Malam ini, Pangeran kesembilan dan Shangguan Mai akan berangkat ke Gunung Shu. Mereka sudah menyiapkan semuanya, termasuk menyembunyikan Kasim Du ke dalam kereta. Tubuh pria tua itu diikat dengan sangat kuat dan dimasukkan ke dalam peti yang dirancang seperti peti untuk menyimpan pakaian. Sebelumnya, Su Yan Li sudah membantu Shangguan Mai untuk menyelundupkan Kasim Du ke dalam istana tanpa diketahui oleh siapapun. Su Yan Li membawa Kasim Du bersama dengan harta sitaan yang diserahkan kepada Kaisar. Pria tua itu disembunyikan di antara tumpukan harta sitaan yang dibawa ke istana. Harta sitaan ini berasal dari harta milik pejabat korup yang sudah dijatuhi hukuman oleh balai neraka. Selama ini KasimDu disembunyikan di penjara balai neraka dan dijaga secara pribadi oleh Su Yan Li. Pria tua itu dibiarkan tertidur selama dua hari dan terus diberikan serbuk bius agar tidak terbangun. Hal ini dilakukan untuk mencegah Kasim Du kabur dari sana atau mencoba menghubungi tuannya dan memberikan i
Arus sungai di Gunung Shu sangat deras, ditambah dengan perangkap mematikan yang terpasang di atasnya membuat seseorang akan sulit atau bahkan tidak ada yang mampu menyebranginya. Jika ada seseorang yang tetap memaksa untuk menyebranginya, tubuhnya akan terpotong-potong oleh benang besi yang sangat tajam yang bergerak mengikuti arus sungai. Jika tidak terkena benang besi yang sangat tajam, orang itu akan menghirup asap beracun yang akan keluar ketika kakinya tidak sengaja menyentuh air. Di sebrang sungai inilah markas rahasia pembunuh Sungai Kegelapan berada. "Turunkan aku! Aku akan menyebrangi sungai ini seorang diri saja. Aku masih merasa kesal denganmu," ucap Shangguan Mai sambil menatap tajam Pangeran kesembilan yang masih menggendongnya. "Lagi pula kamu sekarang juga membawa Kasim Du di pundakmu jadi aku tidak mau merepotkan dan membebanimu lagi," tambahnya membuat Pangeran kesembilan segera menurunkannya di atas perbatuan. "Apa kamu yakin? Sungai ini tidak mudah untuk dilew
Di penjara bawah tanah, Kaisar dan Jenderal Shangguan sedang bermain catur. Kaisar tampak senang saat melihat bidak catur milik Jenderal Shangguan mulai terpojok, tetapi senyumnya seketika hilang saat semua bidaknya hampir termakan oleh bidak Jenderal Shangguan yang terpojok. Strategi yang digunakan oleh Jenderal Shangguan ini dikenal dengan "menangkap kucing dengan menjadi tikus", yakni berpura-pura menjadi pihak yang lemah dan kalah padahal sebenarnya dialah yang mendominasi permainan. "Meskipun aku sudah bermain catur denganmu selama 30 tahun, tapi aku tidak pernah bisa mengalahkanmu. Kamu benar-benar pemain catur yang kejam, Shangguan Heng," ucap Kaisar saat seluruh bidaknya telah habis dimakan oleh bidak Jenderal Shangguan. Jenderal Shangguan menatap Kaisar dengan penuh kontemplasi sambil menikmati sepotong kue bunga persik yang tersaji di meja. Meskipun saat ini Jenderal Shangguan telah dijatuhi hukuman mati, tetapi ia tetap merasakan kenikmatan dan kemewahan di balik jeruji p
