Alice mendatangai Cyber Police dengan ditemani Viona, saat sampai di gedung itu Alice telah disambut dengan seseorang yang ternyata sudah menunggunya sedari tadi.
"Dokter Alice, apa Kabar?" sapa pria tersebut dengan lesung pipinya yang membuat pria itu semakin tampan.
"Hallo Ronald." sapa Alice sambil melambaikan tangan dan tersenyum bahagia.
"Dimana komandan anda yang galak itu?" Tanya Alice setengah berbisik sambil menampakan wajah jahilnya, kemudian ia melihat ke arah sudut gedung yang adalah ruangan kepala Cyber Police tersebut.
"Komandan lagi keluar. Tunggulah disini, sebentar lagi mungkin beliau akan kembali." Kata Ronald.
"Oh ya, perkenalkan dia adalah sahabatku Viona, dan Viona perkenalkan ini Ronald." Kata Alice kemudian memperkenalkan keduanya.
Disaat bersamaan, masuklah ke empat teman Ronald, yang adalah anggota Cyber Police. Ronald lalu memperkenalkan keempat temannya tersebut pada Alice dan Viona. Mereka adalah Ricky, Jhordy, Achmed dan George.
Divisi Cyber Police mempunyai beberapa kelompok yang sengaja dibagi untuk memecahkan kasus-kasus yang dimiliki, mereka berlima merupakan satu tim yang dibentuk Azka sekitar 2 tahun yang lalu dan diberi nama Cyber Five.
...
Alice dan Viona masih menunggu kedatangan kepala Cyber Police tersebut saat akhirnya ponsel Alice berdering, ada panggilan dari Zr. Ezra yang adalah kepala ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Elinton.
"Selamat siang dokter Alice, maaf mengganggu. Saya ingin memberitahu jika pasien atas nama Tn.Alfred sudah kami pulangkan. Namun beliau menitip sebuah pesan untuk anda." Kata suara diseberang.
"Baiklah, saya akan ke Rumah Sakit sebentar lagi, kebetulan hari ini saya dinas siang." Kata dokter Alice kemudian.
"Hhmp, dokter... Sebenarnya saya ingin mengatakan bahwa sebaiknya dokter tidak ke Rumah Sakit hari ini, karena begitu banyak wartawan di halaman Rumah Sakit yang sedang menunggu kedatangan anda dokter." Suster Ezra berbicara sambil berbisik.
"Apa?? Wartawan??" Alice cukup kaget mendengar penjelasan suster Ezra, beliau mengatakan wartawan menginginkan klarifikasi dari dokter Alice tentang penyebab kematian Caroline Williams.
Alice menutup ponselnya, dari wajahnya tergambar jelas bahwa saat ini dia sedang panik dan gelisah. Ia tak tahu apa yang harus diperbuatnya. Saat kepanikan itu muncul, sekali lagi ponselnya berdering. Wajah Alice tampak sangat terkejut, kali ini yang menelponnya adalah direktur Rumah Sakit Elinton. Disaat yang bersamaan tampak wajah yang tak asing bagi Alice telah berdiri dihadapannya, Azka tersenyum manis lalu dengan tenang mempersilahkan Alice untuk menjawab telepon itu dengan bahasa tubuhnya.
"Selamat pagi pak" kata Alice tenang.
"Selamat pagi dokter Alice. Keributan apa lagi yang anda perbuat?? Halaman rumah sakit dipenuhi oleh para wartawan." terdengar suara diseberang.
"Bapak saya bisa menjelaskan semuanya, Pak" kata Alice dengan sedikit gugup.
"Sekarang!! Saya mau sekarang juga kamu menghadap keruangan saya." Kata suara itu, lalu ponselnya dimatikan.
Alice bergantian memandang ke arah Viona dan Azka seperti memohon belas kasihan.
"Kita bisa keruangan saya sekarang!!" Kata Azka kepada dua wanita tersebut.
Alice bukannya bangkit dari tempat duduk itu, dia malah seperti seseorang yang berharap belas kasihan.
