Studio NADIYA
Dion sangat terkejut ketika melihat Tania sedang tertidur di sofa studionya dengan koper yang berdiri di sebelahnya. Ingin sekali dia membangunkan Tania, namun niatnya diurungkan manakala dia melihat Tania tertidur seperti anak kecil yang sedang bermimpi.
"Kau ...cantik, Tania," ucap pelan Dion seraya mendekatkan wajahnya ke wajah Tania. Tania yang sedang tertidur dengan pulas kemudian meluruskan badannya dan membuat Dion terkejut hingga menjatuhkan cangkir berisi kopi yang ada di meja.
PRANG...
Bunyi suara gelas pecah tentu saja membuat Tania bangun dan terkejut. Dion langsung berdiri agak menjauh dari Tania dan berpura-pura tak tahu apa-apa.
"Di--Dion, selamat pagi," sapa Tania seraya mengucek matanya dan masih setengah sadar.
"P--pagi," balas Dion yang berdiri di hadapan Tania.
"Jam berapa sekarang?" tanya Tania yang masih mengumpulkan nyawanya dan melihat ke jam tangan putih miliknya, "Astagaaaaa ... jam 9???" sontak terkejut Tania segera bangun dari sofa ia tidur dan merapikan selimut serta bantal yang ia gunakan.
"Ta--Tania, hei, kenapa kau? Hei ..." Dion melihat Tania tampak bangun terburu-buru dan memegang kedua bahunya pelan.
"Dion, mana Alex? Apa dia sudah datang?" tanya Tania penasaran.
"Alex? Dia belum datang? Memangnya kenapa?" tanya Dion bingung.
"Bisa tolong kau hubungi dia? Katakan padanya untuk segera ke sini sekarang," ujar Tania segera bergegas menuju ruangannya.
"Apa kau mau kupesankan kopi?" tanya Dion mengeluarkan ponselnya.
"Boleh, espresso pahit, ya."
"Eh, nggak biasanya kamu pesan espresso," tanya Dion keheranan.
"Ga ada salahnya mencoba hal yang baru, bukan, seperti halnya suami." Tania berjalan menuju ruangannya sementara Dion hanya tertegun mendengar jawaban Tania dan masih berdiri di ruang tamu studio milik Tania seraya menggenggam ponsep miliknya.
"Apa maksud ucapan Tania barusan ..." gumam Dion melihat ke arah Tania sebentar dan langsung menekan nomor-nomor di ponselnya.
"Selamat siang, Mas, saya mau pesan kopi espresso pahit, satu dan moccachino hangatnya satu, ya. Tolong diantarkan ke Studio NADIYA."
Begitulah ucapan yg dilontarkan oleh Dion sewaktu menelepon kedai kopi langganan mereka. Tak lama kemudian, Alex datang dan menyapa 'rival' terselubungnya itu dengan memamerkan senyumnya yang menawan.
"Mornin, Dion."
Dion nampak terkejut karena tak biasanya Alex datang sepagi ini dan ... penampilannya juga sangat berbeda. Terlihat lebih semi formal dengan jas warna cokelat, berpadu dengan dalaman kaos warna putih, separu kets warna senada dengan kaosnya dan celana jeans warna biru pudar.
"Hei! Something wrong with me?" Alex menjentikkan jempol dan telunjuk tangan kanannya.
"Ah, tidak ada. Everything is fine. Hanya saja ... tak biasanya Anda datang sepagi ini," ujar Dion menatap datar namun penuh curiga.
"Ah, ya, aku sudah ada janji dengan Tania. Apa dia sudah datang?" tanya Alex melepaskan kacamata hitam kecokelatan merk terkenal miliknya.
"Ya. Dia sudah datang, Dia ada di ruangannya," Dion menunjuk ruangan Tania dengan telunjuknya seraya membentuk garis mata tajam pada Alex.
"Oh, ok. Baguslah kalau begitu. Aku menemuinya dulu. Thanks, buddy," Alex menepuk pelan bahu Dion dan langsung berjalan menuju ruangan Tania dengan senyum mengembang. Sementara itu, Dion langsung mengelap bekas tempelan tangan Alex yang tadi sempat didaratkan di bahunya.
"Apa yang mau kau coba lakukan pada Tania, Alex Nathan?" gumam Dion menatap tajam rivalnya itu.
Ruangan Kerja Tania
"Pagi--" sapa Alex langsung menerobos ruangan Tania.
"Tuan Alex! Apakah Anda tak pernah diajarkan sopan santun oleh orang tua Anda?!" alih-alih mendapat senyuman, malah mendapat kesal dari Tania.
"Oh, ma--maaf, Nona Tania. Saya pikir Anda akan senang dengan kejutan saya," jelas Alex yang langsung kikuk.
Tania menatap Alex lurus tajam, kemudian dia berdiri dan menghampiri Alex yang berdiri tepat di muka pintu ruangannya.
"Tuan Alex Nathan, sebaiknya mulai sekarang, Anda harus belajar lagi untuk bisa lebih sopan dalam bersikap karena aku tak akan segan-segan untuk memecat Anda sebagai model di perusahaanku! Pahami itu baik-baik!" ucap Tania mendekatkan wajahnya ke wajah Alex.
"Ehem--" suara berdehem Dion sedikit mencairkan suasana tegang antara Alex dan Tania.
"Tania, kopimu." Dion menunjukkan kopi yang diminta Tania.
"Hm, terima kasih, Dion." Tania mengambil kopi dari tangan Dion dan menatap Alex dengan tajam.
"Dan kau, Tuan Alex Nathan ... sebaiknya kau ingat apa yang aku katakan tadi! Dion, tolong segera persiapkan semuanya untuk Tuan Alex. Kita tak ada waktu lagi, semuanya harus selesai besok!" perintah Tania dan meminta mereka berdua meninggalkan ruangannya.
Dion mengangguk mengerti, sementara Alex hanya menatap datar ke arah Tania seraya mengepal erat tangan kanannya.
****
"Tuan Dion, tunggu sebentar." Alex memanggil Dion dengan nada yang agak sinis.
Dion hanya bergeming, menghentikan langkahnya tanpa melihat ke arah Alex.
"Tuan Dion, I'm talking to you!" kesal Alex.
"Ada apa, Tuan Alex? Apa ada masalah?" tanya Dion kini membalikkan badannya dan berhadapan dengan Alex.
"Aku ingin tanya, sebenarnya apa hubunganmu dengan Tania?" tanya Alex menatap lurus Dion.
"Maksud--Anda?"
"Apa kaupikir aku ini bodoh, Tuan Dion? Aku bisa melihat kalian memiliki 'sesuatu yang tak biasa'." ujar Alex menyunggingkan senyum kecil di bibirnya.
Dion menyipitkan matanya yang memang sudah terlihat sipit dan menatap tajam ke arah Alex seraya berkata, "Wajar saja jika saya dan Tania memiliki 'sesuatu yang istimewa' karena kami sudah lama sekali saling mengenal. Jadi, tidak ada masalah, kan?"
