Share

Garis Baru

Author: Rafaiir
last update Last Updated: 2021-05-28 13:00:01

***

Aku masih teringat dengan perpisahaan waktu itu, ketika Sara pergi ke Jakarta untuk meniti karir, teman semasa kecilku yang pergi dengan raut sayu. Aku penasaran, bagaimana keadaannya di Jakarta sana? Apa dia sudah dapat pekerjaan artis yang sedari dulu ia inginkan?

“Rafael,” sapa seorang wanita.

Wanita itu menepuk pelan bahuku membuat kepalaku langsung berbalik membalas sapaannya. Wanita itu tak lain adalah Siska, siswi jurusan IPA kelas 2 yang kukenal. Ia teman semasa SMP-ku yang kebetulan masuk SMA ini bersama.

“Ada apa?” tanyaku datar.

“Apa kamu sedang sibuk?”

Seorang siswa laki-laki yang tengah berdiri dengan bertumpu pada tiang lorong, memandangi lapangan di bawah yang penuh dengan siswa yang sedang berolahraga. Tentu saja, aku tidak sibuk sama sekali, terkecuali jika aku pengamat sepakbola, itu beda cerita.

Aku menggelengkan kepala dan ia kembali melanjutkan bicara, “Aku ingin meminta pertolonganmu, ada beberapa hal yang perlu kuurus di sekre pramuka dan itu berkaitan dengan angkat mengangkat barang.”

“Jadi barang baru sudah datang?” tanyaku, Siska mengangguk dengan senyuman, matanya berbinar ketika aku berhasil menebak apa yang gadis itu maksud.

Aku menghela napas pelan, segera kulangkahkan kaki ini melewati beberapa lorong tercepat untuk sampai di sekre pramuka. Begitu juga dengan Siska yang berjalan tepat di sampingku, tampak riang dan senang ketika kita berdua menyusuri lorong bersama.

“Apa kamu tidak akan kesibukan sepulang sekolah nanti?” tanya Siska memecah keheningan di antara kami.

“Tidak ada, lagi pula kita akan ujian. Jadi, tugas dan pr sudah tidak diberikan guru,” balasku, ia terperangah dan kemudian tersenyum kecil, ia tidak tahu kalau masa-masa sekarang adalah masa tenang sebelum ujian.

“Aku hanya ingin mengajakmu untuk mampir ke salah satu kafe. Kita tidak datang berdua, aku mengajak Reno dan Silvi. Itu pun jika kamu mau ikut,” ucap Siska.

Benar, aku sudah menduga.

Sikap dan perilaku Siska belakangan ini membuatku curiga, aku bukanlah tipe lelaki menyedihkan yang tidak tahu kode yang wanita berikan. Aku mengetahui hampir gerak-gerik wanita ketika tengah jatuh cinta kepada pria, salah satunya adalah berpura-pura mengajak keluar dengan alasan menemani dia, alasan klasik yang ternyata sangat ampuh ketika momen PDKT.

Tapi, aku sama sekali tidak menyukainya. Aku hanya menyimpan rasa untuk Sara seorang, itu pun tidak mungkin bisa kuutarakan jika Sara sudah menjadi artis terkenal. Boro-boro untuk mengungkapkan, bertemu dengannya saja pasti akan menyulitkan.

“Bagaimana?”

Setidaknya aku bisa bersenang-senang sedikit sebelum ujian.

“Baiklah, aku akan ikut,” ucapku singkat.

Siska tersenyum dan melompat kegirangan, ia pasti tidak menduga kalau aku akan ikut semudah yang ia pikirkan. Wajahnya memerah ketika aku memperhatikan tingkahnya yang semakin aneh, bahkan siswa lain juga berpendapat demikian.

***

Bel pulang terdengar. Kurapikan buku dan beberapa alat tulis ke dalam tas, mereka langsung keluar ruangan layaknya sedang berlomba untuk keluar paling awal. Seketika aku teringat dengan momen ketika Sekolah Dasar, siapa yang duduk paling rapi, pasti pulang paling awal.

Terkejut, aku melihat Siska sudah menungguku di pintu keluar ruang kelas. Beberapa siswa lain berciutan menggoda aku dengan Siska, mereka mengatakan aku dengannya pasangan serasi, aku siswa tercerdas, sedangkan dia siswi teraktif.

