Alice tidak menyangka jika nomor telepon yang diberikan Ronald tadi merupakan salah satu keberuntungan lain untuknya hari ini. Saat akan keluar gedung, Alice melihat lautan wartawan itu belum juga beranjak dari halaman gedung Rumah Sakit itu. Pasti salah satu keadaan ini yang membuat direktur Rumah Sakit begitu gusar ingin cepat-cepat mendepak Alice dari Rumah Sakit ini, pikir Alice dalam benaknya.
Alice lalu menekan tombol 'call' pada ponselnya.
"Hallo" sapa suara diseberang sana.
"Ronald, bisakah sekali lagi kau menolongku hari ini" Pinta Alice dengan setengah manja.
"Siap tuan Putri" Jawab suara diseberang, lalu ponsel dimatikan.
Alice belum mengatakan maksudnya namun teleponnya telah diputuskan sepihak oleh lelaki diseberang sana, Alice mencoba menelepon lelaki tadi, namun teleponnya tidak dijawab. Alice akan meredial kembali nomor tersebut saat seseorang berseragam tiba di depan pintu kaca itu dengan menggunakan motor Kawasaki ninja.
Pria itu terlihat mengambil ponsel dari saku celananya dan ponsel Alice pun berdering.
"Keluarlah tuan Putri, kendaraan anda telah siap." Kata suara diseberang telepon, dan terlihat lelaki berseragam didepannya masih duduk santai diatas motornya, dan melambaikan tangan ke arah Alice.
Alice lalu tersenyum bahagia. Sebelum beranjak dari gedung itu, sekali lagi Alice membalikan tubuhnya dan memandang ke segala penjuru gedung Rumah Sakit itu. Tempat ia bekerja selama 7 tahun, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan dan proses hingga ia menjadi dokter yang cukup populer saat ini. Tempat ia mencari nafkah juga tempat ia berbagi ilmu dan kasih, akhirnya harus ia tinggalkan. Alice menghela nafas panjang lalu menghembuskannya dari mulutnya, lalu tersenyum dan pergi dari gedung itu.
Alice naik ke atas motor dengan secepat kilat lalu motor itupun melaju tanpa harus diberi aba-aba, mereka telah pergi dalam sekejap mata tanpa diketahui para wartawan itu.
...
"Kenapa kau membawa kardus itu, jika saja kardus itu tak ada diantara kita." Kata Ronald kemudian memecahkan kesunyian. Alice hanya tertawa mendengar candaan lelaki itu.
"Kau tahu, jika barang-barang yang ada di dalam kardus ini adalah setengah hidupku" kata Alice kemudian.
"Baiklah, jika itu adalah setengah hidup anda tuan putri, itu tidak menjadi masalah untukku, mungkin besok kita akan mengalami hari bersama diatas motor ini tanpa ada kardus-kardus lain yang menghalangi." Kata pria itu kemudian.
"Aku tidak mendengar omongan anda pak polisi, bisakah anda memelankan laju motor anda?" kata Alice pura-pura tak mendengar ucapan pria itu.
Lelaki itu lalu menepikan motornya, Alice lalu turun dari atas motor dan diikuti pria itu. Wanita itu tampak susah payah memegang kardus yang tadinya berada di pangkuannya. "Bisakah suatu hari nanti kita berkendara dengan kuda hitam ini tanpa ada kardus yang menghalangi?" Tanya lelaki itu sambil mengambil kardus yang tampak berat di pegang oleh Alice dan menaruh kardus itu diatas motornya.
"Hahahaha, anda membuat hariku yang begitu penat ini menjadi lebih baik pak polisi." Kata Alice tanpa menjawab pertanyaan Ronald. Ronald menatap mata Alice, dalam dan penuh makna, Alice mencoba menghindari tatapan itu namun tangan Ronald begitu cepat memegang kepala Alice dan mengarahkan mata mereka hingga saling bertatapan.
Alice sedikit terkejut dengan tingkah Ronald ini, namun dengan cepat ia bisa menguasai dirinya kembali.
"Dokter Alice Valencia, maukah kau menjadi kekasihku?" Tanya lelaki itu dengan suara tegasnya dan masih dengan senyum menawan di bibirnya.... Alice menatap mata itu, sudah lama ia tidak merasakan perasan seperti itu pada seorang pria, jantungnya berdebar dengan cepat hingga dia tak sanggup untuk mengontrol dirinya sendiri. Ada perasaan bahagia, namun perasaan takut dan cemas juga menghampiri diri wanita itu disaat bersamaan.
