Beranda / Pernikahan / Belaian Hangat Om Bastian / 84. Aku Makin Cinta Dia!

Share

84. Aku Makin Cinta Dia!

Penulis: Caramelodrama
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-26 20:05:09

Seorang direksi senior angkat bicara, "Saya harus mengakui, ini melebihi ekspektasi saya. Terutama ide audio book itu, bisa jadi game-changer di industri kita."

Naira merasakan gelombang kelegaan dan kebanggaan menyelimutinya. Diliriknya Bastian yang memberikan anggukan penuh arti, seolah berkata "Sudah kubilang kau bisa melakukannya."

Setelah presentasi Naira, ruangan dipenuhi dengan diskusi yang semakin intens. Sementara beberapa direksi terlihat antusias, ada beberapa wajah yang menunjukkan keraguan.

Direktur Keuangan, Pak Robert, berdeham untuk menarik perhatian. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran. "Saya menghargai kreativitas Anda, Nona Naira. Namun, saya memiliki beberapa keberatan, terutama mengenai program subsidi karyawan berprestasi."

Direktur lainnya diam, ingin menyimak.

Naira menegakkan punggungnya, bersiap menghadapi tantangan. "Silakan, Pak Robert. Saya terbuka untuk diskusi."

Pak Robert berujar, "Pertama, dari segi finansial, program ini bisa menjadi beban berat bagi pe
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Belaian Hangat Om Bastian   85. Pertemuan Tak Terduga dengan Si Rival

    Sore itu, apartemen mewah Naira yang dibelikan Bastian dipenuhi aroma menggoda dari dapur. Jendela-jendela besar memantulkan cahaya senja keemasan, menciptakan suasana hangat yang kontras dengan kegelisahan yang masih menyelimuti Naira.Sedangkan Naira justru sedang duduk di sofa ruang tengah, matanya menerawang jauh, pikirannya masih terpaku pada kejadian di kantor pagi tadi.Bastian melirik Naira dari balik konter dapur, hatinya terenyuh melihat gadis itu masih tampak murung. Dia mengaduk pasta dalam panci, uap mengepul membawa aroma rempah yang menggugah selera. "Hei, Nai," panggilnya lembut, "bisa tolong ambilin garam di lemari sebelah kanan?"Naira tersentak dari lamunannya, lalu bangkit perlahan. "Oh, sure, Om!" jawabnya, berjalan menuju dapur.Saat Naira mendekat, Bastian tersenyum hangat. "Coba cicipi ini," ujarnya, menyodorkan sendok berisi saus pasta. Naira mencicipinya, dan untuk pertama kalinya sejak pagi, sebuah senyum kecil terbentuk di bibirnya."Enak," pujinya tulus.B

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-26
  • Belaian Hangat Om Bastian   86. Penyelamatan Wildan

    Wildan tersenyum lebar, "Baik. Kabarku baik. Nggak menyangka akan bertemu denganmu di sini. Naira sendirian?"Naira mengangguk, "Iya, sedang mencari buku untuk ... um, referensi pekerjaan."Dia memilih untuk menggunakan bahasa yang formal untuk Wildan. Toh, mereka tidak akrab dan lagipula, Wildan anak dari salah satu investor penting Zilong E-First."Ah, masih magang di perusahaan Bastian?" tanya Wildan, matanya menyiratkan keingintahuan yang dalam."Begitulah," jawab Naira singkat, merasa sedikit tidak nyaman.Wildan mengambil sebuah buku dari rak terdekat, membolak-baliknya tanpa benar-benar membaca. "Tau nggak, aku ama Bastian dulu sering banget berdebat soal manajemen dan strategi bisnis. Dia selalu aja punya ide-ide gila yang ...."Naira mendengarkan dengan sopan, namun pikirannya mulai berkecamuk. Dia tahu tentang persaingan Bastian dan Wildan di masa lalu, dan entah mengapa, pertemuan ini membuatnya gelisah."...jadi, bagaimana menurutmu bekerja ama dia?" Wildan mengakhiri ceri

