Beranda / Romansa / Beautiful Sin / 8. Jatuh Cinta

Share

8. Jatuh Cinta

Penulis: JasAlice
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-15 17:49:28

Emine memelotot sempurna dengan tubuh menegang, mendapati kali pertama Fuat mencium pipi Emine. Bahkan, tangan kanan pria itu menahan tengkuknya agar menempelkan bibir ranum Emine semakin lekat.

Wajah Emine memerah dan merambat hingga ke leher jenjang, menatap tajam Fuat dan bersiap memberontak. Namun, gerakan itu terhenti seiring rasa kaget Emine. “Jangan terlihat kaku atau menyerangku, Ayse. Di belakangmu ada Tuan Sener,” bisik Fuat.

“Dia berdiri di halaman depan lobi,” lanjut pria itu tepat di sisi wajah Emine, tanpa mengubah posisi sebelum menyelesaikan kalimat.

Perempuan itu menatap Fuat dengan pupil melebar, memberikan kode dan pria itu ikut membalas dalam sorot mata. “Maaf, tapi dari ucapanmu beberapa menit lalu. Maka, kau harus membuat cinta pertamamu cemburu.”

Emine terkejut.

Sorot mata Fuat menyampaikan sikap tegas. Bahkan, Emine menegang saat kedua bahunya di pegang erat Fuat, menunjukkan dirinya yang memang sangat dekat dengan seorang pria. “Ingat. Jika dia bertanya, aku adalah mantan kekasihmu yang ingin kembali.”

“Apa pun itu, katakan. Jika perlu, aku adalah mantan terindahmu.”

“A-apa?” Ia tercekat.

Manik keduanya bersitatap. Ia menatap lekat perempuan yang sudah seperti saudarinya dengan sorot serius. Perempuan yang lima sentimeter lebih pendek darinya masih sulit mencerna kalimat Fuat. “Bukankah cinta pertamamu sangat mudah cemburu, Ayse? Lakukan. Perlihatkan lebih cepat bagian menarik ini. Dia akan salah paham dan rencanamu untuk membuatnya memberikan atensi penuh akan terwujud.”

Good luck!

Manik hazel itu kembali membeliak bersama kecupan singkat Fuat di kening Emine.

Pria itu berlalu, meninggalkan Emine dengan perasaan tidak keruan.

Bukan tentang perasaan cinta, melainkan saat di sekitar area parkir mobil yang sepi. Justru ada suara langkah sepatu yang kian mendekat. Napas Emine tercekat dan degup jantungnya begitu kuat terasa.

Ia menyeka kening yang basah karena peluh keringat, gugup sekaligus takut untuk berbalik.

“Dia kekasihmu?”

Tubuh Emine menegang.

Benar!

Fuat membuat adegan mereka terkesan lain di mata Can. Bahkan, ia berdiri tegang melihat Can menatap tajam Emine dengan memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. “Jadi, semua ucapanmu hanya kebohongan belaka, Emine?”

Napas Can memburu, tapi ia tengah menenangkan diri. Sekalipun beberapa kali rahangnya begitu mengetat melihat bibir pria asing itu bersarang sejenak di kening Emine.

“Ada yang salah dari sikapnya?”

Can terpaku, sedikit membeliak mendapati pertanyaan balik Emine.

Tubuh kaku tadi berubah rileks. Bahkan, ia memperlihatkan senyum kecil yang terkesan meremehkan. “Lebih tepatnya, dia adalah mantan kekasihku.”

“Dia datang untuk terus memintaku kembali. Setidaknya, dia adalah pria pertama yang membuatku jatuh cinta. Karena dengan putusnya hubungan kami berdua, bukan berarti aku bisa melupakan dia seutuhnya.”

Can mendengkus pelan. Ia merasa tidak menyangka dengan balasan Emine. “Maksudmu, sudah diputuskan tapi masih berharap bisa kembali dengannya?”

“Kenapa? Memangnya tidak boleh?”

Sentilan kecil itu terasa di hati Can.

Emine mengedik santai. “Aku belum bisa melupakan dia secara sempurna. Wajar saja jika ucapanku masih bimbang menjawab pertanyaanmu.”