“Eh? Kita tidak, yah? Bukan tidak, sih, tapi belum,” ucap Siska yang justru memperkeruh keadaan, sontak saja ucapannya membuat siswa lain berspekulasi liar tentang aku yang menjalin hubungan mesra dengan Siska.

“Di mana Reno dan Silvi?” tanyaku.

“Sepertinya mereka sudah duluan, sebaiknya kita bergegas sebelum mereka mulai marah-marah,” pinta Siska, aku mengangguk.

Letak kafe ternyata dekat dengan SMA kita, kurang lebih berjarak 500 meter dari gerbang masuk. Jadi aku tidak perlu naik angkutan umum begitu juga dengan Siska yang tak perlu naik motor.

Suasana kafe yang cozy dan santai membuat hatiku cukup nyaman berada di sana lama-lama. Reno dan Silvi, mereka adalah pasangan hit yang banyak dibicarakan siswa-siswa di sekolah. Bukan karena ketampanan mereka, tapi isu yang beredar sebelum mereka berpacaran.

“Bukankan isu di sekolah mengatakan kalau Silvi hamil?” tanyaku kepada Siska, aku melihat gadis SMA itu berpakaian seragam lengkap tanpa tonjolan di perutnya. Itu menandakan kalau isu yang berkembang adalah hoax.

“Itu hanya isu bohong, kasian dia sampai tertekan selama dua minggu akibat isu tersebut,” ungkap Siska. Ia kemudian mengajakku untuk duduk di salah satu meja kosong yang bersebelahan dengan Reno dan Silvi.

Aku selalu menyisihkan uang jajan yang kudapat dari kedua orang tuaku untuk situasi darurat. Ini termasuk situasi darurat karena berbeda dengan rencana awal yang kususun. Terpaksa aku harus menggunakan tabungan tersebut dan menggantinya lain hari.

Kami memesan menu makanan dan minuman yang berbeda, selagi menunggu, Siska mengajakku untuk foto-foto. Aku bukannya ingin difoto, kata kedua orang tuaku, aku pria tampan sedunia, tapi karena tak biasa, jadi aku menolak apa yang Siska minta.

“Yah sayang sekali, kalau begitu aku minta tanganmu saja,” pinta Siska, semakin membuatku bingung.

Aku julurkan tangan kanan kepadanya dan ia segera membalik tangan itu, hingga posisinya telapak tangan yang berada di atas. Sungguh tak terduga, ia meletakan tangannya di atas telapak tangan, seolah-olah tengah bergenggaman. Selepas itu, ia memfotonya dan mengabadikannya menjadi I*******m Stories.

“Setidaknya kalau wajahmu malu-malu, tanganmu tidak,” ungkap Siska sembari menggoda dan menjulurkan lidahnya.

“Siska, aku ingin bertanya padamu,” ucapku.

Gadis itu segera menghentikan kegiatannya dan langsung menatapku dalam-dalam, wajahnya begitu serius membalas tatapanku yang menajam kearahnya.

“Apa kamu—”

“Lihat! Sara, idola Kota Bandung tampil.”

Ucapanku tersela dengan kasar, segerombolan pria yang tengah asik menonton konser Sara dari ponsel mereka masing-masing membuat pikiranku yang tadi sudah tersusun, buyar seketika.

Benar, aku tidak boleh bermain-main lagi, perasaan dan hati ini akan kutujukan pada Sara, bukan kepada orang lain lagi, bahkan Siska sekali pun.

“Apa yang ingin kamu tanyakan, Rafael?” tanya Siska, ia berdecak lidah ketika momen penting teralihkan oleh teriakan laki-laki tadi.

“Tidak ada, lupakan saja,” ucapku singkat.

Makanan dan minuman yang kami pesan datang, segera kucicipi makanan itu tanpa tersisa, begitu juga dengan minuman dingin yang menyegarkan kerongkonganku yang kering. Tak terasa, Reno dan Silvi sudah pergi meninggalkan aku dan Siska yang masih berbincang hangat.

“Ada sesuatu juga yang ingin kuberitahu padamu, Rafael.”