Kali ini Alex merasa termakan oleh ucapannya sendiri. Dia hanya tersenyum kecut dan menaikkan alis kanannya, "Baiklah kalau begitu ... bisa kita mulai sekarang? Aku sibuk."
Dion bergeming, ditatapnya lelaki gagag nan tampan itu dengan ratapan datar dan tanpa banyak bicara, Dion langsung kembali ke meja kerjanya dan mengambil kamera serta beberapa lensa penunjang.
Ruangan Kerja Tania
Di sudut ruangan warna putih yang tak terlalu besar itu, Tania duduk sambil menatap jumantara yang biru berselimutkan mega. Tatapannya kosong, datar, hanya sendu dan pilu yang dapat digambarkan dari mata coklat elang itu. Tak berkedip, hanya menatap lurus hingga tak terasa butiran kristal bening mengalir di pipinya, menyadarkan Tania dari lamunannya. Dibiarkan krital bening itu jatuh, sesenggukkan terdengar dari mulutnya. Meskipun Tania berusaha menutup mulutnya dengan kedua tangan yang bergetar, suara tangismya tetap tak dapat disembunyikan. Rasanya ingin berontak, teriak, menghardik, semua rasa yang Tania rasakan kini benar-benar membuatnya gila! Dia seperti orang bodoh yang ditutupi pakaian indah dan mewah, benar-benar seperti manusia bodoh.
Ponsel Tania bergetar cukup kencang. Ponsel yang berada di atas meja kerjanya itu beberapa kali bergetar namun hanya didiamkan oleh Tania.
Tok ... tok ... tok
Suara ketukan pintu ruangan Tania lagi-lagi mengacaukan mood sedihnya. Beberapa kali didiamkan, hingga seseorang memanggil namanya.
"Tania ... Tania ... Tania, bisa aku masuk?" tanya Dion pelan.
Hening
"Tania? Apa kau baik-baik saja?" tanya Dion lagi kali ini tangannya telah ada di handle pintu dan siap membuka. Tiba-tiba ....
"Ada apa, Dion?" Tania datang dan membuka pintu dengan mata sembab.
"Ta--Tania? Apa yang yang terjadi denganmu? Kenapa matamu ...." Dion menunjukkan ekspresi terkejutnya ketika melihat wajah dan mata Tania yang sayu, lesu, sendu, dan sembab.
"Tak ada apa-apa. Ada apa?" tanya Tania yang masih berdiri di muka pintu.
"Itu ... semua persiapan telah siap. Apa kau mau mengeceknya?" tanya Dion sedikit ragu.
"Apa Robert dan Hannah sudah datang?"
"Mereka sedang di jalan menuju ke sini," balas Dion memperhatikan wajah Tania dengan seksama.
"Baiklah, kau tunggu di ruang studio. Aku akan bersiap-siap dulu," balas Tania langsung menutup pintu ruangannya tanpa banyak bicara.
"E---" Dion nampak masih ingin bicara dengan Tania namun dia mengurungkan niatnya karena sikap Tania yang tak seperti biasanya.
Ruang Studio Foto NADIYA
"Ya, agak geser sedikit, lebih ke kanan ... lihat kamera, beb ...."
Pemandangan yang super sibuk terlihat di studio foto NADIYA. Robert yang membantu Dion mengarahkan gaya kepada Alex, Dion yang sibuk memotret, Hannah yang sibuk menyiapkan berbagai macam outfit untuk keperluan pengambilan gambar hari ini dan Tania yang sibuk melihat kinerja anak buahnya. Sesekali pandangan Tania tertuju pada ponselnya yang ia letakkan di atas meja kaca yang ada di sebelahnya, tangannya kerapkali membuka tutup ponsel miliknya, entah apa atau siapa yang sedang ia tunggu. Wajahnya tampak menandakan dia sedang memiliki 'sesuatu' yang sedang ia sembunyikan dan hal itu membuat Alex sering melirik ke arah Tania.
"Alex, fokuskan matamu ke arah kamera!" perintah Dion.
"Ah, iya, maaf--" balas Alex berusaha fokus dengan pekerjaannya.
Drrtz ... drrrtz ... drrtz
Bunyi getaran ponsel Tania terdengar cukup kencang dan sedikit mengejutkan Tania yang sedang memperhatikan Alex yang tengah berpose di depan kamera.
"Ayah--" gumam Tania melihat nama penelepon di ponselnya.
[Halo, Tania]
"Ayah, ada apa?"
[Bisa kita bertemu sekarang?]
"Sekarang? Tapi Tania sedang sibuk, Pah. Sedang ada pemotretan."
[Oh, begitu ya. Tapi Papa ingin membicarakan tentang undangan itu]
"Mmm, bagaimana jika makan malam nanti, Tania mampir ke rumah?"
[Baiklah, Sayang kalau begitu. See you at home]
Segera Tania mematikan ponselnya dan memutus teleponnya dengan sang papa.
"Siapa?" tanya Hannah melirik ke arah Tania.
"Papah."
"Apa terjadi sesuatu, Bos? Kenapa Bos Besar sampai menelepon Anda?" tanya Hannah penasaran.
Tania hanya tersenyum mendengar pertanyaan Hannah dan tanpa bicara banyak dia menghampiri Dion dan berdiri berdekatan di sebelah Dion. Nampak kedekatan mereka yang intim membuat Alex 'panas' dan mulai kehilangan fokusnya.
"Alex, bisakah kau fokus sedikit pada gerakanmu? Ini yang terakhir," ucap Robert sambil tersenyum.
Namun Alex menanggapi ucapan Robert dengan ekspresi dingin dan lirikan tajam.
"Oh, ya, apa nanti malam kau bisa mengantarku, Dion?" tanya Tania seraya melihat hasil foto-foto Alex.
"Kemana?" tanya Dion penasaran.
"Ke rumah utama."
Dion langsung terdiam dan melihat wajah Tania yang tanpa ekspresi. Dion tahu maksud Tania rumah utama adalah rumah kedua orang tuanya. "Apa ada sesuatu yang penting?" tanya Dion penasaran.
"Tak ada, hanya aku rindu masakan mama," balas Tania tersenyum sambil menepuk bahu kiri Dion pelan.
Alex semakin 'panas', tangannya dikepal keras tatkala melihat Tania dan Dion memunjukkan keintimannya. Tanpa pikir panjang, Dion langsung menghampiri Tania dan berdiri tepat di depannya.
"Nona Tania, tunggu sebentar," ucap Alex merentangkan tangannya bak sayap pesawat.
"Ada apa, Tuan Alex?" tanya Tania datar.
"Apa siang ini Anda ada waktu?"
"Kenapa?"
"Saya ingin mengajak Anda makan siang."
Diam ....
Tiada ucapan yang keluar dari bibir Tania. Dia hanya melihat Alex dengan ekspresi datar dan pandangan mata lurus ke depan. Para anak buahnya hanya melihat sikap Alex yang dinilai terlalu berani pada seorang atasan.
"Hah, berani betul itu si Alex ngajak-ngajak Bos makan di luar," gerutu Robert seraya membereskan peralatan di studio NADIYA.
"Ssssttttt---jangan ngomong macem-macem loe kalo ga mau celaka!" ucap Hannah menodongkan telunjuk ke mulutnya sendiri.
