/ Romansa / Beauty and The Mafia / 6. Budak Seksual

공유

6. Budak Seksual

작가: Laquisha Bay
last update 최신 업데이트: 2024-10-29 19:42:56

“Apa maksudmu?”

“Maksudku adalah aku menginginkanmu.”

Rosetta mendadak membeku di bawah tatapan Marco yang memindai wajahnya dengan kerlingan penuh hasrat. Aksi yang sukses membuat punggungnya kembali gemetar tanpa sanggup dia kendalikan lagi. ‘Apa-apaan itu? Menginginkanku?’ batinnya.

“Apa kau sadar dengan ucapanmu?”

“Tentu saja, Rosetta.”

Rosetta. Ada sesuatu yang membuat Marco mendadak menyukai cara lidahnya menggeliat mengeja nama itu di langit-langit mulutnya. Sesuatu yang membuat degup jantung pria itu bekerja lebih cepat. Sesuatu yang menciptakan sensasi asing lain di dadanya.

“Menginginkanku sebagai budak seksualmu? Kau orang yang sangat menjijikkan!”

“Budak seksual? Aku hanya ingin menyanderamu sampai wanita kurang ajar itu muncul di depanku.”

“Apa hubunganku dengan pencuri itu? Mengapa aku harus menjadi tawanan karenanya?”

Marco menyipitkan mata—menyoroti wajah Rosetta, lantas menyahut, “Karena dia saudari kembarmu. Apa aku benar?”

Rosetta membeku sekali lagi. Dia langsung teringat pada Caritta Alighieri—kakak kembarnya. Mereka memang terlahir sebagai bayi kembar identik dua puluh tahun lalu di Magnolia Springs—salah satu kota kecil yang indah di negara bagian Alabama, Amerika Serikat. 

Tragedi kemudian terjadi pada usia mereka yang masih remaja. Orang tua kandung mereka tewas seketika dalam insiden kebakaran di pabrik roti milik keluarganya. Sejak itu, hubungan Caritta-Rosetta menjadi renggang hingga akhirnya setelah mereka lulus SMU pun pergi dari sana untuk menempuh jalan masing-masing. 

Rosetta pindah ke Puglia—melanjutkan hidup—mengharapkan nasib yang dia pikir akan berubah menjadi lebih baik. Namun, dia justru terseret dalam kasus yang dibuat oleh Caritta hanya gara-gara kemiripan wajah di antara mereka. Berapa banyak lagi mimpi buruk yang tersisa untuk dia jalani?

“A-apa kau bertemu dengan Caritta? Apa dia ada di Puglia?”

“Caritta? Itukah nama aslinya?”

“Aku memang punya saudari kembar, tetapi sudah lama sekali aku tidak pernah tahu mengenai kabarnya. Apa dia baik-baik saja?”

Marco menelengkan kepalanya ke arah Rosetta yang sedang memandangi dirinya dengan sorot mata ingin tahu. Dia mendengus sesaat sebelum membalas, “Ha. Itu pertanyaan yang konyol. Jika dia baik-baik saja, maka dia tidak akan mengambil kalungku kemarin malam.”

“Mengapa dia mencuri?” gumam Rosetta yang merasa cemas dengan keadaan Caritta.

“Orang-orang menjadi serakah pada harta yang tergeletak tepat di hadapan mereka. Itu merupakan sesuatu yang biasa terjadi.”

“Caritta tidak pernah melakukan—”

“Bukankah kalian terpisah dalam waktu yang cukup lama? Apa kau tahu persis yang dia jumpai di luar sana? Dia bisa jadi terjerat dalam masalah utang-piutang atau mungkin juga memang hanya suka lancang pada barang-barang milik orang lain.”

“Aku tahu Caritta. Dia tidak akan pernah lancang. Itu sama sekali bukan sifatnya.”