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-27
  • Belaian Hangat Om Bastian   87. Dipaksa Wildan

    Naira terkejut dengan tawaran Wildan. "Eng~ tidak usah, Pak! Saya bisa—""Ayo~ nggak apa-apa, kok! Yok!" Wildan memaksa.Meski ingin menolaknya, tapi Naira tidak memiliki keberanian melawan ketika Wildan menyentuh punggungnya dan menggiring dia ke arah mobil Wildan terparkir.Akhirnya, Naira pun duduk di sebelah Wildan yang menyetir. Dia duduk kaku di tempatnya, meremas tas cangklong kecil di pangkuannya.'Duh, gimana ini?! Kok malah jadi gini, sih?' pikirnya galau.Wildan memang sengaja melajukan mobil sesantai mungkin karena dia ingin lebih lama dengan Naira."Eh, Naira, kamu masih kuliah pastinya, kan? Di mana?" tanya Wildan.Dia ingin membuka obrolan supaya bisa akrab dengan Naira.Terpaksa Naira menjawab meski malas, "Di Goldera, Pak. Jurusan Sastra Inggris."Lebih baik sebutkan sekalian jurusannya karena dia tahu pasti pertanyaan selanjutnya. Sangat mudah ditebak.Wildan terkekeh, mungkin karena ketahuan apa yang hendak ditanyakan selanjutnya. Tapi dia masih belum menyerah. "Kam

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-27
  • Belaian Hangat Om Bastian   88. Makan Siang Bersama Rival Bos

    Naira menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberaniannya. Bastian menuntunnya ke sofa, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang jelas."Ada apa, Nai? Kau bikin aku cemas," ujar Bastian lembut, tangannya menyentuh pundak Naira.Naira memejamkan mata sejenak, lalu mulai bercerita. Dia harus berhati-hati merangkai kata."Tadi ... waktu aku keluar dari toko buku, aku bermaksud ngambil jalan pintas lewat gang sempit yang aku tau." Dia berhenti sejenak, melihat ekspresi Bastian mengeras. "Ada ... ada beberapa preman yang menghadang aku di sana, Om. Mereka ... mereka keliatan berbahaya."Bastian langsung menegakkan tubuhnya, matanya menyiratkan kemarahan dan kekhawatiran. "Apa? Mereka ngelukai kamu? Apa yang terjadi selanjutnya?"Respon Bastian persis seperti dugaan Naira.Naira menggeleng cepat. "Gak, Gak terluka, kok Om. Aku baik-baik aja. Sebelum mereka macam-macam ama aku, ada ... ada orang yang nolong aku."Jantung Naira terus berdegup kencang. Sungguh, berbohong adalah hal yang kurang

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-27
  • Belaian Hangat Om Bastian   89. Pilihan Sulit

    Naira menerima kartu itu dengan ragu. "Terima kasih, tapi saya rasa tidak perlu.""Simpan aja," Wildan tersenyum meyakinkan. "Kita nggak pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan."Setelah pertemuan itu, Naira kembali ke kantor dengan pikiran berkecamuk. Di satu sisi, dia merasa bersalah karena menyembunyikan pertemuannya dengan Wildan dari Bastian. Di sisi lain, perkataan Wildan terus terngiang di telinganya, menimbulkan keraguan dan pertanyaan baru.Malam harinya, di apartemen Bastian~"Gimana tadi seminarnya?" tanya Bastian sambil menuangkan anggur untuk mereka berdua.Dia baru sempat menanyakan ini karena terlalu sibuk seharian.Naira menelan ludah, merasa bersalah. "Baik~ sangat informatif.""Baguslah." Bastian tersenyum, seperti tidak menyadari kegelisahan Naira. "Ada hal menarik yang kamu pelajari?"Naira terdiam sejenak, kartu nama Wildan terasa berat di sakunya. Haruskah ia jujur? Atau tetap menyimpan rahasia ini?"Iya, ada beberapa insight menarik tentang strategi bisni

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-28
  • Belaian Hangat Om Bastian   90. Akankah Mengubah Hubungan Kita, Om?