"Apa yang harus saya perbuat?" kata Alice setengah memohon pada Azka.
"Kita ke ruangan saya dulu, anda bisa menjelaskan semuanya di dalam ruangan dan setiap pernyataan anda akan saya catat." kata Azka kemudian sambil berjalan ke ruangannya.
Alice dan Viona mengikuti lelaki itu, sesampainya di ruangan Alice menceritakan semuanya sesuai dengan cerita aslinya, mulai dari keadaan Caroline Williams saat datang di RS sampai hasil visumnya, wanita itu yakin jika Caroline Williams dibunuh, namun soal kehamilan gadis cantik itu, Alice meyakinkan bahwa gadis itu tidak dalam kondisi hamil.
"Saya yakin dia tidak hamil, saat saya visum ada bekas darah di vaginanya, itu bukan perdarahan melainkan itu adalah darah ketika seorang wanita baru pertama kali melakukan hubungan sex. Robekan pada selaput vaginanya itu yang membuat vaginanya berdarah. Saya yakin sebelum dibunuh Caroline lebih dulu diperkosa." kata Alice dengan yakinnya.
"Baiklah, pernyataan anda telah saya catat. Untuk gugatan pencemaran nama baik ini, akan tetap kami proses. Jika itu bukan artikel tulisan anda, anda tidak perlu khawatir dokter Alice. Sebaiknya jika anda ada waktu, anda boleh menemui keluarga Caroline Williams untuk menjelaskan semuanya." Kata Azka kemudian dengan senyum manisnya.
Alice dan Viona sama-sama merasakan kehangatan dari senyum manis pria tampan tersebut. Untuk sekian lama, akhirnya Viona kembali merasakan hal itu. Hanya dari kehangatan senyum manis seorang Azka Camerlo, akhirnya Viona Rahaya kembali jatuh cinta.
Viona bergegas ke kantornya karena ada panggilan mendadak. Ia tidak bisa menemani Alice pergi ke Rumah Sakit Elinton.
Sesampainya di Rumah Sakit, Alice disuguhkan dengan pemandangan yang luar biasa, lautan wartawan memenuhi halaman Rumah Sakit itu.
Alice menutup kepala dan wajahya dengan pasminah dan memakai kacamata hitam agar tidak dikenali oleh para wartawan itu, namun penyamarannya tidak berhasil. Saat Alice turun dari taksi para wartawan itu langsung menyerbunya. Alice menjadi bingung dan hanya berdiri mematung ditengah kerumunan para wartawan yang menghujaninya dengan beribu pertanyaan. Security sudah berusaha untuk menghalau para wartawan itu, namun tetap saja tak bisa. Sampai akhirnya entah dari mana datangnya mukjizat Tuhan, seseorang datang menghampiri wanita yang hanya berdiri mematung ditengah kerumunan wartawan itu dan menghalau kerumunan semuanya. Sosok itu lalu merangkulnya dan membawanya masuk kedalam gedung Rumah Sakit.
"Ronald" Alice begitu terkesima melihat sosok gagah yang melindunginya itu. Yang dipanggil namanya itu hanya terdiam saja sambil tersenyum manis dengan lesung pipinya yang mempesona.
"Terimakasih" ujar Alice kemudian.
"Baiklah, sepertinya untuk saat ini dokter sudah aman, mereka tidak mungkin masuk sampai ke dalam gedung. Kalau begitu saya pamit kembali ke kantor, kalau ada sesuatu anda bisa menghubungi saya." kata pria itu lalu beranjak pergi.
"Tunggu!!" teriak Alice "Bagaimana saya bisa menghubungi anda tuan polisi?" Tanya Alice kemudian sambil menunjukan ponsel di tangannya.
Pria itu lalu berjalan kembali ke arah Alice, ia meraih tangan Alice yang sedang memegang ponselnya, setelah mengambil ponsel Alice ia kemudian memasukan nomor ke dalam ponsel tersebut. "Ini nomor handphone saya, sewaktu-waktu mungkin akan berguna untuk anda, dokter." Kata pria tampan itu sekali lagi dengan senyum menawannya, kemudian pergi dari gedung itu.
