"Apa maksudnya?" Sarah mengernyit tak mengerti. "Aku hanya akan bekerja di perusahaan kayu, bukan berangkat perang?"."I-iya." Pradnya mengangguk, sambil memaksakan senyum. "Cepatlah mandi. Kita tidak boleh terlambat," ujarnya kemudian."Oke." Dengan sorot spada, Sarah meninggalkan Pradnya sendiri. Dia menghabiskan kurang dari setengah jam untuk membersihkan tubuh di kamar mandi. Setelah berganti pakaian dan mengoleskan make up sederhana, Sarah melingkarkan tali tas selempang kecil. Gadis itu kemudian mendekat kepada Pradnya. "Aku sudah siap," ucap Sarah seraya mengangguk. Dia sempat mencari tahu melalui telepon genggamnya, bahwa perjalanan dari London menuju Birmingham akan memakan waktu kurang lebih dua jam. Namun, betapa terkejutnya Sarah, ketika Pradnya membawa dia ke sebuah gedung yang berjarak tak jauh dari hotel. Pradnya lalu mengajak Sarah masuk ke kamar berukuran tidak terlalu luas, yang mirip dengan ruang praktik dokter."Bukannya kita akan ke stasiun kereta? Kalau ke Birmi
Ammar berdiri tenang. Sorot matanya terlihat lain, dari sosok pria yang Sarah kenal beberapa waktu lalu. Kali ini, Ammar tak seramah biasanya. Senyum serta raut wajah pria itu tampak sangat aneh. Terlebih, ketika dia memperhatikan tubuh Sarah yang hanya ditutupi bantal. “Pak Ammar? Apa-apaan ini?” tanya Sarah dengan intonasi tinggi. "Tenanglah, Sarah. Sebentar lagi kamu akan naik panggung," jawab Ammar tenang. Dia mendekat sambil menyunggingkan senyuman yang semakin aneh. Ammar bahkan sempat melihat kaki jenjang serta bagian atas tubuh Sarah dengan tatapan nakal. Dia bermaksud menyentuh dagu Sarah. Namun, dengan segera Sarah memalingkan wajahnya. Dia tak akan sudi disentuh seseorang seperti Ammar, yang ternyata merupakan pria brengsek. "Laki-laki sialan! Kamu sudah menipuku! Kembalikan aku ke Indonesia, Brengsek!” umpat Sarah. “Ow, tidak bisa. “ Ammar menggerak-gerakkan jari telunjuknya. “ Ingat, Sarah. Papa kamu berutang tiga milyar. Dia tidak tahu bahwa ini adalah cara untuk men
Theo menggeleng tak percaya, ketika melihat Sarah berada di panggung. Padahal, menurut Andaru gadis itu pergi ke Inggris untuk bekerja di perusahaan kayu yang terletak di Birmingham. Namun, kenyataannya Sarah justru berada di tempat pelelangan. Theo sudah hampir naik ke panggung. Namun, seorang MC mendahului geraknya."Inilah puncak acara malam ini. Seorang perawan dalam kondisi dan kualitas sempurna akan menjadi penutup lelang. Dibuka dengan harga lima ratus ribu Euro!" seru si pembawa acara antusias.Sontak orang-orang di sekitar Theo mengangkat papan putih sebagai penanda bahwa mereka tengah menawar. Orang-orang itu berebut menyebut harga tertinggi, hingga berhenti di harga dua juta Euro."Dua juta seratus. Adakah yang berani menawar dua juta seratus? Jika tidak ada, maka nona cantik jelita ini akan jatuh ke tangan Tuan Campbell." MC tadi mengarahkan telunjuk, bersamaan dengan lampu sorot yang tertuju pada pada pria tua berpenampilan parlente. Pria itu terlihat sangat kaya dan somb
Sarah yang awalnya menunduk, langsung mengangkat wajah. Gadis itu menatap Theo dengan mata yang masih basah. Sarah hanya terpaku, ketika Theo berdiri teramat dekat dengannya. Dia merasa bahwa pria tampan tersebut, akan mengulangi apa yang dilakukan di dekat kolam renang beberapa waktu lalu. Apa yang Sarah pikirkan tidaklah keliru. Theo menangkup wajahnya, lalu mengusap pipi yang basah oleh sisa-sisa air mata. Tanpa berkata apa-apa, pria tampan tersebut melumat bibir berpoleskan lipstik merah, yang sejak tadi terlihat begitu menggoda baginya. Theo terus menikmati ciumannya bersama gadis itu, sambil menyingkirkan mantel yang menutupi tubuh indah putri Abizar tersebut. “Apa kau siap untuk kembali menangis. Sarah Delila?” bisik Theo setelah menghentikan ciumannya. “Apa maksudmu?” Sarah balik bertanya. Dia tak memahami ke mana arah ucapan Theo. Namun, sepertinya Sarah tak membutuhkan jawaban. Sentuhan bulu-bulu halus dari wajah maskulin Theodore Bresslin, sudah berhasil membuatnya menge
