"Ada apa kamu kesini?" Fandi menatap Laras yang secara tiba-tiba datang ke rumah "Aku nggak akan bawa kamu masuk kedalam, jadi mau apa?"
"Aku bawa makanan buat kamu," jawab Laras tanpa bersalah sambil mengangkat tas yang dibawanya."Aku nggak butuh!"Fandi keluar dari rumah dan langsung melangkahkan kakinya menuju mobil yang biasa dipakai, tidak peduli dengan keberadaan Laras yang secara tiba-tiba sudah ada depan rumahnya."Mau apa kamu?" Fandi menatap tajam pada Laras."Aku buatkan makanan kesukaan kamu," jawab Laras dengan meletakkan tas diatas kursi penumpang."Kamu bisa pergi." Fandi membiarkan tindakan Laras dan membelalakkan matanya saat pintu disamping penumpang ditutup oleh Laras "APA YANG KAMU LAKUKAN?! SIAPA YANG MEMBERI IJIN KAMU MASUK KESINI?""Kamu nggak mau antar aku pulang? Aku udah capek-capek datang kesini bawain makanan juga." Laras seakan tidak peduli dengan nada kesal yang keluar dari Fandi "Mobil k"Ayah nggak mencurigakan sesuatu dari Fandi, kan?"Dona memberikan tatapan penuh selidik setelah mereka selesai makan malam dan bersantai di tempat biasanya, usia Dona sudah tidak muda lagi tapi tetap saja bermanja dengan kedua orang tuanya. "Memang Fandi ngapain?" Bima memberikan tatapan penuh rasa ingin tahu.Dona mengerucutkan bibirnya mendengar pertanyaan Bima "Biasanya ayah kalau sudah begini ada yang mau dibicarakan penting dan itu terkait sama pasangannya. Ayah sudah yakin sama Fandi?""Memang kamu nggak yakin?" Via bertanya sebelum Bima membuka mulutnya "Kalau nggak yakin ya sudah akhiri saja, bunda akan bicara sama mamanya Fandi dan membatalkan semuanya."Dona mengerucutkan bibirnya mendengar jawaban sang bunda "Aku tanya sama ayah, bunda malah kesana jalan pikirannya. Aku nggak akan melangkah kalau bunda sama ayah nggak setuju.""Sejauh ini ayah nggak ada masalah sama Fandi, ayah juga nggak melihat hal yang aneh." Bima
"Tempat di Bali gimana?" Fandi menatap sang mama yang sibuk mengatur undangan untuk dikirim ke teman-teman terdekatnya, pernikahannya diadakan di Bali dengan semua dibiayai oleh pihak Dona. Mereka tidak mengundang banyak orang dimana hanya mereka yang penting, lebih dari itu tidak karena baik Dona dan Fandi ingin sesuatu yang sakral dan juga kebersamaan dengan orang yang memang dikenal."Undangannya memang nggak bisa ditambah?" tanya sang mama lagi.Fandi tersenyum mendengarnya "Kalau nambah memang mama yang mau biayai semuanya?""Kenapa nggak terima amplop sih?" Hardian yang secara kebetulan datang membuka suaranya."Memang mereka orang penting?" Laras kali ini yang mengeluarkan suaranya dengan nada sedikit meremehkan."Kalau kita bisa menginap di hotel bintang lima dengan kamar family tanpa bayar alias gratis, kira-kira masuk orang penting?" Berry yang kali ini membuka suaranya dan Laras seketika diam "Undangan ini sudah lebih
"Aku nggak di undang?"Fandi mengangkat kepalanya, sedikit terkejut mendapati Retno dalam ruangannya. Perasaan tidak tenang menghampirinya, berdiri dan melangkahkan kakinya untuk memastikan sesuatu, tapi langkahnya terhenti saat Retno memegang lengannya dan menghentikan langkahnya."Mereka nggak ada yang tahu aku masuk sini," ucap Retno yang memberikan informasi pada Fandi."Tetap nggak benar, kita bicara di tempat lain." Fandi mengambil keputusan cepat."Apartemen?" Fandi seketika menggelengkan kepalanya "Rumah kamu?""Nggak akan!" Fandi menolak langsung "Cafe depan..."Retno mendudukkan tubuhnya di kursi depan meja Fandi tadi mengerjakan pekerjaannya, Fandi mengusap wajahnya kasar melihat apa yang Retno lakukan dan tahu apa yang diinginkannya."Bicara disini atau apartemen?" Retno memberikan pilihan yang semakin membuat Fandi pusing "Tinggal pilih!""Apartemen." Fandi mengambil keputusan gila dan mendapatkan s
"Bagaimana kabar ayah sama bunda?" tanya Fandi saat mendatangi apartemen Dona.Dona datang pagi tadi dan Fandi baru bisa bertemu sore ini, padatnya jadwal kerjanya membuat Fandi terlambat menemui calon istrinya. Menatap Dona yang sedikit berbeda dari pertemuan terakhir mereka beberapa hari lalu, sebenarnya Fandi tahu apa saja yang dilakukan termasuk perubahan pada anggota tubuh Dona, tapi tetap saja melihat secara langsung jelas berbeda."Bagaimana? Bagus nggak rambutnya?" tanya Dona menggerakkan rambutnya.Fandi memilih tidak menjawab, menarik tubuh Dona memberikan ciuman dalam yang pastinya langsung disambut Dona. Melingkarkan tangannya pada leher Fandi untuk memperdalam ciuman mereka, melepaskan ciuman setelah merasakan membutuhkan oksigen karena terlalu dalam."Seksi, buat aku horny." Fandi mengatakan tepat di telinga Dona sambil menggigitnya "Kamu nggak lagi halangan, kan?""Lakukan apa mau kamu," ucap Dona sambil mengedipkan matanya
