Rusia, salah satu negara dengan pesona alam, bangunan bersejarah, serta kecantikan para wanitanya yang siap memanjakan mata tiap-tiap kaum lelaki. Di negara Lenin inilah seorang Richard Lexi berada, seorang CEO dari perusahaan ekspedisi terbesar dan paling berpengaruh di Rusia yang bernama Lexi Czar Expedition yang menguasai hampir seluruh pengiriman barang-barang di Rusia serta perusahaan ekspedisi nomor dua terbesar di dunia. Selain itu, Lexi juga seorang kurator seni di museum State Hermitage yang merupakan museum tertua dan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari tiga juta koleksi karya seni dari seluruh dunia serta berbagai artefak dari zaman batu dan prasejarah. Kecintaan Lexi pada dunia seni tak lepas dari darah seni yang diwariskan oleh sang ibu, Maria Anna Luka Hendrikova, seorang bangsawan Rusia yang masih memiliki garis keturunan dengan kekaisaran Rusia Romanov tempo dulu. Lexi juga sering dikenal sebagai Cassanova Tanah Lenin, karena ketampanan dan kharisma yang dimiliki pria pemilik tinggi 188 cm itu yang memang 'mumpuni' dan membuat siapa saja yang memandang atau menjadi lawan bicaranya seakan tersihir dengan mata hijau miliknya yang seksi dan misterius bak hutan pinus di kawasan Pegunungan Altai serta rambut kecoklatan mirip rumput-rumput yang bergerak bebas terkena angin laut.
"Selamat pagi, Tuan Lexi," sapa Yuri Ivonka, sekretaris sekaligus pengawal Lexi.
"Pagi, Yuri. Ada berita apa tentang pengiriman kita ke Minsk? Apakah barang yang mereka inginkan telah diterima?" tanya Lexi seraya memeriksa beberapa dokumen yang ada di atas mejanya.
"Sudah, Tuan. Ini, ini adalah laporan pengiriman barang yang kami terima dari mereka," jelas Yuri memberikan sebuah catatan dokumen kepada Lexi.
"Hmm, well done. Tak ada keluhan atau pengiriman yang delay atau barang rusak selama di perjalanan?" tanya Lexi masih memeriksa dokumen yang diberikan Yuri.
"Tidak ada, Tuan. Semua aman terkendali."
Lexi tersenyum puas mendengar laporan sang sekretaris. Baginya, kepuasaan konsumen dan klien adalah hal yang mutlak dan tak dapat ditolerir. Lexi tak 'kan segan-segan memecat langsung para pekerjanya jika mereka tak mampu bekerja dengan baik namun, dia juga tak segan untuk mengganti kerusakan barang-barang milik kliennya bila hal itu disebabkan oleh kesalahan perusahannya, sehingga tak heran jika perusahaannya disegani oleh banyak perusahaan, baik dalam ataupun luar negeri.
"Lalu, apa agendaku hari ini?" tanya Lexi yang telah selesai memeriksa dokumen-dokumen di atas mejanya.
"Hari ini Anda tidak memiliki agenda apapun juga, Pak. Tapi, besok Anda akan menerima tamu dari Indonesia, salah satu pengusaha perhiasan terkemuka di negara itu. Tuan Niko Wijaya," papar Yuri.
"Niko Wijaya? sepertinya aku pernah mendengar namanya. Salah satu hasil karyanya, 'Triumph of Golden Palace' yang pernah dipamerkan di Museum London benar-benar membuatku terkesima. Batu permata merah rugbi yang sangat indah, bernilai seni tinggi, jika seandainya karya itu bisa jatuh ke tanganku, mungkin aku akan menjadi orang yang paling beruntung di dunia," papar Lexi seraya tersenyum tipis.
"Bukankah Anda bisa meminta Tuan Niko untuk membuatkannya khusus untuk Anda?" saran Yuri.
Lexi menatap sekretaris sekaligus pengawalnya itu dengan pekat. Tiba-tiba, tangannya mencengkaram bahu Yuri pelan namun kuat seraya berkata, "Good idea, Yuri! Kenapa tak terpikirkan olehku! Dengar, aku ingin kau memesan satu restoran terbaik di Rusia, pesan untuk satu hari ini, kita akan menjamu Tuan Niko Wijaya di sana sambil bersenang-senang."
"Baik, Tuan. Saya mengerti."
Segera, Yuri meninggalkan ruangan Lexi dan menuju restoran yang dimaksud oleh sang bos.
****
Wijaya Mining and Coal
"Apa semua dokumen yang aku perlukan sudah siap, Jes?" tanya Niko menghisap cerutu torpedo favoritnya.
"Sudah, Pak. Semua sudah saya siapkan dan sudah aman," balas Jessica merapikan meja kerja Niko.
"Hmm--bagus. Oh, ya, kau tetap di sini sebagai tangan dan telingaku, Jes. Aku akan pergi sendiri."
"Apa? Anda mau pergi tanpa saya temani? Kenapa, Pak? Bukankah akan lebih baik jika saya ikut?" tanya Jessica terkejut.
"Untuk kali ini ... tidak! You, stay here!" ucap Niko tegas.
Jessica bergeming. Tangannya dikepal erat hingga bergetar, wanita cantik berbibir sensual itu pun bergetar dan berkata. "Apa Anda akan pergi bersama istri Anda?"
Niko menatap wajah sang sekretarisnya dengan tatapan datar dan mulut yang mengatup seraya menyilangkan kedua tangannya. "Apa maksudmu berkata begitu, Jes? Apa aku harus selalu meminta izin padamu jika aku ingin pergi? Apa aku harus selalu memberikan laporan kemana atau dengan siapa atau bahkan apa yang sedang kulakukan?" wajah Niko menunjukkan ekspresi ketidaksukaan.
"Bu--bukan begitu maksud saya, Pak. Tapi, saya kan sekretaris Bapak, jadi alangkah lebih baik jika saya ikut karena akan lebih mempermudah segala urusan Bapak di sana," jelas Jessica yang telah melonggarkan kepalannya sambil berusaha tersenyum di depan Niko.
Niko bangkit dari duduknya dan mendekati Jessica. Rambut panjang nan indah sekretarisnya dibelainya dengan penuh kelembutan dan sesekali dia mencium aroma wangi shampo yang biasa ia gunakan. "Kenapa? Kenapa aku tak bisa ikut?" tanya Jessica yang membalikkan badannya dan berdiri sejajar dengan Niko.
