihat mabuk tetapi Livia belum juga tumbang. Well… Livia memang mabuk tapi dia masih sanggup menegak alkohol berbotol-botol sekali pun. Untuk masalah alkohol, Livia sangat bersahabat. Hanya beberapa kali saja dia pernah tumbang. Itu pun disebabkan dirinya yang semalaman menegak alkohol.“Jangan mencemaskanku. Aku bisa mengatasi diriku sendiri,” ucap Livia yang terus menegak vodka di tangannya.Ya, kini Livia berada di salah satu klub malam ternama di Jakarta. Wanita itu tak memilih kursi VIP seperti biasanya. Dia hanya duduk di kursi tepat di depan bartender. Menikmati suara detuman musik. Sesekali Livia menari dengan tubuhnya yang indah itu kala sang DJ memutar musik jazz. Tampak para pengunjung terlihat begitu bahagia menikmati hidup mereka. Menari dengan bebas di lantai da
“Minta keluarga Livia dan juga Livia untuk datang ke rumah keluargaku. Satu jam lagi aku akan ke sana. Katakan pada mereka tunggu sampai aku datang.”Kaivan berucap tegas memerintah pada Doni kala panggilannya terhubung. Kemudian, dia menutup panggilan itu tanpa menunggu respon dari Doni. Ya, Kaivan tahu Doni tidak akan lamban dalam menjalankan perintahnya.Kaivan menyandarkan punggungnya di kursi kerjanya yang ada di ruang kerjanya. Dia memejamkan mata lelah. Sesaat Kaivan memilih untuk menutup matanya. Pikirannya saat ini ingin segera menyelesaikan kekacauan yang terjadi. Kekacauan yang dirinya sendiri buat. Kaivan tak menyangka akan seperti ini. Dia tidak bisa melepas Krystal. Ada rasa bersalah dalam diri Kaivan pada Livia. Namun, dia akan jauh lebih menyakiti jika mempertahankan Livia. Bagaimanapun, Kaivan ingin Livia mendapatkan pria yang memang benar mencintainya dan menginginkannya.Empat tahun Kaivan pernah mencoba menjalani kehidupan normal sepasang suami istri dengan Livia,
“Rasanya sudah cukup aku mengikuti keinginan kalian semua. Empat tahun sudah cukup lama. Biarkan saat ini aku menentukan kebahagiaanku. Aku memutuskan bercerai dengan Livia. Livia berhak mendapatkan pria yang mencintainya dan menginginkannya. Dan itu bukanlah aku.”Suara Kaivan berucap penuh ketegasan dan tersirat keputusan final. Ya, semua orang yang ada di sana terkejut mendengar ucapan Kaivan.“Apa maksudmu, Kaivan!” seru Farel dengan keras.“Kaivan! Jelaskan apa maksudmu!” cerca Elisa dengan tatapan terhunus tajam.“Kaivan, kamu hanya bercanda, kan?” Poppy menatap cemas Kaivan.“Kaivan pasti hanya bercanda,” sambung Roy yang masih berusaha untuk tetap tenang.“Kaivan! Kamu tidak mungkin meninggalkanku, kan! Katakan padaku, Kaivan!” Livia memukul dada Kaivan dengan sekuat tenaga. Dan Kaivan membiarkan itu. Kaivan membiarkan Livia meluapkan amarahnya. “Jawab, Kaivan! Jangan hanya diam! Kamu pasti tidak mungkin meninggalkanku, kan?” isaknya keras.Kaivan bergeming. Didetik selanjutny
“Kaivan? Kamu sudah pulang?”Krystal tersenyum hangat kala melihat Kaivan melangkah masuk ke dalam kamar. Tatapannya menatap lembut Kaivan. Kemudian, Krystal mendekat dan membantu sang suami melepaskan jas dan dasi Kaivan—lalu meletakan jas dan dasi itu ke tempat pakaian kotor.“Kenapa kamu belum tidur, Krys? Ini sudah malam,” ujar Kaivan sembari membelai pipi Krystal.“Aku tidak bisa tidur, Kai. Aku menunggumu pulang.” Krystal menjawab dengan nada pelan dan tersirat mecemaskan.Ya, hari ini ketika Kaivan pergi ke rumah keluarganya; Krystal tidak bisa tenang. Takut, cemas, khawatir, melebur menjadi satu. Semua bayang-bayang negative tak lepas dari benak Krystal. Yang paling Krystal takutkan adalah kemarahan keluarganya. Jujur saja, Krystal tahu dirinya begitu egois kerana dirinya bukan hanya melukai Livia. Melainkan melukai hati keluarga besar Kaivan juga melukai hati keluarga besar Livia. Namun, Krystal pun tak memiliki pilihan lain. Perasaannya pada Kaivan begitu dalam dan kuat. Mun