Perempuan itu melirik jam tangannya. “Can, sepertinya aku melewatkan pesananmu!” Emine menatap tajam jarum jam yang tertunjuk.

Ia lupa dan membuat perempuan itu panik.

Salahkan kekesalannya pada Fuat dan gerakan tidak terduga pria itu. Bahkan, ia harus bersandiwara dengan mendadak tanpa persiapan.

“Kau juga akan menghadiri rapat tidak sampai dua jam lagi,” tambah Emine dan bergegas melewati Can, berniat kembali ke meja kerjanya.

Namun, Emine meringis saat cekalan tangannya begitu kuat digenggam Can. Ia membeliak, terseok ketika Can menariknya menuju mobil Can yang terparkir lebih dekat dengan lobi. “Can?! Kita ingin ke mana?!”

“Masuk,” titah Can membuka pintu mobil untuk Emine.

Perempuan itu tertegun melihat sorot dingin Can.

Ia segera masuk dengan perasaan takut, khawatir dan mengembalikan ingatan Emine tentang beberapa menit lalu. Apa ia sangat keterlaluan dalam berbicara?

Jemari kedua tangan Emine tertaut di atas pangkuan. Gemuruh dalam dadanya terasa kuat saat tidak ada percakapan yang ia ataupun Can lontarkan. Suasana hening semakin membuat Emine gelisah.

“Ho-tel?”

Emine menoleh cepat ke arah Can. “Can? Kenapa kau membawaku ke mari?”

“Tidak sampai dua jam lagi kita akan menghadiri rapat.”

Kedua tangan Can mengenggam erat stir mobil. Ia menulikan indera pendengaran, memilih segera memarkirkan rapi SUV lain yang kerap ia minta parkir di parkiran dekat lobi, jika tidak di antar sopir.

“Can?”

Emine merasa tenggorokannya tercekat. Pria itu tidak menjawab pertanyaan ataupun panggilannya. Can memilih keluar, lalu membuka pintu mobil untuk Emine. “Ikut denganku.”

Ia merasakan tubuhnya bergetar saat tatapan dingin Can terus saja terpatri di sana.

Langkah pelan dan ragu tetap ditunggu Can. Setelahnya, perempuan itu mengikuti Can dari belakang, mengenggam erat kedua tangan yang terasa berkeringat di telapak Emine.

Di dalam lift tersebut terasa lama sekali bagi Emine. Perasaannya diliputi rasa gugup sekaligus bersalah.

Sampai langkah keduanya terhenti di depan pintu unit.

Emine mengerjap berulang kali, baru tersadar jika yang ia datangi adalah sebuah apartemen. Tempat kali pertama ia mencecap hasrat dewasa dan kepuasan serta kehangatan yang diberikan Can.

Tenggorokan perempuan itu terasa kering dengan napas tercekatnya.

Can membuka  pintu unit, masuk dan menyadari jika Emine masih berdiri mematung di sana. Perempuan dengan rambut coklat panjang berkuncir kuda itu terus termenung, membuat Can merasa tersinggung. “Kau tidak ingin berada di sini?”

“A-apa?”

“Lagipula, kenapa kau membawaku ke mari, Can?”

“Apa harus mantan kekasihmu yang mengajakmu ke tempat seperti ini, Emine?”

Bibir ranum itu sedikit terbuka.

Emine terpaku dengan pertanyaan Can.

Pria itu mengembuskan napas kasar, lalu menarik tangan Emine dan mengunci pintu tepat di keadaan sadar Emine yang terlambat.

“C-can?”

Kedua bahu Emine naik turun.

Ia mundur perlahan ketika sorot tajam dan dingin Can membuat Emine ketakutan. Sampai tidak ada lagi tempat yang bisa membuatnya melangkah mundur, kecuali pintu yang bisa ia buka jika kunci itu berada di tangannya.

Emine menelan saliva susah payah.

“Apa kau berniat mempermainkanku, Emine?”

Wajah Can mendekat, nyaris tidak sampai lima senti menatap lekat perempuan cantik berkulit putih itu.

