Viona memarkirkan mobilnya di basement dan dengan wajah yang berseri ingin segara bertemu dengan sahabatnya itu. Dia ingin menceritakan dua kabar bahagia yang sejak tadi ingin disampaikannya pada sahabatnya itu. Kabar pertama dia ingin bercerita kalau dia menyukai seseorang dan kabar kedua adalah dia tahu sedikit tentang misteri kematian Caroline Williams. Jarum jam menunjukan pukul 23.20, Viona terlambat pulang karena harus menginterogasi pasiennya yang tadi sempat tertidur pulas karena obat penenangnya, saat Tn. Alfred terbangun lagi barulah Viona mendapat sedikit lagi informasi yang akan dia beritahu pada sahabatnya Alice. Viona membuka pintu apartemen dan tercium aroma menyengat yang datang dari dalam ruangan apartemen itu. Viona hafal betul jika itu bau minuman beralkohol, dan ternyata dugaannya benar.
Viona yang awalnya ceria, tiba-tiba wajahnya berubah menjadi sangat kesal, dia tampak gusar. Bagaimana tidak, ruangan yang tadi saat mereka tinggali begitu rapih dan bersih, kini tampak sangat berantakan dan kotor. Alice tampak tertidur di sofa ruang tamu masih dengan busana yang sama saat mereka berangkat tadi pagi,, diatas meja ruang tamu tampak berhamburan abu rokok, puntung rokok, sebuah gelas dan dua botol minuman beralkohol. Viona memasuki kamar tidur mereka dan semua benda diatas meja kerja Alice berhamburan di lantai, dipojok kamar tergeletak tas sampingnya. Viona kemudian mengambil tas milik Alice dan melihat ponsel milik sahabatnya itu. Viona dengan mudah membuka pola kunci ponsel tersebut, karena selama ini Alice tidak merahasiakan pola kunci ponselnya itu dari sahabatnya itu. Ada beberapa pesan, 12 panggilan tak terjawab darinya, 5 panggilan dari Ronald, dan 7 panggilan dari nomor baru. Viona tak peduli dengan pesan dan panggilan lainnya. Ia hanya peduli dengan pesan yang dikirimnya dan panggilannya, ia lalu menghapus panggilan tak terjawab darinya dan menghapus pesan yang tadi sempat dikirimnya. Dari wajahnya tampak kekesalan yang sangat dalam. Viona lalu merebahkan dirinya diatas kasur, dia kemudian menangis. Tak jelas apa yang sebenarnya ditangisinya, dia hanya ingin menangis saja, namun dalam hati kecilnya yang paling dalam wanita ini berujar mungkin ini saat yang tepat untuk mengakhiri segalanya. Ia lelah dengan segalanya, ia lelah selama ini hanya dia yang menganggapnya sahabat, dia lelah selalu mengalah, dia lelah selalu saja dia yang peka. Sedangkan wanita yang tertidur pulas di sofa sana, karena dirinya yang terlalu naif ia bahkan tak pernah tau apa yang selama ini Viona rasakan.
Viona mengingat kembali beberapa kejadian yang membuatnya merasakan hal yang begitu sakit karena terlalu banyak mengalah. Ia lalu mulai menangis lagi, ia merasakan sesak yang teramat sangat di dadanya, disaat itu dia mendengar langkah kaki menuju kamar. Langkah kaki Alice, Viona lalu membalikan wajahnya dan menutupnya dengan tangannya dan berpura-pura tidur. Alice lalu menuju kamar mandi, lalu terdengar suara seperti ia sedang muntah. Benar saja ia akan muntah karena sejak tadi siang ia tidak mengisi perutnya dengan makanan lalu ia malah mengisinya saat malam hari dengan minuman beralkohol.
Alice keluar dari kamar mandi dengan berjalan sempoyongan, ia mengarahkan wajahnya ke sekeliling ruangan untuk mencari tas nya, tas itu masih dipojok kamar. Ia kemudian mengambil tas itu mengeluarkan ponsel dari dalam tas itu dan membuang tas itu begitu saja diatas lantai, dan sekali lagi Viona yang melihat hal itu hanya bisa berdiam diri saja. Alice melihat ponselnya sejenak lalu berjalan kearah tempat tidur, "Viona kau sudah pulang?" kata Alice pada sahabatnya itu sambil memukul punggungnya. "Viona, aku lapar sekali, aku belum makan sejak tadi siang, perutku terasa sakit." Keluh Alice pada sahabatnya itu sambil memegang perutnya. "Bebh, maukah kau memasakkan bubur untukku?" tanya Alice kemudian. Viona tidak menjawab Alice sepatah katapun, ia masih berpura-pura tidur.
