Masa lalu.... Siang hari di tahun ajaran baru semester genap itu begitu terik. Matahari seolah menyengat layaknya lebah, membuat siapa saja yang tidak terlalu berkepentingan untuk beraktivitas di luar lebih memilih untuk menetap di dalam ruangan. Begitu pun dengan seorang pemuda yang sibuk dengan buku tebal bertuliskan Fisika disampulnya. Pemuda itu tampak sibuk dengan kesendirian mengerjakan tumpukan fotokopi soal-soal olimpiade tahun lalu, namun sesekali saat jawaban yang dicari tidak berhasil ditemukan remaja itu akan mengacak rambutnya frustrasi dan menghela napas pelan. Keuntungan menjadi kandidat sekolah dalam olimpiade sains adalah bisa bebas di jam pelajaran dengan dalih bimbingan. Sama halnya dengan pemuda bername tag Jhonny tersebut, ia tak munafik untuk mengakui alasannya melakukan bimbingan hanyalah untuk menghindar dari pelajaran kimia. Siang yang panas dengan pelajaran kimia yang diajarkan oleh guru super fast yang terkadang tidak peduli anak didiknya memahami pelajar
Butuh beberapa detik untuk Jhonny sadar jika apa yang dilihat dengan mata yang sedari tadi tak berkedip bukan fatamorgana. Butuh beberapa menit untuk polisi itu sadar jika sedari tadi ada sesuatu yang terasa sesak dalam dadanya. Butuh beberapa saat juga untuk pria itu menyadari jika suara yang dikeluarkan sebelumnya terdengar bergetar. Dia tak tahu alasan logis apa untuk kondisinya saat ini, karena yang jelas gejala ini merupakan gejala-gejala yang terasa asing baginya. "Jessica, Jessica ini kamu, kan? Jessica. Ini benar kamu, kan?" "Iya, iya, iya, iya...." sang gadis dibalik tudung yang dipanggil Jessica menghela nafas sejenak. "Apa itu menjawab semuanya?" "Iya, kecuali satu." "Yes I am Jessica, Why?" balasnya dengan nada geram. Di tempatnya Jhonny tak bisa untuk menjawab pertanyaan gadis itu. Pria itu sendiri tak tahu kenapa dia harus bertingkah berlebihan seperti ini. Tangannya bahkan tanpa sadar sudah melepaskan tangan gadis itu yang sedar
Menurut beberapa sumber senyum itu ibadah. Berpedoman akan hal tersebut, dalam mengawali hari baru Jhonny senantiasa mengumbar senyum yang tiada surut. Sontak saja satu kantor yang melihat kejadian menggemparkan itu dibuat merinding. Pasalnya seorang Jhonny dikenal tak pernah tersenyum seperti itu. Boleh dibilang jika senyum yang diumbar sang AIPTU terkesan menyeramkan yang membuat siapa saja harus merasa waspada. Meski pria berseragam polisi yang dilapisi jaket kulit hitam itu tergolong pria berwajah rupawan. Nyatanya Jhonny yang bermuka datar masih lebih baik dari pada dengan senyum ala bulan sabitnya. Karena itu setiap orang yang berpapasan secara otomatis akan mengerutkan alis kebingungan. "Astaga...." Tak terkecuali dengan Sandy. Pemuda yang baru saja menyeruput kopi instannya harus menelan mendadak kala melihat sang ketua tim berlalu sambil menyapa plus senyum yang terasa mengerikan. Sandy yang kebingungan memintai jawaban kepada Tio rekannya yang kebetulan ten
