Keesokan harinya aku berencana kembali untuk mencari tahu sosok misterius yang selalu datang di kala senja dan selalu melakukan ritual aneh di dekat pohon pisang yang ada di samping rumahku.
Kebetulan hari ini adalah hari senin, jadi aku harus sekolah terlebih dahulu. Nanti setelah sepulang sekolah barulah aku mencari tahu benda apa yang sudah ditanam sosok misterius itu."Bu? Bibi? Aku izin pamit ke sekolah dulu!" gumam ku pada Ibu dan Bibi yang berada di ruang tamu.Seperti biasa ketika aku sedang sekolah dan ketika ayah di ladang maka yang selalu menjaga Ibu dan adikku adalah Bibi. Karena cuma Bibi lah keluarga kami yang rumahnya tidak terlalu jauh dari kami."Iya nak... Hati-hati! Belajar yang baik, jangan kecewakan Ibu dan ayah!" pesan Ibu padaku.Aku pun memanggutkan kepalaku seraya berkata: "iya Bu. Aku selalu ingat pesan ibu dan ayah! Aku akan kejar mimpi-mimpi ku Bu!" ujarku pada Ibu.Kebetulan aku bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Cita-cita itu mulai terbersit ketika aku iba melihat orang tuaku sakit tapi sering menahan sakit tanpa diobati karena tak punya uang. Maklum saja keluarga kami hanyalah keluarga yang sederhana, yang banyak kekurangan. Tapi meskipun begitu aku akan menggapai cita-citaku meskipun butuh keajaiban untuk menggapainya."Ibu akan selalu mendoakan mu nak!" Ibu tersenyum kepadaku dengan mata yang berbinar-binar."Iya udah Bu... Aku pamit dulu, Assalamualaikum!" ucapku pada Ibu sembari menyalami tangan Ibu dan juga Bibi Heri.Hari ini aku cepat pulang karena guru-guru sedang mengadakan rapat. Aku memutuskan untuk pulang duluan dari teman-teman yang lain karena mereka masih tetap stay di sekolah untuk bermain-main."Ren... Kamu mau kemana?" tanya Arini sembari menepuk pundak ku.Sontak saja aku kaget. Saat aku menoleh ke samping aku melihat Arini."Ooooh... Aku mau pulang Rin!" ucapku pada Arini."Kamu kenapa buru-buru pulang mending kita manfaatkan waktu ini untuk main-main dulu. Lagian apasih yang mau kamu kejar pulang?" tanya Arini."Eeehm... Aku ingin menjaga ibu dan adikku Rin. Aku gak punya waktu untuk bermain-main karena mereka itu lebih penting menurutku!" sungut ku pada Arini.Arini nampak menyunggingkan mulutnya. "Alah... Memang dasarnya kamu itu kuno dan gak gaul. Untung saja kamu pintar kalau gak pasti gak akan ada orang yang tau berteman dengan mu!" ujar Arini mulai menghina ku.Tapi aku tidak menggubris omongan Arini lagi. Aku tak peduli dengan bualan nya lagi. Dengan lekas ku langkahkan kakiku untuk pulang ke rumah.Ketika aku sampai di rumah, aku melihat Ibu sedang menidurkan adikku. Namun aku tidak melihat Bibi ada di dekat ibu."Mana Bibi Bu?" tanyaku pada Ibu."Bibi mu pulang sebentar katanya mau menengok pamanmu sebentar!" gumam ibu padaku."Ehm... Gitu"Aku kembali teringat dengan sesuatu yang ditanam orang misterius di dekat pohon pisang itu.Untuk menjawab rasa penasaran ku, aku berencana untuk segera pergi ke dekat pohon pisang yang melambai-lambai