"Hhmpp... Kau sudah tidur rupanya" kata Alice kemudian, ia pun merebahkan tubuhnya di atas ranjang tanpa lebih dulu mengganti bajunya, tak berapa lama akhirnya dia pun tertidur pulas.
Viona membalikan tubuhnya dan menatap hampa kearah tubuh sahabatnya itu, dia menghela napas panjang dan berusaha untuk mengendalikan dirinya, sahabatnya itu begitu naif dan sungguh tidak peka dengan apa yang selama ini mereka jalani bersama.
"Alice, cobalah sedikit peka." Ujar Viona dalam kehampaannya.
...
Pagi pun tiba...
Seperti biasa, Viona bangun lebih dulu dari Alice.. Ia merapikan semua ruangan, dan membereskan semua kekacauan yang disebabkan Alice semalam. Ia juga menyiapkan bubur untuk Alice.
Namun hari ini ada yang berbeda, Viona merapikan semua barang-barang miliknya dan semua pakaiannya lalu memasukannya di dalam koper. Ia lalu menulis pesan singkat kepada Alice.
'Aku sudah merapikan ruangan, ada bubur hangat di atas meja. Oh iya, Alice sepertinya aku akan pindah dari apartemen ini. Mulailah untuk hidup mandiri. with love Vio'
Viona lalu membawa kopernya dan beranjak pergi menuju kantornya.
...
Alice bangun pukul 08.30, ia tampak memegangi perutnya yang sepertinya lapar. Setelah selesai mencuci muka, ia lalu beranjak ke meja makan. Benar saja sudah ada bubur diatas meja makan. Ia tahu jika sahabatnya itu akan menyiapkan semuanya ini sebelum ia berangkat ke kantornya. Alice melahap bubur itu dengan nikmatnya, ia tidak tahu jika sahabatnya itu sedang merasakan kepedihan karena sikap Alice yang begitu acuh.
Alice melayangkan pandangannya keseluruhan ruangan, tampak rapih dan bersih, ia lalu beranjak ke teras dari kamarnya dan menghirup udara segar. "Semangat berjuang Alice, semoga hari ini lebih baik dari hari kemarin" kata Alice pada dirinya sendiri. Alice lalu membuat jadwal kegiatannya untuk hari ini, apa saja yang akan dia lakukan untuk mengembalikan reputasi dan nama baiknya.
Setelah mandi dan bersiap-siap untuk pergi, ia melihat sebuah catatan kecil yang ditulis Viona tadi, dia hendak membacanya namun ponselnya telah berdering lebih dahulu, telpon dari nomor baru. Alice enggan mengangkatnya, namun dia berpikir jika nomor baru ini mungkin saja orang yang bisa membantunya memecahkan masalahnya saat ini. Akhirnya dia pun menjawab telepon itu.
"Selamat pagi" sapanya.
"Selamat pagi dokter Alice, apa kabar anda pagi ini?" kata suara diseberang sana. Alice tidak mengenali suara tersebut. "Maaf dengan siapa saya berbicara dan ada keperluan apa?" kata Alice kemudian.
"Dokter Alice, mungkin saya bisa membantu anda untuk mengadakan konferensi pers di Hall of Cyber Polices. Wartawan masih menunggu anda untuk klarifikasi kebenaran apakah artikel itu anda yang menulisnya atau bukan. Saat anda selesai mengkonfirmasi kepada public bahwa Artikel itu bukan tulisan anda, mungkin akan ada titik terang untuk tindakan selanjutnya." Kata suara disana, dan Alice langsung mengingat siapa pemilik suara itu.
"Tuan Polisi, mengapa anda berubah menjadi begitu baik sekarang?" tanya wanita itu. "Hhmp, Oia dari mana anda mendapatkan nomor ponsel saya?" lanjut Alice kemudian.
"Itu bukan hal yang sulit untuk Azka Camerlo, nona Valencia. Sekarang maukah anda untuk dibantu oleh kami?"
"Dengan senang hati pak Polisi." Kata Alice kemudian.
