Mansion milik Dominic di Malta sudah di sulap menjadi tempat pesta yang megah dan meriah. Semua itu hasil kerja para pelayan dan pasukan khusus juga. Tapi malam ini bukanya menyuruh untuk menikmati pesta, tapi Dominic menyuruh Samuel dan teman-temannya untuk mengawasi segala sesuatunya. Tidak ada yang boleh kurang.
Louisa memilih untuk tetap berada di kamar. Dia tidak ingin keluar dan tidak perlu keluar. Ini pesta Dominic bukan dan bukan urusan Louisa lagi. Wanita itu menikmati pemandangan indah dari luar jendela. Lampu-lampu menyala banyak orang datang. Louisa mulai melatih pengelihatannya. Banyak orang penting di sana. Mereka semuanya berbisik-bisik.
Dance floor sudah penuh dengan para tamu yang berdansa. Musik tradisional khas Malta bergema di seluruh penjuru mansion. Louisa menahan napasnya. Dia rindu dengan ibunya yang ada di Meksiko. Dia ingin menghubunginya tapi dia tidak bisa. Samuel juga berada dengannya. Louisa yakin kalau ibunya pasti sedang menc
Louisa duduk di kursi sebelah Dominic. Wanita itu terus tersenyum kecut sambil menginjak kaki Dominic berkali-kali. Dia sudah muak dengan drama pesta ini. Dominic memang licik. Benar-benar licik. "Kapan kalian akan menikah?" tanya Seorang wanita yang sudah sangat renta. "Lima bulan lagi." Louisa tersenyum dan tangannya bergerak meninju lengan Dominic. "Lima bulan itu terlalu lama bukan? Aku tahu kau pasti ingin segera menikahinya," bisik wanita tua itu. Louisa benar-benar tidak tahu harus bagaimana. "Sedikit informasi saja. Wanita di Malta ini sangat cantik-cantik. Jadi kau harus segera menikah, tenang saja aku akan membantumu." Wanita tua itu mengelus bahu Louisa. "Tuan Muda, sepertinya kalian harus segera menikah, lima bulan itu terlalu lama." Louisa langsung melotot. "Ah, tidak-tidak. Dia masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan." Louisa jadi gelagapan. "Tidak apa-apa. Justru d
Samuel yang melihat Louisa kebingungan menjadi tidak fokus. Pria itu muak sekali. Dia langsung menendang perut lawannya dan menghantam rahangnya sampai lawannya itu terkulai lemas. Samuel berlari menuju Louisa. Tapi dia melihat seorang pria mengarahkan pistolnya pada Louisa."Louisa! Menyingkir!" teriak Samuel.Louisa mencari-cari sumber suara adiknya itu. Samuel tidak bisa membiarkan kakaknya tertembak. Dia langsung berlari dan menghalau peluru yang mengarah pada Louisa."Samuel! Tidak!" Louisa berteriak keras-keras. Perut Samuel mengeluarkan darah sampai membasahi bajunya. Louisa meninggalkan Dominic dan berlari menangkap tubuh adiknya itu."Samuel!" Louisa menarik adiknya itu untuk menjauh."Sialan!" Samuel berusaha menahan perutnya."Samuel!" Louisa mencoba melihat luka Samuel yang ternyata sangat dalam."Jaga napasmu Samuel, kau harus tenang," pinta Louisa. Wanita itu kalut sekarang. Ini bagaik
Dominic yang tertidur pulas menjadi tidak tenang karena dia lapar. Pria itu membuka matanya dan melirik Samuel yang sedang makan dengan lahap di sampingnya. Ini membuat Dominic kesal karena dia tidak bisa bergerak. Tangannya patah dan butuh waktu untuk pulih."Ke mana Franco?" tanya Dominic pada Samuel."Pria tua itu pulang ke mansion, apa kau tidak kasihan padanya? Dia berjaga sepanjang malam di sini." Samuel menunjuk Dominic dengan sendoknya. Ini membuat perut Dominic semakin lapar."Apa aku juga dapat jatah makan?" Dominic tidak bisa menahan laparnya lagi."Tentu saja, di mejamu." Mata Dominic hanya bisa melirik saja. Dalam hatinya dia menggerutu."Samuel apa kau bisa menyuapiku?" Makanan yang sedang Samuel kunyah mendadak masuk ke dalam hidungnya karena dia mendengarkan ucapan Dominic hingga tersedak."Apa kau gila?" Dominic hanya bisa berdehem."Aku kelaparan!" seru Dominic. Samuel menata