"Sayang, aku akan pergi dengan Tania. Itulah alasanku kenapa aku tidak mengajakmu."
"Hanya Tania, kan? Kenapa sampai tidak bisa?" tanya Jessica lagi mulai kesal.
"Demi Tuhan, Jessica, tolong jangan buat posisiku sulit! Bukankah kita masih bisa saling berhubungan? Bukankah aku bisa meneleponmu? Kau ini sekretaris dan kaki tanganku! Kau orang kepercayaanku! Jadi tolong, make it simple for me ... for us," ucap Niko mencengkram bahu Jessica pelan.
Jessica hanya bergeming, dia menatap Niko sambil mengerucutkan bibir sensualnya. Tanpa banyak ucap, Jessica langsung meninggalkan ruangan Niko dan membanting pintu dengan kencang.
"What a woman!!" kesal Niko.
****
Kantor Pusat Pengiriman Lexi Czar Expedition
"Pak," Yuri melangkan kakinya masuk ke ruangan Lexi.
"Bagaimana? Apa kau sudah memesannya?" tanya Lexi antusias.
"Sudah, Pak. Semua sudah sesuai dengan arahan Bapak. Kita hanya tinggal menunggu kedatangan Tuan Niko Wijaya."
Lexi menganggukkan kepalanya dan senyum sumringah dia lepaskan tanda kepuasaan akan kinerja sekretarisnya. "Well done, Yuri. Aku tahu aku bisa mengandalkanmu."
"Terima kasih, Pak. Apa ada hal lain lagi yang Anda perlukan?" tanya Yuri.
"Tak ada, terima kasih. Kau boleh kembali ke mejamu," ucap Lexi tersenyum.
Yuri segera melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan Lexi, tanpa sadar sepasang mata mengamati gerak-gerik mereka. Mata yang berwarna cokelat bak elang itu menatap sang sekretaris dengan sinis dan tajam. Dialah Eva Laika, anak salah satu pengusaha tambang minyak di kota Moskow, seorang desainer permata kenamaan dan juga guru taman kanak-kanak.
"Nona Laika? Selamat pagi," sapa Yuri agak terkejut.
"Hmm," balas Laika dengan ekspresi dingin.
Yuri yang ingin kembali duduk di kursi kerjanya, tiba-tiba ditarik lengannya oleh Laika dan menyudutkannya ke tembok dekat meja kerjanya.
"No--Nona Laika! Apa yang sedang Anda lakukan? Ini di kantor! Jika saya panggilkan keamanan, Anda tahu apa yang akan terjadi," ucap Yuri beradu mata dengan Eva Laika.
"Apa yang sedang kau lakukan di ruangan Lexi?" tanya Laika dengan nada rendah namun terdengar sinis.
"Saya hanya menyampaikan agenda Tuan Lexi juga beberapa dokumen yang harus beliau tandatangani," jawab Yuri tak berkedip sekalipun.
"Hanya itu? Tak ada yang lain?" tanya Laika masih memegang lengan Yuri.
"Hanya itu, Nona Laika. Tidak ada lagi!" balas Yuri tegas.
Laika melepaskan cengkeraman tangannya di lengan Yuri seraya berkata, "Lexi itu milikku! Tak ada satu pun yang bisa memilikinya, kecuali aku. Apa kau mengerti, Nona Yuri Ivonka?"
"Saya mengerti, bahkan sangat mengerti, Nona Laika. Akan tetapi, di sini bukan Anda yang berwenang! Di sini, yang berwenang adalah Tuan Lexi, jadi bukan saya yang seharusnya bersikap sopan, tetapi Anda ... Nona Eva Laika," ucap Yuri menyunggingkan senyum tipis di bibir mungilnya yang merah.
"Kau---! Kau hanyalah seorang sekretaris! Apa hakmu bicara seperti itu padaku! Aku akan minta Lexi untuk memecatmu!" kesal Laika seraya menatap tajam Yuri.
"Silakan, saya tidak takut! Tapi satu hal yang perlu Anda ingat jika saya adalah pengawal Tuan Lexi dan sudah menjadi kewajiban saya untuk melindungi beliau, terutama dari bahaya yang ada di DEPAN MATA!" sindir Yuri meninggalkan Laika dengan tersenyum.
"Sekretaris brengsek! Akan kupastikan kau segera keluar dari kantor ini dan kupastikan hidupmu akan menderita!" gumam Laika mengepalkan tangannya dengan kencang dan masuk ke dalam ruangan Lexi.
Ruangan Richard Lexi
"Hai, Sayang, apa kau sibuk?" tanya Laika dengan senyum bahagia.
"Oh, hai, Sayang. Seperti biasa, hanya menandatangani beberapa dokumen," jelas Lexi balas tersenyum.
Laika, wanita cantik anak seorang pengusaha tambang minyak, Joni Pedrova Medyedev memang menyukai Lexi sejak mereka masih di bangku kuliah. Walaupun jurusan yang mereka tempuh berbeda, namun tak jarang Laika sering menghampiri Lexi dan menghabiskan waktu berdua bersamanya. Sama-sama keturunan bangsawan Rusia tempo dulu, membuat mereka acapkali dijodohkan oleh kedua orang tua mereka. Namun, Lexi selalu menolak perjodohan itu dengan berbagai alasan hingga membuat Laika sempat depresi dan memutuskan untuk meninggalkan Rusia. Kini, perusahaan ayah Laika sedang bekerja sama dengan perusahaan milik Lexi, sehingga membuat Laika kembali menjalin komunikasi dengan teman kuliahnya itu dan hubungan mereka yang dulu sempat 'dingin' kini kembali menghangat dan semakin intim.
"Sayang, apa kau ada waktu hari ini?" tanya Laika mendekati Lexi dan memeluk tubuh Lexi dari belakang.
"Kenapa memangnya? Apa kau ingin pergi?" tanya Lexi memutar kursinya dan berhadapan langsung dengan Laika.
Laika mengangguk. "Aku ingin pergi ke Krasnoyarsk."