"WHAT THE F*CKED HELL." umpat Jhonny spontan. Bahkan mulutnya masih terbuka dan matanya melotot lebar tak percaya akan apa yang di lihat. "K-kalian sedang apa?" "Oh, hai. " Jessica menyapa dengan nada santainya. Jhonny tak tahu siapa yang lebih aneh dan bodoh di sini. Sejenak dia masih tak percaya apa yang dilihatnya ialah sebuah kenyataan. Di mana di sana Jessica tengah memiting tangan Ajun di belakang punggung. Bahkan sesekali gadis itu menekan yang membuat Ajun harus sesekali meringis menahan kesakitan. "Aku hanya ingin menguji kemampuan seorang polisi." ujar Jessica lalu mendorong Ajun. Jhonny menangkap tubuh anggota timnya yang kini tengah meregangkan sebelah lengannya. Kesimpulan yang dibuat asumsinya ialah, Jessica yang terancam membela diri dari Ajun lalu memiting tangan pria itu. Sekali lagi, memang apa yang dilakukan pria dan wanita dalam satu ruangan. Ia tak
Satu kata, yaitu suram. Hanya kesuraman ditambah khawatir yang menyelimuti hati seorang pria yang disinyalir tengah kasmaran. Bisa dibilang ini pengalaman pertama baginya dan rasanya itu begitu membingungkan dan sulit untuk dijabarkan, ada rasa bahagia yang membuncah namun di saat bersamaan juga ada rasa takut yang menyelimuti. Sejujurnya Jhonny, si pria kasmaran sangat bahagia kala Jessica menyambut ajakannya. Namun kebahagiaan itu hanya bertahan beberapa menit saat sang polisi sadar akan apa yang hendak dihadapi. Mengingat dia belum memiliki rekam jejak dalam berinteraksi dengan seorang gadis. Di tambah permasalahan kesalahpahaman yang mengatakan Jessica calon istrinya tidak bisa dilupakan begitu saja. Jhonny sadar ia tak bisa membiarkan itu terus berlarut atau Jessica akan mundur teratur dengan sendirinya karena risih. Hingga siang menjelang, pria berpangkat AIPTU itu tak kunjung menemukan solusi dari kegundahannya. Di saat banyak po
Biasanya malam adalah saat yang di tunggu oleh sebagian besar orang. Terutama bagi mereka yang bekerja dan hidup di kota metropolitan. Karena bila malam tiba, itu adalah satu-satunya waktu yang dimiliki untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran dari padatnya rutinitas pekerjaan. Namun berbeda dengan sorang polisi yang tengah bermonolog sendiri di depan cermin. Jangankan bisa untuk bersantai, untuk memejamkan mata dan bernapas dengan benar saja rasanya sudah menyulitkan. Sedari tadi debaran jantungnya tiada henti bertalu-talu seolah mendramatisi semuanya, membuat suara yang di keluarkan menjadi bergetar dan terbata-bata. Jhonny polisi berpangkat AIPTU itu sadar, dia masih berdiri di depan cermin dan hanya menatap pantulan bayangan, belum ada Jessica di sana tapi kegugupan sudah menderanya sedemikian rupa. Entah bagaimana jadinya nanti jika dinner sudah benar-benar berlangsung. Bukan tidak mungkin jika nanti akan ada drama kehilangan
Hari berlalu begitu cepat. Tepat di hari Senin, Jhonny terlihat cerah dengan wajah tampannya. Demam Senin lesu tak berlaku baginya, mungkin orang lain masih terkena serangan weekend yang hanya sesaat, karena itu mereka tampak lesu di Senin pagi, jiwanya mungkin masih tertinggal rebahan di atas kasur. Tapi sekali lagi, polisi berpangkat AIPTU itu tak menampakkan raut lesu di wajahnya. Kejanggalan tak berhenti sampai di situ, senyum yang sedari tadi di umbar tak kunjung surut oleh waktu. Padahal tak ada apapun yang bisa memicu seseorang tersenyum di sana, bahkan kini mereka bisa di bilang berada di situasi yang cukup ekstrem di mana tengah melakukan misi pengintaian salah satu target pengedar sabu. "Pak, Anda baik-baik saja?" Sandy yang tak tahan buka suara mewakili rekan tim lainnya. Bukan tanpa alasan, dan bukan juga Sandy melarang seseorang tersenyum, hanya saja dia khawatir sang senior kerasukan atau apapun sejenisnya yang mem