Marco mengumbar tawa hambarnya, lantas menanggapi, “Kau harus bergaul dalam lingkaran yang jauh lebih luas, Rosetta. Waktu berganti, hari pun juga menghilang bersamanya. Sama dengan orang-orang yang sempat kau pikir ‘baik’ di matamu. Kau akan terkejut saat menemukan saudari manismu telah berubah menjadi sosok yang belum pernah kau bayangkan sebelumnya.”

“Apa kau pernah mendengar pepatah yang mengatakan bahwa ‘setiap orang punya sisi jelek yang tengah tertidur di dalam dirinya’? Aku sudah menjumpai ratusan orang yang serupa dan asal kau tahu saja, dunia tidak menyisakan tempat untuk wanita naif sepertimu,” lanjutnya lagi.

“Jaga bicaramu, Tuan Botticelli. Aku yakin Caritta tidak seburuk yang kau pikir.”

“Kita akan melihatnya segera.”

“Segera?”

“Para bawahanku sedang mencari Caritta sekarang dan kalian akan merayakan reuni keluarga sebentar lagi. Bukankah itu menarik?”

“Tung-tunggu. Bagaimana kalian saling mengenal?”

Seringai Marco spontan terbit di sudut bibirnya. Dia lagi-lagi mendengus dan menjawab, “Ha. Apa kau juga tidak tahu tentang profesinya yang membanggakan itu? Dia pelacur yang aku sewa. Aku juga membayarnya dengan dolar yang tidak sedikit.”

“Pe-pelacur?”

Rasa sesak serta-merta datang menghantam sistem pernafasan Rosetta. Informasi itu membuat lehernya refleks tercekik oleh kenyataan yang baru saja dia dengar dari Marco. Sejak kapan Caritta bersedia merendahkan harga dirinya dan menjadi wanita bayaran?

Seluruh perasaan gamang yang menyertai hati Rosetta seperti teka-teki. Dia ingin mengetahui alasan Caritta yang memilih untuk menerjunkan dirinya dalam dunia prostitusi sekaligus ingin bersua kembali sebagai satu keluarga. Namun, dia juga enggan membiarkan saudari kembarnya itu terperangkap dalam jerat yang sama.

Rosetta ingin melindungi Caritta dari pria keji seperti Marco, tetapi bagaimana caranya? Dia mencoba memikirkan rencana lain dan mengatur siasat untuk menyelamatkan Caritta. Sebelum ide-ide itu sempat mengalir, Marco justru melemparkan sikat punggung yang tergantung di sampingnya ke pangkuan Rosetta.

“Apa—oh, mengapa kau—”

“Tutup mulutmu dan mandikan aku juga.”

Rosetta sontak terperangah sambil memandangi Marco yang melangkah ke dekat bathub dengan tatapan syok. Pria itu menanggalkan semua pakaiannya dan memasuki bak bergaya vintage dengan empat kaki tersebut tanpa menunggu lama. Ekor matanya melirik pada Rosetta yang seketika membuang muka.

“Mengapa kau memalingkan wajah? Bukankah kau juga sudah melihatnya tadi?”

“A-aku—”

“Cepatlah, aku tidak punya waktu untuk tertahan bersamamu lebih lama. Ada pekerjaan yang harus kuurus di Napoli.”

Rosetta berusaha menggerakkan sepasang kakinya untuk melangkah, tetapi dia kelewat keras kepala untuk melakukannya. Apa yang Marco pikirkan? Menggosok punggung pria yang baru saja melecehkannya dan menuruti perintah mafia itu tanpa berani menolak?

“Se-ka-rang,” tekannya lagi sambil menoleh pada Rosetta yang belum juga beranjak dari posisinya.

“Aku tidak ingin melakukannya.”

Marco menyandarkan kedua lengannya di pinggiran bathub, kemudian beralih mengeraskan tatapan—memandangi botol-botol sabun yang terjejer rapi dengan sorot mata kaku. Normalnya, emosi pria itu akan meledak dalam sekejap. Namun, raut wajah Rosetta yang tampak rapuh di ujung sana membuat segenap amarahnya otomatis tersingkir ke tepi.