Suasana di balai neraka terasa begitu suram dan tegang setelah Su Yan Li memulai interogasi terhadap para pengikut Shen Mu Chen yang terlibat dalam pengumpulan kekayaan dan dana untuk memulai perang. Mereka telah secara diam-diam mencetak uang palsu dan membuat senjata dari hasil tambang ilegal. Kejahatan mereka sebanding dengan pemberontakan terhadap Kaisar.Namun, meskipun sudah banyak mendapatkan penyiksaan, para pengikut setia Shen Mu Chen tidak mau mengaku dan tetap diam. Mereka tetap bersikeras untuk melindungi Shen Mu Chen dan memilih untuk bertanggung jawab atas kesalahan mereka sendiri. Bahkan sebagian dari mereka memilih mati dalam penyiksaan daripada mengungkapkan kebenaran. Ternyata apa yang dikatakan oleh Shangguan Mai memang benar bahwa akansulit untuk membuat mereka membuka mulut karena kesetiaan mereka kepada Shen Mu Chen dan orang yang mendalangi ini semua sangat luar biasa. Inilah sebabnya mengapa Shangguan Mai tidak mengizinkan Su Yan Li untuk melakukan interogasi
Di Paviliun Yue Ge, Putri Xiao Fei Feng sangat kesal karena tidak berhasil menyingkirkan Pangeran kesembilan dan mengkambinghitamkan Shangguan Mai sebagai pelakunya. Akhirnya, dia memecahkan beberapa porselen untuk mengekspresikan kemarahannya. Dia sungguh tidak dapat menerima kegagalan pertamanya.Putri Xiao Fei Feng juga harus menanggung banyak kerugian akibat tambang ilegal yang selama ini menjadi sumber kekayaannya dan dana untuk memulai peperangan telah hancur. Keruntuhan tambang pribadinya ini telah membuat rencananya untuk mengumpulkan pasukan dan memulai peperangan menjadi berantakan.Usahanya untuk merebut takhta kerajaan dari ayahandanya telah hancur karena sumber dana yang digunakan untuk memulai peperangan sudah dimusnahkan oleh Su Yan Li. Hal ini sungguh membuat Putri Xiao Fei Feng semakin marah. Rasanya sekarang dia ingin melemparkan semua barang yang ada di kamarnya. Bagaimana bisa Su Yan Li mengetahui tentang tambang ilegalnya padahal selama ini dia sudah merancang dan
Saat Shangguan Mai tiba di markas rahasia pembunuh Sungai Kegelapan, seluruh anggota pembunuh Sungai Kegelapan memandangnya dengan aneh dan tajam. Mereka merasa heran bagaimana bisa orang yang telah banyak melenyapkan saudara mereka bisa datang ke sini dan terlihat akrab dengan Pangeran Xiao Zhi. Sebenarnya apa yang sudah terjadi? Mereka ingin bertanya, tetapi tidak ada satu orang pun yang berani menanyakannya pada Pangeran Xiao Zhi karena Jia Yue juga mendampingi mereka. Kelihatannya dia menerima kehadiran Shangguan Mai meskipun dari sorotan matanya tidak bisa bohong jika dia masih kurang suka dengan Shangguan Mai. "Aku mengerti jika sekarang kalian merasa terkejut dan tidak suka dengan kehadiran wanita ini di sini, tapi perlu kalian ketahui bahwa wanita yang dulu pernah menjadi musuh kalian kini telah menjadi istriku dan itu artinya sekarang dia telah menjadi nyonya kalian juga. Jadi aku harap kalian bisa menghormatinya meskipun itu masih sedikit sulit untuk dilakukan," ungkap Pang
Seketika belaian lembut dari Pangeran kesembilan membangunkan Shangguan Mai dari tidurnya yang pulas. Setelah pertarungan yang menguras tenaga sebelumnya, Shangguan Mai segera terlelap di ruangan yang kecil dan sempit, yang merupakan milik Pangeran kesembilan. Sebenarnya ruangan ini belum pernah disentuh oleh Pangeran kesembilan sebelumnya, karena dia jarang berada di markas Sungai Kegelapan. Dia lebih suka tinggal di Paviliun Yu Quan Ge, di mana terdapat pohon persik dan air terjun yang menakjubkan. Alasan Pangeran kesembilan memilih untuk tinggal di Paviliun Yu Quan Ge bukan hanya karena itu, tetapi juga untuk menghindari kecurigaan dari keluarga istana bahwa dia sebenarnya bukanlah seorang pria bodoh."Silahkan kembali beristirahat! Aku hanya ingin mengoleskan ramuan obat ini pada lukamu,"pinta Pangeran kesembilan dengan lembut sambil mengelus rambut Shangguan Mai.Dengan cara yang lembut dan sedikit menggoda, Pangeran kesembilan mengoleskan eliksir penyembuh pada luka-luka Shanggu