Makan sore selesai. Justru kini Siska yang bertanya kepadaku, aku sudah tidak peduli dengan apa yang akan ia katakan, mau dia suka padaku atau tidak, itu bukanlah urusanku. Namun, aku tidak akan bilang seperti itu padanya, itu terlalu kejam.

“Aku … memiliki teman yang menyukaimu, Rafael,” ucapnya terbata-bata, membuatku terperangah kaget.

“Hah?”

Related chapters

  • Behind The Entertainment   Hati dan Perasaan

    Entah apa dia salah bicara atau bagaimana, ia justru mengatakan ada temannya yang menyukaiku. Kukira sikapnya yang aneh dan salah tingkah itu karena dia yang jatuh cinta padaku. Ah, maafkan diriku yang terlalu percaya diri ini.“Oh begitu, yah?” tanyaku, tentu saja pengakuan secara tidak langsung seseorang yang dikatakan teman Siska membuatku canggung.“Apa yang akan kamu lakukan, Rafael?”“Entahlah, aku juga tidak pandai dalam urusan seperti ini. Menurutmu, apa yang perlu kulakukan?” tanyaku dengan nada datar, kuraih gelas berukuran sedang dan menyeruputnya pelan melalui sendok putih yang tertancap di atas tumpukan keju parut tersebut.“Bagaimana jika kamu menjawabnya dengan perasaan yang sedang kamu rasakan sekarang?” tanya Siska, wajahnya menunduk dan matanya sayu menatapku, perlahan ketika kubalas tatapan itu, ia terus menunduk dan memejam.Ah, moment ini sama saja dengan pengungkapan rasa yang kumiliki padanya. Minimal ia bisa tahu hasil yang kelua

    Last Updated : 2021-05-31
  • Behind The Entertainment   Duka

    *** Malam itu, karena tak ada lagi kegiatan yang harus kulakukan. Aku pergi ke ranjang dan mengistirahatkan kepalaku yang cukup penat, ternyata benar-benar sunyi jika Ayah dan Ibu pergi ke luar kota. Hari ini, tepat libur mingguan. Jika tidak ada kegiatan khusus di sekolah, aku pasti hanya terbaring di atas sini seharian, sembari membaca buku dan sesekali ke dapur untuk mengambil makanan. Sungguh heran. Ayah dan Ibu sudah pergi sejak kemarin pagi dan dijadwalkan akan datang sebelum siang. Namun, aku melihat jam dinding, waktu sudah menunjukan pukul dua siang. Belum ada tanda-tanda mobil angkutan yang Ayah dan Ibu naiki datang. Pintu diketuk pelan, kubuka dengan rasa malas dan terkejutnya aku melihat Kak Margaret sudah berada di depan. Ia membawa makanan yang terbungkus rapi di dalam kotak, dan memberikannya kepadaku. “Apa ini, Kak?” tanyaku. “Ada makanan lebih di rumah, jadi aku memberikannya ke kamu,” ucap lembut Kak Margaret.

    Last Updated : 2021-06-09
  • Behind The Entertainment   Hidup Dalam Kesendirian

    *** Kedua jenazah Ayah dan ibuku segera dibawa ke rumah untuk dikebumikan dan disholatkan. Aku dan Kak Margaret ikut menaiki mobil jenazah yang membawakan kedua orang penting dalam hidupku, mereka berhenti tepat di depan rumah yang sudah terpasang bendera kuning. Aku melihat dari dalam rumah, Kakek dan Nenek yang keluar dengan wajah terisak. Pertemuan keluarga yang semula dilaksanakan entah kenapa berakhir tragis dengan kematian salah satu anggota keluarga. Mereka memelukku, mencoba berbagi kesedihan bersama. “Jangan bersedih, Rafa. Masih ada Kakek dan Nenek yang selalu bersamamu, juga dengan keluarga yang lain,” lirih Nenek dengan mata yang sembab dan napas yang tersengal. Kedua petugas rumah sakit mengangkut satu persatu jenazah yang tersimpan di dalam peti mati kayu yang berbeda. Pertama, mereka mengangkat jenazah ayahku, dan begitu juga dengan Ibu. Mereka berdua kini berada di ruang tengah dengan keadaan yang selalu berdampingan. Aku, hany