Kedua tangan Can mengurung gerakan Emine agar tidak menjauh. Ia menyorot lekat manik yang selalu menyiratkan perubahan tanpa terduga. “Kemarin kau menyatakan rasa sukamu padaku. Bahkan, kau rela menghabiskan malam bersamaku.”

“Tapi siang ini ....”

Emine menahan napas saat hidung mancung di hadapannya bersinggungan dengan hidungnya. Napas hangat pria itu menggetarkan perasaan Emine. “Kau menyinggung perasaanku untuk pria masa lalumu.”

Emine terpaku dengan penuturan Can.

Sedangkan Can, memperlihatkan kebencian dan rsa tidak sukanya terhadap ucapan dan kebohongan Emine.

Karena sejak awal, perempuan itu tidak menyinggung pria masa lalu Emine. Termasuk bagaimana perempuan itu masih menyimpan satu nama yang belum tersingkirkan jauh dari pikiran dan hatinya. “Dan aku mulai tau, kau menjadikanku sebagai pelampiasanmu. Bukan rasa suka yang hadir dengan tulus.”

Jantung Emine berpacu cepat, melebihi dari bagaimana pikiran perempuan itu merespons, memahami ucapan Can.

Bahkan, kedua pipi perempuan itu memanas seiring kalimat yang kembali berputar di pikirannya.

“Kau ... cemburu?” kedua sudut bibir Emine berkedut.

Perasaan perempuan itu menghangat saat melihat tubuh Can kaku. Ia seolah sadar, mengerjap untuk ucapan yang ia lontarkan tersebut.

“Apa aku berhasil membuatmu cemburu dengan status pria di parkiran tadi, Can?”

Can gelagapan.

Pria itu menegakkan tubuh, membuang pandangan saat tatapan Emine menggodanya.

Emine tidak sanggup menutupi kebahagiaannya.

Fuat mengatakan yang sebenarnya. Hanya saja, Emine terlalu sulit mempercayai jika pria di hadapannya memang tidak berubah sama sekali.

“Dia mantan kekasihku. Aku memang belum bisa melupakan dia sepenuhnya. Tapi bukan berarti, aku juga menyatakan kebohongan tentang rasa sukaku padamu.”

Can tertegun saat Emine mendekat, lalu meraih kedua tangan Can untuk memeluk perempuan bertubuh semampainya. “Aku menyukaimu, Can. Itu sebabnya aku memintamu untuk menyadari keberadaanku agar aku tidak salah memilih pria lagi.”

“Karena aku merasakan debaran jauh lebih kuat dibandingkan dengan mantan kekasihku.”

“Kau ... membuatku jatuh cinta padamu hanya dalam hitungan hari,” bisik Emine dan memagut lembut bibir Can.

**

Bab terkait

  • Beautiful Sin   9. Ayo, Kita Bercinta Lagi

    “Apa sekarang kau bisa mengakui rasa cemburumu, Sayang?” Can membuang pandangan, meskipun debaran dalam dadanya tidak keruan. Ia merasa ingin marah, membenci Emine yang tidak berucap jujur sejak awal. Bahkan, ia pun baru sadar jika terlalu membenci keadaan di mana pria asing tadi menyentuh Emine. “Seharusnya kau menyadari tentang keinginanmu, Emine,” tekan Can, berusaha meredam gairah saat jemari lentik itu membuat pola abstrak dan membelai sekilas dada bidang Can. “Jika kau sudah menyukaiku dan menerima risiko apa pun dari hubungan kita. Kau hanya bisa menerima sentuhan dari satu pria, yaitu aku.” “Kau masih bisa memiliki pilihan lain untuk mendorong atau menampar mantan kekasihmu itu,” tekan Can. Dua tubuh kembali melebur. Can benar-benar menikmati sentuhan Emine dan bagaimana mereka menciptakan desahan juga gairah yang sama memuncak. Di antara rasa yang berkecamuk di dalam dadanya. Can menikmati permainan Emine dan juga dua hasrat yang bergejolak sama. “Kenapa kau tidak me