"Ronald?!" Hanya kata itu yang terucap dari bibir Alice.
"Mungkin ini mengejutkanmu dan terdengar seperti hal yang tidak tepat diutarakan dalam kondisimu saat ini dokter, namun saya tidak ingin terlambat dalam menyatakan perasaan yang sudah beberapa hari ini saya pendam. Saya jatuh cinta pada Anda dokter, jatuh cinta pada pertemuan kedua kita." Ungkap Ronald kemudian masih dengan menatap kedua bola mata Alice yang tampak terkejut mendengar pengakuan lelaki yang ada dihadapannya itu.
"Pertemuan kedua?" Alice kembali memberikan pertanyaan.
"Iya, saat anda datang ke kantor kami untuk pertama kalinya untuk menemui komandan kami. Saya telah melihat anda dari kejauhan, anda yang terlihat sangat gusar dan tampak kecewa namun tetap terlihat menawan, entah mengapa tubuh ini tak ingin menghindar dari jalan itu, sehingga tubrakan antara kita pun tak bisa dihindari" Terang Ronald.
Alice kemudian mengingat kejadian hari itu, dimana dirinya yang begitu gusar baru saja keluar dari ruangan kepala Cyber Police harus bertubrukan dengan salah satu dari kelima anggota Cyber Police tersebut, ternyata orang yang ia tubruk tersebut adalah orang yang kini berada dihadapannya kini.
"Ada hal yang harus saya selesaikan dulu. Saat semua masalah ini selesai, saya berjanji akan memberikan jawaban sesuai perasaan saya." Kata Alice kemudian sambil menatap lekat mata lelaki itu.
Seakan mengerti dengan segala keinginan Alice, Ronald lalu tersenyum bahagia sambil berkata "Saya akan menunggu sampai waktu itu tiba."
...
Alice meminta Ronald mengantarnya untuk berkunjung ke makam Caroline Williams, mereka lalu melajukan motor ke arah Selatan kota Grazia. Bukan hal yang sulit untuk menemukan makam gadis itu. Ronald sejak hari kematian hingga pemakaman gadis itu, dia selalu berada di sana untuk mengawasi setiap gerak-gerik orang yang mencurigakan. Ronald juga sependapat dengan Alice jika wanita itu telah dibunuh.
Sesampainya di sana, tampak olehnya seorang wanita paruh baya yang sedang membersihkan area makam gadis itu. Dia merapikan karangan bunga yang masih bagus, sedangkan karangan bunga yang sudah layu dan kering disingkirkannya. Wanita itu lalu duduk termenung di sisi kanan makam tersebut sambil memandang kearah makam gadis itu.
Alice dan Ronald lalu menghampiri wanita itu. Alice lalu duduk disamping wanita itu, sedang Ronald berdiri tidak jauh dari mereka.
"Gadis yang malang, semoga beristirahat dalam damai" kata Alice kemudian pada gundukan tanah yang ada di hadapannya. Wanita paruh baya itu lalu memandang lekat ke arah Alice lalu berkata "Caroline adalah anak yang sangat manja dan ceria, namun dunia merubahnya sehingga dia menjadi pribadi yang begitu tertutup. Saya hanya berharap dia bisa beristirahat dengan tenang dan mendapatkan SurgaNya" wanita itu berujar sambil menghapus air mata yang mengaliri pipinya.
Wanita paruh baya itu lalu berdiri, diikuti oleh dokter Alice. "Siapa anda berdua, apa yang membawa anda kesini?" Tanya wanita itu kemudian.
"Nyonya, perkenalkan saya dokter Alice Valencia dan dia adalah rekan saya Ronaldo Alvarez." Kata Alice kemudian dengan sopan.
"Kamu dokter yang memeriksa Caroline?" Tanya wanita itu dengan mata yang melotot.
