“Hi, kamu sendiri, Hans?” Wilona—teman kantor Dicky melangkah mendekati Hans yang sejak tadi tengah minum wine. Ya, mata Wilona tak berkedip sedikit pun menatap Hans. Pria itu memiliki postur tubuh layaknya model Italia. Ditambah kulit cokelat eksotis membuat banya wanita berdesir melihat ketampanan Hans. Tentu dikala Hans tengah menyendiri seperti ini, Wilona tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk menyapa pria itu.Hans mengalihkan pandangannya, menatap Wilona yang kini sudah tiba di hadapannya. “Maya di toilet, itu kenapa aku sendiri,” jawabnya yang berusaha ramah pada Wilona.Wilona mengangguk-anggukan kepalanya. Lalu dia menggerakan jemarinya memanggil pelayan yang tengah membawa baki. Pun sang pelayan menghampiri Wilona yang tengah bersama dengan Hans.“Champagne, Nona?” tawar sang pelayan itu pada Wilona.“Yes, please,” jawab Wilona anggun.Sang pelayan langsung memberikan Champagne pada Wilona. Kemudian, pelayan itu pamit undur diri dari hadapan Wilona dan Hans.“Hans, berap
Hans melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah kota Jakarta. Hari sudah gelap tapi jalanan masih belum sepi. Lampu penerang jalanan membantu Hans agar bisa lebih berhati-hati dalam melajukan mobilnya agar lebih berhati-hati. Sesekali Hans mengalihkan pandangannya menatap Maya yang sejak tadi terus melamun dengan tatapan kosong. Ya, sejak kejadian yang menimpa Maya; Maya memang enggan untuk bicara. Bahkan beberapa kali Hans berusaha memulai percakapan saja, Maya tampak enggan untuk menjawab. Hans tahu apa yang dialami Maya bukanlah hal yang mudah untuk dilupakan. Akan ada trauma yang tertinggal akibat kejadian tadi. Dan jika mengingat kejadian yang menimpa Maya; membuat emosi Hans benar-benar tersulut. Andai Maya tidak mencegah dirinya maka sudah dipastikan dirinya akan melenyapkan Dicky dengan tangannya sendiri.“Hans, tolong antarkan aku ke hotel terdekat saja. Aku tidak mau pulang ke rumah.” Maya mulai mengeluarkan suara begitu pelan, dan tatapan masih menatap lurus ke dep
Hans menatap Maya yang tertidur pulas di ranjang. Wanita itu tampak tenang dalam tidurnya. Ya, sepanjang malam Hans menjaga Maya. Pria itu tidur di sofa sedangkan Maya tidur di ranjang. Dalam benak Hans saat ini memikirkan tentang tadi malam. Kejadian di mana dirinya berciuman dengan Maya. Entah dia sendiri tidak mengerti. Kenapa dirinya sampai berani mencium bibir Maya. Tak menampik seperti ada magnet dalam hatinya yang mendorong dirinya mencium Maya. Otak Hans bekerja begitu cepat. Hingga kejadian tadi malam terjadi begitu saja. Alasan? Jika ditanya alasannya kenapa Hans mencium Maya maka jawabannya karena pikiran dan hatinya yang meminta untuk melakukan itu.Sejak mengenal Maya; Hans merasakan sesuatu yang berbeda. Seperti ada magnet yang menariknya agar lebih dekat dengan wanita itu. Semua sulit dijelaskan. Dulu, Hans tertarik pada Krystal. Tepatnya Hans jatuh cinta pada pandangan pertama pada Krystal. Di mata Hans, Krystal bukan hanya cantik tapi Krystal memiliki sifat lembut, da
Kini Hans dan Maya tengah dalam perjalanan pulang. Setelah seharian mereka menghabiskan waktu bersama, Hans langsung mengantar Maya pulang ke rumahnya. Ya, seharian ini mereka menghabiskan waktu bersama. Mulai dari menaiki wahana bermain, makan siang di pinggir jalan, semua hal-hal menyenangkan telah mereka lakukan. Bisa dilihat wajah Maya sumiringah bahagia menikmati harinya dengan Hans. Pun Hans juga bahagia melihat Maya yang tidak lagi muram. Tujuan Hans memang menghibur Maya. Awalnya Hans ingin mengajak Maya dinner di restoran mewah tapi sepertinya dinner adalah hal biasa. Itu kenapa Hans memutuskan mengajak Maya ke wahana bermain. Well, Hans pun sudah lama sekali tidak pergi ke wahana bermain. Hari ini pengalaman indah Hans bersama dengan Maya seolah memberikan warna baru di hidupnya. Sebuah warna yang telah terlukis, dan tak bisa terhapusnya.Sejenak, Maya mengalihkan pandangannya menatap Hans yang tengah melajuka mobil. Senyuman di wajah Maya terus terlukis menatap Hans. Dalam
