Ajakan Deril untuk menjalin hubungan membuatku berada dalam kebimbangan yang amat besar. Apalagi lelaki itu aktif membangun komunikasi tanpa menyinggung masalah jawabanku.
Aku memang memberinya waktu selama seminggu untuk memikirkannya. Bukan hanya tentang isi hatiku yang apakah siap menerima Deril sebagai kekasihku, tetapi apakah kami benar-benar mampu menjaga hu
Setelah jam istirahat tiba, aku segera beranjak dari kantor untuk pergi mencari kado untuk Mbak Siska seperti permintaan Evan. Padahal rencanaku sebelumnya adalah makan siang dengan Tatsuya untuk mendengar lebih lanjut tentang kepindahan lelaki itu. Pindah ke Prancis? Berarti Tatsuya akan mengunjungi salah satu kota paling romantis di dunia, yaitu Paris.Aku menuj
Sejak terbangun subuh tadi, aku belum merasakan rasa kantuk. Padahal semalam tidurku juga tidak nyenyak. Apalagi kalau bukan kejadian di mobil Evan."Bagaimana aku bisa bertemu dengannya?"
Makan malam yang harusnya menjadi kesempatan diriku untuk mendengar penjelasan Evan, malah tidak tercapai karena lelaki itu buru-buru pulang setelah mendengar kabar Karin yang sakit demam."Membenarkan kabar perceraiannya, lalu pergi begitu saja?" gumamku mengingat kejadian semalam. Aku bahkan mendengkus pelan, merasa bahwa seolah Evan mempermainkanku.
Menghabiskan dua hari di Yogyakarta, tak lantas membuatku dapat bernostalgia dengan bahagia. Selama waktu itu, aku selalu bertemu dengan Deril. Menguatkan lelaki itu sebisa mungkin.Namun sesekali Evan juga mengirimkan pesan kepadaku terkait pekerjaan, padahal jika kutelisik lebih dalam lagi, pria itu hanya ingin menjalin komunikasi. Salah satunya adalah meminta laporan dari setiap divisi dengan formal digital. Padahal Evan bisa m
Mendapat jatah libur seminggu membuatku memutuskan untuk pulang ke Bandung. Bertemu dengan kedua orang tuaku setelah lama kami tak saling berjumpa. Terakhir kali adalah ketika aku masih berada di Yogyakarta, meski begitu komunikasi kami tetap lancar.Aku pergi ke Bandung tanpa memberitahu siapapun. Bagiku rehat dari pekerjaan dan pemikiran tentang Evan juga Deril mungkin akan membuatku sedikit merasakan kedamaian. Kuharap begitu.
Aku dan Evan telah berterus terang akan perasaan kami masing-masing. Meski aku sendiri belum tahu, sebenarnya kami ini apa? Masih sebatas atasan dan bawahannya, atau lebih dari itu?Selain itu, aku juga masih memiliki urusan yang harus aku selesaikan dengan Deril. Mengingat lelaki itu saat ini ada di Jakarta. Ini salah satu bukan hal yang mudah juga bagiku, karena
Setelah ayah dan ibu mendengar kabar tentang kebakaran yang terjadi di indekos, mereka berniat datang ke Jakarta. Namun dengan cepat aku mengatakan bahwa aku baik-baik saja dan sementara menginap di tempat Ruri. Padahal saat ini aku masih berada di dalam apartemen Evan.Sudah dua malam aku menginap di sana, meski aku selalu berkata agar ke tempat Ruri saja. Bagaimanapun aku masih sedikit canggung jika harus tinggal di tempat lelaki itu. Padahal Evan sendiri menginap di rumahnya yang lain."Kurasa kita perlu berbelanja lagi," ujar Evan yang datang pagi ini.Aku terpaksa mengambil cuti bekerja, karena masih harus memutar otak, memikirkan tempat tingga
