Share

Sebuah Foto

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-23 13:23:45

Ruangan itu sudah seperti kapal pecah. 

 

Buku-buku berserakan di mana-mana, baju, botol parfum semuanya sudah tak pada tempatnya, dan sepertinya keadaan ini belum cukup kacau karena dari lemari pakaian mash berhamburan baju-baju. 

 

“Aku yakin itu ada di sini kenapa sekarang tak ada?” 

Disekanya peluh yang telah membanjiri keningnya dengan tangan yang kotor terkena debu di tangannya, membuat wajahnya yang putih bersih ternoda. 

 

Tiara terduduk di ranjang kamarnya menatap nanar semua kekacauan yang telah dia buat.

 

Kotak itu tak ada. 

 

Padahal dia sangat yakin beberapa hari yang lalu melihatnya di dalam almari. 

 

Apa Farhan memindahkannya? Tapi kenapa? 

 

Tiara menarik napas panjang, bertanya pada Farhan bukan opsi yang akan dia pilih, laki-laki itu sangat protektif pada kotak itu. 

 

Di mana lagi tempat yang bisa digunakan Farhan untuk menyembunyikan kotak itu? tidak mungkin dibawa ke kantor? 

 

Tiara sedikit terkejut saat  melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, dia harus bergegas, sebentar lagi Farhan pasti akan masuk ke kamar ini dan dia tidak mau ada kecurigaan. 

 

Dengan cepat Tiara merapikan kembali baju-baju yang sudah dia hamburkan keluar danmeletakkan aneka kosmetiknya pada tempat semula, tepat saat Tiara telah menyelesaikan semuanya, pintu kamar terbuka dan Farhan menatap sang istri yang bermandi keringat dengan muka coreng moreng karena debu dengan wajah keheranan. 

 

“Apa yang terjadi di sini?” tanyanya. 

 

Tiara langsung menoleh saat merasakan suaminya menarik tangannya untuk berdiri dan menuntunnya untuk duduk di tepi ranjang. 

 

“Ada apa? Kamu mencari sesuatu, mungkin aku bisa membantumu?” tanya sang suami dengan lembut, yang bagi Tiara seperti cara sang suami untuk mengetahui apa yang sedang dia lakukan.

 

“Aku berpikir untuk membersihkan kamar ini, tapi tidak sadar kalau sudah selama ini, kenapa mas lama sekali  untuk menidurkan Alena.” 

 

“Maaf aku tadi ke ruang kerja sebentar, ada beberapa dokumen yang harus aku kerjakan.”

 

Ah ruang kerja suaminya, kenapa Tiara tidak mencoba mencari di sana. 

 

“Baiklah aku bersih-bersih dulu, apa mas ingin dibuatkan sesuatu, teh atau kopi?” 

 

“Air putih saja, aku akan tidur setelah ini, kecuali kamu punya alasan supaya aku tidak tidur dulu,” kata sang suami sambil mengedipkan matanya dengan genit. 

 

Berumah tangga selama sepuluh tahun tentu saja Tiara sudah sangat hapal dengan apa maksud suaminya, tapi tentu saja hari ini dia sama sekali tidak berkeinginan untuk melakukan itu, tidak sebelum hatinya yakin. 

 

Tiara hanya tersenyum datar dan melangkah keluar kamar, tapi sebelum kakinya sempurna di luar kamar, Farhan memanggil namanya membuat Tiara langsung menoleh. 

 

“Aku mencintaimu, hanya kamu, soal anak-anak aku juga sangat menyayanginya, mungkin cara menyayangi kita berbeda. Maaf jika keinginanku memiliki anak perempuan membuat kamu kesulitan.” 

 

Tiara berdiri termangu sejenak. Apa dia harus percaya apa yang diucapkan suaminya? 

 

Tanpa menjawab apapun, Tiara keluar dari kamar dan menuju kamar mandi yang ada di luar kamar, sengaja memang dia lakukan untuk menghindari Farhan dan jika memungkin untuk... memeriksa ruang kerja. 