"Apa? Kau ingin pergi ke sana? Mau apa, Sayang? Aku tidak bisa jika sekarang. I'm busy," balas Lexi mencubit lembut pipi Laika.
Laika terdiam, dipandangnya Lexi pekat dengan mata cokelat burung elangnya, "Kita sudah lama tak bertemu dan hubungan kita---"
"Eva ...." Lexi melepaskan tangannya dari pipi Laika dan menelepon Yuri memintanya membawakan secangkir kopi kesukaan Laika.
"Aku kesini bukan untuk minum. Aku datang ke sini untuk menemuimu, Lexi. Aku ... rindu padamu, setelah kita lama terpisah, baru kali ini kita bisa seintim ini lagi. Apakah permintaanku terlalu berat?" tanya Laika lirih.
Kali ini Lexi yang terdiam, tak banyak kontak mata yang ia lakukan terhadap Laika. Tangannya kembali memeriksa tumpukan dokumen di mejanya dan tak lama terdengar suara seseorang mengetuk pintu ruangannya. "Masuk!" perintah Lexi.
Sang sekretaris, Yuri datang ke ruangan Lexi dan membawakan secangkir kopi yang diminta oleh Lexi. " Tuan, kopi untuk Nona Laika," ucap Yui meletakkan kopi yang di atasnya diletakkan creamer di meja Lexi.
"Aku sudah tak minum kopi itu! Bawa pergi lagi kopi itu!" ucap Laika dengan tatapan sinis kepada Yuri.
"Bagaimana, Tuan? Apakah harus saya ambil atau ...." Yuri terdiam.
"Letakkan saja di sini!" ucap Lexi singkat. "Kau boleh pergi," tambahnya.
"Baik, permisi Nona Laika, Tuan Lexi," Yuri segera meninggalkan ruangan Lexi.
"Le--Lexi."
"Laika, aku sedang banyak pekerjaan. Bisakah kau keluar dari ruanganku?" tanya Lexi masih tak kontak mata dengan Laika.
"Lexi ... apakah harus begini? Apa kau ingin aku pergi? Lexi ..." Laika menahan air matanya.
"Laika, Sayang--kau lihat sendiri kan aku sedang banyak kerjaan. Aku harus menyelesaikannya, jika tidak aku akan rugi besar. Kumohon dear, help me, please ..." pinta Lexi dengan mata sendu dan menyatukan kedua tangannya.
Laika mengehela napasnya panjang, menahan air mata yang ia tahan di ujung garis matanya dan langsung keluar ruangan Lexi dengan membanting pintu dengan kencang. Lexi hanya melihat dengan tatapan datar sikap Laika dan mengambil ponsel miliknya ... menghubungi seseorang.
"Kita bertemu nanti malam ... di tempat biasa," ucapnya langsung mematikan ponselnya.
****
Kediaman Keluarga Hendrikova
"Dobryy den', Madam (selamat siang, Madam)" ucap salah seorang asisten rumah tangga keluarga Hendrikova pada seorang wanita tengah baya namun masih tetap cantik dan memukau, Maria Anna Luka Hendrikova yang tak lain adalah ibunda Richard Lexi.
"Dobryy den', Gustav," balas Anna tersenyum.
"Ini teh Anda, Madam," Gustav, sang asisten rumah tangga Hendrikova selama belasan tahun membawakan teh inggris dan meletakkannya di samping meja kesayangan Anna.
"Spasibo (terima kasih), Gustav." Anna kemudian meminum teh favoritnya itu dan tak lama kemudian seorang asisten rumah tangga Hendrikova lainnya datang dan menemui Anna.
"Maaf, Madam. Nona Laika datang dan meminta bertemu dengan Anda," ucap asisten rumah tangga itu.
"Laika? Maksudmu ... Eva Laika?" tanya Anna meletakkan kembali tehnya dan sedikit terkejut.
"Benar, Madam. Nona Laika saat ini tengah berada di ruang tamu dan dia bersikukuh untuk bertemu dengan Anda," jelas asisten itu lagi.
"Mau apa Laika datang ke sini?" gumam Anna kemudian menuju ruang tamu dan bertemu dengan Laika.
"Laika," sapa Anna yang datang menemuinya.
"Ah, dobryy den', Madam." Laika memberi hormat layaknya bangsawan terdahulu.
"Dobryy den', silakan duduk. Ada apa kau tiba-tiba ke sini? Tidak biasanya?" tanya Anna duduk di sebelah Laika.
"Maafkan saya, Madam jika kedatangan saya mengganggu Anda, tapi saya tidak tahu lagi harus kemana dan kepada siapa saya harus bicara," ucap Laika dengan genangan air mata di kelopak matanya.
"Laika? Ada apa? Kenapa kau ... menangis?" tanya Anna dengan ekspresi bingung.
"Lexi--apa Lexi sudah memiliki kekasih, Madam?" tanya Laika lirih.
"A--apa? Kekasih? Siapa? Lexi? Aku tak pernah tahu jika dia memiliki seorang kekasih. Darimana kau tahu, Laika jika Lexi memiliki seorang kekasih?" tanya Anna penasaran.
"Sikapnya dingin padaku, padahal kami baru saja memperbaiki hubungan kami yang telah lama putus, tapi sepertinya Lexi tak ingin hubungan kami kembali seperti dulu," papar Laika dengan ekspresi sendu.
Anna hanya bergeming seraya menarik napas panjang, melihat rona kesedihan yang mendalam di mata Laika. Dia pun memeluk Laika dengan erat, menghangatkan tubuh Laika yang gemetar karena gelisah dan menenangkannya.
"Laika ... sudah, Sayang, biar nanti aku yang bicara dengan Lexi. Akan aku tanya dia apakah dia sudah memiliki kekasih atau belum. Sudah, ya, Sayang ... jangan menangis lagi, jika kau menangis, aku juga akan sedih karena ulah anakku kau jadi seperti ini," jelas Anna masih memeluk Laika dengan lembut.
Laika hanya terdiam dan memberi anggukan kepala di dalam pelukan Anna tanda dia mengerti.