Kamar indekos yang kutempati telah disulap menjadi kamar minimalis yang sangat indah. Didominasi warna yang lembut membuat suasananya terasa lebih nyaman. Bagaimana bisa aku tidak merasa berat kepada Evan setelah semua ini?"Apa sebaiknya aku juga memberi sesuatu sebagai ucapan terima kasih?" gumamku ingin membalas kebaikan lelaki itu. Walau ku yakin Evan akan menolak mentah-mentah jika ku utarakan maksud keinginanku itu.Selain itu, aku merasa tegang. Menyadari bahwa hari ini adalah hari perdana aku akan masuk ke kantor. Bukan hanya sebagai karyawan Evan lagi, melainkan juga kekasihnya. Meski aku meyakinkan diri agar bisa membedakan mana yang harus menggunakan otak dan tenaga serta mana yang harus memakai hati, tetap saja rasanya tidak menentu. Takut bahwa diriku akan terbawa perasaan.Jarak indekos yang telah dekat dengan kantor memungkinkanku sampai menggunakan taksi atau ojek daring. Cukup sepuluh menit, maka aku sudah bisa bera
"Kalian berangkat saja. Evan sudah mempersiapkan segalanya seperti ini," ujar ibuku setelah aku memberitahu tentang rencana bulan madu yang telah dipersiapkan oleh Evan.Namun aku masih khawatir akan satu hal, yaitu Karin. "Tapi ini bukan libur sekolah.""Karin biar aku dan ayahmu yang jaga. Antar dia ke sekolah dan juga menjemputnya. Lagipula Kanaya dan Kenzo akan datang akhir pekan ini, jadi Karin tidak akan begitu kesepian," balas ibu telah menebak bahwa aku berniat mengikutsertakan Karin ke rencana bulan madu yang Evan susun sebelumnya."Benarkah?" Aku sebenarnya tidak ragu bahwa Karin akan melarang kami, karena anak perempuan itu sudah terbiasa
Setiap orang memiliki harapan.Awalnya aku meragukan kalimat tersebut, hingga sampai aku bisa kembali duduk, berjalan dan bahkan berlari. Bentuk fisikku juga mulai kembali seperti layaknya wanita berusia dua puluhan tanpa kekurangan apapun. Bukan usaha yang mudah dan waktu yang singkat. Setidaknya satu tahun membuatku mencoba menggenggam harapan itu agar semakin nyata."Kau menyukai tempat ini?" Suara Evan membuat lamunanku buyar."Ya?"Evan terkekeh kecil. "Aku mengajakmu melihat calon hunian baru kita dan kau mengkhayal?"
Author POV-------------------------------------------------------------------Pada sebuah toko buku di pusat perbelanjaan, tampak adanya antrean panjang di dalamnya. Pengunjung yang baru datang lalu membaca spanduk yang terdapat pada pintu depanFan Meeting With RiruNovel terbaru : Linggar (Impian, Harapan dan Cinta)Ruri telah sukses menjadi seorang penulis novel, setelah mengundurkan diri sebagai editor. Ia juga memakai nama Riru sebagai nama penanya. Hanya membalik huruf pada
Sudah tiga hari sejak Ruri membawa surat yang kutulis untuk Evan tersebut. Namun belum ada tanda-tanda kedatangannya. Aku tidak pernah meragukan bahwa Ruri akan terlambat menyerahkan surat itu. Mungkin ā¦ Evan sedang sibuk.Aku tidak membohongi diriku sendiri bahwa rasa sakit ini mulai menyiksaku. Berharap bahwa ini akan segera berakhir. Bukan hanya soal rasa sakit secara fisik, tetapi batinku tersayat melihat ayah, ibu dan Kanaya yang menangis di sampingku kala aku memejamkan mata seolah tengah tertidur, padahal mendengar bagaimana rintihan mereka.Hari ini gerimis hujan turun membasahi tanah. Aroma petrichor menyusup ke dalam kamar rawatku, sengaja aku meminta Kanaya tidak menutup jendela. Suara rinai hujan membuat ingatanku tertaut pada
Aku berpikir bahwa menyingkir dari hiruk pikuk Jakarta akan membuat kesehatanku mulai membaik. Namun ternyata aku salah, baru sehari tiba di Bandung, aku langsung tumbang.Ayah dan ibu pun langsung mengetahui penyakitku setelah aku dirawat di rumah sakit. Mendapat perawatan bukan berarti membuat kerisauanku menghilang. Nyatanya aku malah bertambah akan satu hal. Evan, lelaki itu telah mengetahui surat pengunduran diriku.Evanā” : Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku? Apakah aku membuat kesalahan? Maafkan aku tidak terlalu memperhatikanmu disaat sedang bersama Karin.Evanā” : Berikan aku alasan pengunduran dirimu, di mana kau sekarang?