Franco menyeret dua orang wanita untuk keluar dari rumah sakit. Pria itu langsung memasukkan mereka di ke mobil bersama Jack. Franco membawa dua orang wanita itu ke mansion untuk diinterogasi. Saat sampai di mansion, Bernard sudah ada di depan halaman. Franco mengodekan agar mereka semua ikut ke area halaman tengah mansion. Jack mendudukkan dua orang wanita tahanan itu di depan Franco."Wanita seperti kalian pasti bekerja dengan orang yang penting," ucap Franco. Wanita-wanita itu hanya diam saja."Sekarang katakan padaku, siapa yang menyuruh kalian?" Tak kunjung mendapatkan jawaban. Jack dan Bernard merogoh saku baju dua orang wanita itu. Ponsel, senjata paling ampuh untuk mengetahui siapa penyuruhnya."Banyak sekali nomor tidak dikenal." Franco tersenyum miring. Dia langsung menghubungi nomor yang baru dua orang wanita itu hubungi semalam. Panggilan telepon Franco tidak kunjung dijawab."Halo? Apa tugas kalian sudah selesai?" Mata
Sinar matahari menyusup masuk ke dalam kamar dan mengenai wajah Louisa. Tidur nyenyak wanita itu jadi terganggu akan tetapi dia langsung membuka matanya saat ia ingat kalau dirinya tidur di kamar Dominic. Louisa tidak mendapati pria itu ada di sampingnya. Mata Louisa melihat pada jam yang terpajang di dinding. masih pukul enam pagi."Dominic?" teriak Louisa. Wanita itu tidak mendengar ada yang menjawabnya. Ia bangun dari ranjang dan melihat-lihat sekitar kamar tetapi dia tidak menemukan pria itu.Louisa keluar dari kamar Dominic. Dia langsung menuju ruang tengah. Benar saja, Dominic sedang berbicara dengan Franco. mereka berbicara dengan sangat serius. Louisa memilih untuk tidak mendekat pada mereka dan dia kembali masuk ke dalam mansion. Wanita itu melangkahkan kakinya menuju kamar Samuel, akan tetapi Samuel sedang berdiri di depan pintu kamarnya."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Louisa."Dia sedang ganti baju." Louisa menger
Suara tembakan terdengar di telinga Dominic. Pria itu tengah lari sekencang mungkin. Teriakan ayahnya yang menyuruhnya lari membuatnya seperti pengecut. Hati Dominic teriris rasanya. Ia tidak kuasa mendengar jeritan kesakitan ayahnya."Akan aku membalaskan semuanya!" teriak Dominic."Akan aku balaskan rasa sakitmu ayah." Sumpah Dominic. Dia tidak rela atas penghianatan ini."Aku tidak akan membiarkan Marcus hidup tenang setelah membunuhmu." Mata Dominic berkilat marah."Dominic! Lari lebih cepat! Helikopter akan menjemput kita," pinta Franco.Dominic hanya bisa berlari dengan dadanya yang sesak. Kaki kanannya berlumuran darah. Ia benar-benar seperti pengecut. Dari kecil ayahnya sudah mengajari Dominic cara untuk bela diri dan menembak, teta
Louisa keluar dari lift. Ia berjalan menuju lobby apartemen. Wanita berambut hitam panjang itu langsung mengidik ngeri melihat pria bertato sedang menatapnya tajam. Buka tato atau tubuh kekar pria itu. Melainkan sifat psikopatnya yang membuat Louisa takut padanya. Jason, pria gila yang menjadi teman setia ayah Louisa saat mereka sama-sama dipenjara akan tetapi Louisa benar-benar takut pada Jason. "Mau ke mana kau malam-malam?" tanya Jason. "Aku mau kerja." Louisa berjalan melewati Jason mencoba untuk tidak menghiraukan pria itu. Dari belakang, Jason meraih tangan Louisa dan mencekik leher Louisa lalu mendorong wanita itu ke tembok. Wanita itu sangat benci ketika Jason menyentuhnya. Rasanya ia ingin menghabisi pria itu tetapi Louisa terikat dengan janji yang dia buat dengan Jason. Louisa sudah mengenal pria itu ketika berkunjung dipenjara.