 

Tiara sengaja berlama-lama di kamar mandi untuk menghindari Farhan. Rasa penasaran akan kotak itu membuatnya memutar otak bagaimana menggeledah rumah ini tanpa sepengetahuan suaminya, memang dia bisa melakukannya saat suaminya pergi bekerja tapi itu berarti dua hari lagi karena besok suaminya akan libur bekerja. dan tentu saja Tiara yang memiliki kesabaran setipis tisu untuk masalah ini tak bisa lagi menunggu. 

 

“Apa iya aku harus memberi obat tidur pada minuman mas Farhan,” gumam Tiara sambil  menatap pantulan dirinya di dalam cermin kamar mandi. 

 

Kakinya melangkah bolak-balik dengan gelisah, menimbang baik buruknya apa yang akan dia lakukan. 

 

“Sepertinya memang aku harus memberinya obat tidur,” gumam Tiara saat memperhatikan kamarnya yang tidak tertutup rapat. 

 

Farhan memang meminta air putih saja, tapi Tiara menyadari kalau itu akan membuat obat yang diberikan ketahuan jadi Tiara memutuskan untuk membuat segelas teh manis.

 

“Maafkan aku Tuhan, aku hanya ingin tahu kebenarannya,” gumam Tiara sambil memejamkan matanya dan memasukkan bubuk obat tidur yang telah dia siapkan. 

 

Dengan menghela napas panjang dan berusaha semuanya bak-baik saja dia membawa dua buah cangkir teh dan membawa ke kamarnya. 

 

“Ini minumlah,”kata Tiara memberikan satu cangkir teh yang telah dia bubuhi obat tidur pada sang suami. 

 

“Teh? Bukankah tadi aku minta air putih/” tanya Farhan sambil mengangkat alisnya. 

 

Tiara berusaha tersenyum, tangannya memegang cangkir dalam genggamannya dengan erat. Ini kejahatan pertama  yang dia lakukan dan sasarannya adalah suaminya sendiri, sebagai seorang guru yang biasa mendidik murid-muridnya untuk berkelakuan baik tentu hal ini snagat bertentangan dengan hati nuraninya. Saking gugupnya Tiara bahkan langsung meminum teh yang masih mengepulkan uap panas itu dan membuat lidahnya panas terbakar. 

 

“Ini masih panas, biar aku ambilkan alas gelas, tunggu sebentar jangan diminum dulu.” 

 

Tiara mendudukkan tubuhnya dengan lemas di pinggir ranjang, sungguh ternyata tidak mudah melakukan kejahatan. 

 

“Ini, minumlah... pelan-pelan saja,” kata farhan. 

 

Tiara menerima alas gelas yang telah berisi cairan teh yang masih mengepulkan asap itu dan dia menghembuskan napas lega saat Farhan mengambil dari gelas milik Tiara sendiri. 

 

“Aku sedikit masuk angin makanya aku buatkan teh panas, mas juga harus minum teh ini supaya tak masuk angin.” 

 

Dalam hati Tiara berdo’a dengan sungguh-sungguh supaya suaranya tidak bergetar saat mengatakannya. 

Farhan mengangguk dan meminum teh dari cangkirnya sendiri. Tiara tanpa sadar menahan napasnya. 

 

Satu menit dua menit belum terlihat reaksinya. 

 

 Tiara mengambil ponselnya dan pura-pura memainkannya sambil menunggu sang suami tertidur lelap. 

 

 

"Mas," panggilnya pelan, saat Farhan sudah memejamkan matanya. 

 

 

sekali lagi digoyangkan tubuh sang suami, saat yakin obat itu. 

 

Dengan langkah pelan Tiara keluar kamar dan tempat yang dia tuju tentu saja ruang kerja suaminya. 

 

Laci meja, almari tidak luput dari sasarannya, hanya satu laci yang terkunci dan itu malah membuat Tiara makin curiga.

 

"Di mana mas Farhan meletakkan kuncinya." 

 

Tak habis akal Tiara berusaha menggeledah lagi laci di atas dan di bawahnya, sebuah anak kunci tersembunyi  di bagian paling dalam laci teratas, dengan dada berdebar Tiara membuka laci itu, tapi hatinya langsung kecewa saat hanya dokumen pekerjaan saja yang ada di sana. 

 

Tak putus asa Tiara kembali menggeledah seluruh ruangan dan akhirnya di sudut dalam almari dia menemukan kotak yang dicarinya. 