Di penjara Sungai Kegelapan yang gelap dan dingin kedua tangan Kasim Du diikat dengan rantai dan di bawah kedua kakinya terdapat bara api yang akan membakar kakinya ketika ia berusaha untuk memberontak atau melepaskan diri. Sudah dua hari Kasim Du ada di sana, namun belum ada tanda-tanda dia ingin membuka mulut, padahal tubuhnya sudah sangat tersiksa dengan penjepit besi yang menjepit tubuhnya. Dia memilih untuk tetap diam meskipun tubuh tuanya sudah tidak tahan lagi dengan semua penyiksaan yang ada."Inikah saat yang tepat untuk kita berbicara, ataukah kamu masihenggan mengakui hal-hal yang sebenarnya?"tanya Shangguan Mai sambil mendekati Kasim Du yang tampak sangat lemah. Kasim Du terlihat seperti dalam kondisi paling terpuruk, bahkan melebihi dari yang dapat dijelaskan.Kasim Du langsung mengangkat kepalanya dan menatap Shangguan Mai dengan pandangan tajam sambil tersenyum sinis. "Aku lebih baik mati di tempat gelap ini daripada harus berbicara padamu. Apa kamu tahu jika sebelumnya
"Kau tidak perlu khawatir tentang tubuhku yang penuh luka. Yang perlu kau khawatirkan saat ini adalah hidupmu, karena sebentar lagi kau mungkin akan kehilangan nyawa," ujar Shen Ying, mencoba menghilangkan perasaan asing yang tiba-tiba muncul di hatinya. Perasaan itu, seperti getaran hangat yang mengusik hatinya yang dingin, berusaha ia abaikan. Alih-alih mencari tahu siapa pemuda yang telah mengguncangkan ketenangannya, ia lebih memilih untuk menghabisinya.Wu Yan, yang kini kewalahan dan kelelahan menghadapi serangan Shen Ying, berusaha mengontrol napasnya. "Apa kau tidak khawatir dengan pria tua itu? Jika terlambat, dia akan mati mengenaskan," ucap Wu Yan sambil melirik ke arah Mu Qing Cheng, yang tampak larut dalam ilusi kematian akibat racun yang disebar Wu Yan. Dalam hatinya, Wu Yan merasakan ketidakberdayaan; melihat seseorang terjebak dalam kondisi seperti itu sangat menyakitkan, namun ia tahu dirinya tidak bisa memperlihatkan kelemahan. Jika ia bersikap lembut seperti biasan
Di Kerajaan Huanxi, suasana di Paviliun Bayangan sangat kontras dengan Kota Dacang yang penuh ketegangan. Paviliun ini seolah tenggelam dalam keheningan gelap, meskipun udara dingin di sekitarnya terasa berat dengan aura kematian. Pangeran Xiao Wu Yan yang dibawa paksa—atau lebih tepatnya menyerahkan diri untuk dibawa ke tempat itu—berjalan dengan tenang. Wajahnya tetap santai, meskipun tangan dan kakinya diikat dengan sangat kuat. Dua pembunuh bayaran yang mengawalnya menatapnya dengan penuh waspada, seolah-olah mereka mengerti ada yang aneh dengan pria muda ini.Tanpa membuang waktu, mereka langsung mendorongnya ke dalam sel gelap di bawah paviliun. Dinding batu yang dingin memantulkan bunyi rantai yang terjatuh. Penjara ini bukan penjara biasa; di setiap sudutnya, terdapat para tahanan yang terlihat sangat tersiksa, sorot mata mereka tak lagi menggambarkan kehidupan, melainkan sebuah kematian. "Bukankah kau sudah berjanji untuk mengatakan siapa dirimu dan tujuanmu untuk mencari ta