    Last Updated : 2021-06-10
  • Behind The Entertainment   Garis Bertahan

    *** Ajakan yang menjanjikan bagi pria pada umumnya, sebuah pelukan hangat dari seorang gadis SMA yang sudah puber dan dewasa. Mungkin mereka akan mengangguk dan langsung memeluk Siska dengan erat hingga beberapa menit lamanya. Namun, aku berbeda dengan yang lain, tindakan itu justru akan membuat aku seolah-olah memberikan kesempatan lain untuk hatinya. “Aku sudah lebih baik ketika kamu mengajakku keluar,” ucapku. Aku menolaknya dengan halus, bisa dibilang ini penolakan kedua kali yang Siska terima dariku, tapi ini secara langsung, berbeda dengan kejadian di kafe tempo hari. Ia menyunggingkan senyum halus seraya menatapku lekat-lekat. “Biar kutebak, apa kamu berusaha menghindariku?” Aku yang tengah menyantap menu makan malam seblak di alun-alun kota tersebut sontak tersedak akibat mendengar ucapan mengejutkan dari Siska, hingga berceceran di atas rumput membuat orang-orang yang duduk membelakangiku di depan berbalik dan menatapku

    Last Updated : 2021-06-14
  • Behind The Entertainment   Derita dan Kasih Sayang

    Bel pulang sekolah terdengar nyaring. Siska secara tak terduga sudah menunggu di depan ruang kelasku, ia sudah mengenakan sweater panjang berwarna merah muda yang sangat cocok dengan sifatnya yang anggun. Ia segera bangkit ketika aku berdiri tepat di hadapannya. “Apa tidak ada yang ketinggalan?” Aku mengangguk. Pundak kananku dipukul pelan, tampak Riko datang sembari mengedipkan sebelah matanya kepadaku, tanda jika ia menunggu jawaban dari hasil pertemuan dengan Siska sepulang sekolah ini. “Kalau begitu ayo kita pergi.” “Kemana?” “Kemana saja, biar aku nanti yang antar kamu pulang,” ucap Siska, aku mendapatkan jaminan kalau dia akan mengantarkanku pulang. Berkatnya, aku bisa menghemat beberapa uang saku yang biasa kugunakan untuk ongkos pulang pergi. Kami berjalan berdampingan, ia merangkulkan tangannya di lenganku dengan mesra, seolah-olah menunjukan jika aku memang sudah menjadi milik Siska. Koridor yang kami lewati t

    Last Updated : 2021-06-15
  • Behind The Entertainment   Kisah setelah esok

    Malam itu, setelah beradu batin dengan Siska. Ia dengan senang hati mengantarkanku pulang, tak ada raut kesedihan atau kekecewaan dari wajahnya. Yang ada adalah Siska menyemangatiku agar impian cinta yang kuinginkan bisa tercapai, sungguh gadis yang kuat. “Apa dia sedang ada di rumah?” tanya Siska, ia melirik sinis ke rumah besar bak istana di depan rumahku, rumah Sara. “Entahlah, jika dia memang ada di rumah, sudah sewajarnya para wartawan mengerubungi rumah ini sedari tadi, kan?” “Benar juga apa yang kamu bilang.” Sama sekali tidak ada wartawan, rumah besar itu juga cukup redup dan sepi dari orang-orang. Aku berpikir, mungkin saja Sara mengajak keluarganya untuk bertemu sekalian berlibur di suatu tempat, hal itu bisa masuk akal bagiku. “Kalau begitu aku izin pamit. Apa kamu tidak keberatan?” tanya Siska. Aku menggeleng kepala, aku tidak bisa memaksanya menetap di sini lebih lama lagi. Jika itu kulakukan, aku khawatir keluarganya past

    Last Updated : 2021-06-16
  • Behind The Entertainment   Tempat dan Suasana Baru

    *** Selepas kelulusan, semua teman satu kelasku memilih jalan mereka masing-masing. Ada yang memutuskan bekerja di perusahaan ayahnya, ada juga yang memutuskan berkuliah. Contohnya aku. Dengan menggunakan kemampuan dan beasiswa pendidikan yang kudapatkan. Aku bisa dengan mudah masuk ke perguruan tinggi negeri favoritku, dan bergabung dengan jurusan kedokteran seperti keinginanku, entah kenapa semuanya terasa mudah bagiku. Pada saat itu juga, Siska memberitahuku kalau dia juga akan melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi terkenal di Malang. Dari teman-teman yang kukenal, dialah yang paling “gigih” untuk ikut SBMPTN –Test masuk perguruan tinggi negeri– dibandingkan yang lain. Aku cukup bersyukur, ia berhasil mendapatkan keinginannya meski harus menunggu selama dua tahun. Hari pertama setelah beberapa bulan dari acara kelulusan, seperti biasa, aku dikejutkan oleh sapaan hangat dari Kak Margaret yang mendatangiku di pagi buta. Ia membawa makana