Deru napas memburu, meluncur dari bibir Theo. Sekian lama pria itu ‘berpuasa’ dari aktivitas seksual seperti apa yang sedang dilakukannya saat ini bersama Sarah. Semenjak menetap di Indonesia, Theo tak lagi menyentuh wanita manapun. Segala hasrat yang selama ini dibendung rapat oleh dinding kesendirian, akhirnya terlampiaskan. Theo merasakan kembali nikmatnya dimanjakan seorang wanita, dalam pemenuhan kebutuhan biologisnya. Tak apa karena lawan mainnya bukan wanita yang sudah profesional. Theo justru patut bersyukur, karena menjadi pria pertama yang dapat menikmati keperawanan Sarah Delila. “Ah ….” Desahan panjang meluncur dari bibir Sarah, ketika Theo kembali menjamah tubuhnya yang sudah tak tertutupi apapun lagi, selain stoking jala di kaki jenjangnya. Gelisah mulai menyelimuti gadis itu, ketika dia merasakan ujung kejantanan Theo mulai menyentuhnya. “Jangan takut,” bisik Theo seraya melumat mesra bibir Sarah. “Kau ingin aku menangis karena ini?” tanya Sarah diiringi ringisan k
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Sarah tertidur lelap, dengan tubuh yang hanya ditutupi selimut. Gadis cantik tersebut tampak begitu kelelahan. Lain halnya dengan Theo. Dia masih terjaga. Pria itu duduk di kursi yang berada tak jauh dari tempat tidur, sambil menikmati sebotol minuman mahal. Theo menuangkan isi dari dalam botol ke gelas hingga terisi setengahnya. Dia meneguk sedikit demi sedikit, sambil duduk penuh wibawa. Diperhatikannya gadis yang tengah terlelap di tempat tidur. Senyuman tipis tersungging di bibirnya. Theo merasa bahagia. Akhirnya, dia dapat melepaskan diri dari kungkungan masa lalu atas cinta yang tak kesampaian. “Sarah Delila,” ucap Theo menyebutkan nama itu dengan dalam. “Sarah Delila,” ulangnya sekali lagi. Theo meneguk habis minuman dalam gelas. Sementara, tatapannya masih tertuju kepada Sarah yang menggeliat pelan. “Sarah,” panggil Theo dengan suara berat tertahan. Perlahan, Sarah membuka mata. Pandangan gadis itu langsung tertuju pada
Sarah masih bersembunyi di balik selimut yang menutupi tubuh indahnya hingga ke dada. Dia terus memperhatikan Theo yang serius mengoperasikan telepon genggam. "Kau mau apa?" tanya Sarah pelan."Membantumu keluar dari sini," jawab Theo tanpa mengalihkan tatapannya dari layar ponsel."Bagaimana caranya?" cecar Sarah. Dia beringsut mendekat pada Theo, lalu menyandarkan kepala di bahu lebar pria itu."Percaya saja padaku," Theo menoleh kepada Sarah, kemudian mengecup lembut puncak kepalanya."Apa ada yang bisa kulakukan untuk membantu?" tanya Sarah lagi. "Untuk sementara, tenanglah dulu di sini," Theo meletakkan telepon genggam. Dia beralih sepenuhnya pada Sarah. Theo menyentuh dagu gadis cantik itu dan kembali menikmati bibir ranumnya."Jangan bukakan pintu untuk siapapun sampai aku kembali," titah Theo, sesaat setelah melepaskan tautannya."Kau mau ke mana?" Sarah mulai panik. Dia mencengkeram erat kedua lengan Theo."Mencari cara agar kita berdua bisa keluar dari sini tanpa diketahui,
Sarah tak bisa menyembunyikan perasaan takut dan was-was. Semakin kencang telapak tangannya meremas paperbag dalam dekapan. Tubuhnya seketika menegang saat Theo membuka pintu kamar lebar-lebar. Pria tampan berambut gondrong itu mempersilakan masuk sepasang pria dan wanita yang memiliki postur tubuh teramat mirip dengan Sarah dan Theo. Mereka juga bahkan memakai setelan yang sama persis dengan yang dipakai oleh dua sejoli yang baru saja menghabiskan malam dengan kegiatan panas itu. "Apa ini maksudnya, Theo?" tanya Sarah ragu. "Mereka datang untuk membantu kita, Sayang," jawab Theo. Dirinya tak ragu lagi memanggil Sarah dengan sebutan 'sayang'. Theo lalu berjalan mendekat dan menyentuh dagu Sarah. "Seperti yang kau tahu, di depan setiap pintu kamar hotel, terpasang kamera CCTV. Dari kamera itu, orang-orang pelelangan akan dapat mengetahui apakah tamunya sudah keluar ataukah belum," lanjutnya. "Jadi ...." Sarah masih agak ragu untuk mengemukakan pendapatnya. "Kita berpura-pura menjadi