****
Lounge Pub n Bar
"Sayang, kau terlihat sangat 'panas' malam ini---" ucap Lexi pada seorang wanita cantik dengan mengenakan mini dress warna hitam dengan belahan dada cukup lebar sambil menikmati dentuman musik yang mengalun dengan cukup kencang di sebuah tempat hiburan malam eksklusif di kota Moskow. Suara musik yang kencang ditambah ingar bingar tempat itu menambah suasana panas dan kehidupan malam kota Moskow semakin terasa, dan Lexi adalah salah satu yang menyukai kehidupan malam beserta 'isi' didalamnya. Lexi, banyak wanita yang menyebutnya sebagai serigala dari Tanah Lenin. Ada banyak alasan mengapa ia sampai memiliki julukan seperti itu, salah satunya adalah karena ia mampu menaklukkan wanita yang tak bisa ditaklukkan oleh pria manapun, salah satunya adalah seorang model dan juga violist wanita ternama, Ardelle Celestia Quinza, yang tak lain adalah adik dari model Andrea Quinza.
"Tentu saja aku harus 'panas' bukan, kau menyukai segala sesuatu yang 'panas'," goda Ardelle dengan menyentuh dagu Lexi lembut.
Lexi memang dikenal akrab dengan semua wanita di negara itu. Bahkan, hampir sebagian dari mereka pernah menjadi mangsa sang serigala, namun hanya Ardelle lah Lexi seakan bertekuk lutut tak berdaya. Pesona yang dimiliki wanita berusia 25 tahun itu benar-benar telah membuat Lexi menjadi serigala jinak dan tak memiliki taring.
"Sayang, apa setelah ini kita ke tempat biasa?" bisik Ardelle di telinga Lexi mesra.
"Tentu saja. Aku rindu padamu, sudah seminggu kita tak bertemu, bukan? Apa kau tak merindukanku?" tanya Lexi dengan tatapan menggoda.
Ardelle mendekatkan tubuhnya pada Lexi, bibirnya sengaja didekatkan dengan bibir Lexi ... sangat dekat bahkan deru napas mereka berdua saling bersahut sangat jelas dan Lexi tentu saja tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Bibir wanita cantik nan manis itu pun dikulum dengan sangat liar oleh sang serigala. Tangan Lexi pun mulai melancarkan serangannya, jari-jemarinya yang panjang dan otot-ototnya yang kekar membuat Ardelle tak mampu berkutik dan melawan. Kenikmatan yang dirasakan oleh Ardelle membuatnya mengeluarkan suara-suara yang membuat siapapun mendengarnya menjadi berpikiran liar, rambut yang tak lagi rapi menjadi salah satu tanda bahwa mereka sedang berada di titik klimaks.
"Sayang, apa kita bisa pergi dari sini?" tanya Ardelle melepaskan bibirnya dari Lexi.
"Ya, ayo kita pergi dari sini," balas Lexi mengiyakan.
Akhirnya, Lexi dan Ardelle meninggalkan tempat itu. Namun, ketika Lexi hendak membuka pintu bar itu, Yuri telah menghadang jalan mereka keluar.
"Yuri, ada apa?" tanya Lexi terkejut.
Yuri melihat Ardelle tengah merapikan pakaiannya dan menata rambutnya. "Hey, Yuri, ada apa? Kenapa diam?" tanya Lexi menjentikkan jarinya.
"Madam sedang berada di luar, menunggu Anda, Tuan," bisik Yuri.
"A--apa? Ibuku?" tanya Lexi terkejut.
"Yuri mengangguk, "Benar, Tuan. Maaf saya baru memberitahukannya pada Anda sekarang. Keadaannya mendesak. Madam menelepon saya tiba-tiba dan bertanya di mana Anda sekarang," tambahnya.
Lexi bergeming, matanya bergerak tak tentu arah menandakan jika dia sedang bingung dan kalut. "Dengar Yuri, aku mau kau antarkan Nona Ardelle kembali ke hotelnya, jangan sampai terlihat oleh paparazi atau bahkan pengawal mama sekalipun. Apa kau mengerti?"
Yuri hanya menatap Lexi datar, "Yuri Ivonka! Apa kau mengerti? Kenapa kau diam terus?" kesal Lexi mengeluarkan suara keras.
"Baik, saya mengerti, Tuan," balas Yuri segera masuk ke dalam dan berbicara dengan Ardelle.
Lexi segera pergi meninggalkan Ardelle tanpa berkata sepatah katapun dan Ardelle hanya melihat kepergian Lexi dengan tatapan datar. "Baiklah, Nona Yuri, tak masalah jika aku harus kembali denganmu. Lagipula, urusan kami sudah SELESAI!" ucap Ardelle sedikit kesal namun ditutupi dengan senyumnya.
"Mama--" sapa Lexi segera menemui sang mama, Maria Anna Luka Hendrikova yang sedang menunggu di dalam mobil miliknya.
"Hmm, apa kau sudah selesai, Richard Lexi Hendrikova?" tanya sang mama tersenyum penuh misteri.
"Selesai? Apa yang selesai, Mah? Aku tak mengerti," ucap Lexi yang berdiri di luar mobil sang mama.
Anna kemudian turun dari mobilnya dan menggandeng lengan sang putra lembut, "Ayo, temani Mama jalan-jalan," sang mama tersenyum.
"Ja--jalan-jalan kemana, Mah?" tanya Lexi sedikit curiga dengan sikap sang mama yang tak biasa.
"Kemana saja, asal denganmu, Sayang," jawab sang mama dengan tersenyum.
Ibu dan anak itu akhirnya pergi berjalan-jalan di sekitar pusat kota Moskow seraya diikuti oleh beberapa pengawal mereka, Lexi yang memang dekat dengan sang mama setelah kepergian sang ayah awalnya tak merasa nyaman dengan kehadiran Anna yang tiba-tiba. Karena Lexi tahu jika sang mama sangat membenci dunia malam, namun kali ini sang mama sama sekali tak menunjukkan sikap yang biasa ia tunjukkan jika Lexi pergi ke dunia malam.
"Mah, mmm---ada apa tiba-tiba Mamah mencariku?" tanya Lexi sedikit ragu.
"Memangnya Mamah tidak boleh mencari dirimu? Atau kau sedang tak ingin diganggu?" tanya Mamah melirik Lexi.
"Bu--bukan begitu maksud Lexi. Tapi, tidak biasanya Mamah mau datang ke tempat seperti itu,"
Anna menghentikan langkahnya, menatap langit Moskow yang terang karena bintang dan lalu lalang orang-orang. "Kita duduk dulu, Sayang," ucap Anna seraya duduk di sebuah kursi panjang warna cokelat di tengah kota.