"Gue ga takut! Dari awal gue udah ga suka sama itu bule .... potan. Gayanya aje sok cool, model kenamaan, tapi sikapnya ... bener-bener nikin gue muak!" kesal Robert.
Dion hanya diam melihat sikap Alex pada Tania. Dia kemudian mengalihkan perhatiannya pada laptop yang ada di depannya dan meminta Robert untuk segera mengerjakan pekerjaannya.
"Bert, kalo loe udah selesai, kerjakan seperti yang diminta Bos, ya." Dion berjalan mendekati Alex dan Tania, seakan tak mau ketinggalan informasi, Dion akhirnya sengaja ikut masuk ke dalam obrolan mereka.
"Kudengar Tuan Alex mau mengajak makan Bos kami, ya?" tanya Dion dengan nada seakan menyindir.
Alex yang tak senang dengan kehadiran Dion di tengah obrolan mereka, langsung memasang ekspresi dingin dan datar.
"Benar, apa Tuan Dion mau ikut juga bersama dengan kami?" tanya Alex dengan senyum terpaksa.
"Bolehkah aku ikut? Tapi, bagaimana dengan Nona Tania? Beliau belum mengatakan apa-apa. Bagaimana Bos? Apa kami bisa ikut juga?" tanya Dion sambil melirik Alex.
"Jika kalian mau pergi ... pergilah. Aku tak pergi, masih banyak yang harus aku kerjakan." Tania langsung pergi meninggalkan ruangan studio foto miliknya.
"Gue heran, si bos kenapa ya hari ini? Kok dia kayak ga biasa-biasanya, ya." Hannah menggaruk-garuk kepalanya dengan pensil.
Robert mengangkat kedua bahunya dan berkata, "Kata Dion si bos ga pulang, semalem nginep di sini," tambah Robert sambil bisik-bisik.
"Apaaaaaaa!!!!!" kaget Hannah dengan melantangkan suaranya.
"Sssttt, heh! Pelanin suara loe!" perintah Robert menutup mulut Hannah dengan kedua tangannya. Hannah terkejut dan langsung menganggukkan kepalanya.
Sesaat kemudian, Robert melepaskan kedua tangannya dari mulut Hannah dan berkata, "Gue juga taunya dari Dion kalo si bos nginep dimari (kantor). Tapi, loe sadar ga, sih kaya ada something fishy antara Dion dan bos." Robert kembali bisik-bisik dengan Hannah.
"Something fishy ... maksud loe?" Hannah semakin penasaran.
Robert tampak berhati-hati jika da yang menguping pembicaraan mereka dan itu membuat Hannah sedikit kesal.
"Loe kalo mau cerita ya cerita aja! Lama amat, sih! Bertele-tele!" kesal Hannah.
"Bukan gitu, gue ga mau aja nanti disangka provokator apa tukang gosip di kantor. Tapi feeling gue ga pernah meleset! Gue yakin banget ada apa-apa antara Dion dan bos," jelas Robert meyakinkan Hannah.
Hannah hanya bergeming dan melihat temannya dengan tatapan datar tanoa ekspresi. "Sudahlah, Bert. Lebih baik loe selesein tugas loe sebelum si bos marah-marah lagi ga jelas," pinta Hannah.
****
Ruang Kerja Tania
Tania menarik kursi kerjanya yang berwarna cokelat tua dan menarik napasnya dalam-dalam seraya mengepalkan kedua tangannya di atas meja dengan kencang. Kepalanya ditundukkan dengan ditopang meja kerjanya dan suara sesenggukkan terdengar sesekali dari mulut mungilnya. Tangannya yang mengepal tadi pun perlahan dilepaskan dan warna merah pada telapak tangannya menunjukkan bagaimana kencang dan kuatnya kepalan tangan Tania hingga membuat sedikit luka pada telapak tangannya.
Kepalanya didongakkan, butiran kristal yang terjatuh di pipinya dibiarkan saja dan sesenggukkan kembali terdengar dari mulutnya. Kali ini, lagi-lagi Tania memperhatikan ponsel hitam merah miliknya. Terlihat dengan jelas dia membuka kontak telepon dan mencari nama 'Andre Mahardika Prayoga'. Jari jemarinya bergetar ketika akan menekan tombol panggil, dia takut jika bukan Andre, sang suami yang mengangkat teleponnya melainkan orang lain ... dia takut jika Andre sedang berbuat hal-hal yang Tania pikirkan selama ini. Ragu dan takut membuat Tania enggan menelepon Andre dan lebih memilih menahan emosi, sedih, dan perih sendiri.
"Apa yang harus kulakukan, Tuhan? Kenapa Engkau jadikan pernikahanku bagai bahtera Nuh di atas gelombang besar? Kenapa Engkau tak tenggelamkan saja bahtera ini? Kenapa Engkau masih membiarkan bahtera ini berada di atas gelombang besar sementara Kau menambahkan gelombang yang lain?" ucap Tania dengan tangisan yang penuh luapan emosi dan hal itu membuat Dion juga Alex yang berada di lantai bawah cepat-cepat naik ke atas menuju ruangan Tania.
"TANIA!!!" seru mereka bersamaan kala membuka pintu dan hal itu tentu saja mengejutkan Tania yang sedang menangis meluapkan emosinya.
"Ka--kalian?"
Dion dan Alex cepat-cepat masuk ke dalam ruangan Tania dan mendekatinya. Dion dengan ekspresi cemas serta khawatirnya serta Alex yang memasang ekspresi bingung melihat kondisi Tania yang kacau.
"Nona Tania, apa Anda baik-baik saja?" tanya Alex khawatir.
Tapi Tania hanya bergeming dengan jari-jemari yang bergetar.
"Ini, ambilah---" Dion menyodorkan segelas air putih pada Tania, namun karena jari-jarinya bergetar, gelas yang berisi air putih itu pun tumpah membasahi baju serta celananya dan pecah.
"Nona Tania! Anda baik-baik saja?" Alex semakin khawatir dengan keadaan Tania.
"Oh, ma--maaf, aku tak sengaja menumpahkannya. Biar aku bersihkan," ucap Tania seperti orang bingung dan langsung mengambil pecahan gelas yang pecah di bawah mejanya.
"Jangan ... jangan ... biar aku saja." Alex langsung memegang tangan Tania dan mengambil pecahan gelas tersebut dan, "Akhh ..." teriak Alex.
"Ke--kenapa Alex?" tanya Tania terkejut.
"Ah, tak apa," senyum Alex menatap ke arah Tania dan langsung mengambil pecahan gelas itu lagi.
Dion bergeming melihat sikap Alex, dia mengajak Tania keluar ruangannya, namun Tania menolaknya dan melepaskan genggaman tangannya.
"Tania---"
"Maaf, Dion. Tapi aku sedang tak ingin kemana-mana, aku sedang tak ingin diganggu atau berdebat dengan siapa pun," jelas Tania menatap lurus ke arah Dion.
Alex yang mendengar hal itu menyunggingkan senyum tipis sambil membereskan pecahan gelas. Setelah selesai, dia pun segera berjalan menghampiri Tania yang duduk tepat di sebelah Dion.