“Keluarlah dan pergi tidur. Kita akan bertemu kembali minggu depan,” pinta Marco yang masih berjuang mengontrol letupan kecil di balik dadanya.

‘Itu saja? Keluar dan tidur?’ batin Rosetta. Dia tercengang pada tingkah Marco yang berubah menjadi ganjil. Wanita itu sempat mengira bahwa Marco akan mengamuk atau mengeksekusinya di hadapan kandang lagi.

Rosetta beruntung sebab dugaannya salah. Marco justru membiarkannya istirahat dan akan membuat hari-harinya jauh lebih tenang selama perjalanan bisnis itu masih berlangsung sampai kira-kira minggu berikutnya. Dia akan memikirkan cara untuk mengamankan Caritta sekaligus melarikan diri nanti.

“Ada apa?”

Rosetta tersentak dari lamunannya, lantas pria itu lagi-lagi meneruskan, “Mengapa kau masih berdiri di sana? Pergilah sebelum aku berubah pikiran dan menarikmu untuk berendam ke dalam bak bersamaku.”

Rosetta pun serta-merta berbalik dan meninggalkan Marco yang menonton punggung wanita itu menghilang dari pandangannya. Senyum Marco seketika terurai samar—menyadari ada sesuatu yang janggal tersemai di antara mereka, kemudian mencoba abai. Komitmen bukan prioritas baginya.

Belum.

Hanya tinggal menunggu waktu hingga cinta membuat mereka saling terikat di bawah lingkup takdir. Membutuhkan satu sama lain seperti Marco yang perlu oksigen agar dapat bernapas dengan lega dan Rosetta yang perlu matahari untuk hidup. Namun, apa segala sesuatunya akan berjalan lancar dan ‘selamanya’ akan berlaku bagi setiap orang?

***

관련 챕터

  • Beauty and The Mafia   7. Sadisme

    “Aku harus pergi dari Puglia secepatnya sebelum orang-orang Tuan Botticelli menangkapku,” gumam Caritta sambil mengemasi barang-barangnya ke dalam koper.“Aku akan menjual kalung curiannya ke Tuan Salvoni nanti malam. Uang itu akan kupakai untuk pulang ke Magnolia Springs,” celotehnya lagi.Telepon seluler milik Caritta yang ada di atas ranjang mendadak berdering dan membuat pekerjaannya terhenti untuk sementara. Dia meraup benda elektronik keluaran terbaru itu dengan penuh semangat. Bukti bahwa suasana hatinya sedang baik.“Nyonya Carfagna?”“Leah? Sayang? Di mana kau?” sapa sang wanita dengan dialek selatannya itu.  “Aku ada di Hotel Firenze. Aku akan kembali ke kota kelahiranku lusa. Ada apa?” sahut Caritta yang kemudian mengempaskan pantatnya ke kursi lincak—bangku panjang yang terbuat dari bahan bambu dengan susunan bilah berongga pada bagian sandaran—di dekat jendela.“Aku membawa berita yang

  • Beauty and The Mafia   8. Klaim

    “Terima kasih,” ucap Rosetta pada seorang pelayan yang baru saja mengantarkan senampan penuh sajian khas kawasan utara tersebut untuknya.Remaja tanggung itu langsung meletakkan semuanya di atas meja yang ada di samping ranjang. Dia bekerja dengan cekatan, tetapi hati-hati. Rambut pendeknya disisir rapi—memakai bando warna abu-abu yang selaras dengan corak pada seragam ala maid yang sedang dia kenakan—dalam potongan sebahu.Kepala pelayan muda itu hanya mengangguk pada Rosetta tanpa menyahut atau terlihat ingin mengucapkan basa-basi pagi pada majikan barunya. Dia mundur beberapa langkah sebelum Rosetta sempat mengintip menu yang tersedia di sana. Senyumnya yang samar terbit dan lagi-lagi mengangguk dengan sopan.“Tung-tunggu, Nona—um, Nona Sanzio?” tahan Rosetta sambil membaca tanda pengenal yang tersemat di dada sebelah kiri si pelayan. “Aku ingin menanyakan sesuatu padamu.”“Tinggallah sebentar,” pintanya lagi.