Part 3 MoneyLouisa membawa tas berukuran besar berisi uang itu. Ia sendiri tidak tahu berapa banyak uang yang ada di dalam tas itu. Tepat pukul tiga pagi ia kembali ke apartemennya.wanita itu mengetuk pintu kamar pemilik apartemennya. Ia mau membayar sewa agar bisa tidur dengan nyenyak tanpa ada gangguan.Tanpa peduli ini masih terlalu pagi untuk bangun. Louisa tetap mengetuk pintu semakin kencang. Sampai akhirnya, Louisa melihat knop pintu berputar dan menampilkannya seorang wanita dengan wajah khas orang mengantuk."Mau apa jam segini?" tanya wanita itu."Madam, aku hanya ingin membayar sewa, ini aku bayar sewa kamarku untuk enam bulan ke depan." Louisa mengambil uang dengan serakah dan ia berikan pada Madam. Mata wanita itu langsung be
Sinar matahari menyusup masuk ke dalam kamar dan mengenai wajah Louisa. Tidur nyenyak wanita itu jadi terganggu akan tetapi dia langsung membuka matanya saat ia ingat kalau dirinya tidur di kamar Dominic. Louisa tidak mendapati pria itu ada di sampingnya. Mata Louisa melihat pada jam yang terpajang di dinding. masih pukul enam pagi."Dominic?" teriak Louisa. Wanita itu tidak mendengar ada yang menjawabnya. Ia bangun dari ranjang dan melihat-lihat sekitar kamar tetapi dia tidak menemukan pria itu.Louisa keluar dari kamar Dominic. Dia langsung menuju ruang tengah. Benar saja, Dominic sedang berbicara dengan Franco. mereka berbicara dengan sangat serius. Louisa memilih untuk tidak mendekat pada mereka dan dia kembali masuk ke dalam mansion. Wanita itu melangkahkan kakinya menuju kamar Samuel, akan tetapi Samuel sedang berdiri di depan pintu kamarnya."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Louisa."Dia sedang ganti baju." Louisa menger
Franco menyeret dua orang wanita untuk keluar dari rumah sakit. Pria itu langsung memasukkan mereka di ke mobil bersama Jack. Franco membawa dua orang wanita itu ke mansion untuk diinterogasi. Saat sampai di mansion, Bernard sudah ada di depan halaman. Franco mengodekan agar mereka semua ikut ke area halaman tengah mansion. Jack mendudukkan dua orang wanita tahanan itu di depan Franco."Wanita seperti kalian pasti bekerja dengan orang yang penting," ucap Franco. Wanita-wanita itu hanya diam saja."Sekarang katakan padaku, siapa yang menyuruh kalian?" Tak kunjung mendapatkan jawaban. Jack dan Bernard merogoh saku baju dua orang wanita itu. Ponsel, senjata paling ampuh untuk mengetahui siapa penyuruhnya."Banyak sekali nomor tidak dikenal." Franco tersenyum miring. Dia langsung menghubungi nomor yang baru dua orang wanita itu hubungi semalam. Panggilan telepon Franco tidak kunjung dijawab."Halo? Apa tugas kalian sudah selesai?" Mata