 

kotak yang terbuat dari kayu berukuran sedang, Tiara hampir saja bersorak saat mendapati kotak itu sama sekali tak terkunci. 

 

"Ini." 

Tangannya bergetar saat menyentuh foto gadis kecil yang ada di sana. 

 

"Itu alasanmu begitu menyayanginya dan pasti bukan kebetulan saja anak yang diletakkan di depan rumah ini mirip dengan mendiang adikmu," gumam Tiara berusaha menahan tangisnya. 

 

Tangannya meremas saku piyamanya, yang berisi rambut Farhan dan Alena. 

 

"Aku akan buktikan kecurigaanku." 

Bab terkait

  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Test DNA

    Tiara mengerjapkan matanya saat merasakan tangan mungil menepuk pipinya. Alena tertawa senang memperlihatkan giginya saat Tiara membuka mata, refleks Tiara ikut tersenyum juga, dia memeluk anak itu sejenak. Bohong kalau dibilang tidak menyayangi anak ini, lebih dari satu bulan dalam pengasuhannya, membuat rasa sayang itu tumbuh subur, tapi saat mengingat siapa anak ini hatinya tidak baik-baik saja. Bagaimnapun dia hanya wanita biasa yang tidak ingin berbagi apapun dengan wanita lain, apalagi yang dikorbankan disini adalah kasih sayang seorang ayah untuk anak-anaknya. Dia tidak bisa menerima semua ini. “Ibu baik-baik saja, tumben bangunnya siang.” Senyum yang terulas di bibir Tiara langsung memudar saat mendengar suara sang suami. Tadi malam seingatnya Farhan yang meminum obat tidur tapii kenapa dia yang bangun kesiangan. “Aku hanya capek,” kata Tiara datar. Yah capek hati dan pikiran. “Ini sudah jam berapa?” Mata Tiara langsung membulat saat jarum jam sudah menunjukkan angka

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-05
  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Percikan

    “Ini bukan salahmu, jangan konyol.” “Tetap saja andai aku tidak mengatakannya kamu pasti tidak akan melakukan hal ini.” “Dan membuatku terus saja dibodohi, tidak terima kasih.” “Sepertinya kamu sudah menduga hasil dari test ini.” “Sebenarnya aku berharap dugaanku salah,” suara lirih Tiara yang penuh dengan kesakitan mengundang tatapan kasihan dari Keysa. Tiara berdecak kesal. “Jangan menatapku seperti itu, aku tidak suka dikasihani.” “Maafkan aku, tapi apa kamu tahu penampilanmu saat ini sungguh mengenaskan,” ejek Keysa. Tiara menatap kesal pada Keysa lalu mengambil ponselnya dan melihat pantulan wajahnya di ponsel itu. “Apa yang salah tidak ada noda di wajahku dan bajuku juga tidak aneh.” “Bukan itu maksudku, kurasa penampilanmu bahkan lebih pucat dari pada mayat, di mana temanku yang cantik dan membuat banyak laki-laki bertekuk lutut,” kata keysa dengan judes. Bersahabat sejak SMA membuat keduanya seperti saudara, bahkan Keysalah tempat satu-satunya bagi Tiara untuk bercer

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-05
  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Terlambat

    Jarum jam sudah menunjukkan pukul empat sore saat Tiara menginjakkan kakinya di rumah mertuanya. “Mau jemput anak-anak ya mbak?’ sapa bi Tati, asisten rumah tangga di rumah ibu mertuanya ini. “iya, Bi. Di mana mereka?” tanya Tiara. “Di kamar mas Fariz, Mbak barusan pulang mereka mungkin sedang mandi.” Tiara mengangguk dan memberikan bungkusan pudding buah kesukaan mertuanya. Langkah kaki Tiara langsung terhenti begitu dia menginjakkan kaki di ruang tengah, anak-anaknya ada di sana dan tentu saja bersama Fariz. Fariz sedang duduk memangku Araz yang terlihat mengantuk tapi masih ingin bermain dengan kakak dan pamannya, tangan Fariz kadang menepuk pantat Araz, sambil sesekali mengoreksi Arkan yang sebuah mobil-mobilan dari kardus bekas. Arkan dan Araz tentu saja memiliki banyak mainan mobil-mobilan di rumah bahkan beberapa juga dibawa kerumah ini, tapi yang Tiara bicarakan bukan mainan itu, tapi kebersamaan mereka yang pernuh kasih sayang seolah Fariz adalah ayah kandungnya, bukan

