“Maya? Kamu di sini?”Suara bariton menyapa Maya dengan nada yang begitu hangat, dan tersirat merindukan. Tetapi pria itu tak bisa melakukan lebih karena saat ini ada sosok wanita yang tengah bersama dengannya, dan memeluk lengannya dengan erat.Maya bergeming. Tatapannya menatap pria di hadapannya dengan tatapan penuh kerapuhan. Ya, mereka saling bertatapan. Jika pria di depannya menatap Maya penuh kerinduan lain halnya dengan Maya yang menatap pria itu dengan tatapan kehancuran. Bagaikan piring yang pecah. Semua tak akan bisa kembali sama. Di depan Maya ada Dicky—mantan kekasihnya yang menorehkan luka di hatinya. Berbagai cara Maya bisa keluar dari luka itu. Bahkan hingga detik ini luka itu masih ada. Hanya saja luka itu tak sebesar yang seperti dia rasakan dulu.“Iya, aku di sini.” Maya menjawab pertanyaan Dicky dengan suara tenang, dan raut wajah dingin. Tampak alis Hans bertautan melihat ekspresi wajah Maya berubah. Ditambah sepertinya Maya begitu mengenal sosok pria yang ada d
“Apa putraku tadi menangis?”Suara Krystal bertanya pada pengasuh yang tengah menjaga Kenard di dalam kamar putranya itu. Ya, sekitar dua jam lalu Krystal membaringkan tubuh Kenard di ranjang setelah putranya itu tertidur pulas ketika sudah selesai menyusu. Sejak kejadian putranya itu diculik, Krystal tidak pernah bisa tenang. Dia terus saja beberapa kali memeriksa Kenard. Meski Kenard dijaga oleh dua pengasuh sekalipun, Krystal tidak bisa tenang. Mungkin lebih tepatnya Krystal masih trauma. Terlebih ini menyangkut keselamatan putranya.“Tidak, Nyonya. Tuan Muda Kenard tidak menangis. Tuan Muda Kenard sejak tadi tidur tenang, Nyonya. Anda tidak perlu khawatir,” jawab sang pengasuh menenangkan Krystal agar tak cemas.Krystal mendesah pelan. “Tolong nanti panggilkan aku kalau Kenard menangis, ya?”Sang pengasuh menganggukan kepalanya. “Baik, Nyonya.”“Yasudah, aku ingin ke taman sebentar. Aku mau melihat tukang kebun yang sedang menata tamanku. Tolong jaga putraku dengan baik,” kata Kry
Maya menggenggam sebuah undangan pernikahan dengan warna silver, dan dituliskan dengan tinta emas. Maya tak menampik kalau undangan pernikahan itu terlihat mewah. Bahkan resepsi pernikahan mantan kekasihnya itu diadakan di kapal persiar. Ya, di tangan Maya adalah undangan pernikahan Dicky dan Indri. Tak pernah Maya sangka ucapannya yang hanya basa-basi semata ternyata benar-benar menjadi kenyataan. Tepatnya kemarin Maya baru dikirimkan undangan pernikahan Dicky dan Indri. Tentu Maya tidaklah patah hati melihat mantan kekasihnya itu sudah menikah lebih dulu darinya. Pria seperti Dicky kelak pasti akan mendapatkan balasan atas apa yang diperbuat.Hal yang Maya pikirkan saat ini adalah dirinya merasa masih tetap tidak enak pada Hans. Akibat sandiwaranya, Hans harus terseret. Padahal kala itu Maya mengakui Hans sebagai kekasihnya hanya karena Maya ingin menunjukan pada Dicky kalau dirinya sudah total move on. Tapi malah sekarang seperti Maya mendapatkan serangan balik dari senjatanya send
Maya menatap gaun pemberian dari Krystal. Sebuah gaun pesta berrwana mewah sedikit kombinasi warna silver terlihat sangat cantik, dan anggun. Bentuk tubuh Maya hampir sama dengan bentuk tubuh Krystal sebelum melahirkan dulu. Itu kenapa pihak butik sangat mudah mencocokan gaun mana yang tepat untuk Maya. Tampak senyuman di wajah Maya terlukis, gaun pesta di depannya memang sangatlah indah. Rasanya Maya tak mampu berkata-kata. Gaun yang di hadapannya itu sangat indah, dan mempesona.Ya, hari ini adalah hari pernikahan mantan kekasihnya. Maya pun harusnya sudah sejak tadi bersiap. Namun, nyatanya hingga detik ini dia belum juga bersiap. Jujur saja, Maya masih sedikit gugup. Sudah lama Maya tidak jalan bersama dengan pria. Sejak Maya putus dengan Dicky belum pernah satu kali pun Maya pergi berkencan dengan pria lain. Lebih tepatnya Maya kasih dalam proses pemulihkan hatinya. Dan Hans adalah pria pertama yang jalan bersamanya setelah dirinya berpisah dari Dicky.Sejenak, Maya mengatur napa