"Nona Tania, apa Anda baik-baik saja? Apa ada yang terluka?" tanya Alex spontan memegang tangan Tania.
"Ah, aku baik-baik saja, Tuan Alex. Trim's," balas Tania melepaskan genggaman tangannya dari Alex.
Tak lama, Tania melihat telapak tangan Alex serta jari telunjuk dan tengahnya terluka. Tanpa banyak bicara, dia langsung mengambil kotak P3k yang ada di dalam almarinya.
"Berikan tanganmu!" perintah Tania mengulurkan tangannya.
"Eh, u--untuk apa, Nona?" tanya Alex bingung.
"Sudah berikan saja!" Tania lalu menarik tangan kanan Alex kemudian mulai membersihkan luka di telapak tangannya juga di jari telunjuk dan tengahnya.
Dion terperanjat tak percaya Tania mau melakukan hal itu! Sejak mengenalnya, Dion hampir tak pernah melihat Tania mau mengobati orang lain apalagi jika sampai harus membersihkannya. Tangan Dion mengepal kencang, seloroh matanya tajam ke arah Alex, tampak kekesalan menyelubungi wajahnya. Ingin rasanya dia menarik keluar pria blasteran itu dari ruangan Tania, namun apa daya, dia tak memiliki wewenang untuk melakukannya dan juga karena Alex adalah brand dari studio NADIYA.
"Anda terampil sekali, Nona Tania dalam mengobati luka. Apa dulu cita-cita Anda menjadi seorang perawat?" tanya Alex tersenyum sumringah sambil sesekali melihat ke arah Dion yang terbakar cemburu.
"Aku juga heran, kenapa aku bisa melakukan hal ini dan kenapa aku bisa sangat terampil." balas Tania yang telah selesai mengobati luka di tangan Alex dan mengembalikan kotak P3k-nya di almarinya.
"Jadi, apa masih ada hal yang ingin kalian katakan padaku?" tanya Tania dingin dan menatap lurus keduanya.
"Ah, itu---"
"Tidak ada! Kami permisi," ucap Dion langsung memotong ucapan Alex dan mengajaknya keluar ruangan Tania.
"Sekarang, apa kau mau menjelaskan sebenarnya ada hubungan apa antara kau dan Tania, Tuan DION ..." tanya Alex terkesan menyindirnya. !Dion hanya bergeming, bola matanya lurus menatap tajam mata hijau penuh misteri itu. Tanpa banyak bicara, Dion melewati Alex begitu saja dan menuruni anak tangga kembali ke meja kerjanya. Alex tampak begitu yakin sekarang bahwa memang ada sesuatu antara dia dan Tania. "Aku harus cari tahu, ada apa sebenarnya antara mereka berdua!" gumam Alex langsung pergi meninggalkan studio.
"Halo, apa bisa kita bertemu? Ya, sekarang. Terserah kau mau bertemu di mana," Alex terlihat sedang menelepon seseorang dan langsung masuk ke dalam mobilnya meninggalkan studio NADIYA.
Restoran Peninsula
"Sudah lama menunggu?" tanya Alex pada seorang wanita yang tak lain adalah Jessica.
"Ada apa, Tuan Alex? Apa kau tahu betapa terkejutnya aku saat kau memintaku untuk keluar kantor! Apa kau tahu ini sudah lewat dari jam makan siang!" kesal Jessica menunjukkan jam tangannya tepat jam 2 siang.
"Ah, itu--maafkan aku, tapi aku benar-benar membutuhkan bantuanmu," ucap Alex tersenyum simpul.
"Bantuan? Bantuan apa?"
"Apa kau tahu orang yang bernama Dion? Salah satu anak buah Tania di studio miliknya," jelas Dion seraya melihat menu makanan di restoran mewah itu.
"Dion? Aku tak tahu, tak pernah mendengar namanya." Jessica membalas dingin.
"Oh, ayolah, give me some clues ... aku akan mentraktirmu makan," pinta Alex seraya menempelkan kedua tangannya.
"Maaf, Tuan Alex, tapi itu di luar kuasaku. Itu bukan urusanku, lagipula aku bisa membayar makanan yang ada di restoran ini. Jadi, Anda tidak perlu repot-repot mengeluarkan uang Anda," ucap Jessica menyunggingkan senyumnya sambil mengambil tasnya dan bergegas akan pergi.
"E ... e ... tunggu dulu! Lalu, apa maumu?" tanya Alex memegang tangan Jessica.
Dengan tatapan nakalnya, Jessica mulai mendekati Alex dan duduk di sampingnya, meraba dada sang model dan menarik kaosnya hingga lengan Alex tak sengaja menyentuh bagian depan Jessica.
"Kau tahu apa yang kuinginkan ..." bisik Jessica sambil menghembuskan desahan nafasnya ke telinga Alex yang tentu saja membuat Alex langsung berimajinasi ke alam liar.
"Aku tak ingin bermain api," balas Alex menjauhi Jessica.
"Why?"
"Karena jika aku bermain api di kompor, dan ketika kompor itu ditambahkan dengan minyak, bukankah apinya akan bertambah besar? Lagipula ..." Alex meminta Jessica mendekatinya dan kembali berkata, "You're not my type," balasnya dengan senyum manis.
Jessica yang mendengar hal itu tentu saja sakit hati dan mengepalkan tangannya seakan ingin menampar Alex dengan tamparan keras.
"Dasar laki-laki brengsek! Kurang ajar! Bajingan! Jadi kau memintaku datang ke sini hanya untuk celotehmu yang gila itu!" kesal Jessica dan langsung memgambil tasnya kemudian meninggalkan restoran mereka berada.
Alex hanya tersenyum melihat sikap Jessica, dengan tenang dan santai dia melambaikan tangannya ke arah Jessica yang telah keluar dari restoran, kemudian Alex melihat lagi menu makanan yang disajikan oleh restoran mewah itu. Dengan jentikkan jarinya, Alex memanggil salah satu pelayan restoran itu dan berkata, "Aku ingin memesan lamb with garlic and herbs dan juga sebotol red wine," ucapnya tak lupa Alex menunjukkan senyumnya yang mempesona.
"Baik, Tuan. Akan segera kami siapkan," balas pelayan tadi dan langsung meninggalkan Alex.
Keadaan restoran kala itu memang tidak seramai kala di waktu weekend dan yang paling penting bagi Alex adalah dia tak perlu menyembunyikan identitasnya dan repot-repot menghindar dari kejaran paparazzi karena restoran itu adalah salah satu restoran paling eksklusif yang di rekomendasikan oleh Jessica.
Entah mengapa kali ini Alex tak dapat lari dari pesona seorang wanita. Pikirannya terus melayang membayangkan wajah Tania. Perasaan yang kacau balau tenyu saja menyergapnya tatkala dia mengetahui kondisi Tania sewaktu di studio tadi, dirinya gundah gulana dan tak tenang meninggalkan Tania dalam keadaan seperti tadi, diputar-putarnya ponsel hitam yang ada di atas meja, antara ragu dan tidak dia ingin kembali ke studio milik Tania. Akhirnya, dengan perasaan yang bercampur aduk dan pikiran kalut, Alex memutuskan untuk kembali ke studio NADIYA sebelum makanan yang ia pesan datang.