    "Jalan pintas seperti apa?" Naira bertanya, suaranya sedikit bergetar.Ada sekelumit keinginannya pergi dari tempat itu sesegera mungkin. Persetan dengan rahasia Bastian. Tapi ... rasa penasarannya sudah menelan lebih banyak dari yang dia kira.Wildan mengeluarkan sebuah map dari tasnya. "Lihat deh ini. Dokumen-dokumen ini nunjukkin beberapa transaksi mencurigakan yang dilakuin perusahaan Bastian beberapa tahun lalu."Naira membuka map itu dengan tangan gemetar. Matanya melebar saat melihat angka-angka dan data yang tertera."Ini ... tidak mungkin. Pak Bastian tidak mungkin melakukan ini." Naira menyangkal sambil menggelengkan kepala, tak yakin dengan yang dikatakan Wildan."Aku tau ini sulit dipercaya, Naira," Wildan berkata lembut. "Tapi kadang, orang yang kita pikir kita kenal dengan baik, bisa menyimpan rahasia besar, loh!"Selama satu jam berikutnya, Wildan menjelaskan detail demi detail, membuka tabir yang selama ini menutupi sisi gelap Bastian yang tidak pernah Naira bayangkan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-28
  • Belaian Hangat Om Bastian   91. Surat dari Bastian

    Dalam beberapa hari berikutnya, Naira mulai memperhatikan perubahan-perubahan kecil dalam perilaku Bastian yang sebelumnya mungkin tidak akan dia sadari. Setiap gerak-gerik Bastian kini terlihat mencurigakan di matanya, dipengaruhi oleh informasi yang dia dapatkan dari Wildan.Suatu malam, Naira terbangun dan mendapati sisi tempat tidur Bastian kosong. Dia mendengar suara samar-samar dari ruang kerja. Dengan hati-hati, Naira mengendap-endap mendekati ruangan itu.'Om lagi ngapain tuh?' Pintu ruang kerja sedikit terbuka, dan Naira bisa melihat Bastian sedang berbicara di telepon dengan suara rendah dan tegang."Pastikan semuanya bersih. Tidak boleh ada jejak." Bastian berkata dengan nada yang belum pernah Naira dengar sebelumnya. "Aku tidak peduli berapa biayanya. Lakukan saja!"Jantung Naira berdegup kencang. Apakah ini bukti dari apa yang Wildan katakan?Keesokan harinya di kantor, Naira memperhatikan Bastian lebih seksama. Dia melihat bosnya itu beberapa kali menelepon dengan berbi

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-28
  • Belaian Hangat Om Bastian   92. Aku Sudah Dimanipulasi

    Naira duduk terpaku di ruang notaris, air mata masih mengalir di pipinya. Pikirannya berputar cepat, mencoba mencerna semua informasi yang baru saja dia terima. Tiba-tiba, seperti potongan puzzle yang akhirnya tersusun, semuanya mulai terasa masuk akal.Dia teringat kembali pertemuan pertamanya dengan Wildan di toko buku, bagaimana pria itu "kebetulan" muncul untuk menyelamatkannya dari preman. Lalu pertemuan "tidak sengaja" di seminar bisnis, dan bagaimana Wildan dengan cepat menawarkan "kebenaran" tentang Bastian."Ya ampun," Naira berbisik pada dirinya sendiri. "Aku udah dimanipulasi."Dengan tangan gemetar, dia mengeluarkan ponselnya dan membuka semua pesan dari Wildan. Kini dia bisa melihat dengan jelas bagaimana Wildan secara sistematis menanamkan benih keraguan dan kecurigaan dalam dirinya terhadap Bastian.Naira berdiri tiba-tiba, mengejutkan Pak Harto. "Maaf, Pak, saya harus pergi sekarang. Terima kasih banyak."Dia berlari keluar dari kantor notaris, pikirannya fokus pada sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-28