"Ada apa, Mah?" tanya Lexi penasaran.
"Lexi, Sayang, apa kau---" Anna menghentikan ucapannya dan menatap pekat sang anak.
"Kenapa--apa, Mah? Aku tak mengerti ... ada apa sebenarnya?"
Dengan helaan napas panjang, Anna kemudian berkata, "Apa Laika ke kantormu hari ini?"
Lexi terkejut, pandangannya kemudian lurus ke depan seraya melihat lalu lalang orang yang melintas.
"Tahu darimana Mamah jika Laika datang menemuiku? Apa dia menelepon Mamah?" tanya Lexi tanpa kontak mata dengan sang mama.
"Dia--datang ke rumah."
"Apa? Datang ke rumah? Untuk apa, Mah?" tanya Lexi terkejut dan menatap mama pekat.
"Itulah yang ingin Mama bicarakan denganmu. Laika menangis, apa yang sebenarnya terjadi? Apa kau membuatnya menangis ... lagi? Seperti kejadian 5 tahun lalu? Ketika dia mengungkapkan perasaannya padamu, kau malah---" Anna menghentikan ucapannya.
"Dia memintaku untuk menemaninya ke Krasnoyarsk, tentu saja aku tak bisa. Aku punya kesibukan, Mah. Aku tak selalu bisa menemaninya setiap kali dia memintaku untuk menemaninya," jelas Lexi.
"Lalu kenapa dia menangis? Benarkah hanya itu saja atau---" Anna melihat puteranya dengan serius.
"Atau apa, Mah? Apa yang Mamah pikirkan?"
"Lexi, Mamah tahu betul sifatmu. Apa kau pikir Mamah tak tahu apa yang sedang kau lakukan tadi atau sebelum-sebelumnya? Apa kau pikir Mamah menutup mata dengan semua tindak tandukmu? Semua pemberitaan tentang dirimu?" tanya Mama mulai meninggikan suaranya.
"Lalu apa maksud Mama? Apa Mamah ingin aku menyetujui perjodohan kalian lagi?" tanya Lexi pelan.
"Apa kau mau melakukannya?" tantang Anna.
Lexi bergeming, dia hanya menatap wajah sang mamah sendu dan lirih, "Apa aku punya hak untuk berkata tidak?"
"Lexi, kau harus tahu maksud dan tujuan kenapa Mama sangat ingin menjodohkanmu dengan Laika. Mama dan orang tua Laika memiliki 'surat kontrak' perjanjian yang tak bisa dibatalkan," jelas Anna memegang wajah Lexi.
"Surat kontrak? Maksud Mama?" tanya Lexi penasaran.
"Keluarga Medyedev telah banyak membantu keluarga Hendrikova dulu ketika masih dalam keadaan sangat miskin. Keluarga Medyedev telah banyak memberikan harta mereka bagi keluarga kita dan juga mereka telah memberikan tanah bagi keluarga Hendrikova. Yang kau tahu adalah kau keturunan bangsawan Hendrikova, tapi jauh sebelum itu, Keluarga Hendrikova bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan keluarga Medyedev. Karena itulah, kakek buyutmu membuat surat kontrak yang ditandatangani dengan darahnya sendiri dan mengatakan jika keluarga Hendrikova memiliki pewaris seorang laki-laki, maka ia harus menikahi putri dari keluarga Medyedev, dan sebaliknya. Kini kau paham betapa berat hidup yang harus dijalani oleh pewaris marga Hendrikova, karena siapapun yang terlahir di keluarga Hendrikova akan terikat dengan surat kontrak itu," jelas Anna.
Lexi tertunduk lemas, matanya tertunduk ke bawah, kedua tangannya saling mengepal satu sama lain. Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut sang CEO. "Sayang, Mamah mengerti perasaanmu dan Mamah juga ingin minta maaf padamu karena baru sekarang Mamah bisa menyampaikannya padamu. Tapi, tolonglah Lexi, jangan bertindak gegabah. Segala kelakuanmu akan menjadi wajah perwakilan seorang Hendrikova. Mamah mohon, Sayang---" ucap Anna memeluk tubuh sang anak erat.
"Kita pulang, Mah," ajak Lexi kemudian berdiri tiba-tiba.
"Lexi---" ucap Anna pelan.
"Terima kasih Mamah telah menjelaskannya padaku dan memberitahukannya padaku, tapi bagaimanapun juga zaman sudah berubah. Mengenai perjodohan itu, aku akan menyelesaikannya dengan caraku. Apa--Mamah bisa percaya padaku?" tanya Lexi membelakangi Anna.
"Apa--apa yang kau mau lakukan, Lexi?" tanya Anna berdiri memegangi lengan sang putra.
"Aku belum tahu, tapi yang pasti aku akan secepatnya--" Lexi memotong kalimatnya.
"Secepatnya---apa, Sayang?" Anna mulai risau dan khawatir.
"Aku akan secepatnya menyelesaikannya!" tegas Lexi kemudian berjalan meninggalkan tempat mereka berada.
"Lexi--maafkan Mamah. Karena keserakahan dunia, kau yang menjadi korban--" gumam Anna menahan air mata yang hampir mengalir di pipinya.