    Last Updated : 2021-06-17
  • Behind The Entertainment   Teman

    *** “Sudah kubilang, jika kamu berangkat dari stasiun, kamu akan sampai dengan tepat waktu.” “Tidak! Terminal bus lebih baik, lebih murah dan efisien.” Kedua pria kini tengah berunding di depanku, aku mengajak keduanya masuk setelah bertemu dan kebetulan mereka adalah tetangga kontrakanku. Belum satu hari aku menetap di tempat ini, aku sudah menemukan teman baru. “Baiklah, aku akan mencoba keduanya nanti,” ucapku, menyudahi perdebatan tiada akhir di antara mereka. Keadaan mereka sama sepertiku, baru masuk ke dunia perkuliahan tahun ini. Namun, karena mereka sudah mengenyam kehidupan di Jakarta sejak SMA, jadi mereka tidak kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan kampus. Aku masih memikirkan, apa pendapat orang-orang di kampusku nanti ketika mengetahui aku rantauan dari Bandung. Terbesit di benak pikiran, bagaimana keadaan Sara? Jarak antara aku dengannya tidak terlalu jauh kini, aku bisa bertemu dengannya suatu hari nanti.

    Last Updated : 2021-06-18

Latest chapter

  • Behind The Entertainment   Pejuang Rupiah

    *** Tak kusangka, kehidupan perkuliahanku berjalan lancar seperti sekolah biasa pada umumnya. Datang, belajar, dan bersosialisasi. Hampir tidak ada kesulitan ketika aku menjalani kegiatan di kampus. Mungkin ada satu atau dua hal yang menggangguku, salah satunya adalah tentang Uang praktik dan laboratorium. Temanku di kelas rata-rata mereka berasal dari keluarga yang mampu dan berada, permasalahan seperti keuangan ini pasti mudah baginya. Aku dan Rotte, yang notabene orang rantauan mau tidak mau harus putar otak untuk mengakali masalah tersebut. Beberapa teman di kontrakanku mengusulkan kepadaku untuk melakukan peminjaman uang dengan cicilan bunga rendah. “Apa itu aman?” tanyaku, tentu ini menjadi hal pertama dalam hidupku, melakukan peminjaman uang untuk pertama kalinya tanpa sepengetahuan kedua orang tuaku atau Kakek dan Nenek. “Tentu saja, biasanya kita akan menandatangi berkas seperti kontrak, kau tahu? Lalu kontrak itu bisa kita gunakan se

  • Behind The Entertainment   Kontrakan dan segala isinya

    *** Perlu beberapa minggu agar aku bisa beradaptasi sepenuhnya dengan lingkungan baru ini, tentang lingkaran pertemanan yang baru, dan tentang tempat tinggal yang baru. Hingga pada akhirnya aku tidak merasa terasingkan oleh lingkungan di sekelilingku. Aku sudah mengenal beberapa orang yang sering mampir ke kontrakanku, dialah Dimas dan Julius. Mereka berdua yang selalu datang kemari untuk sekedar mengobrol atau jika mereka ada tugas, mereka datang meminta bantuanku. “Aku cukup kesulitan untuk menyeimbangkan pemasukan dengan pengeluaran, apa kamu bisa melakukannya, Dimas?” tanya Julius, pria itu menunjuk satu soal yang ada di laptopnya kepada Dimas yang satu fakultas dengannya. “Oh persoalan itu, aku sudah menyelesaikannya,” balas Dimas, dengan kepala terangkat dan menatap Julius angkuh. “Izinkan aku melihatnya.” “Biar aku ajarkan saja padamu, jika kamu hanya modal lihat saja, kamu tidak akan pernah bisa menyelesaikan soal ini,” ucap Di