"Saya harap tidak melihat wajah anda dokter, pergilah!! Saya mohon jangan ganggu kehidupan keluarga saya. Anda boleh berurusan dengan polisi dikantornya, jika anda datang kesini agar kami melepaskan tuntunan untuk pencemaran nama baik tersebut. Kami sekali-kali tidak akan mencabut tuntutan itu." Kata wanita itu kemudian lalu berlari meninggalkan mereka. Alice tidak diam saja, dia lalu mengejar wanita itu sambil berkata "Nyonya, tolong dengarkan perkataan saya dulu. Beri saya waktu untuk menjelaskan semuanya. Saya berani bersumpah bahwa bukan saya yang menulis artikel itu, Caroline meninggal tidak dalam kondisi hamil."
Namun wanita itu tidak mau berhenti berlari, Alice mengejarnya lalu tanpa disangka Alice lalu menarik lengan wanita itu, sehingga wanita itu terjatuh. Alice panik, lalu berniat mengangkat wanita itu. Namun wanita itu malah mendorong Alice hingga Alice terjatuh juga. Wanita paruh baya itu lalu menangis histeris dan kemudian berteriak. "Pergilah kalian dari kehidupan keluarga saya. Tidakkah kalian melihat betapa menderitanya kami dengan kepergian putri kami. Cukup kami kehilangan seorang putri kami, jangan sampai kami kehilangan kedua putri kami yang lain. Saya mohon pergilah dokter, jangan ganggu kami lagi." Wanita itu menangis sambil mengeluarkan kata-kata itu dengan terbata-bata.
Alice terdiam, ia tak dapat berkata apa-apa, dilihatnya wanita paruh baya itu menangis sesenggukan tanpa berusaha bangkit dari tempat ia jatuh. Alice juga hanya bisa menatapnya, tanpa disadari dia pun turut menangis tanpa suara. Sampai akhirnya wanita tua itu berdiri dan pergi dari tempat itu tanpa sepatah kata. Alice dan Ronald tak berusaha untuk menghentikan langkah wanita itu.
Ronald kemudian membantu Alice berdiri dan menghapus air mata wanita muda itu. "Apa yang harus saya lakukan?" Tanya Alice kemudian pada pria itu. Pria itu lalu memeluk Alice seraya berkata "Masih ada pintu yang terbuka nona Valencia, jangan khawatir. Akan ada pelangi sehabis hujan."
Saat Alice dilanda dilema dengan masalahnya saat ini, Viona tampak berbahagia, ia tampak sedang melamun dan sesekali tersenyum sendiri. Viona mengingat tentang senyum manis nan menawan yang di perlihatkan lelaki berseragam tadi, wanita itu seakan ingin mengakhiri kebekuan dari hatinya. Viona membayangkan pertemuan pertamanya dengan lelaki itu, membayangkan senyum manis yang terasa menghangatkan jiwanya yang dingin, ia mengingat tatapan mata yang terpancar dari bola mata pria itu, saat ia melepaskan kacamatanya dan pandangan mereka bertemu. Viona merasakan sesuatu hal yang tampak berbeda dari pria itu. Suaranya dan cara bicaranya yang terdengar begitu sopan namun tegas, ia mulai terpikat oleh lelaki yang baru saja dikenalnya itu.Setelah sekian lama sendiri dalam kesepian semenjak sosok yang sangat dicintainya pergi meninggalkannya, kini ia kembali merasakan getaran itu. Perasaan yang sama namun dengan orang yang berbeda, Viona mulai menikmati debaran jantung yang terasa cepat
Viona memarkirkan mobilnya di basement dan dengan wajah yang berseri ingin segara bertemu dengan sahabatnya itu. Dia ingin menceritakan dua kabar bahagia yang sejak tadi ingin disampaikannya pada sahabatnya itu. Kabar pertama dia ingin bercerita kalau dia menyukai seseorang dan kabar kedua adalah dia tahu sedikit tentang misteri kematian Caroline Williams. Jarum jam menunjukan pukul 23.20, Viona terlambat pulang karena harus menginterogasi pasiennya yang tadi sempat tertidur pulas karena obat penenangnya, saat Tn. Alfred terbangun lagi barulah Viona mendapat sedikit lagi informasi yang akan dia beritahu pada sahabatnya Alice. Viona membuka pintu apartemen dan tercium aroma menyengat yang datang dari dalam ruangan apartemen itu. Viona hafal betul jika itu bau minuman beralkohol, dan ternyata dugaannya benar.Viona yang awalnya ceria, tiba-tiba wajahnya berubah menjadi sangat kesal, dia tampak gusar. Bagaimana tidak, ruangan yang tadi saat mereka tinggali begitu rapih dan bersih