Alice masih saja memperhatikan pria itu dari balik pintu kaca yang menghalanginya. Dia cukup terpesona dan terlena dengan sosok pria tampan yang entah sejak kapan mengikutinya dan akhirnya menolongnya dalam keadaan seperti tadi, Alice baru tersadar dari lamunannya saat seseorang menegurnya dengan sebuah sindiran.
"Oh, jadi anda lah dokter yang jadi perbincangan utama saat ini?" terdengar suara seseorang yang cukup dikenalinya.
"Bapak direktur" ucap Alice pelan sambil menundukkan kepalanya.
"Kamu senang dengan pemandangan seperti ini? Seumur hidup saya memimpin Rumah Sakit ini, baru pertama kali Rumah Sakit Elinton masuk jajaran Rumah Sakit yang namanya digaris merahkan karena sosok dokter yang tidak bekerja dengan profesional" ucapan direktur itu seakan menusuk jantung Alice. Namun dia tak dapat berbuat apapun, dia hanya menunduk dan rasanya tangisnya akan siap meledak.
"Ikut saya ke ruangan saya." Ujar direktur RS itu dengan tegas.
...
Alice duduk di meja kerjanya sambil memandangi surat yang yang dipegangnya saat ini. Air matanya mengalir namun suara tangisannya tak terdengar. Rasa sesak di dadanya membuatnya ingin berteriak, namun semuanya itu ditahannya. Semua yang terjadi saat ini, benar-benar tidak bisa dia pahami dan prediksikan, semuanya hancur hanya dalam kurung waktu 3 hari sejak malam dimana ia memeriksa jasad Caroline Williams.
"Selama ini saya mempertahankan kamu tetap bekerja di Rumah Sakit ini karena ayahmu adalah teman lamaku. Saya sering mendapat keluhan dari rekan sesama dokter jika kamu kurang profesional dalam bekerja, tapi saya berpikir kalau ini bisa di rubah perlahan-lahan, namun untuk kali ini tidak bisa di tolerir lagi dokter Alice. Hari ini saya terpaksa mengeluarkan surat pemberhentian hubungan kerja dengan anda. Saya tidak bisa lagi mempekerjakan anda sebagai dokter di Rumah Sakit ini." Kata-kata direktur tadi masih terngiang jelas di telinga Alice.
"Kurang profesional bagaimana pak?" Alice sempat menanyakan pertanyaan ini tadi. Dan jawabannya sungguh menohok hatinya. "Tanya sendiri pada dirimu Alice!! Tidak sopan, tidak ramah pada senior, bercanda, tertawa tanpa etika, berjalan dengan sombong, membayar tagihan pasien dengan gajimu, memprotes terapi yang sudah diberikan dokter lain. Oke di depan perawat dan pasien namamu naik, tapi di rekan sesama dokter mereka tidak suka sikap naifmu tersebut dokter Alice. Dan sekarang, memprotes kinerja polisi, membuat artikel tentang rekam medis pasien, dan membuat wartawan seperti semut yang mengerumuni gula. Itu adalah beberapa hal ketidak profesionalanmu dokter Alice."
Alice mencoba menguasai dirinya dan mencoba untuk tenang. Disapu air mata yang sempat menetes di pipinya dan kemudian ia mulai memasukan beberapa berkas dan barang-barang miliknya ke dalam kardus untuk di bawa pulang. Beberapa perawat tampak sedih melihat keadaan dokter Alice, namun rekan sesama dokternya yang lain tampak tertawa diatas penderitaannya.
Alice akan bergegas menuju pintu keluar, namun ia ingat ada satu hal yang ia lupakan, ia kembali ke dalam ruangan kerjanya dan mengambil hasil visum atas nama Caroline Williams, ia tahu ini adalah pelanggaran kode etik, namun ia tidak peduli dengan itu. Setelah berhasil mendapatkan apa yang dia cari, ia lalu bergegas ke ruang perawatan pria lantai 6 untuk menemui suster Ezra untuk mengambil pesanan yang dititipkan Tn.Alfred padanya.