Dominic yang tertidur pulas menjadi tidak tenang karena dia lapar. Pria itu membuka matanya dan melirik Samuel yang sedang makan dengan lahap di sampingnya. Ini membuat Dominic kesal karena dia tidak bisa bergerak. Tangannya patah dan butuh waktu untuk pulih."Ke mana Franco?" tanya Dominic pada Samuel."Pria tua itu pulang ke mansion, apa kau tidak kasihan padanya? Dia berjaga sepanjang malam di sini." Samuel menunjuk Dominic dengan sendoknya. Ini membuat perut Dominic semakin lapar."Apa aku juga dapat jatah makan?" Dominic tidak bisa menahan laparnya lagi."Tentu saja, di mejamu." Mata Dominic hanya bisa melirik saja. Dalam hatinya dia menggerutu."Samuel apa kau bisa menyuapiku?" Makanan yang sedang Samuel kunyah mendadak masuk ke dalam hidungnya karena dia mendengarkan ucapan Dominic hingga tersedak."Apa kau gila?" Dominic hanya bisa berdehem."Aku kelaparan!" seru Dominic. Samuel menata
Samuel yang melihat Louisa kebingungan menjadi tidak fokus. Pria itu muak sekali. Dia langsung menendang perut lawannya dan menghantam rahangnya sampai lawannya itu terkulai lemas. Samuel berlari menuju Louisa. Tapi dia melihat seorang pria mengarahkan pistolnya pada Louisa."Louisa! Menyingkir!" teriak Samuel.Louisa mencari-cari sumber suara adiknya itu. Samuel tidak bisa membiarkan kakaknya tertembak. Dia langsung berlari dan menghalau peluru yang mengarah pada Louisa."Samuel! Tidak!" Louisa berteriak keras-keras. Perut Samuel mengeluarkan darah sampai membasahi bajunya. Louisa meninggalkan Dominic dan berlari menangkap tubuh adiknya itu."Samuel!" Louisa menarik adiknya itu untuk menjauh."Sialan!" Samuel berusaha menahan perutnya."Samuel!" Louisa mencoba melihat luka Samuel yang ternyata sangat dalam."Jaga napasmu Samuel, kau harus tenang," pinta Louisa. Wanita itu kalut sekarang. Ini bagaik
Louisa duduk di kursi sebelah Dominic. Wanita itu terus tersenyum kecut sambil menginjak kaki Dominic berkali-kali. Dia sudah muak dengan drama pesta ini. Dominic memang licik. Benar-benar licik. "Kapan kalian akan menikah?" tanya Seorang wanita yang sudah sangat renta. "Lima bulan lagi." Louisa tersenyum dan tangannya bergerak meninju lengan Dominic. "Lima bulan itu terlalu lama bukan? Aku tahu kau pasti ingin segera menikahinya," bisik wanita tua itu. Louisa benar-benar tidak tahu harus bagaimana. "Sedikit informasi saja. Wanita di Malta ini sangat cantik-cantik. Jadi kau harus segera menikah, tenang saja aku akan membantumu." Wanita tua itu mengelus bahu Louisa. "Tuan Muda, sepertinya kalian harus segera menikah, lima bulan itu terlalu lama." Louisa langsung melotot. "Ah, tidak-tidak. Dia masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan." Louisa jadi gelagapan. "Tidak apa-apa. Justru d
Mansion milik Dominic di Malta sudah di sulap menjadi tempat pesta yang megah dan meriah. Semua itu hasil kerja para pelayan dan pasukan khusus juga. Tapi malam ini bukanya menyuruh untuk menikmati pesta, tapi Dominic menyuruh Samuel dan teman-temannya untuk mengawasi segala sesuatunya. Tidak ada yang boleh kurang.Louisa memilih untuk tetap berada di kamar. Dia tidak ingin keluar dan tidak perlu keluar. Ini pesta Dominic bukan dan bukan urusan Louisa lagi. Wanita itu menikmati pemandangan indah dari luar jendela. Lampu-lampu menyala banyak orang datang. Louisa mulai melatih pengelihatannya. Banyak orang penting di sana. Mereka semuanya berbisik-bisik.Dance floor sudah penuh dengan para tamu yang berdansa. Musik tradisional khas Malta bergema di seluruh penjuru mansion. Louisa menahan napasnya. Dia rindu dengan ibunya yang ada di Meksiko. Dia ingin menghubunginya tapi dia tidak bisa. Samuel juga berada dengannya. Louisa yakin kalau ibunya pasti sedang menc
