"Kok aku jadi merinding begini ya?" Tiba-tiba saja aku merasa takut. Dan bulu roma ku pun berdiri.
Suasana yang semula dingin kini terasa panas.Aku pun mengurungkan niatku untuk menggali galian itu. Aku kembali berdiri.Aku merasa ada sesuatu yang sedang memperhatikan ku. Aku melihat ada bayangan putih lewat. di hadapanku. Dan kini ia berada tepat di belakang ku. "Siapa sih yang sedang berdiri di belakangku ini?" gumamku.Saat ini aku benar-benar ketakutan. Rasanya aku ingin sekali berteriak minta tolong tapi aku khawatir terdengar oleh ibu. Bisa-bisa nanti ibu histeris dan cemas terhadap ku.Dengan mengumpulkan segala keberanianku akhirnya aku pun memberanikan diri untuk mencari tahu sosok apa yang ada di belakang ku ini.Perlahan aku memutarkan tubuhku ke arah belakang dan saat berputar sempurna aku malah tidak melihat apapun di belakang ku lagi selain batang pisang yang berdaun rimbun di sana."Hei... Siapa di sana? Jangan bersembunyi! Ayuk cepat keluar! Tunjukkan wujudmu!" Aku memberanikan diri untuk meneriaki sosok tersebut.Namun tak kunjung ada jua yang keluar. Aku sangat penasaran dengan apa yang menghampiri ku itu."Sepertinya aku harus mencari sosok tersebut. Apakah dia bersembunyi dibalik pohon pisang itu?" Aku curiga dengan tumpukan pohon pisang yang itu.Sebelumnya aku belum pernah ke belakang pohon pisang yang berjarak sekitar sepuluh meter dariku itu karena dilarang oleh ayah dan ibu."Sebaiknya aku ke sana deh! Lagian aku penasaran sama apa yang ada di balik pohon pisang itu."Aku memutuskan untuk mendekati pohon pisang tersebut. Aku berjalan mengendap-endap sembari melirik ke sekitarku. Rasa takut ku memang masih terasa. Meskipun hari masih siang tapi entah mengapa aku merinding berada di sekitar pohon pisang ini.Saat langkah ku hampir sampai di dekat pohon pisang yang rindang itu tiba-tiba saja aku mendengar germercik dan riuhnya daun pisang yang sudah mati karena hembusan angin. Bunyi itu semakin membuat suasana terasa semakin seram."Kenapa anginnya kencang begini ya?" gumamku dengan menoleh ke belakang.Namun aku tetap melanjutkan perjalanan ku. Dan akhirnya tibalah aku di dekat pohon pisang yang aku curigai itu."Kira-kira benar kah sosok yang aku lihat itu ada di balik pohon pisang ini?" gumamku yang bertanya sendiri pada diriku.Aku mencoba mengintip secara perlahan. Dan apa yang ku lihat di sana yaitu kuburan yang berjejer rapi tapi seperti sudah tidak terawat."Astaga... Kenapa banyak kuburan sih di sini?Apakah sosok yang tadi ku lihat adalah penunggu tempat ini? Kok bisa dia menggangguku siang-siang begini?" Bulu tangan ku pun ikut berdiri karena melihat banyaknya kuburan di sana.Aku kembali teringat bahwa saat ini jam menunjukkan pukul 12.00 siang. Yang mana jam segini adalah jam yang rawan dimana mahkluk kasat mata banyak berkeliaran. Sama halnya dengan di waktu senja."Ya Ampun... Aku baru ingat kalau sekarang masih jam dua belas. Pantas aku diganggu oleh mereka!" gumamku sembari mulai menjauh dari tempat itu.Langkah kakiku kembali tertuju pada galian yang hendak ku gali itu. Aku berencana ingin menggalinya kembali. "Aku kan sudah sampai ke sini tadi aku harus bisa mencari tahu benda apa yang disimpan sosok