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-05
  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Barter

    “Karena kamu lebih memilih sibuk dengan orang lain dari pada menjemput anak dan istrimu,” kata Fariz dengan tak kalah sinis. “Apa kamu bilang.” Dengan suara rendah dan dingin Farhan melangkah maju dan mendekati adiknya dengan rasa marah yang berkobar, bahkan Alena yang terlelap dalam gendongan Farhan tak mampu menahan langkah laki-laki itu. “Tunggu.” Tiara langsung mengambil Alena dari gendongan Farhan, mengajak kedua anaknya untuk masuk ke dalam rumah. “Aku masuk dulu, silahkan lanjutkan percakapan penuh cinta kalian jika aku dan anak-anak sudah di dalam.” Sambil menggendong Alena yang sudah terlelap, Tiara memberi isyarat pada Araz untuk turun dari gendongan pamannya dan masuk ke dalam rumah. “Jangan ikut campur urusan keluargaku.” Sayup-sayup masih bisa Tiara dengan perkataan pedas Farhan pada adiknya. Dia menoleh pada kedua anaknya yang sesekali menoleh dengan penasaran pada paman dan ayahnya yang masih di luar. “Kalian segera bersihkan diri, sebentar lagi ibu menyusul setel

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-06
  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Sesakit inikah?

    Tiara membolak-balik kertas hasil ulangan muridnya. Matanya sesekali melirik pada Alena yang sedang mencorat-coret buku dengan crayon yang dia berikan. Sore ini memang sedikit tak biasa, ada senyum manis di bibirnya. Tentu saja alasan yang membuatnya tersenyum adalah dua orang anak manusia berbeda usia yang sedang berusaha keras untuk mengajari anak berusia lima tahun menaiki sepeda roda dua pertamanya. Hal yang sederhana memang, tapi apa lagi yang dapat membuat seorang ibu tersenyum kalau bukan karena melihat kebahagiaan putranya. "Ibu! aku bisa naik sepeda!" teriak Araz kesenangan, satu tangannya melambai pada sang ibu yang menatap mereka. Tapi... Brukk! Astaga! Tiara spontan berlari meninggalkan semua pekerjaannya di meja dan juga... Alena. "Kamu baik-baik saja, Nak, mana yang sakit?" tanya Tiara dengan panik, saat mendapati Araz terjungkal dari sepedanya. "Sakit, Bu!" rengek anak itu, tapi tangan Tiara yang akan membantu Araz bangun di tahan oleh Farhan. "Kamu jaga Alen

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-06
  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Tak Lagi Sama

    Udara dingin malam ini serasa membekukan seluruh tubuhnya, nafasnya begitu sesak seakan ada benda besar yang menghimpit tubuhnya. Tiara menoleh pada orang yang sedang tertidur lelap disampingnya. Tangan Farhan memelukanya dengan erat, tapi bukannya merasa hangat dan nyaman seperti sebelumnya, Tiara malah merasa seperti terlilit ular berbisa. Sepuluh tahun mereka me ngarungi rumah tangga bersama, ada suka dan duka yang telah mereka lalui. Farhan yang selalu menunjukkan rasa sayang dan cinta padanya ternyata telah mendua. Tiara mengingat-ingat lagi, apa selama ini ada keanehan dalam diri suaminya, nyatanya sejauh yang dia ingat semuanya berjalan seperti biasa, beberapa kali memang Farhan melakukan perjalanan ke luar kota atau lembur di kantor, tapi Tiara selalu memastikan kalau suaminya memang benar-benar bekerja, bukan sedang selingkuh. Tatapan mata Tiara menerawang pada langit-langit kamar, hatinya terlalu kalut untuk sekedar mengeluarkan air mata, rasa marah dan kecewa yang beg

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-07
  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Rencana Tiara