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15
  • Beautiful Sin   10. Mantan Calon Mertua

    Can memasuki apartemen kecil Emine yang berada di level paling rendah. Biaya yang mungkin hanya bisa terjangkau bagi Emine dengan fasilitas yang menurutnya pasti sudah lebih dari cukup. “Kau ingin unit yang lebih besar dan lengkap?” Can berbalik dan melihat Emine masih berdiri tidak lebih dari satu meter. Perempuan itu membiarkan Can berkeliling, melihat keseluruhan tempat tinggal Emine. “Aku sudah merasa lebih dari cukup di sini.” “Tapi apartemen ini cukup jauh dari perusahaan,” timpal Can. Emine mengedik santai, membiarkan Can mendekatinya. “Tidak masalah. Asalkan aku bisa nyaman di tempat tersebut. Aku akan tetap tinggal,” jelas Emine dan membuat Can terdiam sesaat. “Kau ingin minum sesuatu?” tawar Emine ketika tidak ada respons dari Can. “Sebentar. Aku bisa memberikanmu tempat yang lebih nyaman dan akan membuatmu mengirit pengeluaran biaya transportasi ke perusahaan.” Emine mengerjap beberapa kali saat sorot Can begitu lurus menatapnya. “Bagaimana jika kau saja yang menemp

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15
  • Beautiful Sin   11. Nyaman Bersama Perempuan Simpanan

    Pintu ditutup rapat dan tidak lupa dikunci cepat. “Astaga! Apa yang sempat kulihat beberapa waktu tadi?!” Susan histeris setelah bersusah payah membungkam mulutnya. Emine tertunduk malu. Ia tidak menyangka saat ciuman dari Can yang selalu disukainya, berniat membalasnya, justru berakhir memalukan. Fuat menyeringai puas melihat raut tersipu Emine. “Aku sudah bersusah payah membungkam mulut Susan, Ayse. Untung saja dia tidak berontak berlebihan,” timpal pria itu tersenyum jahil sambil melipat kedua tangan di dada. “Ah, aku jadi merindukan seorang perempuan bisa menghangatkan ranjangku. Bukankah setelah ciuman panas akan berakhir di sebuah ranjang? Ck! Fantasi liarku mulai memengaruhi pikiran dan milikku yang perlahan menegang.” “Berengsek!” Fuat tergelak mendengar teriakan dua perempuan yang memekik, menatap horor ucapan teman pria mereka. Kedua tangan Fuat terangkat untuk memberitahu jika pria itu hanya bercanda. “Tenanglah. Aku tidak semesum itu mengenai pikiran kotorku,” cengir

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-31
  • Beautiful Sin   12. Kesayangan Ibu Mertua

    Seluruh pasang mata yang memerhatikan wanita berparas cantik, meskipun sudah melahirkan seorang anak berusia dewasa, tetap menarik atensi mereka dengan wajah kencang dan tidak melupakan status wanita tersebut.Mereka memberikan salam hormat dan dibalas sangat hangat oleh wanita yang tidak segan memberikan senyum lebih ramah.Pintu menjulang tinggi itu dibuka sedikit tergesa, lalu mendapati pria dengan nama belakang Sener sedang memeriksa beberapa laporan.Manik mata itu segera bersitatap ke arah pintu, terkesiap kaget dan menghentikan aktifitasnya. “Mama?”Can menghampiri Nyonya Sener, lalu meraih tangan kanan wanita itu untuk dikecup dan dibawa ke kening. Raut bingung sangat kentara di paras tampan karena tidak mengetahui kedatangan sang Mama. “Apa ada masalah, Ma? Kenapa datang secara tiba-tiba ke mari? Seharusnya aku bisa menjemput Mama jika ingin pergi ke perusahaan.”“Mama ingin memakimu.”Jawaban tegas, singkat dan sorot kentara itu membuat kening pria itu mengernyit. “Kenapa Ma

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-19
  • Beautiful Sin   13. Keputusan Berpisah

