“Selamat malam, Sarah?” sapa pria yang tidak lain adalah Ammar. Dia berdiri, lalu mengulurkan tangan mengajak bersalaman.“Pak Ammar? Anda di sini?” tanya Sarah kebingungan. “Pak Ammar sengaja datang kemari untuk menemuimu, Nak,” ucap Abizar ikut berkomentar. “Oh.” Hanya kata itu yang keluar dari bibir Sarah. “Kenapa cuma ‘oh’?” Abizar tertawa pelan. Dia menarik pelan lengan Sarah, lalu mengarahkannya agar duduk di kursi yang berada tak jauh dari tempat Ammar berada. “Pak Ammar mengatakan ingin meminta kejelasan darimu, Nak.” “Kejelasan tentang apa?” tanya Sarah. Dia seperti tidak sedang fokus pada perbincangan itu. Ammar tertawa pelan melihat sikap Sarah yang terlihat serba salah. “Harap dimaklumi, Pak Ammar. Putri saya tidak pernah dikunjungi laki-laki manapun ke rumah. Jadi, sepertinya Sarah grogi,” jelas Abizar diiringi senyum ramah. Ammar terdiam sejenak mendengar ucapan Abizar. Dia menatap Sarah yang terlihat begitu polos, dengan tampilan apa adanya dalam balutan baju tid
“Inggris?” ulang Andaru. “Dalam rangka apa kamu pergi ke sana?” tanya asisten kepercayaan Theo tersebut. “Aku … aku ditawari bekerja di salah satu perusahaan pengolahan kayu,” jawab Sarah. “Apa? Maksudku, kenapa harus ke Inggris?” Nada pertanyaan Andaru menyiratkan rasa keberatan yang tidak dia ungkapkan. “Aku juga tidak tahu kenapa. Namun, ini seperti kesempatan emas yang sayang sekali jika kulewatkan begitu saja,” ujar Sarah. Gadis itu terdiam beberapa saat, karena Andaru tak menanggapi ucapannya. “Doakan aku, Andaru. Aku ingin membantu Papa melunasi uang yang telah dipinjamnya.”Andaru hanya mengembuskan napas berat. Pria itu lagi-lagi tak menanggapi. Andaru bahkan terdengar bicara dengan seseorang. Sarah sendiri tahu betul siapa si pemilik suara yang tengah berbincang dengan Andaru. Gadis itu ikut terdiam untuk beberapa saat, sampai asisten Theo tersebut kembali menyapanya. “Hallo, Sarah.” “Ah, i-iya.” Tiba-tiba, Sarah menjadi gugup setelah mendengar suara Theo. Perasaannya k
"Apa ... kau meminta alamat tempat tinggalnya selama di Inggris?" tanya Theo ragu-ragu. "Tidak, Sir. Sarah hanya mengatakan akan bekerja di perusahaan pengolahan kayu yang berpusat di Birmingham," jelas Andaru. "Apa?" Theo mencengkeram kemudi erat-erat. "Apa kau yakin?" desisnya pelan. "Seperti itulah yang Sarah katakan pada saya, Sir. Apakah ada masalah?" Andaru menoleh pada majikannya dengan raut penuh tanda tanya. "Hampir seluruh hidup kuhabiskan di Inggris. Tak sekalipun aku tahu bahwa ada pabrik pengolahan kayu di sana," gumam Theo. Giliran Andaru yang memucat. Dia mengalihkan pandangan pada Theo dengan sorot was-was. "Haruskah kita khawatir?" tanyanya. Dalam hati Andaru berharap supaya dapat ikut pergi bersama Theo ke Inggris. Namun dia segera sadar bahwa hal itu tidaklah mungkin. Sang majikan mempercayakan bisnisnya di Indonesia pada Andaru selama pria itu pulang ke negaranya. "Tenang saja. Selama berada di London, aku akan mencoba mencari informasi tentang Sarah," sahut
"Apa maksudnya?" Sarah mengernyit tak mengerti. "Aku hanya akan bekerja di perusahaan kayu, bukan berangkat perang?"."I-iya." Pradnya mengangguk, sambil memaksakan senyum. "Cepatlah mandi. Kita tidak boleh terlambat," ujarnya kemudian."Oke." Dengan sorot spada, Sarah meninggalkan Pradnya sendiri. Dia menghabiskan kurang dari setengah jam untuk membersihkan tubuh di kamar mandi. Setelah berganti pakaian dan mengoleskan make up sederhana, Sarah melingkarkan tali tas selempang kecil. Gadis itu kemudian mendekat kepada Pradnya. "Aku sudah siap," ucap Sarah seraya mengangguk. Dia sempat mencari tahu melalui telepon genggamnya, bahwa perjalanan dari London menuju Birmingham akan memakan waktu kurang lebih dua jam. Namun, betapa terkejutnya Sarah, ketika Pradnya membawa dia ke sebuah gedung yang berjarak tak jauh dari hotel. Pradnya lalu mengajak Sarah masuk ke kamar berukuran tidak terlalu luas, yang mirip dengan ruang praktik dokter."Bukannya kita akan ke stasiun kereta? Kalau ke Birmi
