"Kita rapat hari ini!"
Fandi menatap Bima dengan tatapan bingung "Rapat, pak? Rapat apa?"Bima menghentikan langkahnya "Kamu nggak baca email yang dikirim Vivi?" Fandi menggelengkan kepalanya "Kamu baca lima menit, setelah itu siapkan ruangan meeting."Fandi membuka emailnya dan terdapat email dari Vivi, membacanya dengan sangat cepat dan saat ini baru merasakan apa yang dirasakan mahasiswa jika diberikan sesuatu yang mendadak. Menatap jam yang sudah mendekati lima menit, Fandi menekan nomer Vivi untuk bertanya tentang ruang rapat dan hembusan napas lega dikeluarkan setelah tahu Vivi sudah menyiapkannya.Melangkahkan kakinya menuju ruang rapat untuk memastikan terlebih dahulu, hembusan napas panjang dikeluarkan Fandi saat melihat Vivi yang menyiapkan berkas diatas meja."Dona nggak kasih tahu?" tanya Vivi yang dijawab Fandi dengan menggelengkan kepalanya "Mungkin udah letakin note di lemari es.""Mungkin, ada yang bisa dibantu?"Memberikan janji akan menjawab lain waktu, tempat yang mereka gunakan untuk berbicara sangat tidak memungkinkan, semua sudut bisa mendengar walaupun mereka menggunakan bahasa sendiri."Aku kira akang nggak akan datang," ucap Clara saat Fandi duduk dihadapannya.Memilih memesan makanan terlebih dahulu dengan memanggil pelayan, tatapan penasaran masih diberikan Clara pada dirinya."Gilbert mana?" tanya Fandi menatap sekitar."Nggak usah mengalihkan pembicaraan, kang. Jawab pertanyaan yang tadi di kantin!""Aku harus tahu dimana Gilbert terlebih dahulu, malas menjawab pertanyaan yang sama.""Akang!" Clara memberikan tatapan tajam dan kesalnya yang tidak dipedulikan Fandi "Gilbert...""Nungguin? Kamar mandi antri banget." Gilbert duduk disamping Fandi "Udah pesan?" Fandi menganggukkan kepalanya."Sekarang jawab!" Clara mengatakan dengan kesal pada Fandi.Menatap mereka berdua bergantian, cepat atau lambat m
"Aku nggak ke kantor, habis dari terapi langsung kesini." Dona mematikan kompor yang dipakai untuk membuat makan malam mereka, melihat Fandi yang hanya diam di tempat secara perlahan melangkahkan kakinya kearahnya. Dona mengambil tas yang dibawa Fandi, gerakannya terhenti saat Fandi menariknya kedalam pelukan."Ada apa? Apa terjadi sesuatu?" "Bagaimana terapimu?" Mengeluarkan suara secara bersamaan, suara tawa memenuhi ruangan yang secara perlahan melepaskan pelukan. Dona meletakkan tas yang dibawanya kedalam kamar, Fandi mengikutinya dari belakang."Jadi bagaimana terapinya?" "Berjalan lancar.""Tidak terjadi sesuatu?" Dona mengernyitkan keningnya mendengar pertanyaan Fandi "Kamu baik-baik saja selama sesi terapi?""Baik-baik saja, aku lanjutkan masak dulu dan kamu langsung mandi."Meninggalkan Fandi yang menatap punggung Dona menjauh, perkataan Clara masih terngiang di telinganya. Fandi memang ti
"Ayah akuin dia bagus, nggak salah kalau jadi dosen." "Jadi lolos ini jadi kandidat calon suami?" Dona menaik turunkan alisnya."Baru seperempat, belum sepenuhnya karena masih ada banyak tes lagi." Dona memutar bola matanya malas mendengar jawaban Bima."Opa dulu nggak pakai nyeleksi ayah, kenapa sekarang calonku di seleksi?" Dona menatap malas pada Bima. "Opa yang nyuruh ayah melakukan seleksi buat calon kamu, tanpa diminta sama opa pastinya ayah akan melakukannya." Bima melakukan pembelaan diri "Kita nggak mau wanita di keluarga ini mengalami kekerasan. Nisa, Zee dan terakhir kamu yang mengalami kekerasan, maka itu ketika Tere dan Endi saling cinta opa langsung meminta Tian menyetujui mereka dan langsung menikahkannya, kita semua yakin Endi nggak akan menyakiti Tere."Dona menyandarkan tubuhnya di sofa, jawaban yang sama setiap kali dirinya melakukan protes tentang perlakuan mereka pada Fandi. Mereka tidak memikirkan sikap keluarga Fa
"Akang serius sama wanita itu?" Fandi menganggukkan kepala mendengar pertanyaan Clara "Hubungan kita?"Fandi menghentikan gerakan tangannya di keyboard laptop mengalihkan pandangan kearah Clara dengan mengernyitkan keningnya "Hubungan? Ah...yang di apartemen? Bukannya sudah sepakat nggak ada apa-apa?"Clara mengrucutkan bibirnya mendengar pertanyaan Fandi dan juga eksprsi wajahnya "Memang aku nggak menarik? Lebih hot siapa?""Jangan buat pertanyaan kalau belum menjawab pertanyaan sebelumnya," ucap Fandi dengan nada tegasnya."Kita memang sepakat tidak ada hubungan, tapi aku penasaran saja kenapa milih dia bukan aku?" "No hard feeling."Clara menatap tidak percaya mendengar jawaban Fandi "Apa aku nggak menarik makanya akang...""Kamu menarik tapi aku nggak ada perasaan sama sekali, lagipula kita melakukan atas dasar suka sama suka." Fandi menjawabnya dengan nada santainya "Kamu nggak mengharapkan hubungan lebih, kan?" Fa