    Senyum semringah terlihat sempurna di paras wanita yang masih beberapa tahun lagi menyentuh awal lima puluh tahun, meskipun perawatan di tubuhnya akan selalu menunjang dan sangat pantas memadupadankan pakaian berkelas. “Apa yang sore ini sedang disiapkan keponakanku?” Akira berbalik, menatap bersemu Nyonya Erdem—Bibi Akira—yang datang tanpa diketahui Akira, masuk ke dalam kamar perempuan itu. Ia terlalu sibuk mempercantik kamar agar terkesan lebih romantis dan sensual untuk menyambut suami tercinta. “Aku hanya memberikan sensasi lain agar Can datang dan bisa menikmati kebersamaan kami yang sudah terasa lama tidak hidup layaknya pengantin lagi, Bibi.” Nyonya Erdem tertawa kecil melihat bibir mengerucut Akira. Ia bisa melihat kelopak mawar diberikan di atas tempat tidur, minuman di atas meja kecil sudut ruangan, lalu dengan segala aroma menggoda untuk menjalin pasangan suami istri lebih terasa hidup; bergairah. “Bagaimana dengan Reyhan? Apa tugasku untuk mengasuhnya hari ini selam

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-14
  • Beautiful Sin   14. Cinta yang Manis

    Tidak ada yang menarik saat Emine harus bertemu Can di unit apartemen. Bahkan, setelah pria itu mengajaknya dengan penerbangan yang sama hingga berakhir di penthouse di negara yang mereka singgahi. Can lebih banyak diam tanpa berniat membuka satu percakapan pun.Emosi pria itu sedang tersulut dengan suasana hati yang benar-benar buruk, tidak pantas Emine ambil kesempatan karena hanya memperparah keadaan.Namun, perasaan mencelos menatap punggung lebar duduk di sofa, membelakangi Emine sedang menuang kesekian kali wine ke dalam gelas. Pria itu sedang stres, mengalihkan pikiran waras dengan minuman yang ia harapkan bisa meredakan pusing berdenyut, menyadari jika ia sudah mulai tidak nyaman dengan status pernikahan.“Can! Hentikan! Kau hampir menghabiskan dua botol!” sentak Emine meraih botol kedua yang sudah setengah tandas.Sosok pria di hadapannya sedikit mengerang, terus meminta botol tersebut kembali ke tangannya. Tapi Emine tidak kuat lagi dan merasa asing dengan pria yang dulu jau

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-27
  • Beautiful Sin   15. Tamu Berbahaya

    “Bisakah kau membagi nomor ponsel atau di mana unitmu berada, Nona Cantik?” Emine bersemu. Ia tidak menduga datang sebagai sekretaris Can ke pesta salah satu rekan kerja orangtua pria itu, justru membuat Emine kebingungan menanggapi banyak pria yang mendekat. Pria di hadapannya adalah orang kelima setelah susah payah Emine menyingkirkan yang lain. Karena jika ia melirik lagi ke sebelah kanan, maka tatapannya sudah dapat bertumpu dengan satu pria di meja tidak jauh. Can sedang mengobrol dengan beberapa rekan bisnis seusia, tapi sesekali melempar tatapan tajam ke arah Emine. Perempuan itu menelan saliva susah payah. “Aku akan langsung pulang bersama Tuan Sener malam ini, Tuan. Maafkan aku. Permisi.” Ia ingin menyelamatkan diri sebelum Can akan memusuhi Emine atau lebih parahnya perempuan itu diposisi Akira. Emine tidak ingin ditinggalkan Can begitu saja dengan kemarahan yang emosional. “Akhirnya,” cetus Emine mengembuskan napas lega setelah berdiri di tempat sepi. Segera ia mengh

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-26
  • Beautiful Sin   1. Antagonis dari Dendam