Konferensi pers yang di lakukan Alice di Hall of Cyber Police menyatakan bahwa bukan dirinya yang membuat Artikel tentang kematian Caroline Williams tersebut, Alice mengatakan bahwa Caroline Williams meninggal tidak dalam keadaan hamil. Ia kemudian menyatakan bahwa dirinya siap menjadi saksi untuk kasus kematian gadis muda tersebut, asal keluarga Caroline Williams mau membuka kembali kasus ini.Konferensi pers yang disiarkan secara langsung itu dihadiri oleh banyak wartawan, wartawan yang sempat membanjiri Rumah Sakit Elinton dihari Alice diberhentikan dari tempat kerjanya itu, kini mereka baralih untuk meliput pernyataan yang dibuat Alice di Hall of Cyber Police, hampir semua stasiun TV menyiarkan koferensi pers itu secara langsung.Pernyataan Alice itu, membuat seorang pria di suatu tempat tampak gusar. Ia memanggil asisten nya dengan suara keras, lalu asistennya tersebut muncul dihadapannya."Apa yang harus kita lakukan sekarang? Jika dokter muda it
Mereka berempat duduk di sebuah cafe di pinggir pantai, tampak Alice, Azka dan Ronald mendengarkan cerita yang disampaikan Richard dengan seksama."Caroline gadis yang sangat baik, dia manja periang dan begitu ramah serta murah senyum kepada siapapun. Semenjak dia bekerja di agensi milik ayahku, aku sudah langsung jatuh hati padanya namun aku belum mengungkapkannya. Kedekatan kami berdua membuat kami menjadi perbincangan para model dan penata rias, awalnya Caroline tidak mempedulikan sindiran dan perkataan mereka, namun ntah mengapa dia lalu berubah menjadi gadis sombong dan menjadi tidak sopan. Ia tidak peduli dengan teman model atau seniornya, mungkin ia lelah karena selalu menjadi bahan cerita mereka. Mereka sering mengatakan bahwa dia seperti seorang gadis miskin yang mengharapkan pangeran gagah datang melamarnya. Namun kenyataan itu sungguh datang, suatu hari aku mengungkapkan perasaanku padanya. Media mengatakan dia menolakku lalu dia di depak dari agensi kami, lalu depr
Viona menyesali setiap tindakannya pada sahabatnya itu, kemudian dia berpikir untuk pergi ke apartemen Alice pagi ini, sekaligus dia akan memberitahukan sahabatnya itu kabar bahagia yang sejak kemarin ingin dia beritahu pada sahabatnya itu, sedangkan Alice pagi ini dirinya juga sudah bangun lebih awal agar dia bisa menemui Viona dulu di kantornya sebelum dia akan sibuk dengan segala hal hari ini.Alice sudah siap dan akan berangkat, ia sudah memesan taksi dan akan segera turun. Disaat bersamaan bel apartemennya berbunyi, Alice lalu membuka pintu apartemennya dan dia cukup terkejut melihat sosok yang datang menghampirinya pagi ini. "Azka, kau..." kata Alice, "Apa yang membuatmu kesini sepagi ini?" tanya Alice kemudian."Sepertinya kau membutuhkan tumpangan untuk perjalanan anda hari ini nona Valencia. Untuk itu aku datang untuk menawarkan tumpangan kepada anda nona." Kata lelaki itu seperti biasa sambil menampakan senyum manisnya.Alice hanya terkekeh "Aku sudah mem
Alice berlari dari gedung kantor Viona menuju tempat parkir masih dalam keadaan menangis. Wanita itu berusaha membuka pintu mobil Azka namun terkunci, dia menjadi kesal lalu kemudian bersandar pada mobil itu sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan masih saja dengan menangis sesenggukan. Pria itu lalu datang menghampirinya, "Ini, hapus air matamu" kata pria itu sambil memberikan sebuah sapu tangan pada Alice. Alice lalu menoleh pada pria tersebut dengan tatapan yang penuh pertanyaan "Azka, apa benar kau menjadi seperhatian ini padaku karena kau menyukaiku?" Tanya wanita itu pada pria yang kini berada tepat di depannya. Pria itu lalu menganggukan kepalanya sembari berkata "Iya benar Alice, aku menyukaimu, bukan hanya suka tapi aku sadar jika aku jatuh cinta pada Anda dr.Alice Valencia!" ujar pria itu dengan tegasnya.Alice lalu menggelengkan kepalanya "Ini tidak benar pak polisi, anda seharusnya tidak seperti ini." Kata Alice pada lelaki itu lalu ia hend