"Baiklah dokter Alice, kalau begitu saya akan menunggu anda di kantor kami." Ujar suara diseberang dan ponselpun dimatikan.
Alice menatap sekali lagi ponselnya tersebut dan tersenyum bahagia, ia berharap akan ada jalan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya kini. Setelah membersihkan dirinya dan berdadan secantik mungkin wanita itu lalu bersiap menuju Cyber Police, ia bahkan tak sempat untuk membaca pesan singkat yang dituliskan oleh Viona tadi.
...
Viona berulang kali mengecek ponselnya, ia berharap Alice telah membaca pesan singkatnya dan segera menghubunginya, namun sampai pukul 11.00 Alice belum juga menghubunginya. "Apakah gadis bodoh itu belum bangun juga, sepertinya dia akan memakan bubur yang sudah dingin nanti saat dia bangun." Kata Viona dalam hatinya. Viona baru saja mengobservasi pasien yang semalam di konselingnya itu, dan dia mendapati beberapa informasi dari pria itu. Dan dia yakin jika pria ini adalah kunci dari semua masalah yang sedang dihadapi sahabatnya itu sekarang. Viona yang belum juga mendapatkan kabar dari sahabatnya itu akhirnya khawatir jika sesuatu terjadi pada sahabatnya tersebut, ia kemudian memutuskan untuk lebih dulu menghubungi Alice.
"Hallo bebh" kata suara diseberang, suaranya tampak segar tidak seperti orang yang baru bangun tidur.
"Bebh, kamu sudah bangun?" tanya Viona
"Iya bebh, ada yang harus aku selesaikan segera. Oia aku sudah makan buburnya, terimakasih sayang." Kata Alice kemudian. "Oia, ada catatan diatas meja dekat vas bunga aku belum sempat membacanya, aku buru-buru." Kata Alice lagi.
"Hmp.. iya bebh" hanya itu kata yang bisa Viona ucapkan.
"Bebh, nanti aku telepon lagi ya. Miss you." Kata Alice lalu menutup teleponnya.
Viona hanya bisa menatap ponselnya, ia tak mampu berkata-kata lagi, sahabatnya itu begitu naif hingga ia tidak peka dengan apa yang diinginkannya. Meski demikian Viona masih saja peduli padanya.
...
Konferensi pers yang di lakukan Alice di Hall of Cyber Police menyatakan bahwa bukan dirinya yang membuat Artikel tentang kematian Caroline Williams tersebut, Alice mengatakan bahwa Caroline Williams meninggal tidak dalam keadaan hamil. Ia kemudian menyatakan bahwa dirinya siap menjadi saksi untuk kasus kematian gadis muda tersebut, asal keluarga Caroline Williams mau membuka kembali kasus ini.Konferensi pers yang disiarkan secara langsung itu dihadiri oleh banyak wartawan, wartawan yang sempat membanjiri Rumah Sakit Elinton dihari Alice diberhentikan dari tempat kerjanya itu, kini mereka baralih untuk meliput pernyataan yang dibuat Alice di Hall of Cyber Police, hampir semua stasiun TV menyiarkan koferensi pers itu secara langsung.Pernyataan Alice itu, membuat seorang pria di suatu tempat tampak gusar. Ia memanggil asisten nya dengan suara keras, lalu asistennya tersebut muncul dihadapannya."Apa yang harus kita lakukan sekarang? Jika dokter muda it
Mereka berempat duduk di sebuah cafe di pinggir pantai, tampak Alice, Azka dan Ronald mendengarkan cerita yang disampaikan Richard dengan seksama."Caroline gadis yang sangat baik, dia manja periang dan begitu ramah serta murah senyum kepada siapapun. Semenjak dia bekerja di agensi milik ayahku, aku sudah langsung jatuh hati padanya namun aku belum mengungkapkannya. Kedekatan kami berdua membuat kami menjadi perbincangan para model dan penata rias, awalnya Caroline tidak mempedulikan sindiran dan perkataan mereka, namun ntah mengapa dia lalu berubah menjadi gadis sombong dan menjadi tidak sopan. Ia tidak peduli dengan teman model atau seniornya, mungkin ia lelah karena selalu menjadi bahan cerita mereka. Mereka sering mengatakan bahwa dia seperti seorang gadis miskin yang mengharapkan pangeran gagah datang melamarnya. Namun kenyataan itu sungguh datang, suatu hari aku mengungkapkan perasaanku padanya. Media mengatakan dia menolakku lalu dia di depak dari agensi kami, lalu depr