    “Aku sudah berkeluarga dan memiliki seorang putra berusia dua tahun.” “Seharusnya kita tidak berakhir di ranjang apartemenku, Emine.” Suara lelah, cukup frustrasi dengan meremat rambut hitam sebagai bentuk pelampiasan. Manik coklat itu memerhatikan tubuh tegap dan atletisnya dari cermin, memantulkan diri dengan pakaian yang sudah tidak rapi lagi. Tidak ada lagi tubuh tanpa helai dan peluh yang menempel, menjadi bukti betapa ia bergairah meniduri perempuan selain istrinya. Ia mengembuskan napas berat, menyadari kesalahan karena tidak terbiasa minum dan berakhir membawa sekretarisnya sebagai partner ranjang. “Tuan Sener. Kita melakukannya secara sadar dan aku tidak mempermasalahkannya.” “Ini juga bukan masa suburku.” Penjelasan dengan nada ringan itu membuat Can—Yavuz Can Sener—menoleh ke arah ranjang. Ia mendapati sorot teduh dari manik Emine—Sekretaris baru—Can, mengisi kekosongan posisi lama, baru dua minggu terakhir. Bahkan, bibir keduanya sudah lancang berciuman di hari keti

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-22

Bab terbaru

  • Beautiful Sin   15. Tamu Berbahaya

    “Bisakah kau membagi nomor ponsel atau di mana unitmu berada, Nona Cantik?” Emine bersemu. Ia tidak menduga datang sebagai sekretaris Can ke pesta salah satu rekan kerja orangtua pria itu, justru membuat Emine kebingungan menanggapi banyak pria yang mendekat. Pria di hadapannya adalah orang kelima setelah susah payah Emine menyingkirkan yang lain. Karena jika ia melirik lagi ke sebelah kanan, maka tatapannya sudah dapat bertumpu dengan satu pria di meja tidak jauh. Can sedang mengobrol dengan beberapa rekan bisnis seusia, tapi sesekali melempar tatapan tajam ke arah Emine. Perempuan itu menelan saliva susah payah. “Aku akan langsung pulang bersama Tuan Sener malam ini, Tuan. Maafkan aku. Permisi.” Ia ingin menyelamatkan diri sebelum Can akan memusuhi Emine atau lebih parahnya perempuan itu diposisi Akira. Emine tidak ingin ditinggalkan Can begitu saja dengan kemarahan yang emosional. “Akhirnya,” cetus Emine mengembuskan napas lega setelah berdiri di tempat sepi. Segera ia mengh

  • Beautiful Sin   14. Cinta yang Manis

    Tidak ada yang menarik saat Emine harus bertemu Can di unit apartemen. Bahkan, setelah pria itu mengajaknya dengan penerbangan yang sama hingga berakhir di penthouse di negara yang mereka singgahi. Can lebih banyak diam tanpa berniat membuka satu percakapan pun.Emosi pria itu sedang tersulut dengan suasana hati yang benar-benar buruk, tidak pantas Emine ambil kesempatan karena hanya memperparah keadaan.Namun, perasaan mencelos menatap punggung lebar duduk di sofa, membelakangi Emine sedang menuang kesekian kali wine ke dalam gelas. Pria itu sedang stres, mengalihkan pikiran waras dengan minuman yang ia harapkan bisa meredakan pusing berdenyut, menyadari jika ia sudah mulai tidak nyaman dengan status pernikahan.“Can! Hentikan! Kau hampir menghabiskan dua botol!” sentak Emine meraih botol kedua yang sudah setengah tandas.Sosok pria di hadapannya sedikit mengerang, terus meminta botol tersebut kembali ke tangannya. Tapi Emine tidak kuat lagi dan merasa asing dengan pria yang dulu jau

  • Beautiful Sin   13. Keputusan Berpisah

    Senyum semringah terlihat sempurna di paras wanita yang masih beberapa tahun lagi menyentuh awal lima puluh tahun, meskipun perawatan di tubuhnya akan selalu menunjang dan sangat pantas memadupadankan pakaian berkelas. “Apa yang sore ini sedang disiapkan keponakanku?” Akira berbalik, menatap bersemu Nyonya Erdem—Bibi Akira—yang datang tanpa diketahui Akira, masuk ke dalam kamar perempuan itu. Ia terlalu sibuk mempercantik kamar agar terkesan lebih romantis dan sensual untuk menyambut suami tercinta. “Aku hanya memberikan sensasi lain agar Can datang dan bisa menikmati kebersamaan kami yang sudah terasa lama tidak hidup layaknya pengantin lagi, Bibi.” Nyonya Erdem tertawa kecil melihat bibir mengerucut Akira. Ia bisa melihat kelopak mawar diberikan di atas tempat tidur, minuman di atas meja kecil sudut ruangan, lalu dengan segala aroma menggoda untuk menjalin pasangan suami istri lebih terasa hidup; bergairah. “Bagaimana dengan Reyhan? Apa tugasku untuk mengasuhnya hari ini selam