Bab terbaru

  • Belaian Hangat Om Bastian   155. I Love You More

    Sebulan kemudian, Bastian berencana membawa Naira ke kantor E-First, tempat di mana mereka pernah bekerja bersama.“Ini beneran gak apa-apa, Tian?” tanya Naira untuk memastikan saja.Mereka sudah selesai berdandan rapi dan siap berangkat bersama ke kantor Bastian.“Tentu aja nggak apa-apa, Nai. Gimanapun, mereka harus tau ini. Nggak mungkin hubungan kita terus disembunyikan dan menjadi diam-diam aja, kan?” Bastian mengambil tangan Naira, ingin menguatkan hati calon istrinya.Saat ini, Naira sudah membubarkan segala ujian dan apa pun tes yang harus dilalui Bastian. Dia tidak lagi menginginkan itu karena dia sadar bahwa dia tak sanggup hidup tanpa Bastian.Pengalaman di ambang batas kematian membuat Naira memahami apa yang paling dia inginkan.“Kalo mereka marah, gimana? Ntar mereka demo, gimana?” Naira masih khawatir.Dulu rumor hubungan mereka sempat membuat geger kantor dan berhasil ditepis dengan berbagai cara. Sekarang justru hendak dibuka terang-terangan. Akan seperti apa respon pa

  • Belaian Hangat Om Bastian   154. Saling Menyatukan Diri

    “Beneran? Len lairan?! Kapan?” Naira bertanya dengan senyum penuh kebahagiaan, seolah rasa sakit yang tadi dialaminya seketika menghilang.“Setelah kamu kelar operasi dan mendadak aja ketubannya pecah sewaktu mau ngantar kamu ke kamarmu ini. Oh ya, bayinya perempuan,” lanjut Bastian.Naira menatap Bastian dengan tatapan penuh arti. Hari ini benar-benar penuh dengan emosi—kesedihan, harapan, dan kebahagiaan yang semuanya berkumpul di satu tempat.Namun, wajah Bastian kembali serius sejenak saat dia menghela napas. “Ada kabar lain yang perlu kamu tau,” ujarnya. “Vera udah ditahan di kantor polisi. Mereka memastikan dia nggak akan kemana-mana, dan proses hukumnya akan segera berjalan. Sidangnya mungkin akan berlangsung dalam beberapa minggu lagi.”Naira terdiam, memikirkan peristiwa yang hampir merenggut nyawanya. Meski dia merasa lega bahwa Vera akan mempertanggungjawabkan perbuatannya, hatinya tetap tergetar.Kejadian ini meninggalkan luka yang dalam, tapi dia merasa lebih kuat ketika

  • Belaian Hangat Om Bastian   153. Permohonan Naira

    Suster menatapnya dengan penuh empati. "Nyonya stabil untuk saat ini, Pak. Tapi kami harus memantau dengan ketat. Mengenai janinnya... kita perlu menunggu perkembangan lebih lanjut."Bastian mengangguk pelan, meski hatinya masih penuh kekhawatiran. Naira beserta janinnya harus baik-baik saja, mereka berdua harus baik-baik saja. Itu yang menjadi harapan utama Bastian.***Di kamar VIP yang tenang itu, Naira perlahan membuka matanya. Cahaya lembut dari jendela menembus tirai, menyinari wajahnya yang masih terlihat lemah.Saat kesadarannya mulai kembali, matanya terasa hangat dan basah. Mungkin efek samping dari obat, pikirnya.Tapi begitu dia sadar sepenuhnya, yang pertama kali dia rasakan adalah tangan Bastian yang menggenggam erat tangannya.“Om….” panggilnya dengan suara serak.“Nai… akhirnya kamu sadar.” Suara Bastian bergetar pelan, penuh dengan rasa syukur dan kelegaan.Dia menatap Naira dengan tatapan yang penuh kasih, seolah tidak ada yang lebih penting di dunia ini selain dia d