Viona menyesali setiap tindakannya pada sahabatnya itu, kemudian dia berpikir untuk pergi ke apartemen Alice pagi ini, sekaligus dia akan memberitahukan sahabatnya itu kabar bahagia yang sejak kemarin ingin dia beritahu pada sahabatnya itu, sedangkan Alice pagi ini dirinya juga sudah bangun lebih awal agar dia bisa menemui Viona dulu di kantornya sebelum dia akan sibuk dengan segala hal hari ini.Alice sudah siap dan akan berangkat, ia sudah memesan taksi dan akan segera turun. Disaat bersamaan bel apartemennya berbunyi, Alice lalu membuka pintu apartemennya dan dia cukup terkejut melihat sosok yang datang menghampirinya pagi ini. "Azka, kau..." kata Alice, "Apa yang membuatmu kesini sepagi ini?" tanya Alice kemudian."Sepertinya kau membutuhkan tumpangan untuk perjalanan anda hari ini nona Valencia. Untuk itu aku datang untuk menawarkan tumpangan kepada anda nona." Kata lelaki itu seperti biasa sambil menampakan senyum manisnya.Alice hanya terkekeh "Aku sudah mem
Alice berlari dari gedung kantor Viona menuju tempat parkir masih dalam keadaan menangis. Wanita itu berusaha membuka pintu mobil Azka namun terkunci, dia menjadi kesal lalu kemudian bersandar pada mobil itu sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan masih saja dengan menangis sesenggukan. Pria itu lalu datang menghampirinya, "Ini, hapus air matamu" kata pria itu sambil memberikan sebuah sapu tangan pada Alice. Alice lalu menoleh pada pria tersebut dengan tatapan yang penuh pertanyaan "Azka, apa benar kau menjadi seperhatian ini padaku karena kau menyukaiku?" Tanya wanita itu pada pria yang kini berada tepat di depannya. Pria itu lalu menganggukan kepalanya sembari berkata "Iya benar Alice, aku menyukaimu, bukan hanya suka tapi aku sadar jika aku jatuh cinta pada Anda dr.Alice Valencia!" ujar pria itu dengan tegasnya.Alice lalu menggelengkan kepalanya "Ini tidak benar pak polisi, anda seharusnya tidak seperti ini." Kata Alice pada lelaki itu lalu ia hend
Viona masuk ke dalam apartemen dengan tergesa-gesa, matanya liar kesetiap sudut ruangan, dia tak mendapati Alice di ruang tamu maupun dapur, ia lalu bergegas menuju kamar, benar saja orang yang dicarinya sedang terduduk disudut kamar sambil menangis sesenggukan, ditangan kanannya tergenggam sebuah pisau. Viona bergegas kearah sahabatnya itu sembari memanggilnya lembut "Alice"Alice memalingkan wajahnya pada suara yang memanggilnya tersebut "Vio" ujar Alice perlahan, "Maafkan aku Vio" katanya kemudian diikuti tangan kanannya yang bergerak untuk mengiris pergelangan tangan kirinya. Namun gerakan tangan Alice tak secepat gerakan tangan Viona yang langsung dengan sergap menampar Alice hingga terjatuh, saat Alice terjatuh tangan Viona dengan cepat mengambil pisau itu dari tangan Alice "Apakah kau sudah gila perempuan bodoh?" ujar Viona dengan geramnya. "Jika kau merasa bersalah, seharusnya sekarang kau menebus semua kesalahan dan kebodohanmu itu!!" lanjut Viona kemudia
Azka beserta kedua anak buahnya George dan Achmed membawa Tuan Alfred yang tampak bingung itu keluar dari Ruangan rawatnya di Pusat Rehabilitasi Jiwa. "Saya mau dibawa kemana lagi?" tanya pria itu dengan bingung dan tampak ketakutan sambil memperhatikan borgol yang kini terpasang ditangannya. Pertanyaannya itu tidak mendapat jawaban dari ketiga pria yang membawa dirinya itu.Mereka memasukan lelaki itu ke dalam mobil lalu membawanya berlalu begitu saja.Alice, Viona dan Oma Rita memandangi keluarnya mobil itu dari atas balkon dengan penuh tanda tanya."Sepertinya halusinasinya muncul karena rasa bersalahnya pada gadis yang dia bunuhnya itu." ungkap Alice seketika yang langsung segera dibantah oleh Viona."Bukan Tuan Alfred pembunuhnya. Aku yakin Alice, bukan dia pembunuhnya." Kata Viona sambil menatap dalam kearah Alice."Apa yang membuatmu begitu yakin Vio? Kau punya buktinya?" Tanya Alice seketika.Viona menggelengkan kepalanya. Disaat bersamaan