"Sial! Kenapa aku jadi begini, sih!" umpatnya pada dirinya sendiri dan dengan segera ia keluar dari restoran itu.
Studio NADIYA
Akhirnya, tak berapa lama, Alex tiba di studio milik Tania dan dengan cepat ia masuk ke dalam studio itu, menaiki tangga dengan cepat dan suara sepatu sneakers putih miliknya yang menggema ke seluruh ruangan membuat Robert dan Hannah terkejut. Tak ada ketukan, tak ada suara, Alex langsung membuka pintu ruangan Tania dan melihat Tania sedang duduk memeriksa hasil pemotretan hari ini.
"Alex, ada apa? Kenapa kau terengah-engah?" tanya Tania langsung bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Alex.
Alex terdiam, berdiri mematung, dan tanpa diduga dia langsung memeluk Tania dengan erat tepat di muka pintu ruangannya. Tentu saja hal ini membuat terkejut Robert dan Hannah yang melihat langsung kejadian itu dari lantai bawah.
"A---Alex, apa--apa yang terjadi? Apa yang sedang kau lakukan? Lepaskan! Lepaskan aku!" perintah Tania memukul-mukul lengan kekar Alex.
"I won't!" tegas Alex dengan berbisik.
Tania bergeming, menatap terpaku langit-langit studionya dengan tatapan sendu, tangannya kini tak lagi memukul lengan Alex dan menjatuhkannya ke samping tubuhnya.
"I--itu ..." Hannah menutup mulutnya dengan kedua tangannya, matanya melotot tajam ke lantai atas, begitu pula dengan Robert. Dia hanya bisa menelan salivanya tanpa mampu berkata apapun.
Sesaat kemudian, Dion datang dengan membawa beberapa sampel lukisan yang akan dijadikan background untuk melukis sang foto model, namun justru kenyataan pahit yang harus diterimanya. Alex yang masih memeluk Tania dengan erat menjadi pemantik sekaligus bara api yang besar bagi dirinya. Lukisan yang dibawanya pun terjatuh dan rusak, Tania yang melihat hal itu langsung terkejut dan mendorong Alex sekuat tenaga hingga punggung Alex menabrak kayu pembatas tangga dengan cukup keras.
Dion hanya berdiri terdiam, namun ekspresi yang ditunjukannya memang sangat jelas, marah dan benci! Tanpa banyak bicara, dia langsung pergi meninggalkan studio dan mengendarai mobilnya dengan kencang.
"Dion ... Dion ... Dion!!!" teriak Robert yang mengejar hingga parkiran studio, namun Dion telah terlanjur pergi menjauh.
"Bagaimana?" tanya Hannah menghampiri Robert.
Robert hanya menggelengkan kepalanya, sementara itu Tania yang melihat sikap dan ekspresi Robert hanya terdiam dan langsung masuk kembali ke ruangannya.
Melihat hal itu, Alex langsung tersenyum penuh kemenangan dan rasa puas karena telah mengalahkan musuh dalam selimutnya. Alex pun memgikuti Tania masuk ke dalam ruangannya, akan tetapi, justru kejadian tak terduga harus dihadapi oleh Alex.
"Kenapa kau masih di sini? Apa kau masih ada pemotretan?" tanya Tania dengan nada dingin.
"Oh, itu---tidak ada. Aku hanya ingin menemanimu di sini," balas Alex tersenyum.
"Aku tak butuh ditemani! Jika kau tak keberatan, tolong tinggalkan ruanganku, masih banyak yang harus aku selesaikan!" perintah Tania yang dibarengi lirikan tajam ke arah Alex.
Alex pun terlihat kikuk, dengan senyum dipaksakan, dia berkata, "Baiklah, Nona Tania. Maafkan atas sikap saya yang kurang sopan tadi, hal itu tidak akan terjadi lagi," ucapnya sambil membungkukkan badan.
"Aku tahu kau tidak bermaksud tak sopan tadi, aku maklumi caramu dalam menyampaikan sesuatu, hqnya saja---"
"Hanya saja?" tanya Alex penasaran.
Sambil melirik Alex, Tania berkata, "Tolong jangan seperti itu di depan Dion. Itu bukanlah sesuatu yang pantas kau lakukan."
Alex terkejut! Rasa penasarannya semakin menjadi, matanya menatap lurus ke arah Tania, dan secara tak sengaja mata biru itu melihat map coklat berlogokan Pengadilan Negeri Agama terpajang di sana.
"Itu----" Alex menunjuk map coklat tadi.
"Apa? Itu apa?" tanya Tania menuju objek yang dimaksud.
"Map coklat itu---" sahut Alex penasaran.
Sadar jika objek yang dimaksud Alex adalah map yang berisi surat gugatan cerainya, Tania cepat-cepat mengambil map itu dan meletakkannya di laci mejanya. Alex tampak curiga dengan gerak-gerik Tania, namun dia tak ingin gegabah dan mengikuti apa yang Tania ucapkan padanya.
"Baiklah, Nona Tania jika itu mau Anda. Saya akan pergi dari ruangan ini. Permisi." Alex melangkahkan kakinya keluar menuju ruangan Tania dan sejenak berhenti di depan ruangannya dengan senyum segaris kecil di bibirnya sambil berkata, "Apa jangan-jangan itu ..." Alex terus memikirkan map coklat itu hingga tak sadar dia sudah berada di luar studio NADIYA.
"Tuan, bisa kita bertemu nanti malam? Ada yang ingin aku sampaikan dan pastinya ... Anda akan senang mendengarnya," ucap Alex menutup ponselnya dengan senyum sumringah dan langsung menuju mobil miliknya.
Kafe Kopi Villo
Di sudut pojok kafe kopi Villo, tampak Dion tengah duduk menatap langit biru berawan dengan tatapan sendu. Ingatannya masih melekat akan peristiwa yang baru saja ia lihat ketika Alex memeluk erat Tania. Tangannya mengepal kencang, sorot matanya mulai tajam dan sedikit memerah. Tanpa sadar, ia memukul tangannya ke atas meja dan membuatnya menjadi perhatian orang-orang di kafe Villo. Dion menundukkan kepalanya di atas kedua lipatan tangannya, matanya menyeloroh ke bawah tanpa ia sadar seseorang tengah menuju padanya. Terdengar bunyi ketukan meja dari seorang laki-laki yang membuatnya terkejut dan ia langsung mendongakkan kepalanya. Ekspresi datar Dion perlihatkan tatkala ia mengetahui siapa laki-laki yang berada di depannya itu. Dengan santai dan tersenyum, laki-laki itu duduk berhadapan dengan Dion seraya menatap lurus ke arahnya.
"Apa maumu?" tanya Dion sinis.
Sambil mengumbar senyum, laki-laki itu yang tak lain adalah Alex Nathan berkata, "Aku ingin tanya satu hal padamu dan jawablah dengan jujur."