Alice yakin jika suatu saat ia akan membersihkan nama baiknya dan membuktikan kebenaran yang sebenarnya. Nanti jika semua sudah terkuak, mereka akan sadar jika profesionalisme tidak hanya diukur dengan kepribadian seseorang.
Alice tidak menyangka jika nomor telepon yang diberikan Ronald tadi merupakan salah satu keberuntungan lain untuknya hari ini. Saat akan keluar gedung, Alice melihat lautan wartawan itu belum juga beranjak dari halaman gedung Rumah Sakit itu. Pasti salah satu keadaan ini yang membuat direktur Rumah Sakit begitu gusar ingin cepat-cepat mendepak Alice dari Rumah Sakit ini, pikir Alice dalam benaknya.Alice lalu menekan tombol 'call' pada ponselnya."Hallo" sapa suara diseberang sana."Ronald, bisakah sekali lagi kau menolongku hari ini" Pinta Alice dengan setengah manja."Siap tuan Putri" Jawab suara diseberang, lalu ponsel dimatikan.Alice belum mengatakan maksudnya namun teleponnya telah diputuskan sepihak oleh lelaki diseberang sana, Alice mencoba menelepon lelaki tadi, namun teleponnya tidak dijawab. Alice akan meredial kembali nomor tersebut saat seseorang berseragam tiba di depan pintu kaca itu dengan menggunakan motor Kawasaki ninja.Pria itu
Saat Alice dilanda dilema dengan masalahnya saat ini, Viona tampak berbahagia, ia tampak sedang melamun dan sesekali tersenyum sendiri. Viona mengingat tentang senyum manis nan menawan yang di perlihatkan lelaki berseragam tadi, wanita itu seakan ingin mengakhiri kebekuan dari hatinya. Viona membayangkan pertemuan pertamanya dengan lelaki itu, membayangkan senyum manis yang terasa menghangatkan jiwanya yang dingin, ia mengingat tatapan mata yang terpancar dari bola mata pria itu, saat ia melepaskan kacamatanya dan pandangan mereka bertemu. Viona merasakan sesuatu hal yang tampak berbeda dari pria itu. Suaranya dan cara bicaranya yang terdengar begitu sopan namun tegas, ia mulai terpikat oleh lelaki yang baru saja dikenalnya itu.Setelah sekian lama sendiri dalam kesepian semenjak sosok yang sangat dicintainya pergi meninggalkannya, kini ia kembali merasakan getaran itu. Perasaan yang sama namun dengan orang yang berbeda, Viona mulai menikmati debaran jantung yang terasa cepat
Viona memarkirkan mobilnya di basement dan dengan wajah yang berseri ingin segara bertemu dengan sahabatnya itu. Dia ingin menceritakan dua kabar bahagia yang sejak tadi ingin disampaikannya pada sahabatnya itu. Kabar pertama dia ingin bercerita kalau dia menyukai seseorang dan kabar kedua adalah dia tahu sedikit tentang misteri kematian Caroline Williams. Jarum jam menunjukan pukul 23.20, Viona terlambat pulang karena harus menginterogasi pasiennya yang tadi sempat tertidur pulas karena obat penenangnya, saat Tn. Alfred terbangun lagi barulah Viona mendapat sedikit lagi informasi yang akan dia beritahu pada sahabatnya Alice. Viona membuka pintu apartemen dan tercium aroma menyengat yang datang dari dalam ruangan apartemen itu. Viona hafal betul jika itu bau minuman beralkohol, dan ternyata dugaannya benar.Viona yang awalnya ceria, tiba-tiba wajahnya berubah menjadi sangat kesal, dia tampak gusar. Bagaimana tidak, ruangan yang tadi saat mereka tinggali begitu rapih dan bersih