Studio NADIYADion sangat terkejut ketika melihat Tania sedang tertidur di sofa studionya dengan koper yang berdiri di sebelahnya. Ingin sekali dia membangunkan Tania, namun niatnya diurungkan manakala dia melihat Tania tertidur seperti anak kecil yang sedang bermimpi."Kau ...cantik, Tania," ucap pelan Dion seraya mendekatkan wajahnya ke wajah Tania. Tania yang sedang tertidur dengan pulas kemudian meluruskan badannya dan membuat Dion terkejut hingga menjatuhkan cangkir berisi kopi yang ada di meja.PRANG...Bunyi suara gelas pecah tentu saja membuat Tania bangun dan terkejut. Dion langsung berdiri agak menjauh dari Tania dan berpura-pura tak tahu apa-apa."Di--Dion, selamat pagi," sapa Tania seraya mengucek matanya dan masih setengah sadar."P--pagi," balas Dion yang berdiri di hadapan Tania."Jam berapa sekarang?" tanya Tania yang masih mengumpulkan nyawanya dan melihat ke jam tangan putih miliknya, "Astagaaaaa ... jam 9???" sontak
Kediaman Niko WijayaSuara deru mesin sedan putih berhenti di depan pintu sebuah rumah megah dan mewah. Ya, apalagi kalau bukan kediaman Niko Wijaya, sang bos flamboyan yang tampan, berkharisma, ayah dari wanita cantik, Nathania Diandra Wijaya dan seorang istri yang super cantik, Daniella Wijaya. Sang mama pun telah menyambut putri tercinta yang ditemani oleh Dion turun dari sedan milik Dion. Dengan wajah berseri bahagia, mama menyambut anaknya dengan sukacita layaknya tak pernah bertemu. Dion hanya tersenyum melihat tingkah ibu dan anak yang super gaul ini."Selamat malam, Tante," sapa Dion membungkukkan setengah badannya."Eh, malam Dion. Gimana kabar kamu? Udah lama banget ya kita ga ketemu ... gimana kabar kedua orang tua kamu? Mereka masih di Perancis apa udah balik ke Indo?" rentet tanya sang mama."Hmmm ... mulai deh mode keponya," celetuk Tania dengan wajah jeleknya."Kamu tuh, ya, Mama jelas aja kepo. Orang tua Dion kan temen baik Mama se
Kepergian Tania membuat Andre sangat menyesali perbuatannya. Malam itu menjadi malam yang tak 'kan mungkin dilupakan olehnya seumur hidupnya. Ingin rasanya dia menahan sang istri pergi meninggalkannya, namun ia tahu akan kesalahan yang telah dilakukan dan tak ingin membuat Tania semakin membencinya. Dengan hati dan rasa yang berat, mau tak mau mulutnya harus mengucap kata 'SETUJU' atas kepergian Tania.****Kafe Villo"Kau tak apa, Nona Tania?" tanya Alex melihat keadaan Tania yang membuat dirinya khawatir."Tania,""Apa?""Panggil saja aku Tania, seperti.yang kau ucap ketika bertemu dia," sahut Tania dengan suara pelan."Oh, okay. Tapi, are you sure, you are fine?" tanya Alex sekali lagi untuk memastikan.Tania kemudian melihat mata Alex dengan lekat. Mata sang elang bertemu dengan mata lautan teduh milik Alex. Sungguh perpaduan yang serasi dan cocok. Namun, mata elang itu kini sayu, pilu, dan seperti kehilangan hidup. Tania kembali m
FlashbackKediaman DionSebuah balkon berukuran sedang dengan sebuah bangku dan meja kecil warna putih tampak sedang diduduki oleh seorang pria bercelana pendek warna biru dan kaos warna senada bertuliskan 'Goodbye' dengan garis-garis putih pada tulisan itu. Secangkir kopi espresso kental menjadi teman sang laki-laki itu dalam kesunyiannya. Tampak sebuah canvas, bingkai, kuas dan beberapa cat air serta sebuah foto tergeletak berantakan di tempat itu. Tangan laki-laki itu pun tampak penuh dengan bekas cat air, matanya lurus menuju ke depan pelatarab rumahnya yang minimalis, tampak sinar bulan dan bintang begitu jelas terlihat dari balkon rumahnya. Semilir angin yang berhembus menambah kesepian yang dirasakan oleh laki-laki itu, Dionysius Theodore atau sering disapa Dion.Pikirannya melayang mengingat sikapnya pada Tania hari ini. Mengapa ia sampai berbuat hal seperti itu ... mengapa ia langsung melepaskan tangan wanita yang sangat dicintainya dengan mudahnya ... men
Sheremetyevo Intl. Airport, RusiaJam telah menunjukkan pukul 7 malam waktu Rusia. Perjalanan uang ditempuh oleh Tania dan sang papa selama hampir 15 jam membuat mereka kelelaham hingg tak ada keinginan lagi untuk menikmati keindahan kota Moskow di malam hari. Cuaca begitu dingin hingga menusuk ke tulang paling dalam, pakaian yang dikenakan oleh Tania dan sang papa pun tak mampu menghalau rasa dingin yang begitu ekstrem. Maklum, perbedaan suhu serta cuaca membuat Tania sedikit terkejut ditambah dengan jetlag karena lamanya perjalanan.Setelah mereka melewati metal detector, Tania mengambil koper dan juga lukisannya, sementara papa terlihat tengah menerima telepon dari seseorang. Tak lama kemudian, papa menghampiri Tania yang sedang berdiri melihat lalu lalabg keramaian dan kemegahan bandara milik Rusia itu."Ayo, Sayang. Seseorang sudah menunggu kita." Papa merangkul bahu Tania dan dengan trolly penumpang, mereka berdua berjalan keluar pintu kedatangan bandar
Lotte Hotel MoscowTok ... tok ... tokSuara ketukan pintu membangunkan Tania yang masih tertidur dengan pulas."Tania ... Tania ... Tania ..." samar-samar seseorang sedang memanggil namanya. Sedikit demi sedikit kelopak matanya terbuka walaupun belum sempurna. Tangannya meraba-raba bantal yang ada di sebelahnya, berusaha menemukan ponsel yang ia letakkan entah di mana.Suara ketukan pintu lagi dan lagi terdengar, kali ini suara seorang wanita yang tak lain adalah Yuri sedang memanggil namanya."Nona Tania ... Nona Tania," panggil Yuri dari luar kamarnya."Kurasa dia belum bangun, Nona Yuri. Apa Tuan Lexi telah tiba di Rusia?" tanya Niko yang berdiri di sebelah Yuri."Sudah, Tuan. Dan beliau ingin bertemu dengan Anda dan juga Nona Tania sekaligus beliau ingin melihat hasil lukisan Nona Tania," jelas wanita pirang itu.Tak lama, Tania membukakan pintu kamarnya dan terlihat masih memakai piyama warna putih dengan mata yang masih belum te
