"Tempat di Bali gimana?"
Fandi menatap sang mama yang sibuk mengatur undangan untuk dikirim ke teman-teman terdekatnya, pernikahannya diadakan di Bali dengan semua dibiayai oleh pihak Dona. Mereka tidak mengundang banyak orang dimana hanya mereka yang penting, lebih dari itu tidak karena baik Dona dan Fandi ingin sesuatu yang sakral dan juga kebersamaan dengan orang yang memang dikenal."Undangannya memang nggak bisa ditambah?" tanya sang mama lagi.Fandi tersenyum mendengarnya "Kalau nambah memang mama yang mau biayai semuanya?""Kenapa nggak terima amplop sih?" Hardian yang secara kebetulan datang membuka suaranya."Memang mereka orang penting?" Laras kali ini yang mengeluarkan suaranya dengan nada sedikit meremehkan."Kalau kita bisa menginap di hotel bintang lima dengan kamar family tanpa bayar alias gratis, kira-kira masuk orang penting?" Berry yang kali ini membuka suaranya dan Laras seketika diam "Undangan ini sudah lebih"Aku nggak di undang?"Fandi mengangkat kepalanya, sedikit terkejut mendapati Retno dalam ruangannya. Perasaan tidak tenang menghampirinya, berdiri dan melangkahkan kakinya untuk memastikan sesuatu, tapi langkahnya terhenti saat Retno memegang lengannya dan menghentikan langkahnya."Mereka nggak ada yang tahu aku masuk sini," ucap Retno yang memberikan informasi pada Fandi."Tetap nggak benar, kita bicara di tempat lain." Fandi mengambil keputusan cepat."Apartemen?" Fandi seketika menggelengkan kepalanya "Rumah kamu?""Nggak akan!" Fandi menolak langsung "Cafe depan..."Retno mendudukkan tubuhnya di kursi depan meja Fandi tadi mengerjakan pekerjaannya, Fandi mengusap wajahnya kasar melihat apa yang Retno lakukan dan tahu apa yang diinginkannya."Bicara disini atau apartemen?" Retno memberikan pilihan yang semakin membuat Fandi pusing "Tinggal pilih!""Apartemen." Fandi mengambil keputusan gila dan mendapatkan s
"Bagaimana kabar ayah sama bunda?" tanya Fandi saat mendatangi apartemen Dona.Dona datang pagi tadi dan Fandi baru bisa bertemu sore ini, padatnya jadwal kerjanya membuat Fandi terlambat menemui calon istrinya. Menatap Dona yang sedikit berbeda dari pertemuan terakhir mereka beberapa hari lalu, sebenarnya Fandi tahu apa saja yang dilakukan termasuk perubahan pada anggota tubuh Dona, tapi tetap saja melihat secara langsung jelas berbeda."Bagaimana? Bagus nggak rambutnya?" tanya Dona menggerakkan rambutnya.Fandi memilih tidak menjawab, menarik tubuh Dona memberikan ciuman dalam yang pastinya langsung disambut Dona. Melingkarkan tangannya pada leher Fandi untuk memperdalam ciuman mereka, melepaskan ciuman setelah merasakan membutuhkan oksigen karena terlalu dalam."Seksi, buat aku horny." Fandi mengatakan tepat di telinga Dona sambil menggigitnya "Kamu nggak lagi halangan, kan?""Lakukan apa mau kamu," ucap Dona sambil mengedipkan matanya
"Sayang, ada Teh Laras ini." Dona sedikit teriak memanggil Fandi yang ada didalam rumah "Ada apa kesini? Ada perlu sama Fandi? Kang Hardian mana?" Dona menatap kearah belakang Laras yang tidak ada siapa-siapa."Kapan kamu datang? Kamu tinggal disini? Kalian belum menikah sudah tinggal satu atap?" Laras menatap Dona tidak suka dengan tidak menjawab pertanyaan yang diajukan Dona."Memang kenapa kalau Dona disini? Dona calon istriku, mau dia nginap atau nggak bukan urusan kamu." Fandi yang menanggapi kata-kata Laras dengan tangannya berada di pinggang Dona.Dona tersenyum tipis saat Fandi mencium pipinya, bisa terlihat dari ekor matanya jika Laras terkejut atas apa yang dilakukan Fandi pada Dona. Mengalihkan pandangan mencoba fokus pada Laras, tampak terlihat tas yang dibawa Laras dan tampaknya berisi sesuatu dan Dona tebak pastinya makanan."Teteh buat makanan untuk kita? Sayang sekali kita berdua udah sarapan, Kang Hardian makan yang teteh bawa ngg
"Berapa lama kalian melakukan hubungan gila ini?" Evan memberi kode agar memelankan suara "Hampir...lupa aku berapa lama."Fandi membelalakkan matanya mendengar jawaban Evan, mereka sedang berada di acara kampus untuk dosen-dosen. Mereka berdua tidak terlalu dekat, meskipun begitu sering diskusi banyak hal, ibarat kata mereka tidak pernah membahas hal pribadi termasuk hubungan dengan rekan sesama kerja."Kamu tahu darimana?" tanya Evan penasaran yang dijawab dengan senyuman oleh Fandi "Bukankah kamu akan menikah? Jangan bilang kamu sama...""Aku ingin mengakhiri semuanya," ucap Fandi langsung."Kenapa? Dia menuntut hubungan lebih?" Evan menatap penasaran yang hanya dijawab Fandi dengan menggelengkan kepalanya "Bagus itu!" Fandi membelalakkan matanya mendengar kata-kata Evan "Kamu pasti tahu hubungan yang lain?" Fandi mengerutkan keningnya "Kamu tahu siapa saja?""Bapak sama Bu Anggi dan Bu Tita sama Pras. Bagaimana bisa kalian..