Konferensi pers yang di lakukan Alice di Hall of Cyber Police menyatakan bahwa bukan dirinya yang membuat Artikel tentang kematian Caroline Williams tersebut, Alice mengatakan bahwa Caroline Williams meninggal tidak dalam keadaan hamil. Ia kemudian menyatakan bahwa dirinya siap menjadi saksi untuk kasus kematian gadis muda tersebut, asal keluarga Caroline Williams mau membuka kembali kasus ini.Konferensi pers yang disiarkan secara langsung itu dihadiri oleh banyak wartawan, wartawan yang sempat membanjiri Rumah Sakit Elinton dihari Alice diberhentikan dari tempat kerjanya itu, kini mereka baralih untuk meliput pernyataan yang dibuat Alice di Hall of Cyber Police, hampir semua stasiun TV menyiarkan koferensi pers itu secara langsung.Pernyataan Alice itu, membuat seorang pria di suatu tempat tampak gusar. Ia memanggil asisten nya dengan suara keras, lalu asistennya tersebut muncul dihadapannya."Apa yang harus kita lakukan sekarang? Jika dokter muda it
Mereka berempat duduk di sebuah cafe di pinggir pantai, tampak Alice, Azka dan Ronald mendengarkan cerita yang disampaikan Richard dengan seksama."Caroline gadis yang sangat baik, dia manja periang dan begitu ramah serta murah senyum kepada siapapun. Semenjak dia bekerja di agensi milik ayahku, aku sudah langsung jatuh hati padanya namun aku belum mengungkapkannya. Kedekatan kami berdua membuat kami menjadi perbincangan para model dan penata rias, awalnya Caroline tidak mempedulikan sindiran dan perkataan mereka, namun ntah mengapa dia lalu berubah menjadi gadis sombong dan menjadi tidak sopan. Ia tidak peduli dengan teman model atau seniornya, mungkin ia lelah karena selalu menjadi bahan cerita mereka. Mereka sering mengatakan bahwa dia seperti seorang gadis miskin yang mengharapkan pangeran gagah datang melamarnya. Namun kenyataan itu sungguh datang, suatu hari aku mengungkapkan perasaanku padanya. Media mengatakan dia menolakku lalu dia di depak dari agensi kami, lalu depr
Viona menyesali setiap tindakannya pada sahabatnya itu, kemudian dia berpikir untuk pergi ke apartemen Alice pagi ini, sekaligus dia akan memberitahukan sahabatnya itu kabar bahagia yang sejak kemarin ingin dia beritahu pada sahabatnya itu, sedangkan Alice pagi ini dirinya juga sudah bangun lebih awal agar dia bisa menemui Viona dulu di kantornya sebelum dia akan sibuk dengan segala hal hari ini.Alice sudah siap dan akan berangkat, ia sudah memesan taksi dan akan segera turun. Disaat bersamaan bel apartemennya berbunyi, Alice lalu membuka pintu apartemennya dan dia cukup terkejut melihat sosok yang datang menghampirinya pagi ini. "Azka, kau..." kata Alice, "Apa yang membuatmu kesini sepagi ini?" tanya Alice kemudian."Sepertinya kau membutuhkan tumpangan untuk perjalanan anda hari ini nona Valencia. Untuk itu aku datang untuk menawarkan tumpangan kepada anda nona." Kata lelaki itu seperti biasa sambil menampakan senyum manisnya.Alice hanya terkekeh "Aku sudah mem
Alice berlari dari gedung kantor Viona menuju tempat parkir masih dalam keadaan menangis. Wanita itu berusaha membuka pintu mobil Azka namun terkunci, dia menjadi kesal lalu kemudian bersandar pada mobil itu sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan masih saja dengan menangis sesenggukan. Pria itu lalu datang menghampirinya, "Ini, hapus air matamu" kata pria itu sambil memberikan sebuah sapu tangan pada Alice. Alice lalu menoleh pada pria tersebut dengan tatapan yang penuh pertanyaan "Azka, apa benar kau menjadi seperhatian ini padaku karena kau menyukaiku?" Tanya wanita itu pada pria yang kini berada tepat di depannya. Pria itu lalu menganggukan kepalanya sembari berkata "Iya benar Alice, aku menyukaimu, bukan hanya suka tapi aku sadar jika aku jatuh cinta pada Anda dr.Alice Valencia!" ujar pria itu dengan tegasnya.Alice lalu menggelengkan kepalanya "Ini tidak benar pak polisi, anda seharusnya tidak seperti ini." Kata Alice pada lelaki itu lalu ia hend