misterius itu didalam galian ini!"Aku berencana menggalinya kembali. Aku sudah kembali memegang ranting pohon yang runcing tersebut. Dan saat hendak menancapnya ke tanah tiba-tiba saja terdengar suara orang memanggil-manggil namaku."Nisa? Nisa kamu dimana?"Lagi dan lagi aku kembali merinding. Kali ini aku sudah tak ingin melanjutkan untuk menggalinya lagi."Nisa?" Terdengar kembali suara seorang perempuan sedang memanggil namaku.Aku mencoba mendengarnya secara seksama.Suaranya semakin jelas terdengar. "Siapa sih yang manggil-manggil? Kok tempat ini angker banget!" Aku pun bergegas berlari meninggalkan tempat itu.Aku terus berlari namun tak kunjung jua sampai padahal rumahku itu sangat dekat dari pohon pisang itu.Aku sudah ngos-ngosan dan napasku sudah tersengal-sengal namun aku hanya berlari di tempat itu saja, padahal aku merasa sudah mengitari pohon pisang tersebut namun aku tetap kembali ke tempat itu lagi.Aku berhenti sejenak. Aku mengatur napas kembali. Bibirku begitu pucat bahkan jika di iris dengan pisau mungkin sudah tidak lagi berdarah dan kaki ku terasa berat hingga tak bisa dilangkahkan lagi."Kenapa kaki ku gak bisa dilangkahkan lagi?" gumamku semakin cemas.Bunyi gemericik dedaunan pun semakin keras hingga membuat ku semakin tegang.Di saat kaki ku tak bisa dilangkahkan lagi tiba-tiba saja suara-suara yang tadi memanggil namaku kembali terdengar."Nisa? Nisa cepat ke sini!" Suaranya memintaku untuk menghampiri sosok yang memanggil ku itu."Siapa kamu?" pekik ku berusaha memberanikan diri. Tak dipungkiri kaki ku semakin gemetaran mendengar suara tersebut.Dan tiba-tiba saja aku merasakan ada sesuatu yang menyentuh pundakku. Aku merasa itu seperti telapak tangan seorang manusia. Dan sentuhannya terasa begitu dingin hingga membuat bulu roma ku merinding seketika. Sontak saja Lidah ku terasa kelu. "To... Tolong jangan ganggu aku! Aku janji gak akan ganggu kalian lagi!" ucapku dengan suara lirih dengan kaki yang gemetaran.Dan sesaat kemudian aku mendengar suara yang sangat dekat dengan telingaku. Hembusan napasnya mengenai telinga kananku."Heh... Nis... Kamu kenapa sih? Kok kayak orang ketakutan begitu?" Suara itu seperti suara seorang perempuan."Aku kok seperti mengenal suaranya ya?" suara itu sudah tidak asing bagiku. Dengan segera aku mencoba memutar tubuhku sembari memegang tangannya yang masih berada di pundakku itu. "Astaga... Ternyata Bibi! Aku kira siapa?" gumam ku yang lega setelah melihat Bibi berada di dekatku. "Lah... Kamu kira tadi siapa? Ehmm... Atau jangan-jangan kamu mengira Bibi ini hantu ya? Soalnya Bibi tengok kam
Rasa penasaran ku semakin menjadi-jadi. Aku berencana hendak mengejar Bibi tapi ibu melarangku. "Mau kemana kamu Nis?" tanya Ibu padaku. "Aku mau ke depan Bu!"Ibu sepertinya tau kalau aku ingin mengejar Bibi makanya dengan tegas ibu melarangku. "Jangan Nis... Jangan tinggalin Ibu! Ibu takut sendirian di rumah ini," gumam Ibu.Awalnya aku sempat berpikir kalau Ibu hanya sedang beralasan saja supaya aku gak mengejar Bibi tapi ternyata itu bukan sekedar alasan ibu saja melainkan ibu memang sedang menggigil ketakukan. Seketika Ibu merinding. Dan bibirnya gemetar sembari terus melirik ke arah jendela. Sontak saja aku ikut menoleh ke arah pohon pisang yang rimbun itu. Aku tidak melihat siapapun ada di sana tapi Ibu sepertinya sedang melihat sesuatu. "Bu... Ibu kenapa? Apa yang Ibu lihat?" tanyaku seraya datang menghampiri Ibu yang sedang duduk di atas kasur. "Ibu takut... Jangan tinggalin Ibu!" Gumam Ibu. Mata Ibu menyorot tajam ke arah jendela yang ada pohon pisangnya itu. "Ibu te