  • Beauty and The Mafia   9. Dirantai Seperti Anjing

    “Masuklah. Tuan Pacciardi sedang menunggu Anda,” sapa seorang penjaga yang baru saja mempersilakan Caritta masuk ke dalam kawasan megah hunian milik keluarga politisi itu.“Terima kasih,” sahut Caritta sambil menganggukkan kepala, lantas melenggang dengan rasa gugup hebat yang memadati dadanya.Area itu sangat luas dan dilengkapi dengan material elite yang fantastis di setiap sudutnya. Sesuatu yang akan membuat siapa saja berdecak kagum pada pencapaian luar biasa yang sang senator hasilkan hanya dalam kurun waktu yang singkat. Sesuatu yang juga mampu membuat Caritta terperangah takjub dengan keadaan di sekelilingnya.“Apa Anda yang bernama Leah?” tegur seseorang yang lain. “Eh? Aku—um, ya, aku Leah.”Pelayan wanita yang berkucir kuda itu melemparkan senyum sesaat sebelum melanjutkan, “Mari, saya antarkan ke sana.”Caritta lagi-lagi mengangguk tanpa mengedipkan mata—memandang lekat-lekat pada penampi

  • Beauty and The Mafia   10. "Tidurlah denganku, Rosetta."

    “Maaf tentang tadi. Aku memang suka bercanda.”Pria misterius itu kemudian menyunggingkan senyumnya yang menawan dan menuangkan teh bunga krisan lewat teko jenis kaca tersebut ke dalam cawan milik Rosetta. Aroma khusus seketika menguar mengundang rasa ingin tahunya terbit untuk mencicipi minuman. Dia pun mengintip di antara kepulan asap yang meliuk tanpa henti.“Apa kau pernah mencoba teh khas Cina sebelumnya?” sambungnya lagi.“Belum,” gumam Rosetta yang balas memandang ke arah pria di hadapannya dengan sorot mata kagum.“Cobalah sekarang. Kau akan terkejut dengan cita rasanya yang sangat lain.”Rosetta menurut—mengangkat wadah yang terbuat dari bahan keramik tersebut ke mulutnya, lantas menyesap dengan hati-hati. Sensasi baru itu serta-merta melapisi seluruh indra pengecapnya dan membuat dia takjub pada sensasi yang ditawarkan. Ringan, tetapi manis.“Bagaimana menurutmu?”“Enak.”

  • Beauty and The Mafia   11. Lebur Dalam Hasrat

    “Bukankah aku baru saja mengatakannya padamu? Dia milikku. Aku tidak terbiasa untuk membagi sesuatu yang kupunya dengan orang lain,” desis Marco yang kemudian menggertakkan giginya.Seringai yang sarat akan ejekan itu seketika muncul di sudut bibir Ludovic. Dia menelengkan kepalanya sedikit, lantas menyipitkan mata. Pandangan pria tersebut terkunci hanya pada Marco yang sedang menyembunyikan sepasang kepalan tangannya di dalam saku mantel kardigan polosnya.“Tidak ada yang terjadi. Kami hanya mengobrol. Kau boleh membawa Rosetta pergi,” balas Ludovic yang justru memilih untuk mengalah.“Aku tidak ingin ikut dengannya,” tolak Rosetta yang serta-merta membangkitkan emosi Marco.“Kau harus kembali ke dalam kamarmu sekarang,” perintah Marco yang membuat nada penekanan di bagian akhir kalimat.“Aku belum menghabiskan minumanku,” kilah Rosetta yang mencari alasan agar tetap tinggal.“Don’t cross my line or