  • Beautiful Sin   12. Kesayangan Ibu Mertua

    Seluruh pasang mata yang memerhatikan wanita berparas cantik, meskipun sudah melahirkan seorang anak berusia dewasa, tetap menarik atensi mereka dengan wajah kencang dan tidak melupakan status wanita tersebut.Mereka memberikan salam hormat dan dibalas sangat hangat oleh wanita yang tidak segan memberikan senyum lebih ramah.Pintu menjulang tinggi itu dibuka sedikit tergesa, lalu mendapati pria dengan nama belakang Sener sedang memeriksa beberapa laporan.Manik mata itu segera bersitatap ke arah pintu, terkesiap kaget dan menghentikan aktifitasnya. “Mama?”Can menghampiri Nyonya Sener, lalu meraih tangan kanan wanita itu untuk dikecup dan dibawa ke kening. Raut bingung sangat kentara di paras tampan karena tidak mengetahui kedatangan sang Mama. “Apa ada masalah, Ma? Kenapa datang secara tiba-tiba ke mari? Seharusnya aku bisa menjemput Mama jika ingin pergi ke perusahaan.”“Mama ingin memakimu.”Jawaban tegas, singkat dan sorot kentara itu membuat kening pria itu mengernyit. “Kenapa Ma

  • Beautiful Sin   11. Nyaman Bersama Perempuan Simpanan

    Pintu ditutup rapat dan tidak lupa dikunci cepat. “Astaga! Apa yang sempat kulihat beberapa waktu tadi?!” Susan histeris setelah bersusah payah membungkam mulutnya. Emine tertunduk malu. Ia tidak menyangka saat ciuman dari Can yang selalu disukainya, berniat membalasnya, justru berakhir memalukan. Fuat menyeringai puas melihat raut tersipu Emine. “Aku sudah bersusah payah membungkam mulut Susan, Ayse. Untung saja dia tidak berontak berlebihan,” timpal pria itu tersenyum jahil sambil melipat kedua tangan di dada. “Ah, aku jadi merindukan seorang perempuan bisa menghangatkan ranjangku. Bukankah setelah ciuman panas akan berakhir di sebuah ranjang? Ck! Fantasi liarku mulai memengaruhi pikiran dan milikku yang perlahan menegang.” “Berengsek!” Fuat tergelak mendengar teriakan dua perempuan yang memekik, menatap horor ucapan teman pria mereka. Kedua tangan Fuat terangkat untuk memberitahu jika pria itu hanya bercanda. “Tenanglah. Aku tidak semesum itu mengenai pikiran kotorku,” cengir

  • Beautiful Sin   10. Mantan Calon Mertua

    Can memasuki apartemen kecil Emine yang berada di level paling rendah. Biaya yang mungkin hanya bisa terjangkau bagi Emine dengan fasilitas yang menurutnya pasti sudah lebih dari cukup. “Kau ingin unit yang lebih besar dan lengkap?” Can berbalik dan melihat Emine masih berdiri tidak lebih dari satu meter. Perempuan itu membiarkan Can berkeliling, melihat keseluruhan tempat tinggal Emine. “Aku sudah merasa lebih dari cukup di sini.” “Tapi apartemen ini cukup jauh dari perusahaan,” timpal Can. Emine mengedik santai, membiarkan Can mendekatinya. “Tidak masalah. Asalkan aku bisa nyaman di tempat tersebut. Aku akan tetap tinggal,” jelas Emine dan membuat Can terdiam sesaat. “Kau ingin minum sesuatu?” tawar Emine ketika tidak ada respons dari Can. “Sebentar. Aku bisa memberikanmu tempat yang lebih nyaman dan akan membuatmu mengirit pengeluaran biaya transportasi ke perusahaan.” Emine mengerjap beberapa kali saat sorot Can begitu lurus menatapnya. “Bagaimana jika kau saja yang menemp