Viona memasuki ruangan itu dengan sebuah keyakinan penuh bahwa ia akan memenangkan hati Tn.Alfred agar mau menceritakan semua kepadanya, didapatinya Tn.Alfred hanya terduduk murung di kursinya sambil menatapi tangannya yang masih juga di borgol.Viona mendekati pria itu lalu duduk di kursi yang telah disediakan di dalam ruangan itu berhadapan dengan pria itu dengan sebuah meja yang memisahkan keduanya. Tn.Alfred menyadari kehadiran seseorang, lalu mengangkat wajahnya yang sejak tadi hanyak tertunduk lesu. Wajah itu tampak sendu, namun saat melihat wanita didepannya pria itu lalu tersenyum menampakkan giginya yang tidak terurus."Bapak sudah makan?" tanya Viona kemudian, pria itu hanya menggeleng.Viona lalu mengirim pesan singkat kepada Alice agar mereka menyiapkan makanan untuk Tn.Aldred."Saya ingin melepas borgol ini, Dokter" kata lelaki itu pada Viona, dia menyangka bahwa Viona adalah dokternya."Baiklah, nanti sebelum makan borgolnya akan di lepask
Viona datang pagi-pagi sekali ke kantor Cyber Police untuk memenuhi janjinya kemarin, dia datang lebih awal agar dirinya dapat mendapat informasi dari Tn.Alfred secara langsung, Viona sangat yakin dengan pendiriannya bahwa Tn.Alfred bukanlah pelaku dari pembunuhan yang dituduhkan padanya.Lelaki itu tampak masih tertidur pulas dipojok ruangan berteralis besi itu, rupanya semalam mereka memindahkannya dari ruangan interogasi kesebuah ruangan yang seperti penjara itu. Ada dua orang lain dalam ruangan itu yang duduk sambil termenung. Viona hanya menatap hampa kearah ruangan itu, dia juga tak berniat untuk membangunkan pria yang dicarinya itu, Viona akan beranjak saat seseorang berteriak dengan suara keras disampingnya "Tuan Alfred bangunlah!!". Pemilik suara itu lalu tersenyum pada Viona sembari berkata "Selamat pagi nona Viona Rahaya, maaf membuatmu harus datang sepagi ini ke kantor kami."Jantung Viona berdegup dengan kencang, dia semakin merasakan getaran yang aneh setia
"Kau sudah minum terlalu banyak!! Ada apa denganmu sebenarnya?" Tanya seorang lelaki pada temannya yang kini tampak sudah mabok berat."Sekali lagi, George." Jawab lelaki itu sambil menuangkan kembali wiski dalam gelas minumnya."Ronald, ceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi padamu!?" Perintah lelaki yang bernama George tersebut.George dan Ronald keduanya sedang berada di sebuah Bar pinggiran kota Grazia, sepulang dari Panti Asuhan tadi Ronald lalu berkunjung ke rumah George dan mengajaknya untuk pergi menghirup udara segar di pantai, namun saat tiba di pantai Ronald lalu berubah pikiran dan memutar kemudi motor lalu akhirnya tibalah mereka di tempat ini. Keduanya selain sama-sama menjadi partner pada divisi Cyber Police, mereka berdua juga merupakan teman yang cukup dekat, tamat dari SMU yang sama dan mendapatkan peluang untuk bersama lolos menjadi seorang polisi muda. Ini merupakan tahun ketiga mereka bekerja sebagai seorang polisi."Ap
Setelah berpamitan pada April, Alice lalu bergegas keluar dari Panti Asuhan itu dan menunggu di depan Halte yang berada tepat di depan Panti Asuhan itu. Tatapannya terpaku pada ponsel yang kini dipegangnya itu, pada layar ponsel tersebut terpampang panggilan untuk 'My Ronald'. Alice sudah berusaha menghubungi nomor itu berulang kali, namun tidak ada jawaban dari nomor yang di hubungi tersebut. Alice kemudian mengirim pesan singkat kepada kekasihnya tersebut."Sayang kamu dimana? Aku sudah selesai menemui April. Kamu jadi jemput nggak? Aku tunggu 5 menit ya di halte depan Panti Asuhan. Kalau kamu belum datang aku naik taksi aja. Okey!! Aku langsung ke rumah sakit ya, sekalian liat keadaan ayahnya April."Lelaki itu, menatap hampa pesan singkat yang dikirimkan oleh kekasihnya itu, ia sama sekali tak berniat untuk membalasnya. Ia hanya menarik napas dalam, lalu memasukan kembali ponselnya pada saku jaket yang dikenakannya."Kenapa pesannya tidak dibalas?"