"Jika kau masih ingin bertanya apakah aku ada hubungan istimewa dengan Tania, maka ini jawabanku ... TIDAK! Aku dan Tania, kami tak memiliki hubungan apapun! Hanya sebatas teman kerja, apa sekarang kau puas!?" jelas Dion menatap tajam Alex.
Namun Alex hanya tersenyum lagi dan berkata, "Bukan itu yang ingin kutanyakan."
"Apa? Lalu apa yang kau tanyakan?"
"Apa ... Tania sedang menyembunyikan sesuatu?"
Deg ....
Dion langsung terdiam. Dia ingin pura-pura tak tahu maksud ucapan Alex, tapi sepertinya Alex telah mengetahui jika Tania ingin bercerai dari Andre. Meskipun Dion tak tahu bagaimana Alex tiba-tiba menawarkan diri menjadi model untuk Tania, tapi dia yakin ada sesuatu yang tak beres.
"Apa maksudmu?" tanya Dion pura-pura tak tahu.
"Api yang kecil pun bisa menjadi besar jika kau siram dengan minyak, Tuan Dion." Alex segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar meninggalkan Dion.
Sesaat, Dion melihat siluet Alex di parkiran mobil yang melambaikan tangan padanya. Dion hanya bergeming, tak ada respon darinya dan ketika Alex benar-benar telah pergi dari tempat itu dia bergumam, "Jika Alex sampai mengetahui keadaan Tania yang sebenarnya, maka kesempatanku untuk bisa mendapatkan kembali Tania akan hilang dan jika itu terjadi, maka ... aku akan pergi selamanya dari sisi Tania."
Kediaman Niko WijayaSuara deru mesin sedan putih berhenti di depan pintu sebuah rumah megah dan mewah. Ya, apalagi kalau bukan kediaman Niko Wijaya, sang bos flamboyan yang tampan, berkharisma, ayah dari wanita cantik, Nathania Diandra Wijaya dan seorang istri yang super cantik, Daniella Wijaya. Sang mama pun telah menyambut putri tercinta yang ditemani oleh Dion turun dari sedan milik Dion. Dengan wajah berseri bahagia, mama menyambut anaknya dengan sukacita layaknya tak pernah bertemu. Dion hanya tersenyum melihat tingkah ibu dan anak yang super gaul ini."Selamat malam, Tante," sapa Dion membungkukkan setengah badannya."Eh, malam Dion. Gimana kabar kamu? Udah lama banget ya kita ga ketemu ... gimana kabar kedua orang tua kamu? Mereka masih di Perancis apa udah balik ke Indo?" rentet tanya sang mama."Hmmm ... mulai deh mode keponya," celetuk Tania dengan wajah jeleknya."Kamu tuh, ya, Mama jelas aja kepo. Orang tua Dion kan temen baik Mama se
Kepergian Tania membuat Andre sangat menyesali perbuatannya. Malam itu menjadi malam yang tak 'kan mungkin dilupakan olehnya seumur hidupnya. Ingin rasanya dia menahan sang istri pergi meninggalkannya, namun ia tahu akan kesalahan yang telah dilakukan dan tak ingin membuat Tania semakin membencinya. Dengan hati dan rasa yang berat, mau tak mau mulutnya harus mengucap kata 'SETUJU' atas kepergian Tania.****Kafe Villo"Kau tak apa, Nona Tania?" tanya Alex melihat keadaan Tania yang membuat dirinya khawatir."Tania,""Apa?""Panggil saja aku Tania, seperti.yang kau ucap ketika bertemu dia," sahut Tania dengan suara pelan."Oh, okay. Tapi, are you sure, you are fine?" tanya Alex sekali lagi untuk memastikan.Tania kemudian melihat mata Alex dengan lekat. Mata sang elang bertemu dengan mata lautan teduh milik Alex. Sungguh perpaduan yang serasi dan cocok. Namun, mata elang itu kini sayu, pilu, dan seperti kehilangan hidup. Tania kembali m
FlashbackKediaman DionSebuah balkon berukuran sedang dengan sebuah bangku dan meja kecil warna putih tampak sedang diduduki oleh seorang pria bercelana pendek warna biru dan kaos warna senada bertuliskan 'Goodbye' dengan garis-garis putih pada tulisan itu. Secangkir kopi espresso kental menjadi teman sang laki-laki itu dalam kesunyiannya. Tampak sebuah canvas, bingkai, kuas dan beberapa cat air serta sebuah foto tergeletak berantakan di tempat itu. Tangan laki-laki itu pun tampak penuh dengan bekas cat air, matanya lurus menuju ke depan pelatarab rumahnya yang minimalis, tampak sinar bulan dan bintang begitu jelas terlihat dari balkon rumahnya. Semilir angin yang berhembus menambah kesepian yang dirasakan oleh laki-laki itu, Dionysius Theodore atau sering disapa Dion.Pikirannya melayang mengingat sikapnya pada Tania hari ini. Mengapa ia sampai berbuat hal seperti itu ... mengapa ia langsung melepaskan tangan wanita yang sangat dicintainya dengan mudahnya ... men
Sheremetyevo Intl. Airport, RusiaJam telah menunjukkan pukul 7 malam waktu Rusia. Perjalanan uang ditempuh oleh Tania dan sang papa selama hampir 15 jam membuat mereka kelelaham hingg tak ada keinginan lagi untuk menikmati keindahan kota Moskow di malam hari. Cuaca begitu dingin hingga menusuk ke tulang paling dalam, pakaian yang dikenakan oleh Tania dan sang papa pun tak mampu menghalau rasa dingin yang begitu ekstrem. Maklum, perbedaan suhu serta cuaca membuat Tania sedikit terkejut ditambah dengan jetlag karena lamanya perjalanan.Setelah mereka melewati metal detector, Tania mengambil koper dan juga lukisannya, sementara papa terlihat tengah menerima telepon dari seseorang. Tak lama kemudian, papa menghampiri Tania yang sedang berdiri melihat lalu lalabg keramaian dan kemegahan bandara milik Rusia itu."Ayo, Sayang. Seseorang sudah menunggu kita." Papa merangkul bahu Tania dan dengan trolly penumpang, mereka berdua berjalan keluar pintu kedatangan bandar
Lotte Hotel MoscowTok ... tok ... tokSuara ketukan pintu membangunkan Tania yang masih tertidur dengan pulas."Tania ... Tania ... Tania ..." samar-samar seseorang sedang memanggil namanya. Sedikit demi sedikit kelopak matanya terbuka walaupun belum sempurna. Tangannya meraba-raba bantal yang ada di sebelahnya, berusaha menemukan ponsel yang ia letakkan entah di mana.Suara ketukan pintu lagi dan lagi terdengar, kali ini suara seorang wanita yang tak lain adalah Yuri sedang memanggil namanya."Nona Tania ... Nona Tania," panggil Yuri dari luar kamarnya."Kurasa dia belum bangun, Nona Yuri. Apa Tuan Lexi telah tiba di Rusia?" tanya Niko yang berdiri di sebelah Yuri."Sudah, Tuan. Dan beliau ingin bertemu dengan Anda dan juga Nona Tania sekaligus beliau ingin melihat hasil lukisan Nona Tania," jelas wanita pirang itu.Tak lama, Tania membukakan pintu kamarnya dan terlihat masih memakai piyama warna putih dengan mata yang masih belum te