  • Beauty and The Mafia   12. Kapal Pesiar

    “Bagaimana kabar wanita kurang ajar itu? Di mana dia sekarang?”Giuseppe pun menoleh pada rekannya sesaat sebelum menjawab sang pemimpin. Dia menelan air ludahnya dengan susah payah, lantas menyahut, “Er—kami kehilangan jejaknya, Tuan Botticelli.”“Kehilangan jejak?” desis Marco yang siap untuk meluapkan emosinya di hadapan mereka.“Kami hanya mampu melacaknya hingga ke daerah timur. Dia terlihat sedang memasuki Hotel Firenze lusa kemarin, tetapi kami tidak menemukan keberadaannya lagi sejak sore.”“Sial!” maki Marco yang kemudian menendang salah satu kaki meja dan membuat benda itu terbalik dengan keadaan patah.“Apa kalian tidak mampu melakukan sesuatu dengan benar? Apa kalian tidak malu menyebut diri kalian mafia?” jeritnya lagi sambil menudingkan jari telunjuknya pada wajah mereka.“Maafkan kami, Tuan Botticelli. Kami mengaku salah,” balas sepuluh orang itu dengan serentak. “Maaf?

  • Beauty and The Mafia   13. Naga dan Phoenix

    “Tamu Tuan Salvoni?” tanya salah satu penjaga yang memegang senjata api berlaras panjang itu dengan tatapan penuh selidik.“Aku Caritta. Dia mengenalku. Aku punya janji temu untuk sebuah bisnis kecil bersamanya.”“Baiklah. Berdiri dengan tegap dan angkat kedua tanganmu ke atas. Kami akan memeriksa tubuhmu sebelum masuk,” pinta pria berhidung besar itu.Dua orang penjaga lain pun mengulum senyum mereka sesaat setelah menonton jemari rekannya menggerayangi punggung Caritta. Sentuhan itu kemudian merendah menuruni bagian pinggul dan membuatnya terkesiap oleh rasa syok. Menerbitkan ambisinya untuk menampar wajah pria kurang ajar tersebut dengan keras.“Percayalah padaku. Aku tidak membawa benda apa pun yang berbahaya,” desis Caritta sambil mengetatkan rahangnya.“Kita tidak pernah tahu barang-barang yang mampu disembunyikan di balik rok rimpelmu, bukan? Jadi, biarkan aku mengintipnya sedikit agar—”“Dasa

  • Beauty and The Mafia   14. Gairah yang Terkurung

    “Mengapa aku harus mengepak barang-barangku ke dalam koper?”“Karena kau akan berada di atas laut selama dua hari.”Rosetta langsung meletakkan garpu miliknya dan memandangi Marco yang masih mengiris steiknya dengan sikap tenang. Dia berdeham-deham meminta perhatian dari pria itu, lantas memberi kode jelaskan-padaku-sekarang dengan sorot matanya. Namun, Marco memilih untuk mengabaikan isyarat tersebut.“Apa maksudmu di atas laut?”“Kau cukup vokal untuk menyuarakan rasa penasaran dalam kepalamu,” komentar Marco sambil memasukkan potongan besar daging sapinya ke dalam mulut.“Yang benar saja, Marco. Apa aku tidak boleh memprotesmu? Maksudku, kau mendadak menyuruhku untuk bersiap-siap dan mengangkut koper. Itu—”“Aku akan mengajakmu berlayar dengan kapal pesiar. Apa kau puas?”Rosetta seketika tercengang selepas mendengar ucapan Marco yang dia anggap hanya sebagai lelucon. ‘Demi apa pun, pria yang ada di hadapanku sangat semena-mena!’ batinnya. Wanita