  • Belaian Hangat Om Bastian   152. Mengalami Komplikasi

    “Kamu ngancam aku, Bas? Kamu berani ngancam aku?!” jerit Vera, tak terima.“Jika itu memang harus, maka aku akan melakukannya. Kamu bisa memilih, ingin aku mengambil langkah yang mana.” Bastian menyahut dengan suara dingin.Keributan semakin membesar di bandara, dan Bastian bisa mendengar suara ibunya Vera yang semakin marah, memaki-maki anak buah Bastian.Namun, situasi itu berubah ketika polisi bandara tiba di tempat kejadian setelah mendengar keributan. Mereka segera menahan Vera dan ibunya dari keberangkatan, meminta keduanya untuk tidak meninggalkan negara Scarlet sampai masalah ini selesai.“Aku akan mengurus semuanya,” kata Bastian pada petugas bandara yang mencoba menenangkan situasi. “Jika perlu, aku akan membayar empat kali lipat dari harga tiket yang sudah mereka beli. Yang penting, jangan biarkan mereka terbang.”Polisi dan staf bandara menerima tawaran Bastian. Uang memang bisa menyelesaikan sebagian masalah, pikirnya dengan dingin. Dia menutup telepon, tetapi belum sempa

  • Belaian Hangat Om Bastian   151. Panik

    ‘Kumohon… aku ingin… terus bareng Om… selamanya….’ pinta Naira ketika dia memejamkan mata dan membiarkan dokter memulai operasinya.Di luar, Bastian sibuk mondar-mandir di depan kamar operasi.“Haahh… lama banget, sih?” rutuk Bastian, tak sabar.Helena yang juga ada di sana, hanya memutar matanya dengan jengah pada ucapan Bastian.“Ya elah… baru juga 10 menit, udah diprotes lama.” Helena merespon dengan suara nyinyir. “Buruan duduk! Mual aku liat kamu mondar-mandir rempong gitu!”Helena tidak takut sama sekali pada Bastian meski dia tahu siapa Bastian. Baginya, orang yang sudah membuat sahabatnya sedih, tak perlu ditakuti.Mau tak mau, Bastian menghentikan langkahnya yang bagaikan setrika. Dengan hembusan keras dari napasnya, dia pun duduk tak jauh dari Helena.“Bisa tolong ceritain, gimana kok Naira bisa kena tusuk gitu?” Bastian akhirnya teringat bahwa dia belum mengetahui mengenai kronologi dan latar belakang kejadiannya.Helena melirik sinis ke Bastian, menunjukkan permusuhan seca

  • Belaian Hangat Om Bastian   150. Perutnya Ditusuk

    “A-aku… aku….” Suara Vera bergetar.Vera kaget bercampur syok ketika menatap pisau lipat yang menancap di perut Naira. Meski dia benci Naira, tapi ketika usai menusukkan pisau ke Naira, rasa takut menyergapnya, seolah sebentar lagi dia akan dikejar iblis.“Arghh!” Vera menjerit panik dan bergegas pergi dari sana.Dia memang wanita jahat, tapi untuk berbuat lebih dari sekedar menusuk seseorang, dia tak memiliki nyali mengenai itu.Bahkan, menusuk perut seseorang merupakan kegilaannya paling maksimal dalam hidupnya.Sedangkan di kamar kosnya, napas Naira terengah-engah sambil terus memandangi perutnya.“Perutku… anak…ku….” Naira gemetaran.Takut dan sakit menguasai dirinya. Darah sudah mulai merembes banyak di bajunya.“Gak, gak boleh aku cabut pisaunya. Bahaya….”Di sela-sela kepanikan dan rasa takutnya, dia masih cukup bernalar mengenai itu.Maka, menahan rasa sakit dan dengan langkah tertatih, dia mengambil ponselnya, menghubungi nomor Bastian.“Ya ampun, buruan angkat, sialan! Aku b