Kantor Lexi Czar ExpeditionLexi yang telah selesai menjamu Tania dan papanya, Niko Wijaya langsung bergegas menuju ke kantor. Tak lupa, dia juga mengajak keduanya untuk datang guna membicarakan lukisan yang akan diserahkan sebagai hadiah pada saat acara malam nanti.Ketiganya kini telah tiba di kantor sang CEO, petugas keamanan segera membukakan pintu bagi si empunya kantor. Yuri tak lama kemudian turun dan membukakan pintu bagi Tania, sementara sang papah telah lebih dulu keluar dari mobil. Suasana di kantor pusat Lexi Czar Expedition sangat ramai, maklum ... perusahaan ekspediei yang dimiliki oleh Lexi menguasai hampir 95% pasar pengiriman barang-barang dari luar dan dalam Rusia, sehingga tak mengherankan jika semboyan perusahaan Lexi "tiada hari tanpa mengepak".Setibanya mereka di kantor Lexi, para karyawan mulai dari yang paling rendah hingga mereka yang menduduki posisi penting menyambut kedatangan sang CEO. Wanita-wanita cantik serta para pria tampan
Lotte Hotel MoscowPukul 7 tepat jam dinding telah menunjukkan waktunya. Tania yang berada di tempat dia menginap berserta sang papa akan bersiap menghadiri acara amal dan pertukaran kebudayaan antara pemerintah Indonesia dan Rusia. Tania tampil begitu cantik dan memukau dengan gaun pesta warna biru gelap bertema musim dingin serta aksesoris cincin berlian dan riasan yang alami membuat kecantikannya terpancar. Kulit yang putih, mata elang coklatnya serta tubuh bak model membuat Tania hpir mirip seperti puteri-puteri di negeri dongeng.Sesaat kemudian, suara ketukan pintu menyambangi kamar Tania yang tak dijaga oleh pengawal Lexi. Tania yang sedang merias wajahnya sekali lagi tak segera membukakan pintu sehingga membuat pintu kamarnya diketuk sekali lagi."Siapa?" tanya Tania memoles bibirnya dengan lipstik merah menyala."Sayang, ini Papah. Apa kau sudah selesai?"Mengetahui bahwa orang yang mengetuk pintu kamarnya adalah sang papa, Tania bergegas menuj
Museum State Hermitage, St. Petersburg, RusiaSuara gemerisik sepatu pantopel yang menyatu dengan lantai marmer Museum State Hermitage sangat nyaring terdengar memenuhi seluruh ruangan. Suara sepatu seorang laki-laki yang berjalan dengan langkah cepat seraya menyelorohkan matanya ke tiap sudut Museum tertua di dunia itu."Tuan Lexi, apakah Anda melihat Tania?" Niko menunjukkan ekspresi cemasnya."Ada apa dengan Nona Tania, Tuan Niko?"tanya Lexi penasaran."Aku hanya tanya saja, Tuan Lexi karena dia belum pernah ke tempat ini, jadi aku takut ....""Dia tersasar." Niko kemudian tertawa lebar."Hahaha ... Anda benar. Yah, bagaimanapun juga dia adalah permata berhargaku, Tuan Lexi." Niko menepuk bahu kanan sang kurator pelan."Speaking about jewelry, Tuan Niko ... apakah Anda bisa merancang perhiasan yang sama seperti putri Anda kenakan hari ini?" tanya Lexi menghentikan langkahnya di jendela dekat taman Museum State Hermitage."Tentu saja
Tania yang tak tahan lagi menunggu Lexi terlalu lama di kamar yang sunyi memutuskan untuk segera mencari laki-laki itu. Derap langkah yang dibuat sepelan mungkin dan netra yang was-was membuat detak jantung Tania memompa adrenalin yang kuat dan kencang, bak olahraga ekstrem. Tak lama tepat di depan netranya, siluet seorang wanita bergaun pengantin dan pria berjas abu-abu serta pria yang sedang duduk membelakanginya tampak di depannya. Sambil berdetak dan berdegup kencang, Tania memberanikan diri mendekati ketiga siluet itu dan ternyata ...."Lexi!!" serunya bersuara sedikit kencang.Tak pelak, Eva yang sedang bicara dengan Lexi dalam keadaan emosi mengalihkan netranya pada Tania yang berdiri tak jauh di belakang Lexi, dan ....DORRRRR!!DORRRRR!!DORRRRR!!"Ahhhh!!" Tania teriak kencang karena tembakan proyektil yang dilepaskan Eva tepat mengenai lukisan yang ada di sebelah Tania! Membuat Tania membelalakkan netranya bulat dan lebar!"TANIA!
Villa Keluarga HendrikovaDi sudut salah satu ruangan yang remang hampir gelap, Tania dan Lexi tengah bersembunyi dari kejaran Eva dan ayahnya, Joni Pedrova Medyedev. Emosi yang tengah di puncak, membuat Eva dan sang ayah kalap dan membabi buta menghancurkan isi dari villa milik keturunan Dinasti Romanov tersebut."Aku takut, Lexi!" Tania sembunyi di dada bidang milik Lexi yang lebar."Jangan takut, aku di sini. Aku akan selalu melindungimu." Ucap Lexi mengecup kening Tania mesra."Tapi, kau dan Eva dulu ..." Tania ragu dengan ucapannya."Dulu ya dulu! Sekarang ya sekarang! Aku bukan orang yang memandang ke belakang, apa yang ada di hadapanku sekarang, itulah yang akan kupikirkan!" tegas pemilik netra hijau Altai itu menatap Tania."Aku hanya ..." Tania membenamkan kepalanya dalam pelukan dekapan hangat sang serigala."Ssssttt, jangan berisik! Kau tetaplah di sini, aku akan pergi menemui mereka." Ucap Lexi mendorong lembut tubuh kelinci yang
"Kau tak punya hak untuk bicara seperti itu, Lexi!"Seorang wanita turun dari jeep hitam tak jauh dari mereka. "A--Anda," Tania terkejut karena Maria, sang ibunda Lexi ada di sana. "Bantu Nona Eva!" perintah Maria pada pengawalnya."Mama? Kenapa Mama ada di sini?" tanya Lexi yang tampaknya tak terkejut."Tak usah basa basi Lexi!" Maria menyipitkan tajam matanya ke arah Tania yang masih berada di dekapan Lexi dan seorang pria yang tersungkur di tanah"Siapa kau?" tanya Maria pada Andre."Saya suami sah dari wanita yang sedang berada di pelukan anak Anda. Namaku Andre." Jelasnya sambil membersihkan noda darah di mulutnya."Jadi kau suami Nona Tania? Bawa dia pergi dari sini! Putraku akan menikah dengan wanita ini!" Maria menunjuk Eva."Memang itulah yang akan saya lakukan, Nyonya. Tapi putra Anda ..." Andre kemudian berdiri dan menatap netra Lexi tajam. "Putra Anda telah menjadi parasit dalam pernikahan kami!""Tutup mulutmu! Kau t