최신 챕터

  • Beauty and The Mafia   Bab Ekstra - Lembar Masa Depan

    Rosetta spontan menghapus air matanya dengan terburu-buru. Ludovic yang melihat aksinya kemudian menahan kedua pergelangan tangan Rosetta dan menggeleng lembut. Seringai samar tergambar di sudut bibirnya sebelum berujar, “Tidak ada yang salah dengan kesedihanmu, Sayang. Kita semua memang merasa kehilangan.”“Maaf—”“You don’t have to be sorry,” potong pria itu.“Aku tidak bermaksud untuk membandingkanmu dengan Marco. Aku hanya... hanya... menghibur diri dari luka yang masih belum sembuh sepenuhnya.”“Aku tahu itu,” desah Ludovic yang merangkul pinggang Rosetta ke sisi tubuhnya.“Aku tidak mendengarmu datang,” kata Rosetta selepas berhasil menguasai emosinya lagi dan jejak air mata di wajahnya mengering.Ludovic beralih mengulurkan kedua tangannya pada tubuh kecil Beatrice dan mendekapnya dalam gendongan, lantas menjawab, “Aku naik taksi kemari. Taleo sedang sibuk membantuku mengawasi pabrik. Lagi pula, aku juga ingin mengunjungi kakakku sesekali.”“Beatrice baru saja menaruh buket bun

  • Beauty and The Mafia   Bab Ekstra - "Aku merindukanmu sebanyak aku membencimu."

    Seorang wanita dalam balutan jumpsuit nuansa hitam dan sepatu berhak rendah model pointed-toe pump yang senada itu baru saja turun dari mobil. Benda yang ditentengnya adalah dua buket bunga forget me not. Diletakkan dengan hati-hati pada sebuah keranjang bambu yang dihadiahkan seseorang padanya kemarin sore.Punggungnya berbalik cepat, mengulurkan kedua tangannya ke arah jok, lantas menggendong tubuh bocah kecil yang sedang menggenggam sebuah bola plastik di tangan kirinya tersebut. Bibir menggemaskan itu tertawa sewaktu ibunya mengecup ringan salah satu pipinya selepas dia dirangkul erat dalam gendongan. Sepasang iris biru lautnya kemudian mengerjap-ngerjap melihat ke sekeliling yang terasa asing baginya.“Apa kau menyukainya, Sayang? Memang bukan pemandangan yang biasa kau lihat, tetapi Mom janji kau akan menikmatinya. Tempatnya sangat rindang dan nyaman untuk kau bertemu dengan Dad,” katanya sambil menyelipkan sehelai rambut cokelatnya yang berkibar ditiup angin ke daun telinga kan

  • Beauty and The Mafia   60. Permainan Ular Tangga

    “Segelas martini dingin di sore yang cerah merupakan sesuatu yang sempurna untuk menutup hari, bukan?” ucap Ludovic yang mengerling pada Taleo sambil mengangkat gelas miliknya ke atas.“Tentu saja, Tuan Muda.”“Bersulang?” tawar pria itu lagi dan mendekatkan bibir gelasnya pada bibir gelas Taleo.Taleo mengangguk mengiyakan dengan senyum samar yang menghiasi wajahnya. Dia memajukan gelas dan bunyi denting sontak saling beradu di udara. Kedua alisnya terangkat membentuk ekspresi setuju.“Untuk hidup yang lebih baik ke depannya,” harap Ludovic yang kemudian terkekeh menertawakan kalimatnya sendiri.“Dan kebahagiaan bagi Tuan Muda,” tambah Taleo yang menelengkan kepalanya.Ludovic menyesap martininya dengan hati-hati. Dua butir buah zaitun yang mengendap di dasar gelas pun menggelinding naik ke permukaan. Berlomba-lomba mendekati mulut pria itu dan menyumpalnya lewat gravitasi yang berubah oleh sisi gelas yang condong.“Rasanya nikmat sekali seperti dosa,” desah Ludovic selepas menyeka b