Louisa merasakan sakit di wajahnya. Tulang punggungnya retak rasanya karena berguling ke tangga sedangkan wanita itu juga sama kesakitannya seperti Louisa tapi dia tidak mau berhenti. Wanita itu mengambil tongkat baseball yang ada di dekatnya dan menyerang ke arah Louisa."Kau tidak akan hidup setelah ini!" serunya. Louisa mendorong Franco agar pria tua itu tidak ikut campur dengan perkelahiannya.Wanita itu terus memukul ke arah Louisa tapi dia berhasil menghindar. Louisa memegang tongkat baseball. itu dan menendang perut wanita itu. Kini tongkat baseball itu ada di tangan Louisa dan dia langsung membuangnya. Louisa dan wanita itu saling menatap. Mereka saling berlari ke arah satu sama lain dan saling menghantam. Louisa mencengkram bahu wanita itu dan membenturkan kepalanya pada kepala wanita itu. Tidak ada ampun. Kedua wajah mereka sudah lebam dan mengeluarkan darah.Mereka saling menggulingkan tubuh dari tembok ke tembok yang lainya. Louisa
Louisa duduk di samping Dominic. Wanita itu menatap ke luar jendela. Ia tidak tahu rencana apa yang sudah disiapkan oleh Dominic. Louisa benar-benar tidak mengerti. Baik Dominic maupun Franco mereka sama-sama licik. Saat pesawat sudah sampai di Malta. Franco meminta pasukan khusus untuk berbaris. Dia memberikan mereka masing-masing senjata."Columbia, Berlin, Spanyol, Denmark, Jamaika. Ingat baik-baik, jangan sebut nama asli kalian." Franco mencoba memperingati. Mereka semua menganggukkan kepalanya lalu turun. Franco menahan Louisa dan Dominic."Louisa, bawa tas ini," pinta Franco."Aku bukan wanita yang gila barang branded." Louisa tidak melihat wajah Franco. Dia tidak sudi melihat wajah Franco atau Dominic sekarang.Dominic membawa tas branded itu dan menarik tangan Louisa untuk turun. Dari kejauhan dia bisa melihat Taixeira, dia mafia penguasa Malta. Dominic semakin merapatkan Louisa padanya."Mendekat
Louisa tertidur begitu lelap karena kelelahan berpikir. Wanita itu sama sekali tidak mendengar ketukan pintu. Maria sudah berkali-kali mengetuk pintunya tapi Louisa sama sekali tidak bergerak sedangkan Dominic, Franco, Samuel dan teman-temannya sudah siap."Apa dia sudah bangun?" tanya Dominic."Belum." Maria menggelengkan kepalanya."Apa wanita itu kabur?" Dominic menatap Franco. Tanpa basa-basi lagi Dominic menuju kamar Louisa dan membuka pintunya.Louisa masih setia tidur dengan earphone di telinganya. Yah, mendengarkan musik pengantar tidur memang membantu bagi Louisa karena wanita itu tidak bisa tidur. Dominic tersenyum miring. Pria itu menatap Maria dan Franco bergantian.Dominic menarik selimut Louisa dan dia menarik pinggang wanita itu. Louisa yang semula tertidur pulas langsung tersentak. Refleks. Wanita itu mengalungkan kedua tangannya pada leher Dominic dan pria itu menurunkan Louisa dari ranjangnya. Wanita