Viona masuk ke dalam apartemen dengan tergesa-gesa, matanya liar kesetiap sudut ruangan, dia tak mendapati Alice di ruang tamu maupun dapur, ia lalu bergegas menuju kamar, benar saja orang yang dicarinya sedang terduduk disudut kamar sambil menangis sesenggukan, ditangan kanannya tergenggam sebuah pisau. Viona bergegas kearah sahabatnya itu sembari memanggilnya lembut "Alice"Alice memalingkan wajahnya pada suara yang memanggilnya tersebut "Vio" ujar Alice perlahan, "Maafkan aku Vio" katanya kemudian diikuti tangan kanannya yang bergerak untuk mengiris pergelangan tangan kirinya. Namun gerakan tangan Alice tak secepat gerakan tangan Viona yang langsung dengan sergap menampar Alice hingga terjatuh, saat Alice terjatuh tangan Viona dengan cepat mengambil pisau itu dari tangan Alice "Apakah kau sudah gila perempuan bodoh?" ujar Viona dengan geramnya. "Jika kau merasa bersalah, seharusnya sekarang kau menebus semua kesalahan dan kebodohanmu itu!!" lanjut Viona kemudia
"Kau sudah minum terlalu banyak!! Ada apa denganmu sebenarnya?" Tanya seorang lelaki pada temannya yang kini tampak sudah mabok berat."Sekali lagi, George." Jawab lelaki itu sambil menuangkan kembali wiski dalam gelas minumnya."Ronald, ceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi padamu!?" Perintah lelaki yang bernama George tersebut.George dan Ronald keduanya sedang berada di sebuah Bar pinggiran kota Grazia, sepulang dari Panti Asuhan tadi Ronald lalu berkunjung ke rumah George dan mengajaknya untuk pergi menghirup udara segar di pantai, namun saat tiba di pantai Ronald lalu berubah pikiran dan memutar kemudi motor lalu akhirnya tibalah mereka di tempat ini. Keduanya selain sama-sama menjadi partner pada divisi Cyber Police, mereka berdua juga merupakan teman yang cukup dekat, tamat dari SMU yang sama dan mendapatkan peluang untuk bersama lolos menjadi seorang polisi muda. Ini merupakan tahun ketiga mereka bekerja sebagai seorang polisi."Ap
Setelah berpamitan pada April, Alice lalu bergegas keluar dari Panti Asuhan itu dan menunggu di depan Halte yang berada tepat di depan Panti Asuhan itu. Tatapannya terpaku pada ponsel yang kini dipegangnya itu, pada layar ponsel tersebut terpampang panggilan untuk 'My Ronald'. Alice sudah berusaha menghubungi nomor itu berulang kali, namun tidak ada jawaban dari nomor yang di hubungi tersebut. Alice kemudian mengirim pesan singkat kepada kekasihnya tersebut."Sayang kamu dimana? Aku sudah selesai menemui April. Kamu jadi jemput nggak? Aku tunggu 5 menit ya di halte depan Panti Asuhan. Kalau kamu belum datang aku naik taksi aja. Okey!! Aku langsung ke rumah sakit ya, sekalian liat keadaan ayahnya April."Lelaki itu, menatap hampa pesan singkat yang dikirimkan oleh kekasihnya itu, ia sama sekali tak berniat untuk membalasnya. Ia hanya menarik napas dalam, lalu memasukan kembali ponselnya pada saku jaket yang dikenakannya."Kenapa pesannya tidak dibalas?"