  • Beauty and The Mafia   59. Janji yang Diingkari

    Sebelum Rosetta sempat mencerna maksud dari ucapan Marco, pria itu sudah membuka pintu mobil dan membantingnya dengan kasar. Para bawahannya maju lebih dahulu, memasang benteng perlindungan bagi tuannya, lantas mengacungkan senjata laras panjang di tangan mereka pada kelompok Salvoni.Rosetta yang gemetar dan putus asa di dalam Mercedes-Benz berbodi tangguh itu menutup mulutnya sendiri. Membungkam kesiapnya sebelum berubah menjadi jerit ngeri yang akan melenyapkan pita suaranya. Berjuang menekan ketegangan yang menari di sekeliling mereka ke lapisan paling dasar.Ketenangan yang didambakan Rosetta kembali menjauh dari jangkauan. Segala sesuatunya mengabur dari pandangan dan memaksa Rosetta untuk bergerak atau dia akan terperangkap tanpa proteksi. Dia kemudian berlindung ke balik jok kemudi, menarik sebuah kotak kayu yang ada di bawahnya dan mengambil sebuah pistol bermetode dual action yang tersimpan di dalam sana.Jemari Rosetta meraih benda itu dengan hawa dingin yang seketika melun

  • Beauty and The Mafia   58. Identitas Mayat

    Langit terasa runtuh menimpa Rosetta selepas dia sadar siang itu. Pandangannya kemudian memindai ke seantero kamar. Ada seorang dokter pribadi yang sudah dia kenal dengan baik sedang merawatnya. Pria berkacamata minus kepercayaan Marco itu melemparkan senyum tipis pada Rosetta. Dia memeriksa tekanan darahnya yang kelewat rendah. Bercakap-cakap dengan Marco sebentar sebelum melanjutkan pengecekan lainnya.“Apa itu benar? Caritta? Dia... dia sudah... apa polisi tidak salah mengidentifikasi?” tanya Rosetta yang berjuang keras menahan bulir air matanya jatuh.Marco mengetatkan rahangnya dalam diam. Berharap dapat mentransfer kekuatan lebih untuk kekasihnya yang masih syok atas kabar buruk itu. Namun, satu-satunya yang mampu dia katakan hanya mengiyakan dengan ekspresi muram.Marco tahu Rosetta terpukul atas berita kematian saudari kembarnya. Siapa yang menyangka bahwa jasad Caritta akan ditemukan di tepi dermaga dengan kondisi setengah membusuk karena terseret gelombang? Hasil penyelidik

  • Beauty and The Mafia   57. Bunga Tidur

    Dua minggu berlalu dengan cepat. Pagi itu cuaca sedikit lebih cerah dan membuat Rosetta terbangun karena sinar matahari yang menerobos masuk melalui sisi jendela. Dia mengerjap-ngerjap sebentar sebelum memutuskan untuk bangkit dari balik selimut menuruni ranjang.Satu tangan Rosetta terulur ke depan. Kepalanya setengah menunduk sambil menyibak sebagian tirai dan mengintip suasana di luar. Cahaya itu pun langsung menembus indra penglihatannya dalam sekejap.Kening Rosetta otomatis mengernyit. Sepasang matanya menyipit sebagai reaksi silau yang tertangkap olehnya. Dia menoleh ke arah ranjang, memperhatikan Marco yang masih berkutat dengan mimpi-mimpinya di sana.“Salah satu pemandangan yang ingin selalu kulihat adalah pria itu ada di dekatku setiap hari,” bisik Rosetta yang berdiri di depan tirai dalam kondisi tersibak separuh.Kesadarannya akan sesuatu yang penting mendadak menyentak pikiran Rosetta. Langkahnya kemudian berlalu menuju ke nakas yang ditata persis di samping kiri ranjang