Siang adalah waktu yang melelahkan, biasanya sebagian manusia mengalokasikan waktunya di siang hari untuk pergi makan dan beristirahat dari rutinitas pekerjaan. Walau sejenak, setidaknya mereka bisa melihat objek lain untuk dipandang dari pada hanya duduk kebosanan. Berbeda dengan Jhonny yang lebih menyukai berjibaku dengan berbagai kasus kejahatan, atau sibuk sendirian memecahkan kasus kriminal. Bahkan tak kurang, saking sulitnya mengajak pria itu untuk keluar makan siang, Tio, Fajar, juga Ajun sampai angkat tangan dalam mencari cara untuk membuat sang kepala tim keluar dari kandangnya. Namun itu dulu, sebelum sang AIPTU yang dengan mengejutkan membagikan sebuah undangan pernikahan. Bahkan kini polisi satu itu dengan riang berjalan tanpa beban dan mengatakan ingin makan siang bersama sang calon istri. Sebuah restoran yang masih berada di hotel yang sama menjadi tempat yang dipilih untuk m
Arti Hidup bagi anak yang tidak beruntung seperti Winda tiada beda artinya dengan penderitaan, itu karena dunia yang selalu bekerja cukup kejam tanpa memilih korban dengan latar belakang yang malang. Berjuang sebagai kakak sekaligus orang tua untuk sang adik membuat wanita itu harus terus men-sugesti diri untuk harus tetap bertahan. Namun pada satu titik gadis itu pernah benar-benar dibuat kehilangan akal sehat saat satu-satunya orang yang menjadi alasannya tetap bertahan harus merenggang nyawa di ranjang pesakitan. Segala hal sudah coba Winda lakukan untuk mengembalikan kesehatan sang adik, bahkan dia tak ragu untuk menghalalkan segala cara bahkan sekalipun itu mencuri hak milik orang.Antonio -sang kekasih- yang memiliki watak keras menjadi orang tidak beruntung karena harus kehilangan uang dalam jumlah besar dalam semalam. Winda sadar tindakannya bisa mengundang hal yang tidak dinginkan, namun gadis itu tidak menyangka bila dia bisa tertangkap basah secepat itu ditambah de
Cahaya lembayung senja menembus dinding kaca sebuah kamar hotel di lantai yang cukup tinggi, sementara itu seorang wanita baru saja keluar dari pintu dengan bathrobe yang masih dikenakan dan rambut yang terbalut handuk. Langkahnya melambat mencoba menikmati pemandangan senja di tengah padatnya gedung-gedung bangunan kota metropolitan, sinar yang menghiasi langit menciptakan gradasi indah saat berpadu dengan warna biru cerah dan awan yang indah. Namun tidak untuk waktu yang lama sosok tersebut menikmati keindahan karya ciptaan tuhan tersebut, perhatiannya harus teralihkan saat suara pintu yang diketuk dari luar begitu menyita perhatian.Seorang wanita muda dengan seragam staff hotel menjadi sosok dibalik ketukan pintu. “Maaf mengganggu waktunya, Bu. Saya diminta menyerahkan barang yang dititipkan untuk diserahkan kepada Bu Jessica.” Ungkap gadis itu lalu menyerahkan beberapa paper bag berisi barang-barang.Jessica hanya menganggukkan kepala sekilas dan mener