Begitu banyak hal di dunia ini yang akan menjadi pelajaran berharga dalam hidup kita, entah itu pelajaran yang menyedihkan, membahagiakan ataukah sebuah pelajaran yang memberikan kita keberanian untuk bertanggung jawab dan menjadi peduli dengan hal-hal yang ada di sekeliling kita.Dari hal yang kecil hingga hal yang besar, setiap kita diberikan kewenangan dari Yang Maha Kuasa untuk menerima itu sebagai sebuah anugrah atau itu sebagai sebuah kutukan.Suasana di pagi ini cukup membuat seorang wanita yang tampak cantik berseri dengan balutan t-shirt berwarana pink bertuliskan kata 'SMILE' dengan celana jeans biru dan sneaker berwarna sama dengan bajunya itu untuk bersemangat meladeni gadis kecil itu bermain."Hahahaha,, ayo coba kejar aku kak..." terdengar suara dari seorang gadis kecil yang tampak sangat gembira."Lha, mana bisa Kakak kejar kesana sayang. Kan badan kakak besar, gak bisa masuk kesana sayang." Jawab seorang wanita yang tak kalah cerianya.G
Malam ini Alice dan Viona sengaja mengosongkan jadwad mereka untuk melakukan kegiatan apapun karena mereka akan bersiap untuk menghadiri acara makan malam yang diadakan oleh keluarga Williams. Alice tampak elegan dengan balutan mini dress berwana hijau toska, rambutnya yang lurus sebahu dibiarkannya tergerai indah, setelah menyelesaikan make-upnya yang natural, gadis itu lalu mengambil tas jinjing yang senada dengan bajunya lalu memasukan ponsel dan dompetnya ke dalam tas itu. Viona pun tak kalah cantiknya, ia mengenakan mini dress berwarna coklat bata, rambutnya yang lebih panjang dari Alice digulungnya kemudian pada gulungan rambutnya ia menusuknya dengan tusuk konde yang membuat rambut wanita itu rapih bagai disanggul, kacamata yang biasanya ia kenakan kini ia lepas dan menggantinya dengan softlens berwana coklat yang senada dengan baju yang dikenakannya. Mereka berdua tampak sempurna dalam penampilan yang seperti ini."Bebh, sudah siap?" Tanya Alice yang saat ini telah ber
Gerald memarkirkan mobilnya di pekarangan sebuah taman yang tampak begitu indah. Ia memperhatikan wanita yang ada di bangku belakang yang terkulai lemah dan tak berdaya. Gerald lalu memutar musik dan menikmati alunan musik itu sambil menunggu wanita itu terbangun dari pingsannya. Sekitar 10 menit kemudian terdengar pergerakan di bangku belakang, Gerald membalikan tubuhnya melihat ke arah wanita itu yang mengeliatkan tubuhnya, mengucak matanya dan berusaha untuk bangun. Wanita itu lalu berusaha membangunkan sendiri tubuhnya dengan sedikit susah payah, sambil memegangi kepalanya yang sepertinya terasa pusing karena pengaruh obat bius yang sempat diciumnya tadi."Hallo dokter Alice.." Sapa lelaki itu tenang.Alice yang sadar bahwa dirinya sedang berada di dalam mobil milik pria yang menculiknya itu dengan segera berusaha membuka pintu mobil itu, namun sepertinya usahanya sia-sia karena pintu mobil itu masih juga terkunci."Tolong!!" Teriak Alice sambil memukul-mukul k
Ibu Caroline membuka pintu rumah dan mendapati Alice telah berdiri di depan rumah tua milik keluarga Williams tersebut."Hallo ibu, apa kabar?" Sapa Alice pada wanita tua itu dengan senyum termanisnya. Ibu Caroline membalas senyum dokter cantik itu, lalu mempersilahkannya masuk ke dalam rumah.Alice dan wanita tua itu duduk bersebelahan pada sofa diruang tamu."Ibu..." Panggil Alice dengan hangat memulai pembicaraan dengan ibu Caroline."Aku sudah melihat isi dari flashdisk ini." Kata Alice selanjutnya sambil memperhatikan benda kecil berwarna hitam itu."Apa isi dari benda kecil itu? Aku tidak pernah mengetahuinya dan tidak pernah aku berikan pada siapapun. Baru anda yang tahu tentang benda kecil itu, dokter." Kata wanita itu."Dalam flashdisk ini Caroline merekam pembicaraan kedua orang yang tidak aku kenali Bu, kedua orang itu melakukan kejahatan dengan memperjual-belikan gadis-gadis muda dibawah umur untuk dijadikan pelacur." Kata Alice menjel