  • Behind The Entertainment   Teman

    *** “Sudah kubilang, jika kamu berangkat dari stasiun, kamu akan sampai dengan tepat waktu.” “Tidak! Terminal bus lebih baik, lebih murah dan efisien.” Kedua pria kini tengah berunding di depanku, aku mengajak keduanya masuk setelah bertemu dan kebetulan mereka adalah tetangga kontrakanku. Belum satu hari aku menetap di tempat ini, aku sudah menemukan teman baru. “Baiklah, aku akan mencoba keduanya nanti,” ucapku, menyudahi perdebatan tiada akhir di antara mereka. Keadaan mereka sama sepertiku, baru masuk ke dunia perkuliahan tahun ini. Namun, karena mereka sudah mengenyam kehidupan di Jakarta sejak SMA, jadi mereka tidak kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan kampus. Aku masih memikirkan, apa pendapat orang-orang di kampusku nanti ketika mengetahui aku rantauan dari Bandung. Terbesit di benak pikiran, bagaimana keadaan Sara? Jarak antara aku dengannya tidak terlalu jauh kini, aku bisa bertemu dengannya suatu hari nanti.

  • Behind The Entertainment   Tempat dan Suasana Baru

    *** Selepas kelulusan, semua teman satu kelasku memilih jalan mereka masing-masing. Ada yang memutuskan bekerja di perusahaan ayahnya, ada juga yang memutuskan berkuliah. Contohnya aku. Dengan menggunakan kemampuan dan beasiswa pendidikan yang kudapatkan. Aku bisa dengan mudah masuk ke perguruan tinggi negeri favoritku, dan bergabung dengan jurusan kedokteran seperti keinginanku, entah kenapa semuanya terasa mudah bagiku. Pada saat itu juga, Siska memberitahuku kalau dia juga akan melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi terkenal di Malang. Dari teman-teman yang kukenal, dialah yang paling “gigih” untuk ikut SBMPTN –Test masuk perguruan tinggi negeri– dibandingkan yang lain. Aku cukup bersyukur, ia berhasil mendapatkan keinginannya meski harus menunggu selama dua tahun. Hari pertama setelah beberapa bulan dari acara kelulusan, seperti biasa, aku dikejutkan oleh sapaan hangat dari Kak Margaret yang mendatangiku di pagi buta. Ia membawa makana

  • Behind The Entertainment   Kisah setelah esok

    Malam itu, setelah beradu batin dengan Siska. Ia dengan senang hati mengantarkanku pulang, tak ada raut kesedihan atau kekecewaan dari wajahnya. Yang ada adalah Siska menyemangatiku agar impian cinta yang kuinginkan bisa tercapai, sungguh gadis yang kuat. “Apa dia sedang ada di rumah?” tanya Siska, ia melirik sinis ke rumah besar bak istana di depan rumahku, rumah Sara. “Entahlah, jika dia memang ada di rumah, sudah sewajarnya para wartawan mengerubungi rumah ini sedari tadi, kan?” “Benar juga apa yang kamu bilang.” Sama sekali tidak ada wartawan, rumah besar itu juga cukup redup dan sepi dari orang-orang. Aku berpikir, mungkin saja Sara mengajak keluarganya untuk bertemu sekalian berlibur di suatu tempat, hal itu bisa masuk akal bagiku. “Kalau begitu aku izin pamit. Apa kamu tidak keberatan?” tanya Siska. Aku menggeleng kepala, aku tidak bisa memaksanya menetap di sini lebih lama lagi. Jika itu kulakukan, aku khawatir keluarganya past

  • Behind The Entertainment   Derita dan Kasih Sayang

    Bel pulang sekolah terdengar nyaring. Siska secara tak terduga sudah menunggu di depan ruang kelasku, ia sudah mengenakan sweater panjang berwarna merah muda yang sangat cocok dengan sifatnya yang anggun. Ia segera bangkit ketika aku berdiri tepat di hadapannya. “Apa tidak ada yang ketinggalan?” Aku mengangguk. Pundak kananku dipukul pelan, tampak Riko datang sembari mengedipkan sebelah matanya kepadaku, tanda jika ia menunggu jawaban dari hasil pertemuan dengan Siska sepulang sekolah ini. “Kalau begitu ayo kita pergi.” “Kemana?” “Kemana saja, biar aku nanti yang antar kamu pulang,” ucap Siska, aku mendapatkan jaminan kalau dia akan mengantarkanku pulang. Berkatnya, aku bisa menghemat beberapa uang saku yang biasa kugunakan untuk ongkos pulang pergi. Kami berjalan berdampingan, ia merangkulkan tangannya di lenganku dengan mesra, seolah-olah menunjukan jika aku memang sudah menjadi milik Siska. Koridor yang kami lewati t