"Orang tua kamu kapan datang?" Dona menatap tidak enak pada calon mertuanya "Ayah bilang sih lusa baru bisa pulang.""Kita ke Bali benaran naik pesawat pribadi?" tanya Berry meyakinkan yang diangguki Dona."Pasti mahal, memang nggak papa?" Marni menatap tidak enak."Ibu nggak perlu memikirkan itu, penting keluarga ibu dan bapak nyaman kami tenang." Dona meyakinkan Marni dengan membelai lengannya.Beberapa kali tidak sengaja tatapannya bertemu dengan Laras, pertemuan terakhir mereka di rumah dengan meminta Seno dan Hardian datang. Dona tidak tahu keputusan yang dibuat Hardian pada Laras, tidak bertanya karena memang tidak ingin tahu baginya itu adalah urusan rumah tangga mereka."Fandi acara apa di Lombok? Kamu kenapa nggak ikut?" Marni menatap Dona yang menghentikan lamunannya."Masalah kampus, bu. Aku nggak bisa ikut karena harus ngejar deadline sebelum cuti." Dona menjawab tidak enak."Loh...bukannya perusaha
"Mereka belum tahu kamu siapa?" Lucas menatap tidak percaya pada Dona yang hanya menganggukkan kepalanya "Kenapa nggak bilang saja?""Kejutan!" Dona mengatakan sambil merentangkan kedua tangannya."Nggak usah sok-sok kejutan," omel Endi yang membuat Dona mengerucutkan bibirnya "Fandi kapan balik?" "Sore ini, harusnya sih udah di bandara." Dona menatap jam di tangannya."Kamu bahagia?" Dona menatap dalam kearah Lucas yang langsung menganggukkan kepalanya "Aku harus memastikan kalian bahagia.""Aku nggak, bang?" Azka mendekati Lucas yang langsung menggelengkan kepalanya "Curang." Azka seketika protes."Kamu yang melepaskan kebahagiaanmu, malah memilih melepaskan Rena. Bodoh itu namanya! Cinta apaan?" Lucas berdecih keras kearah Azka yang hanya diam "Memang kamu terlalu cinta sama tu lekong? Kamu yakin cinta? Aku nggak yakin, waktu itu kamu bilang sama papi cinta Rena tapi malah pisah. Wulan hanya pelampiasanmu aja bukan cinta, kam
"Aku kecewa."Fandi mengangkat alisnya mendengar dua kata yang keluar dari bibir Retno, memilih tidak peduli dengan melanjutkan pekerjaannya menata pakaian. Acara sudah selesai dan akan kembali besok, tidak sabar untuk segera pulang agar bisa bertemu Dona. Mereka tampaknya banyak hal yang harus dibicarakan, tapi sebelum bertemu Dona ada baiknya bertemu dengan kedua kakaknya."Kamu dengarkan aku, nggak?" Retno mengeluarkan nada kesalnya."Kamu tinggal bilang, aku sendiri nggak peduli kamu kecewa." Fandi mengatakan tanpa menatap Retno "Aku tahu kamu kecewa dimana datang jauh-jauh kesini tapi aku nggak menyentuh kamu." Fandi mengalihkan pandangan kearah Retno dengan tatapan datar "Aku sudah mengatakan jika hubungan kita berakhir, sayangnya kamu nggak peduli dan masih menawarkan kehangatan.""Aku yakin kalau kamu akan membutuhkannya nanti!" Retno mengatakan dengan percaya diri.Fandi hanya bisa menggelengkan kepalanya "Tetaplah dengan pemikir
"Ahh...ahh..." Retno meremas rambut Fandi ketika melumat dan menjilati pentilnya, tangannya yang lain meremas bukit kembar miliknya. Perdebatan mereka diakhiri dengan kekalahan Fandi, pria yang memiliki gairah besar dan menahan selama beberapa hari akhirnya lepas juga. Retno tidak tinggal diam saat Fandi sibuk dengan bukit kembarnya, tangannya bergerak di milik Fandi dengan memberikan belaian lembut. Mulut Fandi beralih pada bagian perut Retno dan semakin turun ke bawah, melepaskan kain satu-satunya yang Retno pakai di tubuh yang akhirnya membuatnya telanjang. Fandi langsung membenamkan mulutnya di bagian bawah Retno, memainkan jemarinya disana dengan lidahnya yang semakin keras remasan pada rambutnya.Tubuh Retno mengejang sebagai tanda akan mencapai klimaksnya, gerakan jari dan lidah Fandi semakin cepat dan tidak lama kemudian Retno mengeluarkan cairannya yang langsung ditelan Fandi tanpa tersisa. Fandi beranjak dari bagian bawah Retno dengan melumat b