"Panas! Panas! Panas!" Gumam Ibu sembari menutup kupingnya dengan kedua tangannya. Ayah memegang ubun-ubun Ibu sembari berkata, "Wahai mahkluk yang ada di tubuh ini, cepat keluar! Ini bukan badan mu! Jangan siksa istri saya!"Dan tiba-tiba terdengar jawaban dari ibu tapi suara yang keluar dari mulut ibu itu bukan suara Ibu melainkan suara seorang laki-laki. "Aku gak mau pergi dari sini karena dia (Ibu menunjuk ke arah ku yang sedang mengatur napas karena di cekek oleh ibu) sudah membangunkan ku dari tidur ku! Aku mau membunuh dia biar dia yang menjadi temanku disana!" Gumam sosok tersebut dengan sorotan mata yang tajam kepada ku. "Gak... Dia itu anak saya! Jangan pernah kamu mencoba untuk membunuh dia, atau kamu mau saya usir untuk selamanya dari tempat ini?" Ujar ayah dengan tegas. "Aku gak akan pergi sebelum mendapatkan nyawa anak itu!" ujar laki-laki itu dengan tubuh membungkuk dan tatapan mata tajam ke arahku dan juga ayah. "Yah... Apa gak sebaiknya ayah panggil ustad aja? Ka
Aku kembali menolehkan wajahku ke arah ayah dan Ibu. Semula aku melihat ayah dan Ibu sedang memperhatikan ku. Dan di kala itu pula Bibirku sudah bergetar ingin bertanya tentang bibi dan semua terjadi padaku hari ini. Tapi tiba-tiba saja Ibu dan ayah mengalihkan pandangannya dari ku. "Ayah apa......" Belum selesai aku bertanya pada ayah tiba-tiba saja ayah memotong pertanyaanku itu. "Sudah Nis... Sebaiknya kita istirahat deh. Kasihan mama dan adikmu sudah kelelahan. Lagian besok kan kamu mausekolah, jadi alangkah baiknya kamu tidur sekarang supaya gak telat ke sekolah esok hari!" ujar ayah padaku seperti ingin menghentikan obrolan. "Tapi yah... Tunggu sebentar! Aku cuma mau nanya?" "Besok saja Nis! Ayah sudah kecapekan. Ayah seharian capek bekerja di ladang orang untuk mencari uang. Sekarang ayah lagi gak mau membahas apapun lagi! Karena hari sudah terlalu larut. Ayah bilang sekali lagi, sebaiknya kamu istirahat Nis!" ujar Ayah tegas padaku. Seketika Ayah mengalihkan pandangannya d
Namun saat aku menoleh keluar pintu tiba-tiba saja aku dikagetkan oleh sesuatu yang aneh sedang ku lihat dari yang mereka pikul itu. "Astaga! Apa itu pocong?" mulutku seketika ternganga melihatnya. Sejenak kembali ku sembunyikan kepalaku dibalik dinding agar tidak ketahuan oleh gerombolan orang-orang tersebut sembari terus bergumam sendiri dalam batinku. Untuk menjawab rasa penasaranku, akhirnya aku pun kembali menoleh untuk memastikannya kembali apa yang telah ku lihat tadi dengan membelalakkan kedua bola mataku ke arah ruangan yang ada secercah cahaya itu namun pantulan cahaya tersebut tak mampu menerangi kegelapan lorong-lorong kamar.Dan setelah cukup lama aku memperhatikan gerombolan orang tersebut akhirnya aku melihat dua orang sedang keberatan menggendong sesuatu yang tidak begitu jelas tampak olehku. Mungkin karena sudah keberatan makanya mereka menyerah untuk memikul benda aneh itu dan benda tersebut semakin jelas terlihat olehku. "Astaga... Apa itu? Kenapa benda yang dibawak