karena hembusan angin."Bu... Aku keluar sebentar ya Bu!" ucap ku pada Ibu yang sedang menidurkan adikku di ruang tamu."Mau kemana nak?" tanya Ibu."Cuma mau ke samping rumah Bu, ada yang mau aku cari!" ujarku pada Ibu.Kening ibu nampak menyerngit mendengar aku yang hendak mencari sesuatu itu."Sesuatu apa Nis?"Aku pun mencoba mencari jawaban dengan memutarkan otakku agar tidak membuat ibu curiga kepadaku."Ehm... Kemarin bukuku hilang bu. Sepertinya terjatuh di luar! Makanya aku mau nyari nya ke sana sekarang bu karena ada tugas yang harus aku salin ke dalam buku itu Bu!" gumamku pada Ibu dengan mimik menyakinkan."Ooooh.. Ya udah, pergilah!"Akhirnya mama percaya dengan alasanku."Terima kasih Bu... Aku akan kembali secepat mungkin," ujarku pada Ibu yang sedang menatap ke arah ku."Iya nak!" Ibu memanggutkan kepalanya.Aku mulai beranjak menuju halaman rumah. Langkah kaki ku henti sejenak. Sebelum pergi ke dekat pohon pisang yang rindang itu, aku pun melihat situasi sekitar terlebih dahulu. Berhubung rumah ku terbilang sunyi jadi aku harus memastikan bahwa Ibu dan adikku aman ketika ku tinggalkan sejenak. Aku pun melirik ke arah sekitarku. "Sepertinya aman! Aku harus segera mencari tahu apa yang ditanam oleh orang misterius itu?"Dengan segera aku kembali melangkahkan kaki ku perlahan menuju pohon pisang yang berada tepat di samping rumahku.Sesampainya di dekat pohon pisang tersebut aku mulai mencari-cari bekas galian orang misterius itu. Galiannya sudah tidak terlihat karena banyak dedaunan yang berserakan di sekitar pohon pisang."Dimana sih bekas galian itu? Kok aku gak menemukannya!" gerutuku sendiri.Setelah cukup lama mencarinya di balik dedaunan itu akhirnya aku menemukan sesuatu yang di duga sebuah galian orang misterius tersebut."Sepertinya ini adalah bekas galian itu."Dengan cepat ku ambil sepotong kayu yang runcing.Tapi saat aku hendak mulai menggali lubang tersebut tiba-tiba saja aku merasa ada yang janggal."Kok aku jadi merinding begini ya?" Tiba-tiba saja aku merasa takut. Dan bulu roma ku pun berdiri. Suasana yang semula dingin kini terasa panas. Aku pun mengurungkan niatku untuk menggali galian itu. Aku kembali berdiri. Aku merasa ada sesuatu yang sedang memperhatikan ku. Aku melihat ada bayangan putih lewat. di hadapanku. Dan kini ia berada tepat di belakang ku. "Siapa sih yang sedang berdiri di belakangku ini?" gumamku. Saat ini aku benar-benar ketakutan. Rasanya aku ingin sekali berteriak minta tolong tapi aku khawatir terdengar oleh ibu. Bisa-bisa nanti ibu histeris dan cemas terhadap ku. Dengan mengumpulkan segala keberanianku akhirnya aku pun memberanikan diri untuk mencari tahu sosok apa yang ada di belakang ku ini. Perlahan aku memutarkan tubuhku ke arah belakang dan saat berputar sempurna aku malah tidak melihat apapun di belakang ku lagi selain batang pisang yang berdaun rimbun di sana. "Hei... Siapa di sana? Jangan bersembunyi! Ayuk cepat keluar! Tunjukkan wujudmu!"