"Kegiatan magang mereka akan selesai?" Dona menatap Vivi yang menganggukkan kepalanya "Ayah nggak kasih sesuatu ke Fandi?""Aku nggak tahu, kamu tahu sendiri om nggak pernah terbuka kalau masalah perusahaan. Kamu tanya sendiri sama om masa aku yang tanya," ucap Vivi yang mendapatkan decapan pelan dari Dona "Om nggak akan ngapa-ngapain kamu juga.""Endi kasih tugas apaan?" Dona mengalihkan pembicaraan dengan memberikan tatatapan penasaran dengan tugas yang diberikan Endi pada Vivi, walaupun bukan pertama kali tetap saja penasaran."Misi rahasia." Vivi mengedipkan matanya "Jangan GR! Nggak ada kaitannya sama kamu."Dona mengangkat bahunya "Aku kenal mereka jadi nggak salah kalau penasaran."Pekerjaan yang Vivi berikan sangat menyita waktu, tidak ada istirahat yang didapat Dona dan semua itu membayar waktunya yang tidak datang. Banyak yang menganggap jika menjadi bagian keluarga Hadinata secara otomatis hidupnya akan senang, tidak sepenuhnya
"Aku tahu kok."Dona menatap tidak percaya dengan kalimat yang keluar dari bibir Fandi beserta ekspresi wajahnya yang tidak terlalu terkejut saat diberitahu jika semua itu adalah tes yang dilakukan ayahnya."Kamu harusnya menolak.""Buat apa? Nilaiku akan minus depan ayah dan keluargamu." Fandi memberikan jawaban dan reaksi santai "Anggap saja aku belajar bisnis."Dona melipat kedua tangannya di dada, memberikan tatapan lelah pada Fandi yang masih terlihat santai. Pertemuan dengan pemegang saham beberapa jam lalu dimana sebenarnya Fandi bisa mengatasinya dengan baik, Dona juga melihat ekspresi puas yang terpancar dari kedua orang tuanya."Aku nggak tahu akan di tes apalagi," ucap Fandi yang menarik perhatian Dona."Kamu harusnya nggak mengalami semua ini, kedua orang tuaku hanya takut aku..." Dona menundukkan kepalanya tidak bisa melanjutkan kalimatnya."Aku beneran nggak masalah, aku paham dengan apa yang orang tuamu la
"Apa maksudnya, Cla?" Fandi menahan emozi dihadapan Clara."Memang apa yang abang tanyakan?" "Nggak usah pura-pura! Kamu yang menempel di mading kantor, tidak hanya itu kamu juga yang menyebarkan tindakan kita. Apa yang kamu inginkan, Cla? Kita sudah sepakat untuk nggak pakai perasaan dan kamu bukan hanya melakukan sama aku saja. Please, Cla! Kita di luar negeri dimana semua serba bebas dan melakukan itu dianggap biasa saja." Fandi menatap malas pada Clara."Apa yang akang takutkan? Aku nggak yakin akang benar cinta sama dia, akang pasti hanya menginginkan sesuatu disana, bukan? Akang dekatin dia demi tujuan akang sendiri yang bahkan aku dan Gabriel nggak tahu apa." Clara menatap kesal pada Fandi."Sok tahu!" Fandi mengatakan dengan nada kesalnya "Kamu nggak tahu apa-apa tentang aku, Cla!" Clara terkesiap mendengar nada kesal dan tatapan tajam Fandi padanya, suasana hening menemani mereka dan tidak ada yang membuka suara sama sekali. Fa
"Kamu nggak papa? Baik-baik saja?" Fandi mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Dona "Tugas dari ayah sama Endi pasti membuat kamu lelah belum lagi ngerjain laporan magang."Fandi mengangguk paham "Aku nggak ada masalah sama apa yang ayah kamu lakukan selama masih berhubungan dengan pekerjaan.""Setelah itu kamu lulus? Balik ke kampus?" "Mungkin, memang kenapa? Aku belum memutuskan sama sekali." Fandi menatap Dona yang hanya diam memandang langit dari balkon kamarnya, beberapa hari ini Dona lebih banyak menghabiskan waktu di apartemennya dibanding miliknya sendiri. Dona beralasan ada Vivi disana, walaupun bagi Fandi bukan alasan yang masuk akal, bukan tidak senang hanya merasa ada sesuatu yang disembunyikan."Ada yang mau kamu bicarakan?" Fandi bertanya hati-hati.Tidak ada jawaban dari bibir Dona, pandangannya masih mengarah pada langit malam. Fandi yang menatap itu hanya bisa menghembuskan napas panjang dan lelah, tidak b