  • Behind The Entertainment   Garis Bertahan

    *** Ajakan yang menjanjikan bagi pria pada umumnya, sebuah pelukan hangat dari seorang gadis SMA yang sudah puber dan dewasa. Mungkin mereka akan mengangguk dan langsung memeluk Siska dengan erat hingga beberapa menit lamanya. Namun, aku berbeda dengan yang lain, tindakan itu justru akan membuat aku seolah-olah memberikan kesempatan lain untuk hatinya. “Aku sudah lebih baik ketika kamu mengajakku keluar,” ucapku. Aku menolaknya dengan halus, bisa dibilang ini penolakan kedua kali yang Siska terima dariku, tapi ini secara langsung, berbeda dengan kejadian di kafe tempo hari. Ia menyunggingkan senyum halus seraya menatapku lekat-lekat. “Biar kutebak, apa kamu berusaha menghindariku?” Aku yang tengah menyantap menu makan malam seblak di alun-alun kota tersebut sontak tersedak akibat mendengar ucapan mengejutkan dari Siska, hingga berceceran di atas rumput membuat orang-orang yang duduk membelakangiku di depan berbalik dan menatapku

  • Behind The Entertainment   Hidup Dalam Kesendirian

    *** Kedua jenazah Ayah dan ibuku segera dibawa ke rumah untuk dikebumikan dan disholatkan. Aku dan Kak Margaret ikut menaiki mobil jenazah yang membawakan kedua orang penting dalam hidupku, mereka berhenti tepat di depan rumah yang sudah terpasang bendera kuning. Aku melihat dari dalam rumah, Kakek dan Nenek yang keluar dengan wajah terisak. Pertemuan keluarga yang semula dilaksanakan entah kenapa berakhir tragis dengan kematian salah satu anggota keluarga. Mereka memelukku, mencoba berbagi kesedihan bersama. “Jangan bersedih, Rafa. Masih ada Kakek dan Nenek yang selalu bersamamu, juga dengan keluarga yang lain,” lirih Nenek dengan mata yang sembab dan napas yang tersengal. Kedua petugas rumah sakit mengangkut satu persatu jenazah yang tersimpan di dalam peti mati kayu yang berbeda. Pertama, mereka mengangkat jenazah ayahku, dan begitu juga dengan Ibu. Mereka berdua kini berada di ruang tengah dengan keadaan yang selalu berdampingan. Aku, hany

  • Behind The Entertainment   Duka

    *** Malam itu, karena tak ada lagi kegiatan yang harus kulakukan. Aku pergi ke ranjang dan mengistirahatkan kepalaku yang cukup penat, ternyata benar-benar sunyi jika Ayah dan Ibu pergi ke luar kota. Hari ini, tepat libur mingguan. Jika tidak ada kegiatan khusus di sekolah, aku pasti hanya terbaring di atas sini seharian, sembari membaca buku dan sesekali ke dapur untuk mengambil makanan. Sungguh heran. Ayah dan Ibu sudah pergi sejak kemarin pagi dan dijadwalkan akan datang sebelum siang. Namun, aku melihat jam dinding, waktu sudah menunjukan pukul dua siang. Belum ada tanda-tanda mobil angkutan yang Ayah dan Ibu naiki datang. Pintu diketuk pelan, kubuka dengan rasa malas dan terkejutnya aku melihat Kak Margaret sudah berada di depan. Ia membawa makanan yang terbungkus rapi di dalam kotak, dan memberikannya kepadaku. “Apa ini, Kak?” tanyaku. “Ada makanan lebih di rumah, jadi aku memberikannya ke kamu,” ucap lembut Kak Margaret.

DMCA.com Protection Status