“Akh—” Krystal merintih kesakitan kala seorang wanita paruh baya yang tak dia kenal terus menyerangkan tanpa ampun. Krystal sudah mencium bau anyir darah yang keluar dari pelipis dan juga hidungnya.“Dasar wanita tidak tahu diri! Kamu pikir siapa dirimu! Kamu tidak pantas untuk Kaivan! Kamu hanya wanita rendah!” Wanita paruh baya itu tak henti menyerang Krystal.“Nyonya, hentikan!” Maya dan Nadia berusaha menarik wanita paruh baya itu. Namun dengan sigap wanita paruh baya itu mencakar Maya dan Nadia, hingga membuat tangan Maya dan Nadia mengeluarkan darah.“Akh—” Maya dan Nadia sama-sama merintih kesakitan kala tangan mereka mengeluarkan darah akibat cakaran wanita paruh baya itu. “Tolongggggg…. Tolonggggg….” Maya dan Nadia berteriak meminta pertolongan. Mereka kesulitan melerai serangan dari wanita paruh baya itu.Hingga kemudian, dua orang security langsung datang kala mendengar suara teriakan Maya dan Nadia. Wajah dua security itu terkejut melihat Krystal diserang seorang wanita
“Tuan Kaivan, Apa anda ada masukan tentang project tentang perusahaan games yang sebentar lagi akan launching? Mengingat Anda menargetkan pasar Asia tetap menjadi yang utama. Lalu berikutnya Anda menargetkan memasuki pasar Eropa dan Amerika. Ditinjau dari software yang kita miliki, saya yakin perusahaan games ini akan memiliki kualitas yang terbaik.”Sang direktur operasional menjelaskan tentang project yang sebentar lagi launching pada Kaivan. Di ujung sana, Kaivan duduk di kursi pemimpin meeting. Tampak Kaivan membuka setiap lembar laporan yang ada di hadapannya. Sesaat, Kaivan mengetuk-ngetuk jarinya ke meja. Pria itu tampak mengamati seksama laporan yang diberikan padanya.“Semua—”“Tuan Kaivan…” Suara Doni berseru menerobos ruang meeting Kaivan, dan sontak membuat ucapan Kaivan terhenti.Kening Kaivan berkerut melihat Doni yang berlari menghampirinya dengan tergesa-gesa. Ya, kedatangan Doni membuat pusat perhatian semua orang.“Ada apa, Doni? Kenapa kamu berlari seperti itu?” ser
“Nyonya, saya mohon berhenti minum. Anda terlihat sangat kacau, Nyonya. Tuan Roy sudah memperingati Anda untuk mengurangi minum alkohol,” kata Dita—asisten Livia.Ya, sejak tadi Livia tidak henti menegak vodka. Kini Livia masih berada di ruang kerjanya yang ada di rumah. Wanita itu tampak begitu kacau. Wajah polos tanpa polesan make up. Rambut yang berantakan. Dan ruang kerja yang juga begitu kacau. Pecahan gelas memenuhi lantai kayu jati itu. Tak hanya itu, banyak dokumen yang berserakan di lantai dan tak dipedulikan oleh Livia. Berkali-kali Dita memperingati Livia. Namun lagi dan lagi Livia tak memedulikan yang ada disekitarnya. Livia hanya terus menegak alkohol. Bagi Livia, alkohol adalah obat menenangkan pikirannya. Lagi pula selama ini Livia memang terkenal kuat minum alkohol. Dia tidak mudah tumbang begitu saja.“Nyonya, saya mohon, Nyonya. Saya tahu Nyonya memiliki masalah dengan Tuan tapi semua masalah tidak akan selesai jika Nyonya terus-terusan minum seperti ini. Kondisi aka
Dita mondar-mandir gelisah di depan ruang unit gawat darurat. Asisten Livia itu tengah menunggu dokter memeriksakan keadaan Livia. Awalnya, Dita ingin memanggil dokter ke rumah namun Dita memilih untuk langsung memerisakan keadaan bosnya itu ke rumah sakit demi mendapatkan pemeriksaan lebih lengkap. Dia takut kalau sampai ada hal-hal yang serius pada Livia.Dan hingga detik ini Dita masih belum memberitahukan keluarga Livia termasuk dengan Kaivan. Bukan tanpa alasan tapi Dita tidak berani memberitahu sebelum mendengar penjelasan dari sang dokter tentang keadaan Livia saat ini. Ya, kejadian di mana Livia pingsan bertepatan dengan mobil Kaivan yang telah meninggalkan rumah.Ceklek.Pintu ruang unit gawat darurat terbuka. Sang dokter berdiri di ambang pintu. Reflek Dita langsug berlari menghampiri dokter itu dengan wajah yang panik.“Dokter bagaimana keadaan Nyonya Livia?” tanya Dita tak sabar. Nadanya tersirat begitu cemas dan takut.“Maaf, Anda memiliki hubungan apa dengan Nyonya Livia