"Sayang, ada Teh Laras ini." Dona sedikit teriak memanggil Fandi yang ada didalam rumah "Ada apa kesini? Ada perlu sama Fandi? Kang Hardian mana?" Dona menatap kearah belakang Laras yang tidak ada siapa-siapa."Kapan kamu datang? Kamu tinggal disini? Kalian belum menikah sudah tinggal satu atap?" Laras menatap Dona tidak suka dengan tidak menjawab pertanyaan yang diajukan Dona."Memang kenapa kalau Dona disini? Dona calon istriku, mau dia nginap atau nggak bukan urusan kamu." Fandi yang menanggapi kata-kata Laras dengan tangannya berada di pinggang Dona.Dona tersenyum tipis saat Fandi mencium pipinya, bisa terlihat dari ekor matanya jika Laras terkejut atas apa yang dilakukan Fandi pada Dona. Mengalihkan pandangan mencoba fokus pada Laras, tampak terlihat tas yang dibawa Laras dan tampaknya berisi sesuatu dan Dona tebak pastinya makanan."Teteh buat makanan untuk kita? Sayang sekali kita berdua udah sarapan, Kang Hardian makan yang teteh bawa ngg
"Berapa lama kalian melakukan hubungan gila ini?" Evan memberi kode agar memelankan suara "Hampir...lupa aku berapa lama."Fandi membelalakkan matanya mendengar jawaban Evan, mereka sedang berada di acara kampus untuk dosen-dosen. Mereka berdua tidak terlalu dekat, meskipun begitu sering diskusi banyak hal, ibarat kata mereka tidak pernah membahas hal pribadi termasuk hubungan dengan rekan sesama kerja."Kamu tahu darimana?" tanya Evan penasaran yang dijawab dengan senyuman oleh Fandi "Bukankah kamu akan menikah? Jangan bilang kamu sama...""Aku ingin mengakhiri semuanya," ucap Fandi langsung."Kenapa? Dia menuntut hubungan lebih?" Evan menatap penasaran yang hanya dijawab Fandi dengan menggelengkan kepalanya "Bagus itu!" Fandi membelalakkan matanya mendengar kata-kata Evan "Kamu pasti tahu hubungan yang lain?" Fandi mengerutkan keningnya "Kamu tahu siapa saja?""Bapak sama Bu Anggi dan Bu Tita sama Pras. Bagaimana bisa kalian..
"Orang tua kamu kapan datang?" Dona menatap tidak enak pada calon mertuanya "Ayah bilang sih lusa baru bisa pulang.""Kita ke Bali benaran naik pesawat pribadi?" tanya Berry meyakinkan yang diangguki Dona."Pasti mahal, memang nggak papa?" Marni menatap tidak enak."Ibu nggak perlu memikirkan itu, penting keluarga ibu dan bapak nyaman kami tenang." Dona meyakinkan Marni dengan membelai lengannya.Beberapa kali tidak sengaja tatapannya bertemu dengan Laras, pertemuan terakhir mereka di rumah dengan meminta Seno dan Hardian datang. Dona tidak tahu keputusan yang dibuat Hardian pada Laras, tidak bertanya karena memang tidak ingin tahu baginya itu adalah urusan rumah tangga mereka."Fandi acara apa di Lombok? Kamu kenapa nggak ikut?" Marni menatap Dona yang menghentikan lamunannya."Masalah kampus, bu. Aku nggak bisa ikut karena harus ngejar deadline sebelum cuti." Dona menjawab tidak enak."Loh...bukannya perusaha
"Mereka belum tahu kamu siapa?" Lucas menatap tidak percaya pada Dona yang hanya menganggukkan kepalanya "Kenapa nggak bilang saja?""Kejutan!" Dona mengatakan sambil merentangkan kedua tangannya."Nggak usah sok-sok kejutan," omel Endi yang membuat Dona mengerucutkan bibirnya "Fandi kapan balik?" "Sore ini, harusnya sih udah di bandara." Dona menatap jam di tangannya."Kamu bahagia?" Dona menatap dalam kearah Lucas yang langsung menganggukkan kepalanya "Aku harus memastikan kalian bahagia.""Aku nggak, bang?" Azka mendekati Lucas yang langsung menggelengkan kepalanya "Curang." Azka seketika protes."Kamu yang melepaskan kebahagiaanmu, malah memilih melepaskan Rena. Bodoh itu namanya! Cinta apaan?" Lucas berdecih keras kearah Azka yang hanya diam "Memang kamu terlalu cinta sama tu lekong? Kamu yakin cinta? Aku nggak yakin, waktu itu kamu bilang sama papi cinta Rena tapi malah pisah. Wulan hanya pelampiasanmu aja bukan cinta, kam