"Hentikan!" suara lantang seorang wanita terdengar dari dalam kediaman Medyedev.Netra Andre membelalak ketika mengetahui siapa wanita yang baru saja mengeluarkan suara lantang itu. "Kau, E-Eva?""Hahahaha, akhirnya kau datang juga Andre. Bagaimana kabarmu? Apa kau sudah menerima paket cantik yang kukirim untukmu?" seringai Eva dengan cibiran."Wanita brengsek! Apa yang kau inginkan? Bukankah sudah cukup kau dengan menghancurkan Lexi, kenapa kau seret Tania ke dalam masalah pribadimu?" Andre tak dapat melihat Eva dengan tatapan datar. Netra laki-laki itu terus saja menyipitkan mata tajamnya ke arah wanita bergaun pengantin di depannya."Kau salah! Justru karena istri bodohmu itu yang berani-beraninya menggoda dan mengambil Lexi dariku! Harusnya aku yang bersama dengan Lexi dan bukan dia! Aku yang seharusnya menyandang kekasihnya dan bukan istrimu!" teriak Eva."A--apa? Kekasih?" Andre terperangah."Hahahah, suami macam apa yang tak mengetahu
Kedatangan Andre ke kantor Lexi membuatnya terkejut sekaligus kesal. Dengan memasang senyum penuh kepalsuan, Lexi tersenyum selayaknya tuan rumah yang menyambut kedatangan tamu."Silakan duduk, Tuan Andre." Lexi membuka tangannya dan mempersilakan Andre duduk di kursi yang ada di depannya."Cukup basa basimu, Tuann Richard Lexi! Di mana Tania?" Andre mulai tersulut emosi."Apa? Tania? Apa maksud Anda, Tuan Andre?"Andre yang sedang panas langsung memberikan pukulan keras di wajah Lexi hingga ia tersungkur jatuh di karpet ruangannya."Kutanya sekali lagi, di mana kau sembunyikan Tania!? Apa kau masih mengelak juga, hah! Laki-laki keparat! Berapa banyak hal lagi yang akan kau bohongi soal identitasmu pada Tania, hah!" Andre menarik kerah Lexi yang tersungkur dan berteriak padanya."Get off your dirty hands of me! Aku tak perlu menjawab pertanyaanmu, Tuan Andre! Dan Tania, kenapa Anda masih peduli padanya? Bukankah kalian akan bercerai?"
Sheremetyevo Int. AirportAndre langsung terbang ke negeri Beruang Merah saat dirinya dikirimi foto-foto mesra Tania dan Lexi. Tanpa membuang waktu, dia segera menaiki taksi bandara dan pergi ke Museum Hermitage, tempat Lexi bekerja. Rasa cemas, khawatir dan takut menyelimuti relung hati pria bermata seksi itu. Sesekali dia melihat ponselnya dan ingin mencoba menghubungi Tania namun berkali-kali pula ia urung melakukannya."Thank you, Sir." Ucap Andre turun dari taksi yang membawanya.Matanya menyeloroh melihat bangunan indah itu masih sama dengan yang ia lihat ketika beberapa bulan yang lalu Andre datang pertama kali ke tempat itu. Dengan langkah cepat, ia masuk ke dalam museum itu dan memutar balik netra dan retinanya, menyeloroh, meringsek ke semua sudut ruangan Museum Hermitage, namun tak jua membuahkan hasil. Putus asa, Andre menanyakan keberadaan Lexi dengan salah satu petugas keamana tempat itu dan begitu terkejutnya Andre ketika ia mengetahui bahwa Lexi seb
"Kurasa ini bukan jalan menuju kediaman Lexi. Sebenarnya kita mau ke mana?" Tania mulai curiga dengan sang pria tersebut yang terlihat menyeringai dari balik spion mobilnya."Kita akan sampai Nona sebentar lagi." Ucap pria tersebut kemudian tak lama membelokkan mobil yang mereka kendarai ke sebuah gudang gelap dan sunyi."T--tempat apa ini? Siapa kau sebenarnya?" Tania mulai ketakutan."Silakan berteriak! Tak ada satu pun yang akan mendengar atau menolongmu, hahahha." Pria itu menodongkan senjata api tepat di wajah Tania dan memaksa Tania turun dari mobilnya."Cepat jalan!" ucap pria itu mendorong kasar tubuh Tania."Siapa yang menyuruhmu? Apa Nyonya Besar yang memintamu melakukan ini?" tanya Tania seraya berjalan masuk ke gudang itu dan memgangkat tangannya."Nyonya Besar? Hahahha, nanti Anda tahu sendiri siapa yang telah menunggu Anda di dalam."Seorang wanita mengenakan long-coat warna coklat gelap, sepatu boots, serta kacamata hita
Eva memberikan sebuah amplop coklat yang berisi foto Tania pada seorang pria pembunuh berdarah dingin yang telah lama bekerja untuk keluarga Hendrikova. Pria itu dengan senyum dinginnya kemudian berkata, "Anda ingin saya menghabisi nyawa wamita cantik ini?""Kenapa? Masalah?"tanya Eva dengan dingin."Tidak. Tapi menurutku sayang sekali jika dia harus dihabisi! Setidaknya, biarkan aku 'bermain' sebentar dengannya." Seringai pria yang lebih mirip orang Asia itu."Whatever! You can have her after that ... kill her!!" ucap Eva dengan netra tajam."Ok, no problem." Sahut sang pri itu menganggukkan kepalanya."Aku berikan padamu informasi di dalamnya tentang 'paket' mu. Aku ingin semuanya berjalan alami, tak ada jejak, tak ada cacat! Apa kau mengerti!?""Tenang saja, Nona Eva. Bukankah Anda juga tahu sudah berapa lama saya mengabdi untuk keluarga Medyedev ""Bukan urusanku! Dan sebaiknya segera kau kerjakan apa yang aku perintahkan!" E
Kediaman Keluarga MedyedevPRANGPRANGPRANGSuara barang pecah belah yang dibanting dengan keras dari ruang makan keluarga Medyedev membuat para asisten rumah tangga di keluarga milyuner itu menjadi takut, panik namun juga khawatir dengan keadaan nona mereka, Eva Laika. Tak ada satu pun dari mereka yang berani mendekati ruang makan yang saat ini hampur seperti ruang sampah! Piring dan gelas yang dipecahkan oleh nona besar mereka membuat serpihan-serpihan dari barang pecah belah tersebut berhamburan memenuhi ruang makan."No--Nona Besar, sadarlah ... sadarlah Nona Besar, jangan menyakiti diri sendiri," ucap kepala asisten rumah tangga Hendrikova."DIAM! DIAM SEMUANYA! JANGAN ADA YANG IKUT CAMPUR!" teriak Eva dengan wajah lusuh, gaun yang tak lagi rapi dan terlihat mahal serta rambut yang acak-acakan."Aku salah apa, Lexi? Kenapa kau perlakukan aku seperti ini? Kenapa kau tak pernah melihat ketulusanku mencintaimu!!!" teriak Eva