  • Beautiful Sin   9. Ayo, Kita Bercinta Lagi

    “Apa sekarang kau bisa mengakui rasa cemburumu, Sayang?” Can membuang pandangan, meskipun debaran dalam dadanya tidak keruan. Ia merasa ingin marah, membenci Emine yang tidak berucap jujur sejak awal. Bahkan, ia pun baru sadar jika terlalu membenci keadaan di mana pria asing tadi menyentuh Emine. “Seharusnya kau menyadari tentang keinginanmu, Emine,” tekan Can, berusaha meredam gairah saat jemari lentik itu membuat pola abstrak dan membelai sekilas dada bidang Can. “Jika kau sudah menyukaiku dan menerima risiko apa pun dari hubungan kita. Kau hanya bisa menerima sentuhan dari satu pria, yaitu aku.” “Kau masih bisa memiliki pilihan lain untuk mendorong atau menampar mantan kekasihmu itu,” tekan Can. Dua tubuh kembali melebur. Can benar-benar menikmati sentuhan Emine dan bagaimana mereka menciptakan desahan juga gairah yang sama memuncak. Di antara rasa yang berkecamuk di dalam dadanya. Can menikmati permainan Emine dan juga dua hasrat yang bergejolak sama. “Kenapa kau tidak me

  • Beautiful Sin   8. Jatuh Cinta

    Emine memelotot sempurna dengan tubuh menegang, mendapati kali pertama Fuat mencium pipi Emine. Bahkan, tangan kanan pria itu menahan tengkuknya agar menempelkan bibir ranum Emine semakin lekat. Wajah Emine memerah dan merambat hingga ke leher jenjang, menatap tajam Fuat dan bersiap memberontak. Namun, gerakan itu terhenti seiring rasa kaget Emine. “Jangan terlihat kaku atau menyerangku, Ayse. Di belakangmu ada Tuan Sener,” bisik Fuat. “Dia berdiri di halaman depan lobi,” lanjut pria itu tepat di sisi wajah Emine, tanpa mengubah posisi sebelum menyelesaikan kalimat. Perempuan itu menatap Fuat dengan pupil melebar, memberikan kode dan pria itu ikut membalas dalam sorot mata. “Maaf, tapi dari ucapanmu beberapa menit lalu. Maka, kau harus membuat cinta pertamamu cemburu.” Emine terkejut. Sorot mata Fuat menyampaikan sikap tegas. Bahkan, Emine menegang saat kedua bahunya di pegang erat Fuat, menunjukkan dirinya yang memang sangat dekat dengan seorang pria. “Ingat. Jika dia bertanya,

  • Beautiful Sin   7. Merasa Cemburu

    Rapat internal siang ini telah usai. Emine sibuk membereskan berkas Can di posisi pria itu duduk. Karena Can berada di luar ruangan, berbicara beberapa hal ringan dengan lelaki yang menjabat sebagai General Manajer tersebut. “Terimakasih atas undangan Anda, Tuan. Dengan senang hati saya akan datang menghadiri pesta pernikahan putri Anda.” Can tersenyum kecil. Ia sudah menganggap lelaki tiga tahun lebih tua dari Ayahnya adalah orangtuanya juga. Can diajarkan untuk beradaptasi dan menyelaraskan apa yang sudah diminta orangtuanya. Bahkan, ketika ia tidak mengingat apa pun, hatinya selalu saja menyukai pertemuan dengan banyak orang dari beberapa kalangan berbeda. “Sungguh suatu kehormatan jika Anda datang, Tuan.” “Sebenarnya saya ingin mengadakan pesta di Ankara. Hanya saja, calon suami putri saya memang meminta kami untuk menyiapkan di sana. Mengingat Ibu dari calon menantu saya sedang sakit dan berada di kursi roda.” Can mengucapkan turut kesedihannya dan berdoa agar wanita itu se

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status