Kantor Lexi Czar ExpeditionLexi yang telah selesai menjamu Tania dan papanya, Niko Wijaya langsung bergegas menuju ke kantor. Tak lupa, dia juga mengajak keduanya untuk datang guna membicarakan lukisan yang akan diserahkan sebagai hadiah pada saat acara malam nanti.Ketiganya kini telah tiba di kantor sang CEO, petugas keamanan segera membukakan pintu bagi si empunya kantor. Yuri tak lama kemudian turun dan membukakan pintu bagi Tania, sementara sang papah telah lebih dulu keluar dari mobil. Suasana di kantor pusat Lexi Czar Expedition sangat ramai, maklum ... perusahaan ekspediei yang dimiliki oleh Lexi menguasai hampir 95% pasar pengiriman barang-barang dari luar dan dalam Rusia, sehingga tak mengherankan jika semboyan perusahaan Lexi "tiada hari tanpa mengepak".Setibanya mereka di kantor Lexi, para karyawan mulai dari yang paling rendah hingga mereka yang menduduki posisi penting menyambut kedatangan sang CEO. Wanita-wanita cantik serta para pria tampan
Lotte Hotel MoscowPukul 7 tepat jam dinding telah menunjukkan waktunya. Tania yang berada di tempat dia menginap berserta sang papa akan bersiap menghadiri acara amal dan pertukaran kebudayaan antara pemerintah Indonesia dan Rusia. Tania tampil begitu cantik dan memukau dengan gaun pesta warna biru gelap bertema musim dingin serta aksesoris cincin berlian dan riasan yang alami membuat kecantikannya terpancar. Kulit yang putih, mata elang coklatnya serta tubuh bak model membuat Tania hpir mirip seperti puteri-puteri di negeri dongeng.Sesaat kemudian, suara ketukan pintu menyambangi kamar Tania yang tak dijaga oleh pengawal Lexi. Tania yang sedang merias wajahnya sekali lagi tak segera membukakan pintu sehingga membuat pintu kamarnya diketuk sekali lagi."Siapa?" tanya Tania memoles bibirnya dengan lipstik merah menyala."Sayang, ini Papah. Apa kau sudah selesai?"Mengetahui bahwa orang yang mengetuk pintu kamarnya adalah sang papa, Tania bergegas menuj
Tania yang tak tahan lagi menunggu Lexi terlalu lama di kamar yang sunyi memutuskan untuk segera mencari laki-laki itu. Derap langkah yang dibuat sepelan mungkin dan netra yang was-was membuat detak jantung Tania memompa adrenalin yang kuat dan kencang, bak olahraga ekstrem. Tak lama tepat di depan netranya, siluet seorang wanita bergaun pengantin dan pria berjas abu-abu serta pria yang sedang duduk membelakanginya tampak di depannya. Sambil berdetak dan berdegup kencang, Tania memberanikan diri mendekati ketiga siluet itu dan ternyata ...."Lexi!!" serunya bersuara sedikit kencang.Tak pelak, Eva yang sedang bicara dengan Lexi dalam keadaan emosi mengalihkan netranya pada Tania yang berdiri tak jauh di belakang Lexi, dan ....DORRRRR!!DORRRRR!!DORRRRR!!"Ahhhh!!" Tania teriak kencang karena tembakan proyektil yang dilepaskan Eva tepat mengenai lukisan yang ada di sebelah Tania! Membuat Tania membelalakkan netranya bulat dan lebar!"TANIA!
Villa Keluarga HendrikovaDi sudut salah satu ruangan yang remang hampir gelap, Tania dan Lexi tengah bersembunyi dari kejaran Eva dan ayahnya, Joni Pedrova Medyedev. Emosi yang tengah di puncak, membuat Eva dan sang ayah kalap dan membabi buta menghancurkan isi dari villa milik keturunan Dinasti Romanov tersebut."Aku takut, Lexi!" Tania sembunyi di dada bidang milik Lexi yang lebar."Jangan takut, aku di sini. Aku akan selalu melindungimu." Ucap Lexi mengecup kening Tania mesra."Tapi, kau dan Eva dulu ..." Tania ragu dengan ucapannya."Dulu ya dulu! Sekarang ya sekarang! Aku bukan orang yang memandang ke belakang, apa yang ada di hadapanku sekarang, itulah yang akan kupikirkan!" tegas pemilik netra hijau Altai itu menatap Tania."Aku hanya ..." Tania membenamkan kepalanya dalam pelukan dekapan hangat sang serigala."Ssssttt, jangan berisik! Kau tetaplah di sini, aku akan pergi menemui mereka." Ucap Lexi mendorong lembut tubuh kelinci yang
"Kau tak punya hak untuk bicara seperti itu, Lexi!"Seorang wanita turun dari jeep hitam tak jauh dari mereka. "A--Anda," Tania terkejut karena Maria, sang ibunda Lexi ada di sana. "Bantu Nona Eva!" perintah Maria pada pengawalnya."Mama? Kenapa Mama ada di sini?" tanya Lexi yang tampaknya tak terkejut."Tak usah basa basi Lexi!" Maria menyipitkan tajam matanya ke arah Tania yang masih berada di dekapan Lexi dan seorang pria yang tersungkur di tanah"Siapa kau?" tanya Maria pada Andre."Saya suami sah dari wanita yang sedang berada di pelukan anak Anda. Namaku Andre." Jelasnya sambil membersihkan noda darah di mulutnya."Jadi kau suami Nona Tania? Bawa dia pergi dari sini! Putraku akan menikah dengan wanita ini!" Maria menunjuk Eva."Memang itulah yang akan saya lakukan, Nyonya. Tapi putra Anda ..." Andre kemudian berdiri dan menatap netra Lexi tajam. "Putra Anda telah menjadi parasit dalam pernikahan kami!""Tutup mulutmu! Kau t
"Hentikan!" suara lantang seorang wanita terdengar dari dalam kediaman Medyedev.Netra Andre membelalak ketika mengetahui siapa wanita yang baru saja mengeluarkan suara lantang itu. "Kau, E-Eva?""Hahahaha, akhirnya kau datang juga Andre. Bagaimana kabarmu? Apa kau sudah menerima paket cantik yang kukirim untukmu?" seringai Eva dengan cibiran."Wanita brengsek! Apa yang kau inginkan? Bukankah sudah cukup kau dengan menghancurkan Lexi, kenapa kau seret Tania ke dalam masalah pribadimu?" Andre tak dapat melihat Eva dengan tatapan datar. Netra laki-laki itu terus saja menyipitkan mata tajamnya ke arah wanita bergaun pengantin di depannya."Kau salah! Justru karena istri bodohmu itu yang berani-beraninya menggoda dan mengambil Lexi dariku! Harusnya aku yang bersama dengan Lexi dan bukan dia! Aku yang seharusnya menyandang kekasihnya dan bukan istrimu!" teriak Eva."A--apa? Kekasih?" Andre terperangah."Hahahah, suami macam apa yang tak mengetahu
Kedatangan Andre ke kantor Lexi membuatnya terkejut sekaligus kesal. Dengan memasang senyum penuh kepalsuan, Lexi tersenyum selayaknya tuan rumah yang menyambut kedatangan tamu."Silakan duduk, Tuan Andre." Lexi membuka tangannya dan mempersilakan Andre duduk di kursi yang ada di depannya."Cukup basa basimu, Tuann Richard Lexi! Di mana Tania?" Andre mulai tersulut emosi."Apa? Tania? Apa maksud Anda, Tuan Andre?"Andre yang sedang panas langsung memberikan pukulan keras di wajah Lexi hingga ia tersungkur jatuh di karpet ruangannya."Kutanya sekali lagi, di mana kau sembunyikan Tania!? Apa kau masih mengelak juga, hah! Laki-laki keparat! Berapa banyak hal lagi yang akan kau bohongi soal identitasmu pada Tania, hah!" Andre menarik kerah Lexi yang tersungkur dan berteriak padanya."Get off your dirty hands of me! Aku tak perlu menjawab pertanyaanmu, Tuan Andre! Dan Tania, kenapa Anda masih peduli padanya? Bukankah kalian akan bercerai?"