Setelah keluar dari ruang autopsi, Cui Xing melangkah cepat menuju ruang pengadilan Kota Dacang. Pemandangan pohon-pohon plum yang indah di sekitar tempat itu terlihat ironi, mengingat fungsinya yang sebenarnya—sebuah tempat penyiksaan untuk memaksa seseorang mengakui dosanya. Warna merah gelap bunga plum yang mekar selaras dengan darah-darah dan kegelapan yang menyelimuti ruang pengadilan, menciptakan suasana yang menakutkan. Seolah-olah keindahan dari tempat itu mencoba mengingatkan kehidupan yang telah hilang dibalik dinding pengadilan. Cui Xing berjalan dengan percaya diri mendekati seorang penjaga bertubuh kekar yang sedang berjaga di gerbang pengadilan. Tatapannya dingin dan ada lingkaran hitam di bawah matanya menunjukkan betapa lelahnya dia setelah melakukan perjalanan panjang. "Apa interogasi yang dilakukan oleh Putra Mahkota sudah selesai?" tanyanya, tanpa basa-basi. "Aku harus bertemu dengannya. Ada laporan penting yang perlu kusampaikan.""Yang Mulia sudah pergi. Kau t
Di Kerajaan Liang, suasana di Kota Dacang berbanding terbalik dengan suasana ibukota Huanxi yang diterpa musim dingin. Kota Dacang yang dulunya pusat perdagangan sutra kini hanya menyisakan kengerian. Rumah-rumah kosong, bayangan bangunan yang runtuh dan jalanan yang dipenuhi tubuh-tubuh membeku dalam keheningan. Aroma busuk bercampur dengan angin dingin yang menghempas, membuat setiap tarikan napas terasa berat. Rombongan Xiao Zhaoyang bergerak pelan, menembus kabut tebal yang mengelilingi gerbang kota. Mata-mata penduduk yang bersembunyi di balik celah pintu dan jendela memancarkan ketakutan yang nyaris melumpuhkan. "Tak ada yang berani keluar. Mereka seperti takut pada sesuatu yang lebih buruk dari kematian." Su Yan Li berkata, suaranya pelan namun jelas mengandung nada waspada. Zhaoyang mengangkat tangannya, menenangkan pasukannya. "Kami datang untuk membantu. Jika kalian tidak membukakan gerbang, bagaimana aku bisa menyelamatkan kalian?" Suara Zhaoyang menggema di antara ban
Di sudut Istana Dingin, yang nyaris dilupakan oleh waktu, Shen Ying duduk di tepi jendela, menatap hamparan salju yang terus turun tak henti. Paviliun tempatnya dikurung terlihat suram dan muram, seakan mencerminkan kekosongan hatinya. Tubuhnya dipenuhi luka, sisa-sisa hukuman yang ia terima kemarin akibat melindungi Wang Shui, tetapi tak satu pun dari lukanya terasa. Bukan hanya rasa sakit fisik, tapi juga emosional. Kehidupan Shen Ying adalah kehampaan yang dingin.Di ranjang sempit dan usang, Shen Ying duduk dengan tubuh lemah, matanya kosong menatap keluar jendela. Jika ia mampu merasakan, mungkin ia akan menangis. Air mata yang keluar dari matanya hanyalah respon dari tubuhnya bukan dari jiwanya. Baginya, tangisan ataupun kesedihan adalah hal yang tidak dimengerti. Di belakangnya, Wang Shui, pelayan setianya, berjalan perlahan, air mata jatuh tanpa bisa ditahan. Setiap hari, melihat penderitaan nona kecilnya membuat hatinya perih, dia selalu bertanya-tanya, kapan kebahagiaan ak
Setelah Kaisar mengeluarkan perintah, rombongan penyelidik dari Kementerian Hukum dan Balai Neraka melaju menuju Kota Dacang, dipimpin oleh Putra Mahkota Xiao Zhaoyang dan didampingi oleh Su Yan Li. Kereta-kereta mereka penuh dengan bahan makanan dan obat-obatan untuk penduduk Dacang yang kelaparan dan terluka akibat kekacauan yang terjadi. Kota yang dulu megah kini dilanda kematian dan kekacauan, dan racun yang menyebar telah mengubah penduduknya menjadi makhluk yang mengerikan.Di antara para penyelidik, Cui Xing mencuri perhatian dengan sigap membawa peralatan autopsinya. Keberaniannya dalam menghadapi situasi sulit tampak jelas. Ia lebih memilih bekerja di lapangan, di mana kebebasan dan petualangan menjadi daya tarik utama baginya, jauh dari aturan yang membatasi dirinya. Cui Xing memandang dengan cermat sekelilingnya, memperhatikan lingkungan yang kian memburuk, dan memikirkan puluhan mayat yang akan diperiksanya nanti. Di tengah ketegangan itu, tirai kereta Putra Mahkota sedik