Semua rencana sudah tersusun rapi, dan Jhonny yakin anggota timnya dapat bekerja dengan optimal memerankan setiap penyamaran. Sekalipun tidak mengantongi identitas dari target yang mereka kejar, dia tidak bisa berdiam diri saat seorang bandar besar yang sering menyuplai narkotika berkemungkinan tengah melakukan pertemuan. Sudah sedari lama mereka mengincar sang bandar namun pergerakan yang dilakukan bahkan tidak bisa diendus oleh pihak kepolisian. Si Hantu merupakan satu-satunya pengedar yang diharapkan memiliki cukup informasi mengenai dari mana asal-usul barang haram tersebut datang, meski yang bisa mereka dapatkan hanya informasi rancu terkait keberadaan sang penyuplai.Tidak seperti ambisinya yang membara untuk menangkap sang pengedar, saat ini polisi tersebut justru harus menundukkan kepala menerima setiap umpatan dan sumpah serapah dari seorang pria berjas hitam karena mendapati bumper mobilnya hancur berantakan. Kerah seragam yang dikenakan bahkan sudah di cengkeram se
Sebagaimana perintah sang ketua tim yang memintanya untuk menyelidiki keberadaan pria mencurigakan yang dikawal beberapa orang, Ajun melaksanakan perintah tersebut dengan sigap. Sekalipun sang polisi yang tengah melakukan penyamaran sebagai staf keamanan tidak melihat orang yang dimaksud kepala timnya, namun Ajun tidak kehabisan akal untuk mencari jejak sosok tersebut melalui rekaman CCTV. Ruang kendali keamanan tampak senggang dengan hanya diisi seorang pria sebelum Ajun ikut bergabung di dalamnya dan menyapa.“Malam, Bang.” Sapa sang polisi ramah.“Hah? Oh malam. Elo…?”“Saya Ajun, pegawai baru di sini.” Ucap pemuda itu memperkenalkan diri.“Gue Septa, semoga betah kerja disini ya.” balas sang pria menyambut jabat tangan. “Omong-omong ada urusan apa ke sini?”“Saya dapat keluhan perihal orang mencurigakan, jadi diminta buat lihat CCTV.”“Oh, ya? Perasaan d
Hidup dengan golden spon sejak lahir membuat Tio terbiasa dengan kebiasaan kehidupan mewah, ada saat dalam fase hidupnya dimana Tio menjadi sosok yang menyebalkan dengan mengagungkan uang dan ketenaran di atas segala-gala hal. Hingga di satu titik pemuda itu menemukan titik pencerahan yang membuatnya berubah menjadi pemuda bertanggung jawab dan tentunya tampan. Entah berkah atau kesialan, Tio yang sibuk mengantarkan minuman ke berbagai orang dengan mata yang sibuk melakukan pengawasan tanpa sengaja menemukan satu sosok yang menjadi penyebab seorang Tio remaja berubah hingga jadi seperti sekarang. Anatasya, entah apa yang gadis itu lakukan di tempat seperti ini dengan seragam yang sama dengan yang tengah Tio kenakan. Sekalipun ada pepatah jodoh tidak akan ke mana dan pakaian mereka yang terkesan couple sekalipun tanpa terencana, hanya saja Tio tetap tidak menyukai melihat gadis itu harus sibuk bersusah payah mengantarkan minuman dan camilan sebagai pramusaji. Tio bersyukur bisa dipert
Suara ketukan di pintu sukses membuat seorang di dalam ruangan langsung menunjukkan sosoknya dengan membuka pintu tersebut lebar-lebar. Senyum formalitas sudah terpatri dari seorang pria yang memakai seragam hotel untuk menyapa tamu yang tengah menginap di kamar tersebut. “Selamat malam, saya dari pihak pelayanan kamar menerima keluhan mengenai air panas shower kamar mandi yang tidak berfungsi?” tanya pria itu sopan. “Iya, Mas. Tolong segera diperbaiki, ya.” Sandy yang tengah melakukan penyamaran hanya mengangguk pelan, pemuda itu segera bergegas melakukan tugasnya setelah dipersilakan. Kamar hotel yang hanya ditinggali seorang wanita tanpa adanya tanda-tanda sosok lain, kerapian yang terjaga membuat Sandy lebih gampang melakukan pemindaian hingga mencapai satu kesimpulan bila kamar tersebut tidak terdapat aktivitas pengedaran narkoba. Tidak menunggu lebih lama, Sandy segera memeriksa sumber masalah yan membuat penghuni kamar tersebut menyampaikan keluhan. Tidak butuh usaha ekstra