Begitu banyak hal di dunia ini yang akan menjadi pelajaran berharga dalam hidup kita, entah itu pelajaran yang menyedihkan, membahagiakan ataukah sebuah pelajaran yang memberikan kita keberanian untuk bertanggung jawab dan menjadi peduli dengan hal-hal yang ada di sekeliling kita.Dari hal yang kecil hingga hal yang besar, setiap kita diberikan kewenangan dari Yang Maha Kuasa untuk menerima itu sebagai sebuah anugrah atau itu sebagai sebuah kutukan.Suasana di pagi ini cukup membuat seorang wanita yang tampak cantik berseri dengan balutan t-shirt berwarana pink bertuliskan kata 'SMILE' dengan celana jeans biru dan sneaker berwarna sama dengan bajunya itu untuk bersemangat meladeni gadis kecil itu bermain."Hahahaha,, ayo coba kejar aku kak..." terdengar suara dari seorang gadis kecil yang tampak sangat gembira."Lha, mana bisa Kakak kejar kesana sayang. Kan badan kakak besar, gak bisa masuk kesana sayang." Jawab seorang wanita yang tak kalah cerianya.G
Malam ini Alice dan Viona sengaja mengosongkan jadwad mereka untuk melakukan kegiatan apapun karena mereka akan bersiap untuk menghadiri acara makan malam yang diadakan oleh keluarga Williams. Alice tampak elegan dengan balutan mini dress berwana hijau toska, rambutnya yang lurus sebahu dibiarkannya tergerai indah, setelah menyelesaikan make-upnya yang natural, gadis itu lalu mengambil tas jinjing yang senada dengan bajunya lalu memasukan ponsel dan dompetnya ke dalam tas itu. Viona pun tak kalah cantiknya, ia mengenakan mini dress berwarna coklat bata, rambutnya yang lebih panjang dari Alice digulungnya kemudian pada gulungan rambutnya ia menusuknya dengan tusuk konde yang membuat rambut wanita itu rapih bagai disanggul, kacamata yang biasanya ia kenakan kini ia lepas dan menggantinya dengan softlens berwana coklat yang senada dengan baju yang dikenakannya. Mereka berdua tampak sempurna dalam penampilan yang seperti ini."Bebh, sudah siap?" Tanya Alice yang saat ini telah ber
Gerald memarkirkan mobilnya di pekarangan sebuah taman yang tampak begitu indah. Ia memperhatikan wanita yang ada di bangku belakang yang terkulai lemah dan tak berdaya. Gerald lalu memutar musik dan menikmati alunan musik itu sambil menunggu wanita itu terbangun dari pingsannya. Sekitar 10 menit kemudian terdengar pergerakan di bangku belakang, Gerald membalikan tubuhnya melihat ke arah wanita itu yang mengeliatkan tubuhnya, mengucak matanya dan berusaha untuk bangun. Wanita itu lalu berusaha membangunkan sendiri tubuhnya dengan sedikit susah payah, sambil memegangi kepalanya yang sepertinya terasa pusing karena pengaruh obat bius yang sempat diciumnya tadi."Hallo dokter Alice.." Sapa lelaki itu tenang.Alice yang sadar bahwa dirinya sedang berada di dalam mobil milik pria yang menculiknya itu dengan segera berusaha membuka pintu mobil itu, namun sepertinya usahanya sia-sia karena pintu mobil itu masih juga terkunci."Tolong!!" Teriak Alice sambil memukul-mukul k
Ibu Caroline membuka pintu rumah dan mendapati Alice telah berdiri di depan rumah tua milik keluarga Williams tersebut."Hallo ibu, apa kabar?" Sapa Alice pada wanita tua itu dengan senyum termanisnya. Ibu Caroline membalas senyum dokter cantik itu, lalu mempersilahkannya masuk ke dalam rumah.Alice dan wanita tua itu duduk bersebelahan pada sofa diruang tamu."Ibu..." Panggil Alice dengan hangat memulai pembicaraan dengan ibu Caroline."Aku sudah melihat isi dari flashdisk ini." Kata Alice selanjutnya sambil memperhatikan benda kecil berwarna hitam itu."Apa isi dari benda kecil itu? Aku tidak pernah mengetahuinya dan tidak pernah aku berikan pada siapapun. Baru anda yang tahu tentang benda kecil itu, dokter." Kata wanita itu."Dalam flashdisk ini Caroline merekam pembicaraan kedua orang yang tidak aku kenali Bu, kedua orang itu melakukan kejahatan dengan memperjual-belikan gadis-gadis muda dibawah umur untuk dijadikan pelacur." Kata Alice menjel