“Hi, kamu sendiri, Hans?” Wilona—teman kantor Dicky melangkah mendekati Hans yang sejak tadi tengah minum wine. Ya, mata Wilona tak berkedip sedikit pun menatap Hans. Pria itu memiliki postur tubuh layaknya model Italia. Ditambah kulit cokelat eksotis membuat banya wanita berdesir melihat ketampanan Hans. Tentu dikala Hans tengah menyendiri seperti ini, Wilona tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk menyapa pria itu.Hans mengalihkan pandangannya, menatap Wilona yang kini sudah tiba di hadapannya. “Maya di toilet, itu kenapa aku sendiri,” jawabnya yang berusaha ramah pada Wilona.Wilona mengangguk-anggukan kepalanya. Lalu dia menggerakan jemarinya memanggil pelayan yang tengah membawa baki. Pun sang pelayan menghampiri Wilona yang tengah bersama dengan Hans.“Champagne, Nona?” tawar sang pelayan itu pada Wilona.“Yes, please,” jawab Wilona anggun.Sang pelayan langsung memberikan Champagne pada Wilona. Kemudian, pelayan itu pamit undur diri dari hadapan Wilona dan Hans.“Hans, berap
Hans melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah kota Jakarta. Hari sudah gelap tapi jalanan masih belum sepi. Lampu penerang jalanan membantu Hans agar bisa lebih berhati-hati dalam melajukan mobilnya agar lebih berhati-hati. Sesekali Hans mengalihkan pandangannya menatap Maya yang sejak tadi terus melamun dengan tatapan kosong. Ya, sejak kejadian yang menimpa Maya; Maya memang enggan untuk bicara. Bahkan beberapa kali Hans berusaha memulai percakapan saja, Maya tampak enggan untuk menjawab. Hans tahu apa yang dialami Maya bukanlah hal yang mudah untuk dilupakan. Akan ada trauma yang tertinggal akibat kejadian tadi. Dan jika mengingat kejadian yang menimpa Maya; membuat emosi Hans benar-benar tersulut. Andai Maya tidak mencegah dirinya maka sudah dipastikan dirinya akan melenyapkan Dicky dengan tangannya sendiri.“Hans, tolong antarkan aku ke hotel terdekat saja. Aku tidak mau pulang ke rumah.” Maya mulai mengeluarkan suara begitu pelan, dan tatapan masih menatap lurus ke dep
Hans menatap Maya yang tertidur pulas di ranjang. Wanita itu tampak tenang dalam tidurnya. Ya, sepanjang malam Hans menjaga Maya. Pria itu tidur di sofa sedangkan Maya tidur di ranjang. Dalam benak Hans saat ini memikirkan tentang tadi malam. Kejadian di mana dirinya berciuman dengan Maya. Entah dia sendiri tidak mengerti. Kenapa dirinya sampai berani mencium bibir Maya. Tak menampik seperti ada magnet dalam hatinya yang mendorong dirinya mencium Maya. Otak Hans bekerja begitu cepat. Hingga kejadian tadi malam terjadi begitu saja. Alasan? Jika ditanya alasannya kenapa Hans mencium Maya maka jawabannya karena pikiran dan hatinya yang meminta untuk melakukan itu.Sejak mengenal Maya; Hans merasakan sesuatu yang berbeda. Seperti ada magnet yang menariknya agar lebih dekat dengan wanita itu. Semua sulit dijelaskan. Dulu, Hans tertarik pada Krystal. Tepatnya Hans jatuh cinta pada pandangan pertama pada Krystal. Di mata Hans, Krystal bukan hanya cantik tapi Krystal memiliki sifat lembut, da
Kini Hans dan Maya tengah dalam perjalanan pulang. Setelah seharian mereka menghabiskan waktu bersama, Hans langsung mengantar Maya pulang ke rumahnya. Ya, seharian ini mereka menghabiskan waktu bersama. Mulai dari menaiki wahana bermain, makan siang di pinggir jalan, semua hal-hal menyenangkan telah mereka lakukan. Bisa dilihat wajah Maya sumiringah bahagia menikmati harinya dengan Hans. Pun Hans juga bahagia melihat Maya yang tidak lagi muram. Tujuan Hans memang menghibur Maya. Awalnya Hans ingin mengajak Maya dinner di restoran mewah tapi sepertinya dinner adalah hal biasa. Itu kenapa Hans memutuskan mengajak Maya ke wahana bermain. Well, Hans pun sudah lama sekali tidak pergi ke wahana bermain. Hari ini pengalaman indah Hans bersama dengan Maya seolah memberikan warna baru di hidupnya. Sebuah warna yang telah terlukis, dan tak bisa terhapusnya.Sejenak, Maya mengalihkan pandangannya menatap Hans yang tengah melajuka mobil. Senyuman di wajah Maya terus terlukis menatap Hans. Dalam