    Sudah tiga hari ini Farhan bekerja lembur. Jangankan untuk bertemu anak-anak, Tiara saja bahkan sudah tidur saat sang suami pulang. Keinginan untuk mencerca Farhan tentang hasil test itu juga tidak terlaksana, karena di pagi hari saat Tiara membuat Sarapan, tanpa diminta lagi Farhan langsung menyiapkan anak-anak, yang Tiara maksud anak-anak itu termasuk Arkan dan Araz juga. "Kamu itu aneh suamimu tidak memperhatikan anakmu kamu marah, dia perhatian kamu malah curiga," kata Keysa saat datang berkunjung ke rumah Tiara sore ini selepas bekerja, sedangkan anak-anak masih bermain bersama mbak Sri di halaman belakang."Dia sudah pernah berkhianat, dan setelah test DNA itu keluar kenapa dia kumat lagi pulang malam." Keysa menegakkan tubuhnya, tapi tangannya tak lepas memeluk keripik pisang buatan Tiara dan menatap Tiara dengan pandangan menyelidik. "Apa sih sebenarnya maumu?" Tiara mengehela napas. "Tentu saja hidup bahagia dengan suami yang setia dan perhatian pada anak." "Dan kamu

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-07
  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Tak Mudah

    “Dia mengkhianatiku dan membuatku harus merawat anak hasil pengkhianatannya.” Tiara mengatakannya dengan ekspresi wajah yang tidak terbaca, luka itu telah membuat hatinya membeku dan tidak merasakan sakit lagi dan dia masih tetap berada di rumah ini dan bersikap seolah semuanya baik-baik saja tentu saja untuk... sebuah tujuan. “Apa menurutmu aku tidak sakit hati dan marah. Tentu aku marah, ingin mengamuk rasanya, apalagi saat melihat mas Farhan yang seolah dia tidak melakukan kesalahan apapun, bukankah itu artinya dia sama sekali tidak menyesali perbuatannya.” Keysa masih diam, Tiara memang bukan wanita pendiam, tapi juga bukan orang yang bisa mengungkapkan isi hatinya dengan gamblang seperti sekarang. “Bagiku hukuman terbesar seseorang yang salah bukan hukuman penjara atau denda, tapi rasa bersalah dan penyesalan itu sendiri, dan aku akan membuat mas Farhan merasakannya.” Kali ini Keysa menegakkan tubuhnya, dia meraih tangan Tiara yang mengepal dengan erat, udara panas memenuhi

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-08

Bab terbaru

  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Pulang

    “Sebaiknya kita pulang, Mbak ini sudah sore kasihan anak-anak.” Tiara langsung mendongak mendengar suara Fariz, dia menatap mata kelam pemuda itu, meski ditutupi dengan baik ada sebersit rasa duka yang dia temukan di sana. Dipalingkannya pandangan pada Farhan yang masih memeluk batu nisan itu, sesekali terdengar sedu sedannya yang mendalam, lalu terakhir pandangannya jatuh pada gundukan merah yang bertabur bunga. Gadis kecil manja yang selalu berbinar saat melihatnya kini telah tiada, rasa bersalah itu terus bercokol di hatinya andai saja dia bersikeras membawa Alena ikut serta dengannya, bersama anak-anaknya yang lain ini semua tidak akan terjadi, dan andai saja dia berhasil membujuk Farhan untuk melupakan semua balas dendam konyol ini, tentu anak itu akan tetap hidup dan... astaga apa dia sudah berdosa karena mempertanyakan takdir Tuhan? “Mbak,” panggil Fariz sekali lagi para pelayat sudah meninggalkan area pemakaman ini,

  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Korban

    “ Apa maksud kakakmu menculik Alena bukankah kita sudah sepakat kamu akan melepaskan hak atas anak itu jika aku membantumu!” Farhan mencengkeram kemudi dengan kencang sampai buku-buku tangannya memutih, tak ada suara dari seberang sana, Farhan sedikit melirik ponsel di dasboardnya, kalau-kalau sambungan itu terputus, tapi tak lama kemudian terdengar helaan napas. “Aku tidak tahu menahu tentang rencana kakakku, sepertinya dia bertekad membuatmu menghentikan semuanya,” kata suara dari seberang sana. “Benarkah?” tanya Farhan dengan sinis. Rasa kagum yang pernah dia miliki pada wanita yang telah melahirkan putrinya itu kini sirna sudah, dia sudah terpelosok terlalu dalam demi ambisinya untuk membalas dendam, tapi tentu saja sudah sejauih ini Farhan tidak bisa mundur begitu saja, dengan berbagai cara Farhan akhirnya menemukan beberapa kecurangan yang didalangi Andreas. Meski itu sama sekali tidak liear dengan tujuannya, tapi itu cukup me