  • Belaian Hangat Om Bastian   149. Vera Menemui Naira

    “Ve-Vera?” Naira membeku di tempatnya.Kenapa pula justru wanita sialan itu yang ada di depan pintunya? Naira kesal bukan main, merasa dia begitu sial karena bertemu Vera lagi.Dia sudah ingin menutup pintu karena malas meladeni Vera, hanya saja si rival cinta sudah lebih dulu menahan daun pintu tertutup."Aku pikir kamu udah pergi dari hidup Bastian. Tapi ternyata kamu masih mencoba mencuri dia dariku? Bahkan hidup bareng di sini? Dasar murahan!"Terdengar jelas dari suara Vera, betapa dia membenci Naira yang telah menjadi penghalang dia dan Bastian.Naira mengangkat alisnya, menatap Vera dengan pandangan dingin. “Murahan? Heh, apa urusanmu, ya? Mendingan jaga tuh mulut.”Ada ketidakrelaan di hatinya ketika dia dihina oleh Vera.Naira tak tahu bahwa Vera sudah mengerahkan segenap sumber dayanya untuk menemukan dia dan Bastian. Semenjak Bastian menegaskan ke Vera untuk berhenti mengganggunya karena sosok Naira yang sudah dipilih Bastian, Vera terus mengusahakan apa pun agar bisa mene

  • Belaian Hangat Om Bastian   148. Ditinggalkan

    “Hah~ begitu, yah?”Bastian menghela napas panjang, melirik Naira yang sedang duduk di tempat tidur.Jelas, dia terjebak di antara dua dunia—pekerjaan yang sudah mulai merenggut waktunya, dan usahanya untuk membuktikan kepada Naira bahwa dia benar-benar serius dalam hubungannya.Naira yang mendengar pembicaraan itu melalui loud speaker pun berbisik, “Pergi aja, gak apa-apa, kok!”Mata Naira berkedip-kedip menatap Bastian yang termangu memandanginya, seolah pria itu sedang mencari makna tersembunyi dari ucapannya.Setelah diam sejenak, Bastian akhirnya berkata, “Oke, Gandi. Aku akan ke kantor hari ini. Tolong jadwalkan ulang rapat yang tertunda dan kasi tau semua direksi kalau aku akan segera ke sana.”Setelah menutup telepon, Bastian menatap Naira dengan wajah penuh kebingungan. “Aku harus ke kantor, Nai. Udah terlalu lama aku nggak muncul di sana, dan ini masalah penting. Aku janji nggak akan lama-lama, tapi aku harus menyelesaikan semuanya hari ini.”“Iya, aku paham, kok!”Naira yan

  • Belaian Hangat Om Bastian   147. Siapa yang Mesum?

    "Nai, aku mesum gimana, sih?" Bastian berlagak menderita atas tuduhan Naira.Padahal dia menahan tawa geli."Kamu... kamu bisa-bisanya ambil aku dari... dari kasur! Nih! Aku bangun malah udah di lantai gini!" Naira sewot.Wajahnya cemberut dengan bibir mengerucut karena kesal."Loh Nai, kalau aku bawa kamu turun ke lantai, pastinya kamu bakalan terbangun, dong." Bastian memberikan sanggahan.Ucapan Bastian mengakibatkan Naira harus diam untuk berpikir.'Iya juga, sih!' batin Naira. 'Kalo aku ditarik atau dibopong turun dari kasur, ya kali aku gak ngerasa apa pun? Pastinya aku bakalan kebangun. Tapi... kok bisa gitu, sih?'Masih ada banyak tanda tanya di kepala Naira mengenai dirinya ada di lantai bersama Bastian."Nai, mungkin kamu sendiri yang turun ke bawah untuk tidur sama aku." Bastian justru menambahkan lecutan di hati Naira.Dia yang turun ke lantai untuk bersama Bastian?"Enak aja! Pede amat!" pekik kesal Naira.Tapi kalau dipikir-pikir....'Apa aku punya kecenderungan sleep wal

DMCA.com Protection Status