Disuatu tempat tampak seorang gadis kecil sedang bermain bersama teman-temannya, gadis kecil dengan rambut dikepang dua itu tampak tertawa bahagia saat bermain dengan temannya, tawa kegirangannya itu semakin terlihat bahagia saat seorang pria masuk ke dalam ruangan tempat mereka bermain."Kakak..." teriak gadis kecil itu.Pria yang dipanggil kakak itu lalu tersenyum manis dan berlari ke arah gadis kecil itu lalu kemudian menggendongnya."Anak pintar." Puji pria itu sambil menciumi kedua pipi comel milik gadis kecil itu."Kakak, aku senang sekali tinggal disini banyak teman dan banyak permainan." Gadis kecil itu mulai bercerita."Hhemm,, baguslah. Jadi sekarang kamu tidak akan kesepian lagi." Ujar pria tersebut."Lalu bagaimana kabar ayah? Sampai kapan aku akan disini? Kapan kita akan menemui ayah?" Tanya gadis itu kembali."April, kamu akan disini mungkin dalam waktu yang lama. Ingat, kamu harus rajin belajar dan hidup dengan baik, agar kela
Waktu menunjukan pukul 21.30 saat Alice dan Viona tiba di apartemen mereka. Kegiatan dan perjalanan mereka sepanjang hari ini membuat keduanya cukup menguras pikiran dan tenaga. Alice menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidur, dan berharap malam ini bisa segera berlalu. Ia ingin hari esok cepat datang, banyak hal yang ingin dia lakukan di hari esok. Setelah kedua wanita itu membersihkan diri mereka, mereka lalu beranjak ke tempat tidur lalu terlelap dalam mimpi mereka masing-masing.Alice terbangun ditengah malam karena sebuah mimpi buruk, jarum jam menunjukan pukul 00.20 pagi. Setelah meneguk segelas air Alice lalu berusaha tidur kembali, namun wanita itu tak lagi bisa memejamkan matanya. Akhirnya wanita itu memilih keluar di balkon kamarnya sambil menikmati udara di malam hari. Angin malam mulai membuat rambut wanita itu berantakan, namun ia tidak mempedulikannya. Ia menatap kearah langit, langit malam itu begitu gelap, hanya ada beberapa bintang yang cahayanya redup, tanpa
Azka tampak kesal dengan apa yang dilakukan Alice kepada dirinya, perlakuan Alice padanya jelas seperti sedang mengejek dirinya dan membuat harga dirinya jatuh. Ia tak tahu apa yang membuat wanita itu sungguh seperti sangat membencinya, apa karena ia menyukai wanita itu dan wanita itu tidak menyukai dirinya, atau karena sahabat wanita itu yang menyukainya sehingga wanita itu mulai menjaga jarak darinya dan melakukan hal yang seperti tadi untuk menjauhkan dirinya dan merubah perasaan yang saat ini Azka rasakan pada Alice.Azka tidak ingin memperburuk keadaan, ia sebenarnya ingin sekali menjawab perkataan Alice tersebut, namun disingkirkannya itu dari benaknya, Azka kemudian meninggalkan mereka begitu saja dan pergi entah kemana, Alice lalu mendatangi Ronald dan menanyakannya perihal Gerald.Ronald lalu menceritakan semuanya kejadian hari ini secara detail, Alice mendengarkan cerita Ronald dengan baik, lalu selanjutnya Alice meminta agar mereka sekali lagi memutar rekaman