Dan tiba-tiba saja aku merasakan ada sesuatu yang menyentuh pundakku. Aku merasa itu seperti telapak tangan seorang manusia. Dan sentuhannya terasa begitu dingin hingga membuat bulu roma ku merinding seketika. Sontak saja Lidah ku terasa kelu. "To... Tolong jangan ganggu aku! Aku janji gak akan ganggu kalian lagi!" ucapku dengan suara lirih dengan kaki yang gemetaran.Dan sesaat kemudian aku mendengar suara yang sangat dekat dengan telingaku. Hembusan napasnya mengenai telinga kananku."Heh... Nis... Kamu kenapa sih? Kok kayak orang ketakutan begitu?" Suara itu seperti suara seorang perempuan."Aku kok seperti mengenal suaranya ya?" suara itu sudah tidak asing bagiku. Dengan segera aku mencoba memutar tubuhku sembari memegang tangannya yang masih berada di pundakku itu. "Astaga... Ternyata Bibi! Aku kira siapa?" gumam ku yang lega setelah melihat Bibi berada di dekatku. "Lah... Kamu kira tadi siapa? Ehmm... Atau jangan-jangan kamu mengira Bibi ini hantu ya? Soalnya Bibi tengok kam
Rasa penasaran ku semakin menjadi-jadi. Aku berencana hendak mengejar Bibi tapi ibu melarangku. "Mau kemana kamu Nis?" tanya Ibu padaku. "Aku mau ke depan Bu!"Ibu sepertinya tau kalau aku ingin mengejar Bibi makanya dengan tegas ibu melarangku. "Jangan Nis... Jangan tinggalin Ibu! Ibu takut sendirian di rumah ini," gumam Ibu.Awalnya aku sempat berpikir kalau Ibu hanya sedang beralasan saja supaya aku gak mengejar Bibi tapi ternyata itu bukan sekedar alasan ibu saja melainkan ibu memang sedang menggigil ketakukan. Seketika Ibu merinding. Dan bibirnya gemetar sembari terus melirik ke arah jendela. Sontak saja aku ikut menoleh ke arah pohon pisang yang rimbun itu. Aku tidak melihat siapapun ada di sana tapi Ibu sepertinya sedang melihat sesuatu. "Bu... Ibu kenapa? Apa yang Ibu lihat?" tanyaku seraya datang menghampiri Ibu yang sedang duduk di atas kasur. "Ibu takut... Jangan tinggalin Ibu!" Gumam Ibu. Mata Ibu menyorot tajam ke arah jendela yang ada pohon pisangnya itu. "Ibu te
"Panas! Panas! Panas!" Gumam Ibu sembari menutup kupingnya dengan kedua tangannya. Ayah memegang ubun-ubun Ibu sembari berkata, "Wahai mahkluk yang ada di tubuh ini, cepat keluar! Ini bukan badan mu! Jangan siksa istri saya!"Dan tiba-tiba terdengar jawaban dari ibu tapi suara yang keluar dari mulut ibu itu bukan suara Ibu melainkan suara seorang laki-laki. "Aku gak mau pergi dari sini karena dia (Ibu menunjuk ke arah ku yang sedang mengatur napas karena di cekek oleh ibu) sudah membangunkan ku dari tidur ku! Aku mau membunuh dia biar dia yang menjadi temanku disana!" Gumam sosok tersebut dengan sorotan mata yang tajam kepada ku. "Gak... Dia itu anak saya! Jangan pernah kamu mencoba untuk membunuh dia, atau kamu mau saya usir untuk selamanya dari tempat ini?" Ujar ayah dengan tegas. "Aku gak akan pergi sebelum mendapatkan nyawa anak itu!" ujar laki-laki itu dengan tubuh membungkuk dan tatapan mata tajam ke arahku dan juga ayah. "Yah... Apa gak sebaiknya ayah panggil ustad aja? Ka
Aku kembali menolehkan wajahku ke arah ayah dan Ibu. Semula aku melihat ayah dan Ibu sedang memperhatikan ku. Dan di kala itu pula Bibirku sudah bergetar ingin bertanya tentang bibi dan semua terjadi padaku hari ini. Tapi tiba-tiba saja Ibu dan ayah mengalihkan pandangannya dari ku. "Ayah apa......" Belum selesai aku bertanya pada ayah tiba-tiba saja ayah memotong pertanyaanku itu. "Sudah Nis... Sebaiknya kita istirahat deh. Kasihan mama dan adikmu sudah kelelahan. Lagian besok kan kamu mausekolah, jadi alangkah baiknya kamu tidur sekarang supaya gak telat ke sekolah esok hari!" ujar ayah padaku seperti ingin menghentikan obrolan. "Tapi yah... Tunggu sebentar! Aku cuma mau nanya?" "Besok saja Nis! Ayah sudah kecapekan. Ayah seharian capek bekerja di ladang orang untuk mencari uang. Sekarang ayah lagi gak mau membahas apapun lagi! Karena hari sudah terlalu larut. Ayah bilang sekali lagi, sebaiknya kamu istirahat Nis!" ujar Ayah tegas padaku. Seketika Ayah mengalihkan pandangannya d