Dengan cepat ku langkahkan kakiku menuju pintu yang sedang tertutup itu. Sesampainya di depan kamar tanganku langsung memutar gagang pintu namun pintunya sudah terkunci kembali. Suara rongrongan anak kecil itu tak lagi terdengar olehku. Tentu saja itu membuat ku khawatir. "Kenapa suara anak kecil itu tidak lagi terdengar?" gumamku seraya menempelkan kupingnya ke dekat pintu. Tanpa berpikir panjang lagi, aku pun berteriak meminta kepada siapapun yang ada di kamar tersebut untuk membuka pintunya. "Hei siapapun yang ada di dalam, aku mohon buka pintunya! Aku mohon!" pekik ku sembari terus menggedor-gedor pintu kamar yang sedang terkunci itu. Namun tak ada seorang pun jua yang menggubris omonganku. Seketika aku mendengar kamar itu sunyi secara tiba-tiba. Tak ada suara rongrongan maupun suara benda apapun lagi dari kamar tersebut. Lagi dan lagi aku mendekati kupingku di dekat pintu untuk memastikannya. "Hallo... Kalian gak usah berpura-pura tidak mendengar ucapanku. Aku tahu kok, kalia
Aku memang tidak melihat sosok anak kecil maupun sosok-sosok yang lainnya di sini lagi yang ada hanya aku, ayah dan ibu saja. Rasa penasaran ku membuat ku tak berhenti bergumam dalam batinku sendiri sembari melayangkan pandanganku ke seisi ruangan, "Apa aku benar-benar salah lihat ya? (pikirku). Tapi gak mungkin karena aku sangat yakin mereka masuk ke kamar ini. Aku benar-benar melihat mereka ke arah sini. Tapi kok sekarang gak ada siapa-siapa disini ya? Kemana mereka sebenarnya pergi? Apa ada pintu rahasia di sini?" Kedua bola mataku pun tertuju ke sekeliling ruangan untuk mencari pintu lain yang membantu mereka keluar dari ruangan ini. Ayah nampak memperhatikan aku yang sedang celangak-celinguk mencari pintu tersebut sembari menggeser benda-benda yang tersandar di dinding ruangan itu. "Kamu ngapain lagi sih Nis? Gak mungkin ada orang bersembunyi di balik karton bekas itu (ayah nampak menyunggingkan senyum smirknya). Apa kamu masih tidak percaya dengan apa yang ayah katakan?" tany
"Nis... Coba deh kamu tengok kacanya sekarang! Tidak ada tulisan apa-apa di kaca itu lagi!" ujar Ibu padaku yang masih bersender di bahu ibu sembari memejamkan matanya. Secara perlahan aku mulai mendongakkan wajahku kembali seraya membuka kedua bola mataku serta mengarahkan pandanganku ke kaca yang ada di di dekatku itu. Dan benar saja apa yang kulihat ternyata tulisan itu benar-benar sudah hilang. "Loh... Kemana tulisan itu? Kok gak ada lagi. Padahal tadi itu jelas-jelas aku ngelihatnya bu!" ujarku pada Ibu. "Nisa? Mungkin kamu hanya mengigau," timpal ayah. "Ayah... Aku gak mengigau kok yah. Aku melihat tulisan itu dengan sangat jelas," gumamku pada ayah. Lagi dan lagi ayah dan ibu tidak percaya dengan apa yang kukatakan itu. "Sudahlah Nis... Lebih baik kamu lanjutin berkemasnya karena ini jam sudah hampir menunjukkan angka tujuh, tidak ada tulisan apa-apa di sini kok! Ayah dan ibu keluar dulu!" ujar ayah seraya mengajak ibu pergi dari kamarku. Aku hanya bisa bergumam dalam bat