“Mbak, apa kamu ingin mengantar kopi ke ruang kerja suamiku?”Suara Krystal bertanya kala berpapasan dengan sang pelayan yang membawakan nampan berisikan kopi. Ya, tentu dia menduga pelayan mengantarkan kopi ke ruang kerja sang suami karena hari ini Kaivan bekerja seharian di rumah. Suaminya itu tidak berangkat ke kantor.“Iya, Nyonya. Ini untuk Tuan Kaivan.” Sang pelayan menjawab dengan sopan pertanyaan dari krystal seraya menundukan kepalanya.Krystal tersenyum hangat. “Berikan saja padaku, biar aku yang mengantar kopi itu.”“Apa tidak merepotkan Anda, Nyonya? Saya takut kalau Tuan marah,” ucap sang pelayan pelan.“Tentu tidak merepotkan.” Krystal berucap lembut sambil tersenyum, dan mengambil nampan dari tangan pelayan itu. “Kamu boleh pergi sekarang. Aku juga ingin sekalian menemui suamiku.”“Baik, Nyonya.” Sang pelayan menundukan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan sang pelayan.Kini Krystal melanjutkan langkahnya menuju ruang kerja Kaivan. Tampak Krystal melukiskan sen
“Hati-hati, Papa. Jangan lupa makan, dan minum vitamin, ya.” Krystal berucap menirukan suara anak kecil sembari menggendong Kenard. Kini Krystal tengah berada di depan rumah bersama dengan suami dan anaknya. Setelah seharian kembarin bekerja di rumah, kali ini Kaivan harus berangkat ke kantor karena ada meeting penting.Kaivan tersenyum melihat Kenard tersenyum padanya. Kemudian, Kaivan memberikan kecupan di pipi istri dan anaknya. “Nanti kalau aku sudah di kantor aku akan menghubungimu. Dan hari ini aku akan meminta Doni menyiapkan villaku di sana. Aku jarang sekali menginap ke villaku yang di Puncak.”“Iya, Kai … aku percayakan semuanya padamu,” jawab Krystal begitu hangat, dan lembut.Kaivan mengecup bibir Krystal, dan memberikan kecupan di pipi bulat Kenard. Detik selanjutnya Kaivan melangkah masuk ke dalam mobilnya. Tak lama kemudian mobil Kaivan meninggalkan halaman parkir rumah. Krystal terus melambaikan tangannya sambil tersenyum pada mobil Kaivan yang melangkah pergi. Bukan h
Saat weekend tiba, Krystal tampak begitu bersemangat. Kini wanita itu tengah memastikan barang-barang pribadi miliknya, Kaivan, dan juga barang miliki Kenard. Sesekali Krystal melirik jam dinding—waktu menunjukan pukul tiga pagi. Ya, meski masih sedikit mengantuk tapi dia tetap begitu bersemangat, dan antusias. Hari ini adalah hari yang telah dinanti-nantikan Krystal. Di mana Krystal akan berlibur sebentar bersama dengan suami, anak, ipar, dan teman baiknya ke Puncak. Tak ada halangan apa pun. Aryan, Felicia, Hans, dan Maya semuanya menerima ajakannya. Pun Kaivan sudah menyiapkan villa untuk mereka menginap nanti. Tentunya ini yang membuat Krystal tampak senang. Paling tidak dia butuh sedikit liburan. Ditambah Puncak masih memiliki udara yang menyejukan. “Krys, apa kamu melihat jam tanganku?” tanya Kaivan seraya memasuki kamar, mendekat pada Krystal yang tengah memastikan barang-barang bawaan.“Jam tanganmu yang mana, Kai? Bukannya jam tanganmu selalu kamu letakan di tempatnya?” Krys
Langit cerah telah terganti dengan langit gelap. Cuaca di Puncak cukup dingin. Namun, meski dingin cuacanya sangatlah menyejukan. Kini Krystal membaringkan tubuh Kenard di ranjang. Ya, baru saja Krystal menyusui Kenard. Dan sekarang putranya itu sudah tertidur begitu lelap. Cuaca yang dingin membuat Krystal memakaikan pakaian hangat untuk putra kecilnya itu.“Kenard sudah tidur?” Kaivan melangkah masuk ke dalam kamar, mendekat pada istrinya itu. Tampak senyuman Kaivan terlukis melihat putra kecilnya tertidur dengan bibir yang masih seperti mengisap-isap. Rupanya dalam tidur pun Kenard masih bermimpi menyusu.“Kai?” Krystal mengalihkan pandangannya, menatap hangat sang suami. “Iya, Kenard sudah tidur. Dia baru saja selesai menyusu. Kamu sudah selesai menjawab telepon Papa?” tanyanya. Tadi baru saja Kaivan mendapatkan telepon dari ayah mertuanya.“Sudah.” Kaivan membawa tangannya, membelai rahang Krystal. “Tadi ayahku bilang lusa akan pergi ke Laos. Dia akan pergi bersama dengan ibuku k