Masalah kebohonganku kepada layanan darurat telah di atasi oleh Evan. Pria itu bahkan menemaniku ke kantor polisi terlebih dahulu, kemudian akan menyusul Karin yang telah dibawa ke rumah sakit.Menurut keterangan polisi, pria yang menculik Karin dari tempat les adalah pemain lama yang memiliki komplotan tersendiri. Salah satu dari penculik yang telah ditangkap tersebut bahkan merupakan residivis untuk kasus yang sama."Kiran," panggil Evan melangkah mendekat, lalu memelukku erat. "Terima kasih, terima kasih."Aku tersenyum lalu membalas pelukan lelaki itu. Kemudian terdengar isak tangis, perasaanku tersayup, apakah Evan sedang menangis dalam p
Sesuai dengan instruksi dokter, aku menuju salah satu rumah sakit besar yang ada di Indonesia untuk melakukan pemeriksaan lanjutan dan pemeriksaan kali ini jauh lebih banyak serta kompleks, sehingga aku harus meminta izin agar tidak masuk kantor selama satu hari.Aku tidak mungkin memberitahu Evan tentang penyakitku ini, karena lelaki itu pasti akan khawatir dan mulai tidak fokus dalam bekerja. Tanggung jawab Evan begitu besar dan melibatkan banyak orang. Namun Evan mencoba mencari tahu alasanku untuk cuti satu hari tersebut.Maka dari itu kami kini tersambung melalui panggilan suara. Aku berada di depan ruang pemeriksaan setelah mengganti baju. Sebelah tanganku memegang nomor antrean dan satunya lagi memegang ponsel."Kau sungguh mengajukan cuti, karena Kanaya meminta
Sesuai dengan janji kami, aku mendatangi salah satu restoran untuk bertemu dengan Kanaya pada jam istirahat kerja. Ketika aku sampai, ternyata Kanaya telah duduk pada sudut restoran terlebih dahulu."Kak Kanaya," sapaku membuat Kanaya mendongak menatapku. Dia tersenyum tipis sekilas lalu mempersilakanku."Kau benar-benar sibuk sampai terlambat hampir setengah jam?"Aku tertawa sumbang. "Jam makan siang selalu membuat jalan di depan kantor menjadi padat.""Bukan karena menemani Kak Evan makan siang dulu?" Balasan Kanaya menjadikanku terdiam. Dia langsung membahas tentang hubunganku dengan lelaki itu."Apakah … Ibu dan Ayah telah tahu tentang hal
Aku memandangi penampilanku di depan cermin saat ini. Memakai gaun mungkin adalah pertama kalinya dalam beberapa bulan terakhir. Jika bukan karena ajakan kencan dari Evan, mana mungkin aku mau repot-repot memakainya."Aku ingin mengajakmu menonton bersama, namun malah ada agenda kencan," keluh Ruri yang telah sengaja mengosongkan jadwalnya dan berangkat menuju indekos tempatku tinggal.Aku melirik Ruri sekilas. "Salah sendiri tidak kabarin dulu. Waktu akhir pekan untuk perempuan yang telah memiliki kekasih bukanlah di rumah," ujarku terdengar sombong sampai Ruri berdecak lidah."Ketemu tiap hari juga."Aku mengeluarkan liptint dari tasku. Mengoleskannya sebagai sentuhan terakhir untuk acara kencanku hari ini. Semoga