  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Tak Bisa Tinggal Diam

    “Bu Tiara mau kemana?” Seorang penjual sayur berperawakan kecil yang memang belum lama ini sering mangkal di depan rumah Tiara, menyapanya dengan ramah, dan Tiara tahu kalau orang ini juga salah satu orang yang diminta Ilham untuk menjaganya, meski sampai sekarang Tiara sama sekali tidak paham, kenapa Ilham malah meminta orang yang terlihat lemah untuk menjaganya, padahal yang lain terlihat jago bela diri. “Ah saya mau keluar sebentar,” kata Tiara berusaha senatural mungkin agar jika ada salah satu orang yang melihat interaksi mereka tidak menimbulkan kecurigaan. “Sayur pesanan ibu sudah ada apa ibu mau mengambilnya sekarang.” Laki-laki itu tak menunggu tanggapan Tiara dia langsung berjalan ke balik gerobak dan mengambil sepaket besar sayuran yang tentu saja bukan pesanan Tiara. “Sebaiknya anda di rumah saja, sepertinya keadaan semakin genting, pak Ilham khawatir mereka juga mengincar anda dan anak-anak.” Tiara mendongak setelah memb

  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Alena Diculik

    “Bu Tiara sebaiknya dalam minggu ini anda dan anak-anak lebih berhati-hati lagi.” Pesan itu sampai satu jam yang lalu, beberapa kali Tiara menghubungi Ilham untuk menanyakan apa maksudnya? Tapi laki-laki itu sama sekali tidak mengangkat panggilannya membuat Tiara dilanda kekhawatiran. Tiara berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, hari sudah mulai pagi dan biasanya dia akan membantu anak-anaknya untuk bersiap ke sekolah, tapi karena pesan yang dikirim Ilham ini dia jadi dilema, apa dia dan anak-anak akan aman kalau meninggalkan rumah? Satu kali dua kali, tak juga ada jawaban dari ujung sana dan Tiara mulai resah, sejenak dia ingin menghubungi anak buah Ilham yang menjaganya, tapi dia ingat kalau hanya melihat wajah mereka sana, tanpa tahu nama apalagi nomer telepon. “Ah apa yang harus aku lakukan sekarang?” Tiara terus membuka dan menutup ponselnya, khwatir kalau Ilham menghubunginya dan terlewatkan, tapi lagi-lagi dia tidak mendapa

  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Tak Goyah

    “Ada apa ini? kenapa ayah dengar ada yang bertengkar?” Ya ampun Tiara merasa seperti bocah baru gede yang ketahuan pacarnya diapelin cowok lain dan membuat keributan sehingga sang ayah harus turun tangan. Akan tetapi kali ini sedikit berbeda, bukan hanya soal remeh seperti itu yang dia hadapi tapi juga soal hidup dan matinya dan anak-anak.Ilham yang berdiri dengan tangan bersidekap langsung menurunkan tangannya dan menunduk dengan sopan, sedangkan Andreas sudah lebih dulu pergi dari rumah orang tua Tiara sambil memberikan senyum sinis penuh ancaman.“Ada apa Tiara?” tanya sang ayah dengan pandangan tajam pada dua orang di ruang tamu rumahnya. “Lho tamunya tadi sudah pulang?” sang ibu yang baru muncul bertanya heran saat menatap Ilham. “Bukannya mas ini atasanmu yang kamu bilang banyak membantumu itu, Tiara?” lanjut sang ibu lagi. Tiara hanya bisa mengangguk dengan pasrah saat sang ayah sudah mem