Hari itu aktivitas di sebuah hotel dipusat kota tampak lebih sibuk dengan para staff-nya yang sibuk menyelesaikan pekerjaan untuk mempersiapkan sebuah acara perusahaan yang akan di helat di aula hotel tersebut. Di antara kesibukan para pegawai, seorang wanita yang barus saja turun dari taksi menyeret kopernya menuju meja resepsionis. Sapaan hangat dan keramahan didapatkan saat wanita tersebut berniat memesan kamar, namun tidak seperti pertanyaan standar seorang resepsionis yang melayani customer, gadis yang berjaga di belakang meja tersebut sedikit penasaran melihat salah satu atasan mereka berniat menginap dengan membawa koper besar. Jessica, sekalipun wanita itu mencoba mengelabuhi pegawai yang bekerja di tempat yang sama hanya dengan mengenakan kacamata besar yang membingkai matanya, lirikan penasaran yang di dapatkan sejak melangkahkan kaki ke lobby hotel sudah cukup untuk menjelaskan bahwa penyamarannya masih kurang. Namun menyamar dan menutupi identitas bukanlah tujuan utama, wa
Pukul tujuh malam, hampir empat jam dia habiskan dengan terjebak bersama para suami di komplek Indah Permai. Empat jam yang seharusnya bisa dipakai dengan lebih baik dari pada sekedar mengobrol dengan topik mengeluhkan tingkah dari para istri yang kerap di luar nalar. Beruntungnya kebanyakan para istri yang juga ikut untuk menjenguk sudah lebih dulu pamit pulang, begitupun dengan Jessica yang tega meninggalkannya sendirian dan terjebak dengan para suami yang bergosip. “Baru pulang?” Memasuki ruang tengah, sebuah suara terdengar menyapa dengan kalimat pertanyaan retoris. Entahlah, sekalipun Jhonny tidak menyukai berbasa-basi dan menjawab pertanyaan yang sudah jelas jawabannya, hanya saja dia tetap menyukai saat Jessica yang bertanya. “Hmm…” balasnya bergumam dan memilih untuk duduk di sofa panjang. “Home sweet home. Memang nggak ada yang lebih nyaman dari rumah sendiri.” Melepas penat dengan bersantai sejenak membuat sang polisi tanpa sadar hampir terlelap dalam bunga tidur, sampai
Manusia tidak bisa lepas dari kodratnya sebagai makhluk sosial, begitupun dengan Jhonny dan Jessica yang harus hidup membaur dan bersosialisasi dengan para tetangga yang juga tinggal di komplek yang sama. Komplek Indah Permai merupakan sebuah komplek perumahan di pinggir kota dengan para penghuninya yang memiliki berbagai macam karakter berbeda. Seperti yang sudah dijanjikan pada Jessica dengan menyanggupi permintaan sang istri untuk menjemput pulang, dengan wajah riang Jhonny bahkan tidak ragu untuk segera pulang tanpa menghiraukan sorot heran yang ditunjukkan beberapa orang. Beberapa sapaan dari rekan yang kebetulan berpapasan bahkan hanya dibalas sambil lalu oleh polisi itu. Sore itu terasa lebih istimewa dari pada hari lainnya, kerisauan tidak berdasar yang selama ini terus memenuhi pikirannya mengenai kemandirian Jessica yang berlebihan sedikit menemukan titik pencerahan. Mungkin sedari awal tidak pernah ada riak yang mengguncang rumah tangganya yang damai seperti danau, karena t