Viona masuk ke dalam apartemen dengan tergesa-gesa, matanya liar kesetiap sudut ruangan, dia tak mendapati Alice di ruang tamu maupun dapur, ia lalu bergegas menuju kamar, benar saja orang yang dicarinya sedang terduduk disudut kamar sambil menangis sesenggukan, ditangan kanannya tergenggam sebuah pisau. Viona bergegas kearah sahabatnya itu sembari memanggilnya lembut "Alice"Alice memalingkan wajahnya pada suara yang memanggilnya tersebut "Vio" ujar Alice perlahan, "Maafkan aku Vio" katanya kemudian diikuti tangan kanannya yang bergerak untuk mengiris pergelangan tangan kirinya. Namun gerakan tangan Alice tak secepat gerakan tangan Viona yang langsung dengan sergap menampar Alice hingga terjatuh, saat Alice terjatuh tangan Viona dengan cepat mengambil pisau itu dari tangan Alice "Apakah kau sudah gila perempuan bodoh?" ujar Viona dengan geramnya. "Jika kau merasa bersalah, seharusnya sekarang kau menebus semua kesalahan dan kebodohanmu itu!!" lanjut Viona kemudia
Azka beserta kedua anak buahnya George dan Achmed membawa Tuan Alfred yang tampak bingung itu keluar dari Ruangan rawatnya di Pusat Rehabilitasi Jiwa. "Saya mau dibawa kemana lagi?" tanya pria itu dengan bingung dan tampak ketakutan sambil memperhatikan borgol yang kini terpasang ditangannya. Pertanyaannya itu tidak mendapat jawaban dari ketiga pria yang membawa dirinya itu.Mereka memasukan lelaki itu ke dalam mobil lalu membawanya berlalu begitu saja.Alice, Viona dan Oma Rita memandangi keluarnya mobil itu dari atas balkon dengan penuh tanda tanya."Sepertinya halusinasinya muncul karena rasa bersalahnya pada gadis yang dia bunuhnya itu." ungkap Alice seketika yang langsung segera dibantah oleh Viona."Bukan Tuan Alfred pembunuhnya. Aku yakin Alice, bukan dia pembunuhnya." Kata Viona sambil menatap dalam kearah Alice."Apa yang membuatmu begitu yakin Vio? Kau punya buktinya?" Tanya Alice seketika.Viona menggelengkan kepalanya. Disaat bersamaan
"Kau sudah minum terlalu banyak!! Ada apa denganmu sebenarnya?" Tanya seorang lelaki pada temannya yang kini tampak sudah mabok berat."Sekali lagi, George." Jawab lelaki itu sambil menuangkan kembali wiski dalam gelas minumnya."Ronald, ceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi padamu!?" Perintah lelaki yang bernama George tersebut.George dan Ronald keduanya sedang berada di sebuah Bar pinggiran kota Grazia, sepulang dari Panti Asuhan tadi Ronald lalu berkunjung ke rumah George dan mengajaknya untuk pergi menghirup udara segar di pantai, namun saat tiba di pantai Ronald lalu berubah pikiran dan memutar kemudi motor lalu akhirnya tibalah mereka di tempat ini. Keduanya selain sama-sama menjadi partner pada divisi Cyber Police, mereka berdua juga merupakan teman yang cukup dekat, tamat dari SMU yang sama dan mendapatkan peluang untuk bersama lolos menjadi seorang polisi muda. Ini merupakan tahun ketiga mereka bekerja sebagai seorang polisi."Ap
Setelah berpamitan pada April, Alice lalu bergegas keluar dari Panti Asuhan itu dan menunggu di depan Halte yang berada tepat di depan Panti Asuhan itu. Tatapannya terpaku pada ponsel yang kini dipegangnya itu, pada layar ponsel tersebut terpampang panggilan untuk 'My Ronald'. Alice sudah berusaha menghubungi nomor itu berulang kali, namun tidak ada jawaban dari nomor yang di hubungi tersebut. Alice kemudian mengirim pesan singkat kepada kekasihnya tersebut."Sayang kamu dimana? Aku sudah selesai menemui April. Kamu jadi jemput nggak? Aku tunggu 5 menit ya di halte depan Panti Asuhan. Kalau kamu belum datang aku naik taksi aja. Okey!! Aku langsung ke rumah sakit ya, sekalian liat keadaan ayahnya April."Lelaki itu, menatap hampa pesan singkat yang dikirimkan oleh kekasihnya itu, ia sama sekali tak berniat untuk membalasnya. Ia hanya menarik napas dalam, lalu memasukan kembali ponselnya pada saku jaket yang dikenakannya."Kenapa pesannya tidak dibalas?"