Disuatu tempat tampak seorang gadis kecil sedang bermain bersama teman-temannya, gadis kecil dengan rambut dikepang dua itu tampak tertawa bahagia saat bermain dengan temannya, tawa kegirangannya itu semakin terlihat bahagia saat seorang pria masuk ke dalam ruangan tempat mereka bermain."Kakak..." teriak gadis kecil itu.Pria yang dipanggil kakak itu lalu tersenyum manis dan berlari ke arah gadis kecil itu lalu kemudian menggendongnya."Anak pintar." Puji pria itu sambil menciumi kedua pipi comel milik gadis kecil itu."Kakak, aku senang sekali tinggal disini banyak teman dan banyak permainan." Gadis kecil itu mulai bercerita."Hhemm,, baguslah. Jadi sekarang kamu tidak akan kesepian lagi." Ujar pria tersebut."Lalu bagaimana kabar ayah? Sampai kapan aku akan disini? Kapan kita akan menemui ayah?" Tanya gadis itu kembali."April, kamu akan disini mungkin dalam waktu yang lama. Ingat, kamu harus rajin belajar dan hidup dengan baik, agar kela
Waktu menunjukan pukul 21.30 saat Alice dan Viona tiba di apartemen mereka. Kegiatan dan perjalanan mereka sepanjang hari ini membuat keduanya cukup menguras pikiran dan tenaga. Alice menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidur, dan berharap malam ini bisa segera berlalu. Ia ingin hari esok cepat datang, banyak hal yang ingin dia lakukan di hari esok. Setelah kedua wanita itu membersihkan diri mereka, mereka lalu beranjak ke tempat tidur lalu terlelap dalam mimpi mereka masing-masing.Alice terbangun ditengah malam karena sebuah mimpi buruk, jarum jam menunjukan pukul 00.20 pagi. Setelah meneguk segelas air Alice lalu berusaha tidur kembali, namun wanita itu tak lagi bisa memejamkan matanya. Akhirnya wanita itu memilih keluar di balkon kamarnya sambil menikmati udara di malam hari. Angin malam mulai membuat rambut wanita itu berantakan, namun ia tidak mempedulikannya. Ia menatap kearah langit, langit malam itu begitu gelap, hanya ada beberapa bintang yang cahayanya redup, tanpa
Azka tampak kesal dengan apa yang dilakukan Alice kepada dirinya, perlakuan Alice padanya jelas seperti sedang mengejek dirinya dan membuat harga dirinya jatuh. Ia tak tahu apa yang membuat wanita itu sungguh seperti sangat membencinya, apa karena ia menyukai wanita itu dan wanita itu tidak menyukai dirinya, atau karena sahabat wanita itu yang menyukainya sehingga wanita itu mulai menjaga jarak darinya dan melakukan hal yang seperti tadi untuk menjauhkan dirinya dan merubah perasaan yang saat ini Azka rasakan pada Alice.Azka tidak ingin memperburuk keadaan, ia sebenarnya ingin sekali menjawab perkataan Alice tersebut, namun disingkirkannya itu dari benaknya, Azka kemudian meninggalkan mereka begitu saja dan pergi entah kemana, Alice lalu mendatangi Ronald dan menanyakannya perihal Gerald.Ronald lalu menceritakan semuanya kejadian hari ini secara detail, Alice mendengarkan cerita Ronald dengan baik, lalu selanjutnya Alice meminta agar mereka sekali lagi memutar rekaman