  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Di antara Dua

    "Kamu kenal dia?" Tiara sedikit terlonjak saat tiba-tiba sang ibu sudah ada di sampingnya dan berbisik lirih. Tiara berdiri diam mengamati laki-laki yang duduk membelakanginya di sofa ruang tamu rumah kedua orang tuanya. Dia menggeleng dengan samar, dia merasa tidak mengenali laki-laki ini, apa dia salah satu orang yang ditempatkan Ilham untuk menjaganya? tapi dia sama sekali tidak ingat kalau Ilham meminta orang baru untuk menjaganya, meskipun dia juga tidak terlalu kenal dengan orang-,orang yang bertugas menjaganya itu. Akan tetapi satu hal yang dia tahu, orang-orang itu bekerja dalam bayangan, bukan malah bertamu terang-terangan dan membelikannya makanan mewah. "Entahlah, Bu. Aku merasa tidak mengenalnya.""Apa ibu minta dia pergi saja?" kata sang ibu yang menampakkan wajah khawatir. Tiara terdiam, dia sangat ingin tahu siapa dan apa yang diinginkan laki-laki itu. 

  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Curiga

    Bagaimana mungkin ayahnya mengatakan hal semenyakitkan itu? Tiara hanya bisa berdiri mematung menatap kedua orang tuanya dengan pandangan bingung dan kesakitan, dia memang tidak terlalu dekat dengan ayahnya yang kaku dan kolot itu, tapi bagaimanapun dia sangat menyayangi kedua orang tuanya. Hampir saja Tiara tersungkur karena kakinya begitu lemas hanya untuk melangkah ke kursi di depan orang tuanya, syukurlah ibunya bertindak cukup bijak dengan membimbingnya untuk duduk dan meremas tangannya dengan lembut. Itu memang hanya hal kecil, tapi bagi Tiara itu punya banyak arti, dia merasa mendapat tempat untuk berlindung. "A-apa maksud ayah?" tanya Tiara tergagap. jAyahnya memang tidak pernah membentak apalagi memukul, hanya dengan tatapan dan ucapannya yang tajam saja semua anak-anaknya sudah keder duluan termasuk Tiara. "Apa maksudnya laki-laki datang kemari mengantarkan makanan untukmu? Dia juga b

  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Lelaki Lain

    Sore itu Tiara mengendarai motornya ke pusat perbelanjaan, sesekali dia menoleh ke belakang dan melihat beberapa orang yang ditugaskan Ilham untuk melindunginya mengikuti dari jarak aman. Duh sudah seperti artis saja aku, gerutu Tiara. Jika biasanya dia bisa nongkrog  di gerobak kang cilok atau kang es dawet berlama-lama hanya untuk menikmati waktu sendirinya, sekarang Tiara tak akan mungkin melakukan hal ini. dia tidak akan sok-sokan dengan memanfaatkan orang-orang yang menjaga dengan pergi sekehendak hatinya. Kali ini saja dia terpaksa pergi ke sebuah toko buku sendiri karena ada beberapa buku yang harus dia beli sekalian membeli pensil warna yang baru untuk Araz. Selama lebih dari satu bulan Tiara tinggal di sini bersama anak-anak memang tidak ada kejadian yang membuat khawatir. Pun dengan orang-orang yang ditugaskan untuk menjaganya bertindak seperti bayangan yang tak terlihat, bahkan Tiara tak yakin kalau orang tuanya tahu kalau mereka te

  • Bayi Asing itu Milik Suamiku   Orang Misterius

    “itu namanya kamu tidak tanggung jawab pada pekerjaan hanya karena masalah pribadi.” Tiara langsung menunduk saat sang ayah mengatakan hal itu. Araz dan Arkan sedangdiantar ibunya bermain bersama bude Ningsih, asisten rumah tangga yang sudah bekerja pada keluarganya sejak dia masih kecil. Wajah Tiara bagai terbakar saat mendengar perkataan ayahnya. Malu. Dia akui dia memang sangat tidak bertanggung jawab pada pekerjaannya. Ayahnya adalah sosok yang kaku dan disiplin, membuat Tiara ataupun saudaranya yang lain sama sekali tidak bisa dekat dengan laki-laki yang menjadi alasannya terlahir di dunia ini. Tiara bahkan tak pernah tahu bagaiaman rasanya dipeluk oleh sang ayah, meski ibunya meyakinkan dia bahwa waktu kecil ayahnya sering melakukan hal itu pada mereka, dan membantu sang ibu jika tidak bisa menghandle anak-anaknya, ucapan yang selalu diragukan oleh Tiara karena dia tahu benar sejak adiknya lahir sang ayah tidak pernah menggendongnya, bah

DMCA.com Protection Status