Sheremetyevo Int. AirportAndre langsung terbang ke negeri Beruang Merah saat dirinya dikirimi foto-foto mesra Tania dan Lexi. Tanpa membuang waktu, dia segera menaiki taksi bandara dan pergi ke Museum Hermitage, tempat Lexi bekerja. Rasa cemas, khawatir dan takut menyelimuti relung hati pria bermata seksi itu. Sesekali dia melihat ponselnya dan ingin mencoba menghubungi Tania namun berkali-kali pula ia urung melakukannya."Thank you, Sir." Ucap Andre turun dari taksi yang membawanya.Matanya menyeloroh melihat bangunan indah itu masih sama dengan yang ia lihat ketika beberapa bulan yang lalu Andre datang pertama kali ke tempat itu. Dengan langkah cepat, ia masuk ke dalam museum itu dan memutar balik netra dan retinanya, menyeloroh, meringsek ke semua sudut ruangan Museum Hermitage, namun tak jua membuahkan hasil. Putus asa, Andre menanyakan keberadaan Lexi dengan salah satu petugas keamana tempat itu dan begitu terkejutnya Andre ketika ia mengetahui bahwa Lexi seb
"Kurasa ini bukan jalan menuju kediaman Lexi. Sebenarnya kita mau ke mana?" Tania mulai curiga dengan sang pria tersebut yang terlihat menyeringai dari balik spion mobilnya."Kita akan sampai Nona sebentar lagi." Ucap pria tersebut kemudian tak lama membelokkan mobil yang mereka kendarai ke sebuah gudang gelap dan sunyi."T--tempat apa ini? Siapa kau sebenarnya?" Tania mulai ketakutan."Silakan berteriak! Tak ada satu pun yang akan mendengar atau menolongmu, hahahha." Pria itu menodongkan senjata api tepat di wajah Tania dan memaksa Tania turun dari mobilnya."Cepat jalan!" ucap pria itu mendorong kasar tubuh Tania."Siapa yang menyuruhmu? Apa Nyonya Besar yang memintamu melakukan ini?" tanya Tania seraya berjalan masuk ke gudang itu dan memgangkat tangannya."Nyonya Besar? Hahahha, nanti Anda tahu sendiri siapa yang telah menunggu Anda di dalam."Seorang wanita mengenakan long-coat warna coklat gelap, sepatu boots, serta kacamata hita
Eva memberikan sebuah amplop coklat yang berisi foto Tania pada seorang pria pembunuh berdarah dingin yang telah lama bekerja untuk keluarga Hendrikova. Pria itu dengan senyum dinginnya kemudian berkata, "Anda ingin saya menghabisi nyawa wamita cantik ini?""Kenapa? Masalah?"tanya Eva dengan dingin."Tidak. Tapi menurutku sayang sekali jika dia harus dihabisi! Setidaknya, biarkan aku 'bermain' sebentar dengannya." Seringai pria yang lebih mirip orang Asia itu."Whatever! You can have her after that ... kill her!!" ucap Eva dengan netra tajam."Ok, no problem." Sahut sang pri itu menganggukkan kepalanya."Aku berikan padamu informasi di dalamnya tentang 'paket' mu. Aku ingin semuanya berjalan alami, tak ada jejak, tak ada cacat! Apa kau mengerti!?""Tenang saja, Nona Eva. Bukankah Anda juga tahu sudah berapa lama saya mengabdi untuk keluarga Medyedev ""Bukan urusanku! Dan sebaiknya segera kau kerjakan apa yang aku perintahkan!" E
Kediaman Keluarga MedyedevPRANGPRANGPRANGSuara barang pecah belah yang dibanting dengan keras dari ruang makan keluarga Medyedev membuat para asisten rumah tangga di keluarga milyuner itu menjadi takut, panik namun juga khawatir dengan keadaan nona mereka, Eva Laika. Tak ada satu pun dari mereka yang berani mendekati ruang makan yang saat ini hampur seperti ruang sampah! Piring dan gelas yang dipecahkan oleh nona besar mereka membuat serpihan-serpihan dari barang pecah belah tersebut berhamburan memenuhi ruang makan."No--Nona Besar, sadarlah ... sadarlah Nona Besar, jangan menyakiti diri sendiri," ucap kepala asisten rumah tangga Hendrikova."DIAM! DIAM SEMUANYA! JANGAN ADA YANG IKUT CAMPUR!" teriak Eva dengan wajah lusuh, gaun yang tak lagi rapi dan terlihat mahal serta rambut yang acak-acakan."Aku salah apa, Lexi? Kenapa kau perlakukan aku seperti ini? Kenapa kau tak pernah melihat ketulusanku mencintaimu!!!" teriak Eva