Namun saat aku menoleh keluar pintu tiba-tiba saja aku dikagetkan oleh sesuatu yang aneh sedang ku lihat dari yang mereka pikul itu. "Astaga! Apa itu pocong?" mulutku seketika ternganga melihatnya. Sejenak kembali ku sembunyikan kepalaku dibalik dinding agar tidak ketahuan oleh gerombolan orang-orang tersebut sembari terus bergumam sendiri dalam batinku. Untuk menjawab rasa penasaranku, akhirnya aku pun kembali menoleh untuk memastikannya kembali apa yang telah ku lihat tadi dengan membelalakkan kedua bola mataku ke arah ruangan yang ada secercah cahaya itu namun pantulan cahaya tersebut tak mampu menerangi kegelapan lorong-lorong kamar.Dan setelah cukup lama aku memperhatikan gerombolan orang tersebut akhirnya aku melihat dua orang sedang keberatan menggendong sesuatu yang tidak begitu jelas tampak olehku. Mungkin karena sudah keberatan makanya mereka menyerah untuk memikul benda aneh itu dan benda tersebut semakin jelas terlihat olehku. "Astaga... Apa itu? Kenapa benda yang dibawak
Dengan cepat ku langkahkan kakiku menuju pintu yang sedang tertutup itu. Sesampainya di depan kamar tanganku langsung memutar gagang pintu namun pintunya sudah terkunci kembali. Suara rongrongan anak kecil itu tak lagi terdengar olehku. Tentu saja itu membuat ku khawatir. "Kenapa suara anak kecil itu tidak lagi terdengar?" gumamku seraya menempelkan kupingnya ke dekat pintu. Tanpa berpikir panjang lagi, aku pun berteriak meminta kepada siapapun yang ada di kamar tersebut untuk membuka pintunya. "Hei siapapun yang ada di dalam, aku mohon buka pintunya! Aku mohon!" pekik ku sembari terus menggedor-gedor pintu kamar yang sedang terkunci itu. Namun tak ada seorang pun jua yang menggubris omonganku. Seketika aku mendengar kamar itu sunyi secara tiba-tiba. Tak ada suara rongrongan maupun suara benda apapun lagi dari kamar tersebut. Lagi dan lagi aku mendekati kupingku di dekat pintu untuk memastikannya. "Hallo... Kalian gak usah berpura-pura tidak mendengar ucapanku. Aku tahu kok, kalia
Aku memang tidak melihat sosok anak kecil maupun sosok-sosok yang lainnya di sini lagi yang ada hanya aku, ayah dan ibu saja. Rasa penasaran ku membuat ku tak berhenti bergumam dalam batinku sendiri sembari melayangkan pandanganku ke seisi ruangan, "Apa aku benar-benar salah lihat ya? (pikirku). Tapi gak mungkin karena aku sangat yakin mereka masuk ke kamar ini. Aku benar-benar melihat mereka ke arah sini. Tapi kok sekarang gak ada siapa-siapa disini ya? Kemana mereka sebenarnya pergi? Apa ada pintu rahasia di sini?" Kedua bola mataku pun tertuju ke sekeliling ruangan untuk mencari pintu lain yang membantu mereka keluar dari ruangan ini. Ayah nampak memperhatikan aku yang sedang celangak-celinguk mencari pintu tersebut sembari menggeser benda-benda yang tersandar di dinding ruangan itu. "Kamu ngapain lagi sih Nis? Gak mungkin ada orang bersembunyi di balik karton bekas itu (ayah nampak menyunggingkan senyum smirknya). Apa kamu masih tidak percaya dengan apa yang ayah katakan?" tany