  • Beauty and The Mafia   56. Mayat yang Dilarung ke Laut

    “Rosetta? Siapa yang peduli? Bunuh saja sekalian.”Suara lain yang lebih rendah dari suara pertama menyahut, “Itu mudah untukku, tetapi bagaimana dengan Marco?”“Dia bagianku.”“Menghabisi satu tikus kecil lemah seperti kekasihnya akan jadi penggenapan rekorku yang ke seratus,” balasnya dengan nada puas.“Bagaimana dengan Ludovic?”“Siapa Ludovic?”“Putra kedua Botticelli. Kau tidak tahu dia?” tanya rekannya lagi.“Aku tidak pernah mendengar reputasinya di dunia bawah.”Pria dengan cerutu yang menyala di bibirnya itu mengembuskan asap tebal sambil mendongakkan kepalanya ke atas dan menjawab, “Dia memang tidak menggeluti dunia yang sama dengan kakaknya. Aku juga hanya melihatnya sesekali. Dia mengelola pabrik dan perkebunan anggur. Mereka mengambil jalan yang berbeda.”“Itu mengingatkanku pada sebuah lelucon tentang iblis dan malaikat yang pernah kudengar sewaktu kecil,” kekeh pria yang sedang memegangi sebotol bir di tangan kirinya itu. “Dia lebih terlihat seperti pengecut yang selal

  • Beauty and The Mafia   55. Ledakan Gairah

    “Tiga kali lipat dari tarif biasa. Harga yang menggiurkan, bukan? Bagaimana menurutmu?” bujuk Fabio lewat telepon selulernya.“Lima.”“Lima? Apa kau berniat merampokku?”“Kau memesanku secara khusus, Tuan Salvoni. Kau tahu aku sedang terburu-buru dan akan meninggalkan Puglia esok pagi.”“Baiklah. Kita sepakat,” balas Fabio kemudian dengan berat hati.Caritta yang mendeteksi nada enggan dalam suara pria itu hanya mengulum senyum puas tanpa menanggapi. Pelanggan terakhirnya akan membuat jumlah saldo di rekeningnya kembali membengkak. Setelah itu, dia akan pulang dan membuka sebuah toko roti seperti orang tuanya dahulu. Kembali ke Magnolia Springs akan menumbuhkan harapan baru dalam hidup Caritta lagi. Sesuatu yang dia pikir mustahil untuk dia punya selepas kekacauan yang telah terjadi selama belakangan terakhir. Mimpi-mimpi itu akan segera terwujud, pikirnya.“Sampai jumpa satu jam lagi, Tuan Salvoni!” tutup Caritta di ujung sana.Caritta menumpangi taksi untuk tiba di kediaman Salvoni

  • Beauty and The Mafia   54. Mengundang Bencana

    “Apa yang terjadi?” tanyanya lagi.“Ka-kaki kiriku terkilir.”Marco langsung bergerak sigap dan memindahkan tubuh Rosetta dari jangkauan Ludovic dengan hati-hati. Menariknya ke dalam pangkuan. Memandangi wajah kekasihnya dengan penuh arti, seolah-olah mengisyaratkan bahwa dia tahu sesuatu.“Kau tidak membutuhkan ini,” desis Marco yang kemudian melepaskan mantel kasmir juga syal rajut itu dan melemparkannya lagi pada Ludovic.“Aku tidak suka mencium bau pria lain di tubuhmu,” sambungnya sambil menyampirkan mantel kardigan miliknya di kedua pundak Rosetta.“Ma-maafkan aku,” bisik Rosetta yang menunduk menghindari tatapan tajam Marco.“Apa kau telah membuat kesalahan yang begitu besar sampai-sampai kau harus mengucapkan permintaan maaf padaku?” pancingnya tanpa memedulikan Ludovic yang ekspresinya berubah padam oleh rasa jengkel.“Tidak. Maksudku, aku minta maaf karena sudah merepotkanmu. Kau harus menggendongku gara-gara kakiku yang sakit.”“Kau baru sadar sekarang?” balas pria itu ketu

DMCA.com Protection Status