"Maksudmu..." Perkataan Shangguan Mai tertahan, bibirnya gemetar. Bayangan masa lalu yang kelam kembali menghantui. Ia tak bisa menahan rasa takut yang perlahan menjalar. Berapa banyak lagi korban yang harus jatuh? Tragedi ini... apakah keluarganya akan direnggut sekali lagi?"Ya, seperti yang Yang Mulia Ratu bayangkan," Su Yan Li memulai dengan nada datar, namun penuh beban. "Dalam semalam, Kota Dacang berubah menjadi lautan darah. Banyak penduduk tewas mengenaskan, diserang oleh sesama warga yang terinfeksi racun misterius. Kota megah itu kini menjadi kota mayat hidup, tak lebih dari reruntuhan yang dipenuhi dengan makhluk-makhluk tak bernyawa," jelas Su Yan Li.Wajah Kaisar memucat, sementara tatapan Shangguan Mai mengeras. Mereka saling bertukar pandang, menyadari ketakutan yang menggerogoti hati mereka. Apakah ini ulah pengkhianat dari dalam istana lagi? Semua pengikut Putri Xiao Fei Feng sudah dibereskan, tapi siapa yang kali ini akan mengkhianati mereka?Atau... Apakah ini bal
Sementara itu, suasana tegang kembali menyelimuti Kerajaan Liang, lebih tepatnya di ruang sidang istana. Kaisar sangat murka. Meskipun Putra Mahkota Xiao Zhaoyang telah berhasil mengadili kasus bunuh diri massal di Meihua Gong yang melibatkan putra Marquis Lai Luo Que. Namun, tidak ada prestasi yang cukup besar untuk menutupi kesalahan fatalnya: mengunjungi Meihua Gong, tempat yang sama sekali tidak pantas dikunjungi oleh putra mahkota. Tak hanya Zhaoyang yang dipanggil, Pangeran Xiao Wu Yan—yang seharusnya menjaga kakaknya—juga dihadapkan pada hukuman.Kedua pangeran melangkah masuk ke ruang utama dengan tenang. Dinding-dinding yang biasanya megah kini seolah memancarkan ketegangan, dipenuhi dengan bayangan masa lalu yang kelam. Tatapan Kaisar—yang dahulu dikenal sebagai Bocah Iblis, pemimpin pembunuh Sungai Kegelapan—tajam dan dingin, cukup untuk membuat pejabat paling berani gemetar. Namun, kedua putranya tidak terpengaruh. Langkah mereka tetap ringan, penuh percaya diri."Salam
Pengadilan terasa seperti perang tanpa senjata. Marquis Lai Luo Que, wajahnya merah padam, berusaha mempertahankan ketenangannya di tengah kerasnya tuduhan yang dilemparkan pada putranya. Sementara Cui Xing tampak tenang, dia sangat yakin jika ia akan memenangkan pengadilan ini dan menghukum Lai Yan. “Bukti apa lagi yang kau punya, hah? Putraku sudah membuktikan kelemahannya—itu saja cukup menunjukkan bahwa dia tak bersalah! Berhentilah memfitnah putraku, Nona Cui,” suaranya bergemuruh, bergetar oleh kemarahan dan ketidakberdayaan.Cui Xing, tetap tenang dan tersenyum tipis. "Kelemahan putramu, Marquis, adalah bagian dari bukti itu sendiri. Bukankah kau pernah bertanya-tanya, mengapa putramu kehilangan kemampuan untuk mempunyai keturunan?" Nada suaranya terdengar seperti sedang memberi tahu sebuah rahasia, namun penuh ejekan.Perkataan Cui Xing bagai petir di siang bolong, menghantam ruangan itu dengan keheningan. Marquis Lai terdiam, matanya terbelalak sejenak sebelum dengan cepat m