Begitu banyak hal di dunia ini yang akan menjadi pelajaran berharga dalam hidup kita, entah itu pelajaran yang menyedihkan, membahagiakan ataukah sebuah pelajaran yang memberikan kita keberanian untuk bertanggung jawab dan menjadi peduli dengan hal-hal yang ada di sekeliling kita.Dari hal yang kecil hingga hal yang besar, setiap kita diberikan kewenangan dari Yang Maha Kuasa untuk menerima itu sebagai sebuah anugrah atau itu sebagai sebuah kutukan.Suasana di pagi ini cukup membuat seorang wanita yang tampak cantik berseri dengan balutan t-shirt berwarana pink bertuliskan kata 'SMILE' dengan celana jeans biru dan sneaker berwarna sama dengan bajunya itu untuk bersemangat meladeni gadis kecil itu bermain."Hahahaha,, ayo coba kejar aku kak..." terdengar suara dari seorang gadis kecil yang tampak sangat gembira."Lha, mana bisa Kakak kejar kesana sayang. Kan badan kakak besar, gak bisa masuk kesana sayang." Jawab seorang wanita yang tak kalah cerianya.G
Malam ini Alice dan Viona sengaja mengosongkan jadwad mereka untuk melakukan kegiatan apapun karena mereka akan bersiap untuk menghadiri acara makan malam yang diadakan oleh keluarga Williams. Alice tampak elegan dengan balutan mini dress berwana hijau toska, rambutnya yang lurus sebahu dibiarkannya tergerai indah, setelah menyelesaikan make-upnya yang natural, gadis itu lalu mengambil tas jinjing yang senada dengan bajunya lalu memasukan ponsel dan dompetnya ke dalam tas itu. Viona pun tak kalah cantiknya, ia mengenakan mini dress berwarna coklat bata, rambutnya yang lebih panjang dari Alice digulungnya kemudian pada gulungan rambutnya ia menusuknya dengan tusuk konde yang membuat rambut wanita itu rapih bagai disanggul, kacamata yang biasanya ia kenakan kini ia lepas dan menggantinya dengan softlens berwana coklat yang senada dengan baju yang dikenakannya. Mereka berdua tampak sempurna dalam penampilan yang seperti ini."Bebh, sudah siap?" Tanya Alice yang saat ini telah ber
Gerald memarkirkan mobilnya di pekarangan sebuah taman yang tampak begitu indah. Ia memperhatikan wanita yang ada di bangku belakang yang terkulai lemah dan tak berdaya. Gerald lalu memutar musik dan menikmati alunan musik itu sambil menunggu wanita itu terbangun dari pingsannya. Sekitar 10 menit kemudian terdengar pergerakan di bangku belakang, Gerald membalikan tubuhnya melihat ke arah wanita itu yang mengeliatkan tubuhnya, mengucak matanya dan berusaha untuk bangun. Wanita itu lalu berusaha membangunkan sendiri tubuhnya dengan sedikit susah payah, sambil memegangi kepalanya yang sepertinya terasa pusing karena pengaruh obat bius yang sempat diciumnya tadi."Hallo dokter Alice.." Sapa lelaki itu tenang.Alice yang sadar bahwa dirinya sedang berada di dalam mobil milik pria yang menculiknya itu dengan segera berusaha membuka pintu mobil itu, namun sepertinya usahanya sia-sia karena pintu mobil itu masih juga terkunci."Tolong!!" Teriak Alice sambil memukul-mukul k
Ibu Caroline membuka pintu rumah dan mendapati Alice telah berdiri di depan rumah tua milik keluarga Williams tersebut."Hallo ibu, apa kabar?" Sapa Alice pada wanita tua itu dengan senyum termanisnya. Ibu Caroline membalas senyum dokter cantik itu, lalu mempersilahkannya masuk ke dalam rumah.Alice dan wanita tua itu duduk bersebelahan pada sofa diruang tamu."Ibu..." Panggil Alice dengan hangat memulai pembicaraan dengan ibu Caroline."Aku sudah melihat isi dari flashdisk ini." Kata Alice selanjutnya sambil memperhatikan benda kecil berwarna hitam itu."Apa isi dari benda kecil itu? Aku tidak pernah mengetahuinya dan tidak pernah aku berikan pada siapapun. Baru anda yang tahu tentang benda kecil itu, dokter." Kata wanita itu."Dalam flashdisk ini Caroline merekam pembicaraan kedua orang yang tidak aku kenali Bu, kedua orang itu melakukan kejahatan dengan memperjual-belikan gadis-gadis muda dibawah umur untuk dijadikan pelacur." Kata Alice menjel