Ammar berdiri tenang. Sorot matanya terlihat lain, dari sosok pria yang Sarah kenal beberapa waktu lalu. Kali ini, Ammar tak seramah biasanya. Senyum serta raut wajah pria itu tampak sangat aneh. Terlebih, ketika dia memperhatikan tubuh Sarah yang hanya ditutupi bantal. “Pak Ammar? Apa-apaan ini?” tanya Sarah dengan intonasi tinggi. "Tenanglah, Sarah. Sebentar lagi kamu akan naik panggung," jawab Ammar tenang. Dia mendekat sambil menyunggingkan senyuman yang semakin aneh. Ammar bahkan sempat melihat kaki jenjang serta bagian atas tubuh Sarah dengan tatapan nakal. Dia bermaksud menyentuh dagu Sarah. Namun, dengan segera Sarah memalingkan wajahnya. Dia tak akan sudi disentuh seseorang seperti Ammar, yang ternyata merupakan pria brengsek. "Laki-laki sialan! Kamu sudah menipuku! Kembalikan aku ke Indonesia, Brengsek!” umpat Sarah. “Ow, tidak bisa. “ Ammar menggerak-gerakkan jari telunjuknya. “ Ingat, Sarah. Papa kamu berutang tiga milyar. Dia tidak tahu bahwa ini adalah cara untuk men
Theo menggeleng tak percaya, ketika melihat Sarah berada di panggung. Padahal, menurut Andaru gadis itu pergi ke Inggris untuk bekerja di perusahaan kayu yang terletak di Birmingham. Namun, kenyataannya Sarah justru berada di tempat pelelangan. Theo sudah hampir naik ke panggung. Namun, seorang MC mendahului geraknya."Inilah puncak acara malam ini. Seorang perawan dalam kondisi dan kualitas sempurna akan menjadi penutup lelang. Dibuka dengan harga lima ratus ribu Euro!" seru si pembawa acara antusias.Sontak orang-orang di sekitar Theo mengangkat papan putih sebagai penanda bahwa mereka tengah menawar. Orang-orang itu berebut menyebut harga tertinggi, hingga berhenti di harga dua juta Euro."Dua juta seratus. Adakah yang berani menawar dua juta seratus? Jika tidak ada, maka nona cantik jelita ini akan jatuh ke tangan Tuan Campbell." MC tadi mengarahkan telunjuk, bersamaan dengan lampu sorot yang tertuju pada pada pria tua berpenampilan parlente. Pria itu terlihat sangat kaya dan somb
Sarah yang awalnya menunduk, langsung mengangkat wajah. Gadis itu menatap Theo dengan mata yang masih basah. Sarah hanya terpaku, ketika Theo berdiri teramat dekat dengannya. Dia merasa bahwa pria tampan tersebut, akan mengulangi apa yang dilakukan di dekat kolam renang beberapa waktu lalu. Apa yang Sarah pikirkan tidaklah keliru. Theo menangkup wajahnya, lalu mengusap pipi yang basah oleh sisa-sisa air mata. Tanpa berkata apa-apa, pria tampan tersebut melumat bibir berpoleskan lipstik merah, yang sejak tadi terlihat begitu menggoda baginya. Theo terus menikmati ciumannya bersama gadis itu, sambil menyingkirkan mantel yang menutupi tubuh indah putri Abizar tersebut. “Apa kau siap untuk kembali menangis. Sarah Delila?” bisik Theo setelah menghentikan ciumannya. “Apa maksudmu?” Sarah balik bertanya. Dia tak memahami ke mana arah ucapan Theo. Namun, sepertinya Sarah tak membutuhkan jawaban. Sentuhan bulu-bulu halus dari wajah maskulin Theodore Bresslin, sudah berhasil membuatnya menge
Deru napas memburu, meluncur dari bibir Theo. Sekian lama pria itu ‘berpuasa’ dari aktivitas seksual seperti apa yang sedang dilakukannya saat ini bersama Sarah. Semenjak menetap di Indonesia, Theo tak lagi menyentuh wanita manapun. Segala hasrat yang selama ini dibendung rapat oleh dinding kesendirian, akhirnya terlampiaskan. Theo merasakan kembali nikmatnya dimanjakan seorang wanita, dalam pemenuhan kebutuhan biologisnya. Tak apa karena lawan mainnya bukan wanita yang sudah profesional. Theo justru patut bersyukur, karena menjadi pria pertama yang dapat menikmati keperawanan Sarah Delila. “Ah ….” Desahan panjang meluncur dari bibir Sarah, ketika Theo kembali menjamah tubuhnya yang sudah tak tertutupi apapun lagi, selain stoking jala di kaki jenjangnya. Gelisah mulai menyelimuti gadis itu, ketika dia merasakan ujung kejantanan Theo mulai menyentuhnya. “Jangan takut,” bisik Theo seraya melumat mesra bibir Sarah. “Kau ingin aku menangis karena ini?” tanya Sarah diiringi ringisan k