Disuatu tempat tampak seorang gadis kecil sedang bermain bersama teman-temannya, gadis kecil dengan rambut dikepang dua itu tampak tertawa bahagia saat bermain dengan temannya, tawa kegirangannya itu semakin terlihat bahagia saat seorang pria masuk ke dalam ruangan tempat mereka bermain."Kakak..." teriak gadis kecil itu.Pria yang dipanggil kakak itu lalu tersenyum manis dan berlari ke arah gadis kecil itu lalu kemudian menggendongnya."Anak pintar." Puji pria itu sambil menciumi kedua pipi comel milik gadis kecil itu."Kakak, aku senang sekali tinggal disini banyak teman dan banyak permainan." Gadis kecil itu mulai bercerita."Hhemm,, baguslah. Jadi sekarang kamu tidak akan kesepian lagi." Ujar pria tersebut."Lalu bagaimana kabar ayah? Sampai kapan aku akan disini? Kapan kita akan menemui ayah?" Tanya gadis itu kembali."April, kamu akan disini mungkin dalam waktu yang lama. Ingat, kamu harus rajin belajar dan hidup dengan baik, agar kela
Waktu menunjukan pukul 21.30 saat Alice dan Viona tiba di apartemen mereka. Kegiatan dan perjalanan mereka sepanjang hari ini membuat keduanya cukup menguras pikiran dan tenaga. Alice menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidur, dan berharap malam ini bisa segera berlalu. Ia ingin hari esok cepat datang, banyak hal yang ingin dia lakukan di hari esok. Setelah kedua wanita itu membersihkan diri mereka, mereka lalu beranjak ke tempat tidur lalu terlelap dalam mimpi mereka masing-masing.Alice terbangun ditengah malam karena sebuah mimpi buruk, jarum jam menunjukan pukul 00.20 pagi. Setelah meneguk segelas air Alice lalu berusaha tidur kembali, namun wanita itu tak lagi bisa memejamkan matanya. Akhirnya wanita itu memilih keluar di balkon kamarnya sambil menikmati udara di malam hari. Angin malam mulai membuat rambut wanita itu berantakan, namun ia tidak mempedulikannya. Ia menatap kearah langit, langit malam itu begitu gelap, hanya ada beberapa bintang yang cahayanya redup, tanpa
Azka tampak kesal dengan apa yang dilakukan Alice kepada dirinya, perlakuan Alice padanya jelas seperti sedang mengejek dirinya dan membuat harga dirinya jatuh. Ia tak tahu apa yang membuat wanita itu sungguh seperti sangat membencinya, apa karena ia menyukai wanita itu dan wanita itu tidak menyukai dirinya, atau karena sahabat wanita itu yang menyukainya sehingga wanita itu mulai menjaga jarak darinya dan melakukan hal yang seperti tadi untuk menjauhkan dirinya dan merubah perasaan yang saat ini Azka rasakan pada Alice.Azka tidak ingin memperburuk keadaan, ia sebenarnya ingin sekali menjawab perkataan Alice tersebut, namun disingkirkannya itu dari benaknya, Azka kemudian meninggalkan mereka begitu saja dan pergi entah kemana, Alice lalu mendatangi Ronald dan menanyakannya perihal Gerald.Ronald lalu menceritakan semuanya kejadian hari ini secara detail, Alice mendengarkan cerita Ronald dengan baik, lalu selanjutnya Alice meminta agar mereka sekali lagi memutar rekaman